C. PENDEKATAN MELALUI
NAMA-NAMA ALLAH SWT YANG INDAH LAGI BAIK.
Sebelum kami membahas lebih lanjut tentang Pendekatan melalui nama nama
Allah SWT yang indah lagi baik (asmaul husna), yang tidak lain merupakan
jawaban dari angka 99 (sembilan puluh sembilan) dari istilah Route to 1.6.7.99.
Perkenankan kami memberikan ilustrasi sebagai berikut : Nama yang diberikan
oleh orang tua kepada saya adalah Budi Rachmat, sekarang siapakah panggilan,
atau sebutan saya jika saya mengajar di sekolah, apakah tetap Budi Rachmat
ataukah dipanggil dengan sebutan pak guru? Saat mengajar di sekolah maka saya akan
dipanggil dengan panggilan pak Guru.
Sekarang bagaimana jika saya mengemudikan kapal laut, siapakah sebutan
saya saat itu? Saat mengemudikan kapal laut maka saya dipanggil dengan sebutan
Nahkoda. Hal yang samapun terjadi jika saya mengemudikan kereta, maka saya akan
dipanggil dengan sebutan Masinis, atau disebut pilot saat mengemudikan pesawat
udara. Sekarang berubahkah nama saya setelah melakukan suatu pekerjaan? Nama
saya tetap Budi Rachmat sampai kapanpun juga, namun panggilan atau sebutan yang
berlaku bagi saya dapat berubah sesuai dengan peran dan pekerjaan, atau
perbuatan, atau profesi yang saya lakukan. Lalu bagaimana dengan Allah SWT yang
memiliki Asmaul Husna sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan) yang termaktub
dalam nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik? Adanya nama-nama Allah SWT
sebanyak 99(sembilan puluh sembilan) bukanlah berarti Allah SWT berjumlah 99
(sembilan puluh sembilan).
Allah SWT tetap satu
(tetap esa) sampai dengan kapanpun juga, namun Allah SWT akan bernama, atau
Allah SWT akan dinamakan An Nuur pada saat Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha
Bercahaya. Allah SWT akan bernama Al Barr pada saat Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha Dermawan, demikian pula Allah
SWT akan bernama Al Baqqi pada saat Allah SWT menjadi Dzat Yang Maha Kekal. Sekarang
bagaimana dengan As Salam? Allah SWT akan dinamakan As Salam pada saat Allah
SWT bertindak sebagai Dzat Yang Maha Penyelamat. Hal yang samapun terjadi pada
saat Allah SWT sebagai Yang Maha Kuasa, maka Allah SWT akan bernama Al Qaadir.
Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang dimiliki oleh Allah SWT.
Selanjutnya apakah kebesaran dan kemahaan Allah SWT akan berubah dengan
adanya Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan)? Kemahaan, Kebesaran dari Allah SWT tidak
akan sedikitpun berubah, atau mengalami perubahan walaupun Allah SWT memiliki
nama-nama yang indah lagi baik sebanyak 99(sembilan puluh sembilan). Yang
berubah dari Allah SWT hanyalah namanya saja, hal ini karena disesuaikan dengan
aktivitas dan perbuatan Allah SWT atau yang dikenal dengan istilah Asmaul
Husna, sebagaimana dua buah firmanNya berikut ini: “Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia.
Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik). (surat Thaahaa (20) ayat
8)”. Dan
juga melalui firmanNya dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24 sebagaimana berikut
ini: “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah
Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera,
yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha
Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk
Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan
bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (surat Al Hasyr (59) ayat
22-23-24).
Dan berikut ini akan kami kemukakan 99(sembilan puluh sembilan) Nama-Nama
Allah SWT yang indah lagi baik (Asmaul Husna), sebagaimana ketentuan hadits
berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya milik Allah 99 (Sembilan puluh Sembilan) nama, barangsiapa yang
mengihshonya (maksudnya
menghafalnya, beriman terhadapnya dan konsekuensinya serta beramal dengan isi
kandungan dari nama tersebut) maka
pasti masuk syurga. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). :
A
S M A U L H U S N A
(Nama-Nama
Allah yang Indah Lagi Baik)
|
1 |
Ar-Rakhman |
Maha Pengasih, pemberi kenikmatan yang agung-agung, pengasih di dunia
dan pengasih yang zhahir |
|
2 |
Ar-Rahiem |
Maha Penyayang, pemberi kenikmatan yang pelik-pelik, penyayang di
akhirat dan/atau pengasih yang bathin. |
|
3 |
Al-Maalik |
Maha Merajai, Maha Memiliki, mengatur kerajaan & milik-Nya dengan
kehendak-Nya. |
|
4 |
Al-Quddus |
Maha Suci, suci dari segala cacat dan cela. |
|
5 |
As-Salam |
Maha Penyelamat, pemberi keamanan dan kesentosaan bagi makhluk-Nya. |
|
6 |
Al-Mu'min |
Maha Pemelihara Keamanan, siapa yang salah mendapat siksa, sedangkan
yang taat dapat pahala. |
|
7 |
Al-Muhaimin |
Maha Penjaga, Maha Pemberi Kebahagiaan lahir dan bathin, melindungi
segala sesuatu. |
|
8 |
Al-'Aziz |
Maha Mulia, kuasa dan mampu berbuat sekehendaknya |
|
9 |
Al-Jabbar |
Maha Perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala
perintah-Nya serta memperbaiki keadaan seluruhnya. |
|
10 |
Al-Mutakabbir |
Maha Sombong/Megah, menyendiri dengan sifat keagungan &
kemegahan-Nya. |
|
11 |
Al –Khaliq |
Maha Pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga
menakdirkan adanya semua ini. |
|
12 |
Al-Baari' |
Maha Pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya. |
|
13 |
Al-Mushawwir |
Maha Pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang
berbeda dengan lainnya yang sesuai dengan keadaan & keperluannya. |
|
14 |
Al-Ghaffar |
Maha Pengampun, banyak pemberian maaf-Nya dan menutupi dosa-dosa dan
kesalahan. |
|
15 |
Al-Qahhar |
Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya serta
memaksa makhluk menurut kehendak-Nya. |
|
16 |
Al-Wahhab |
Maha Pemberi, banyak kenikmatan dan selalu memberi kurnia dan
anugerah. |
|
17 |
Ar-Razzaq |
Maha Pemberi Rezeki. membuat berbagai rezeki serta membuat pula
sebab-sebab diperolehnya. |
|
18 |
Al-Fattaah |
Maha Membukakan, yakni membuka gudang dan gedung penyimpanan rahmat-Nya
untuk seluruh hamba-Nya. |
|
19 |
Al-'Aliem |
Maha Mengetahui, yakni mengetahui segala yang maujud ini dan tidak
ada sesuatu benda apapun yang tersembunyi
dari pengetahuan-Nya. |
|
20 |
Al-Qoobidl |
Maha Pencabut, mengambil nyawa atau mempersempit rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya. |
|
21 |
Al-Bassith |
Maha Meluaskan, memudahkan terkumpulnya rezeki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. |
|
22 |
Al- Khafidl |
Maha Menjatuhkan, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya dijatuhkan karena akibat kelakuannya
sendiri. |
|
23 |
Ar-Rafi' |
Maha Mengangkat, yakni terhadap orang-orang yang selayaknya diangkat
karena usahanya yang giat yaitu yang termasuk golongan kaum yang bertaqwa. |
|
24 |
Al-Mu'izz |
Maha Pemberi Kemuliaan, yakni kepada orang-orang yang berpegang teguh
kepada agama-Nya dengan memberi pertolongan & kemenangan. |
|
25 |
Al-Mudzill |
Maha Pemberi Kehinaan, yakni
kepada musuh-musuh-Nya dan musuh umat Islam seluruhnya. |
|
26 |
Al-Saami' |
Maha Mendengar. |
|
27 |
Al-Bashir |
Maha Melihat. |
|
28 |
Al-Hakam |
Maha Menetapkan Hukum, sebagai hakim yang memutuskan yang tidak
seorangpun dapat menolak keputusan-Nya, juga tidak seorangpun yang kuasa
merintangi kelangsungan hukum-Nya. |
|
29 |
Al-'Adlu |
Maha Adil, serta sangat sempurna dalam keadilan-Nya |
|
30 |
Al-Lathief |
Maha Lembut, yakni mengetahui segala yang samar-samar, yang
pelik-pelik dan yang kecil-kecil. |
|
31 |
Al –Khoobir |
Maha Waspada dan/atau Maha Pemberi Khabar |
|
32 |
Al-Haliim |
Maha Penghiba atau Maha
Penyantun, penyantun yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan pula
gegabah memberikan siksaan. |
|
33 |
Al-'Azhiem |
Maha Agung, yakni mencapai
puncak tertinggi dari mercusuar keagungan karena bersifat dengan segala macam sifat
kebesaran dan kesempurnaan. |
|
34 |
Al-Ghafuur |
Maha Pengampun, banyak
pengampunanNya kepada hamba-hambaNya. |
|
35 |
Asy-Syakuur |
Maha Pembalas, yakni
memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil dan tidak
berarti. |
|
36 |
Al-'Aliyy |
Maha Tinggi, yakni mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang
tidak mungkin digambarkan oleh akal fikiran siapapun dan tidak dapat dipahami
oleh otak yang bagaimanapun pandainya. |
|
37 |
Al-Kabiir |
Maha Besar, yang kebesarannya tidak dapat diikuti oleh panca indera
ataupun akal sehat manusia. |
|
38 |
Al-Hafiidz |
Maha Pemelihara, yakni menjaga sesuatu jangan sampai rusak dan
guncang. Juga menjaga segala amal perbuatan hamba-hamba-Nya, sehingga tidak
akan disiasiakan sedikitpun untuk memberi balasan-Nya. |
|
39 |
Al-Muqiit |
Maha Pemberi Kecukupan, baik yang berupa makanan tubuh ataupun
makanan ruhani. |
|
40 |
Al-Hasiib |
Maha Penjamin, yakni memberi jaminan kecukupan kepada seluruh
hamba-Nya, juga dapat diartikan Maha Menghisab amalan hamba-Nya pada hari
kiamat. |
|
41 |
Al-Jaliil |
Maha Luhur, yang mempunyai sifat keluhuran karena kesempurnaan
sifat-sifat-Nya. |
|
42 |
Al-Kariem |
Maha Pemurah, mulia hati dan memberi siapapun tanpa diminta atau
sebagai penggantian dari sesuatu pemberian. |
|
43 |
Al-Raqieb |
Maha Peneliti, yang mengamat-amati gerak-gerik segala sesuatu dan
mengawasinya. |
|
44 |
Al-Mujiib |
Maha Mengabulkan, yang memenuhi permohonan siapa saja yang berdoa
kepada-Nya. |
|
45 |
Al-Waasi' |
Maha Luas, yakni bahwa segala kerahmatan-Nya itu merata kepada segala
yang maujud dan luas pula ilmu-Nya terhadap segala sesuatu. |
|
46 |
Al-Hakiim |
Maha Bijaksana, yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi,
kesempurnaan ilmu-Nya serta kerapihan-Nya dalam membuat segala sesuatu. |
|
47 |
Al-Waduud |
Maha Pencinta, yang menginginkan segala kebaikan untuk seluruh
hamba-Nya dan pula berbuat baik pada
mereka itu dalam segala ihwal dan keadaan. |
|
48 |
Al-Majiid |
Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal kemulian dan
keutamaan. |
|
49 |
Al –Baa'its |
Maha Membangkitkan, yakni
membangkitkan para Rasul, membangkitkan semangat dan kemauan, juga
membangkitkan orang-orang yang telah mati dari masing-masing kuburnya pada
hari kiamat. |
|
50 |
Asy-Syahiid |
Maha Menyaksikan, Maha Mengetahui keadaan semua makhluk-Nya. |
|
51 |
Al-Haqq |
Maha Haq , Maha Benar, yang kekal dan tidak akan berubah sedikitpun. |
|
52 |
Al-Wakiil |
Maha Memelihara Penyerahan, yakni memelihara semua urusan
hamba-hamba-Nya dan apa-apa yang menjadi kebutuhan mereka itu. |
|
53 |
Al-Qawiyy |
Maha Kuat, yaitu memiliki kekuatan yang sesempurna-sempurnanya. |
|
54 |
Al-Matiin |
Maha Kokoh, Maha Perkasa, yakni memiliki keperkasaan yang sudah sampai
dipuncaknya. |
|
55 |
Al-Waliyy |
Maha Melindungi, yakni melindungi serta menertibkan semua kepentingan
makhluk-Nya karena kecintaan-Nya yang sangat pada mereka itu dan pemberian
pertolongan-Nya yang tidak terbatas pada keperluan mereka. |
|
56 |
Al-Hamid |
Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya untuk memperoleh pujian
dan sanjungan. |
|
57 |
Al-Muhshi |
Maha Penghitung, yang tidak satupun tertutup dari pandangan-Nya dan
semua amalan itupun diperhitungankan sebagaimana wajarnya. |
|
58 |
Al-Mubdi' |
Maha Memulai, yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada &
belum maajud. |
|
59 |
Al-Mu'iid |
Maha Mengulangi, yakni menumbuhkan kembali setelah lenyapnya atau
setelah rusaknya. |
|
60 |
Al-Muhyi |
Maha Menghidupkan, yakni memberikan daya kehidupan pada setiap
sesuatu yang berhak hidup. |
|
61 |
Al-Mummit |
Maha Mematikan, yakni mengambil kehidupan (Ruh) dari apa yang hidup,
lalu disebut mati. |
|
62 |
Al-Hayy |
Maha Hidup, kekal pula Hidup-Nya itu. |
|
63 |
Al-Qayyuum |
Maha Berdiri Sendiri, baik DzatNya, Sifat-Nya, Asma-Nya dan
Af'al-Nya. Juga membuat berdirinya apa-apa yang selain Dia, dengan-Nya pula
berdirinya langit dan bumi ini. |
|
64 |
Al-Waajid |
Maha Kaya, dapat menemukan apa saja yang diinginkan-Nya, maka tidak
membutuhkan pada suatu apapun karena sifat kaya-Nya yang secara mutlak. |
|
65 |
Al-Maajid |
Maha Mulia, yakni mencapai tingkat teratas dalam hal kemuliaan dan
keutamaan. |
|
66 |
Al-Wahhid |
Maha Tunggal. |
|
67 |
Al-Ahad |
Maha Esa. |
|
68 |
Ash-Shomad |
Maha Dibutuhkan/Tempat Bergantung, yakni selalu menjadi tujuan dan
harapan orang di waktu hajad dan keperluan. |
|
69 |
Al-Qaadir |
Maha Kuasa. |
|
70 |
Al-Muqtadir |
Maha Menentukan. |
|
71 |
Al-Muqoddim |
Maha Mendahulukan, yakni mendahulukan sebagian benda dari yang
lainnya dalam perwujudannya atau dalam kemuliaan, selisih waktu dan
tempatnya. |
|
72 |
Al-Mu'akhkhir |
Maha Mengakhirkan atau Membelakangkan. |
|
73 |
Al-Awwal |
Maha Pertama, dahulu sekali dari semua yang maujud. |
|
74 |
Al-Aakhir |
Maha Penghabisan, kekal selamanya tanpa ujung. |
|
75 |
Azh-Zhohir |
Maha Nyata, yakni menyatakan dan menampakkan ke-WujudanNya itu dengan
bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaan-Nya |
|
76 |
Al-Baathin |
Maha Tersembunyi, tidak dapat dimaklumi Dzat-Nya, sehingga tidak
seorangpun dapat mengenal Kunhi Dzatnya |
|
77 |
Al-Waaly |
Maha Menguasai, menggenggam sesuatu dalam kekuasaan-Nya dan menjadi
milik-Nya. |
|
78 |
Al-Muta'aaly |
Maha Suci, Maha Tinggi, terpelihara dari segala kekurangan dan
kerendahan. |
|
79 |
Al-Barri |
Maha Dermawan, banyak kebaikan-Nya dan besar kenikmatan yang
dilimpahkan-Nya. |
|
80 |
Al-Tawwaab |
Maha Penerima Taubat, memberikan pertolongan kepada orang-orang yang
bermaksiot untuk melakukan taubat lalu Allah akan menerimanya. |
|
81 |
Al-Muntaqim |
Maha Penyiksa, kepada orang yang berhak untuk memperoleh siksa-Nya. |
|
82 |
Al-Afuww |
Maha Pemaaf, pelebur kesalahan orang yang suka kembali untuk meminta
maaf kepada-Nya. |
|
83 |
Ar-Ra'uuf |
Maha Pengasih, banyak kerahmatan-Nya dan kasih sayang-Nya. |
|
84 |
Maalikul Mulk |
Maha Menguasai Kerajaan, |
|
85 |
Dzul Jalaal Wal Ikroom |
Maha Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan |
|
86 |
Al-Muqsith |
Maha Mengadili, yakni memberikan kemenangan pada orang-orang yang
teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilan-Nya. |
|
87 |
Al-Jaami' |
Maha Mengumpulkan, |
|
88 |
Al-Ghoniyy |
Maha Kaya, yang tidak membutuhkan apapun dari yang selain Dzat-Nya
sendiri, tetapi yang lain sangat membutuhkan-Nya. |
|
89 |
Al-Mughniy |
Maha Pemberi Kekayaan |
|
90 |
Al-Maani' |
Maha Pembela atau Maha Penolak |
|
91 |
Adl-Dlaarr |
Maha Pemberi Bahaya, dengan menurunkan siksa-siksa-Nya kepada
musuh-musuh-Nya |
|
92 |
An-Naafi' |
Maha Pemberi Kemanfaatan |
|
93 |
An-Nuur |
Maha Bercahaya, yakni menonjolkan Dzat-Nya sendiri dan menampakkan
untuk yang selain-Nya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya. |
|
94 |
Al-Haadii |
Maha Pemberi Petunjuk, memberikan jalan yang benar kepada segala
sesuatu agar langsung adanya dan terjaga kehidupannya. |
|
95 |
Al-Badii' |
Maha Pencipta Yang Baru |
|
96 |
Al-Baaqi |
Maha Kekal, yakni kekal hidup-Nya
selama-lamanya. |
|
97 |
Al-Waarist |
Maha Pewaris, yakni kekal setelah musnahnya seluruh makhluk. |
|
98 |
Ar-Rasyid |
Maha Cendekiawan, yakni memberi penerangan dan tuntunan pada seluruh
hamba-Nya dan segala peraturan-Nya itu
berjalan menurut ketentuan yang digariskan
oleh kecendekiawanan-Nya. |
|
99 |
Ash-Shabur |
Maha Penyabar, yang tidak tergesa-gesa memberikan siksaan dan tidak
pula cepat-cepat melaksanakan sesuatu sebelum waktunya. |
Selanjutnya
untuk menambah ilmu dan pemahaman tentang nama nama Allah yang indah lagi baik
(asmaul husna) yang telah kami kemukakan di atas. Sekarang mari kita pelajari
apa yang dikemukakan oleh “Zaini Munir Fadloli” dalam artikelnya klasifikasi asmaul
husna yang dikemukakan dalam laman “tuntunanislam.id’ yang mengemukakan
bahwa: Sayid Sabiq, seorang guru besar di Universitas Al-Azhar Kairo, di dalam
kitabnya “Al-Aqaidul Islamiyah” halaman 48-50 telah mengklasifikasi nama-nama
Allah yang indah lagi baik (al-Asma’ul Husna) yang tercantum di dalam AlQuran
ke dalam 8 (delapan) kelompok, yaitu:
1. Nama-nama yang
berhubungan dengan Dzat Allah SWT, seperti: Al-Wahid (Maha Esa);
Al-Haq (Maha Benar); Ash-Shamad (Maha Dibutuhkan);Al-Awwal (Maha
Pertama); Al-Akhir (Maha Penghabisan); Al-Quddus (Maha Suci), dan
lain-lain.
2. Nama-nama yang
berhubungan dengan penciptaan Allah SWT, seperti: Al-Khaliq (Maha
Pencipta); Al-Mushawwur (Maha Pembentuk); Al-Bari’ (Maha
Pembuat): dan Al-Badi’ (Maha
Pencipta yang baru)
3. Nama-nama yang
berhubungan dengan sifat kecintaan dan kerahmatan Allah SWT,
seperti: Ar-Rahman (Maha Pengasih); Ar-Rahiim (Maha Penyayang);
Al-Mu’min (Maha Pemberi Keamanan); Al-Wadud (Maha Pencinta);
Al-Barru (Maha Dermawan); Al-Wahhab (Maha Pemberi); Ar-Razzaq (Maha
Pemberi Rezeqi), dan lain-lain.
4. Nama-nama yang berhubungan dengan keagungan dan kemuliaan Allah SWT,
seperti: Al-Adzim (Maha Agung); Al-‘Ali (Maha Tinggi);
Al-Qawiy (Maha Kuat); Al-Aziz (Maha Mulia);
Al-Qahhar (Maha Pemaksa); Al-Mutakabbir (Maha Megah), dan lain-lain.
5. Nama-nama yang
berhubungan dengan ilmu Allah SWT seperti: Al-Alim (Maha Mengetahui);
As-Sami’ (Maha Mendengar); Al-Bashir (Maha Melihat);
Ar-Raqib (Maha Meneliti); Al-Muhaimin (Maha Menjaga);
Al-Hakim (Maha Bijaksana); Al-Khabir (Maha Waspada);
As-Syahid (Maha Menyaksikan) dan Al-Bathin (Maha Mengetahui yang
tersembunyi)
6. Nama-nama yang
berhubungan dengan kekuasaan Allah SWT dan pengaturan-Nya atas segala
sesuatu, seperti: Al-Qadir (Maha Kuasa); Al-Waliy (Maha
Melindungi); Al-Malik (Maha Merajai); Al-Fattah (Maha Pembuka);
Al-Wakil (Maha Pemelihara Penyerahan) dan lain-lain.
7. Nama-nama Allah lain
yang tidak tercantum di dalam AlQuran tetapi merupakan sifat-sifat yang erat
kaitannya dengan sifat atau perbuatan Allah SWT yang disebutkan di dalam
AlQuran, seperti: Al-Qabidl (Maha Pencabut); Al-Baits (Maha
Membangkitkan); Al-Mubdi’u (Maha Memulai), Al-Baqi (Maha Kekal)
dan lain-lain.
8. Nama-nama Allah lain
yang terambil dari makna atau pengertian nama-nama yang terdapat di dalam
AlQuranul karim, seperti: An-Nur (Maha
Bercahaya), Ar-Rasyid (Maha Cendekiawan); Al-Adl (Maha
Adil); Ash-Shabbur (Maha Penyabar); Al-Jalil (Maha Luhur), dan
lain-lain.
Sekarang
kita telah mengetahui tentang nama nama Allah SWT yang indah lagi baik (asmaul
husna), untuk itu ketahuilah bahwa ada beberapa perkara yang dapat merusak
nama-nama dan sifat-sifat Allah yang
telah kami kemukakan di atas, yaitu:
Pertama: Tahrif. Yang dimaksud
dengan tahrif yaitu mengubah lafazh Al Asma’ul Husna dan
Sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi atau makna-maknanya. Tahrif ini dibagi menjadi
dua: Tahrif dengan cara menambah, mengurangi, atau merubah bentuk lafazh.
Misalnya, lafadz ‘istawa’ (bersemayam) dirubah dengan
istaula (menguasai). Tahrif dengan cara merubah makna, Artinya, tetap membiarkan
lafazh sebagaimana aslinya, tetapi melakukan perubahan terhadap maknanya.
Contohnya adalah perkataan ahli bid’ah yang menafsirkan ghadhab (marah), dengan
iradatul intiqam (keinginan untuk membalas dendam); Rahmah (kasih sayang),
dengan iradatul in’am (keinginan untuk memberi nikmat); dan Al Yadu (tangan),
dengan an ni’mah (nikmat).
Kedua: Ta’thil. Yang dimaksud
dengan ta’thil yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang
disebutkan dalam dalil. baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian. Contoh
menolak secara keseluruhan adalah yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat
untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat
untuk Allah berarti dia musyrik. Contoh menolak sebagian adalah yang membatasi
sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau
menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.
Ketiga: Takyif. Yang dimaksud
dengan takyif yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama
yang dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat,
panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain.Kita hanya wajib mengimani nama
dan sifat Allah apa adanya, sebaliknya, kita dilarang untuk
menggambarkannya.Karena hal ini tidak mungkin dilakukan makhluk. Untuk
mengetahui bentuk dan hakikat sebuah sifat, hanya bisa diketahui dengan tiga
hal: Melihat dzat tersebut secara langsung. Dan ini tidak mungkin kita lakukan,
karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah SWT. Ada sesuatu
yang semisal dzat tersebut, sehingga bisa dibandingkan. Dan ini juga tidak
mungkin dilakukan untuk Dzat Allah, karena tidak ada makhluk yang serupa dengan
Allah. Maha Suci Allah dari hal ini.Ada berita yang akurat (khabar shadiq) dan
informasi tentang Dzat dan sifat Allah. Baik dari AlQuran maupun hadits. Karena
itu, manusia yang paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya. Namun demikian, Nabi
SAW tidak pernah menggambarkan bentuk dan hakikat sifat Allah SWT.
Keempat: Tamtsil/Tasybih. Yang
dimaksud dengan tamtsil atau tasybih yaitu menyamakan Allah dengan
makhluk-Nya atau menjadikan sesuatu yang menyerupai Allah SWT dalam
sifat-sifat Dzatiyah maupun Fi’liyah-Nya.Tamtsil ini dibagi menjadi dua,
yaitu : (a) menyerupakan makhluk
dengan Pencipta. Misalnya orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih
putera Maryam dengan Allah SWT dan orang-orang Yahudi yang menyerupakan ‘Uzair
dengan Allah SWT pula. Maha Suci Allah dari itu semua. (b) menyerupakan Pencipta dengan makhluk. Contohnya adalah orang-orang
yang mengatakan bahwa Allah SWT mempunyai wajah seperti wajah yang dimiliki
oleh makhluk, memiliki pendengaran sebagaimana pendengaran yang dimiliki oleh
makhluk, dan memiliki tangan sebagaimana tangan yang dimiliki oleh makhluk,
serta penyerupaan-penyerupaan lain yang bathil. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka ucapkan.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga
khalifah-Nya yang sedang menumpang di langit dan di bumi, apa yang harus kita
sikapi dengan adanya 99 (sembilan puluh sembilan) nama-nama Allah SWT yang
indah lagi baik (asmaul husna) ini? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa
hal yang harus kita ketahui dan pahami dengan baik dan benar saat kita hidup di
dunia ini, yaitu:
1. Nama Nama Allah SWT
yang indah lagi baik (asmaul husna) di mulai dari Ar Rahman (yang maha
pengasih) yang dilanjutkan dengan Ar Rahiim (yang maha penyayang) dan yang di
posisi 99 (sembilan puluh sembilan) adalah Ash Shabur (yang maha sabar). Lalu pernahkah kita merenungkan dan
membayangkan jika posisi Ash Shabur bukan diletakkan di angka 99
(sembilan puluh sembilan)? Jika posisi Ash Shabur tidak diletakkan di angka 99
(sembilan puluh sembilan) maka berlakulah ketentuan sebagaimana firman Allah
SWT berikut ini: “Dan sekiranya Allah
menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak
akan menyisakan satu pun makhluk yang bergerak yang bernyawa di bumi ini,
tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti
apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba hambaNya.
(surat Faatir (35) ayat 45). Inilah salah satu rahasia yang terdapat di
dalam susunan Asmaul Husna yang harus kita ketahui dan pahami dengan sebaik
baiknya.Begitu luar biasanya susunan nama nama Allah SWT yang indah lagi baik
yang sudah dipertontonkan oleh Allah SWT kepada diri kita, lalu masihkah kita
ragu mengimaniNya!
2. Tidak terbantahkan bahwa Allah SWT adalah pemilik dari nama nama yang
indah lagi baik yang termatub dalam Asmaul Husna. Allah SWT selaku pemilik
Asmaul Husna ketahuilah bahwa seluruh Asmaul Husna yang dimiliki oleh Allah SWT
untuk menunjukkan, untuk memperlihatkan, untuk menampilkan, untuk mempertontonkan
bahwa inilah Aku (Allah) dan inilah kebesaran dan kemahaan Aku (Allah). Katakan Allah SWT adalah Al Haadii, lalu
wajibkah bagi Allah SWT untuk memberi petunjuk kepada diri kita sesuai dengan
kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya? Sepanjang diri kita beriman dan
meyakini bahwa Allah SWT adalah Yang Maha Pemberi Petunjuk maka Allah SWT pasti
akan menunjukkan kebesaran dan kemahaan dari Al Haadii yang dimiliki-Nya kepada
diri kita dengan memberikan petunjuk-Nya kepada diri kita baik melalui petunjuk
yang ada di dalam AlQuran maupun petunjuk yang masih ada pada Allah SWT. Sepanjang
diri kita mau meminta dan memohon petunjuk kepada Allah SWT. Sekarang kita yang akan diberi petunjuk oleh Allah
SWT, sudahkah diri kita memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh
Allah SWT dan memiliki keyakinan pasti
akan diberi petunjuk oleh Allah SWT melalui doa dan permohonan kepadaNya serta
berusaha untuk memperolehnya? Demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna
yang lainnya.
3. Jangan salah di dalam
mempersepsikan Allah SWT. Allah SWT berbuat dan bertindak sesuai dengan persepsi yang kita buat.
Hal ini berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Hurairah ra,
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti
sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja
kepada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Muslim
dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra:
272: 67). Dan juga berdasarkan ketentuan hadits yang kami
kemukakan berikut ini: “Watsilah
bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku selalu
menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku
maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka
kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Atthabarani dan
Ibn Hibban; 272:71). Berdasarkan ketentuan hadits
ini, Allah SWT berbuat, bertindak, bersikap kepada diri kita sesuai dengan
persepsi diri kita kepada Allah SWT. Dan jika ini adalah kondisi dasar Allah
SWT kepada diri kita, sekarang tergantung diri kita sendiri mau bersikap
(berpersepsi) seperti apa kepada Allah SWT saat hidup di muka bumi ini.
Katakan Allah SWT adalah Ar Razzaq (Yang Maha Pemberi Rezeki) yang
berarti Allah SWT telah mewajibkan bagi diriNya untuk siap memberikan rezeki
kepada seluruh ciptaanNya. Namun yang terjadi adalah kita sendirilah yang
menyangsikan kemampuan Allah SWT dalam memberikan rezeki maka hasilnya adalah
Allah SWT juga menyangsikan untuk memberikan rezeki kepada diri kita. Untuk itu
berhati hatilah di dalam melakukan persepsi kepada Allah SWT karena di balik
persepsi yang kita kemukakan, disana ada kualitas keimanan dari diri kita
sendiri. Semakin baik kualitas keimanan seseorang maka semakin baik pula
persepsi kita kepada Allah SWT. Hal ini berlaku pula jika keimanan diri kita
rendah dan jelek maka persepsi kita kepada Allah SWT rendah dan jelek
pula.
4. Berbuat dan bertindak
sesuai dengan kehendak pemilik nama nama yang indah lagi baik. Allah SWT selaku pemilik nama nama yang indah lagi
baik berkehendak kepada abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya apabila berdoa,
atau apabila memohon kepadaNya pergunakanlah namaNya yang disesuaikan dengan
permohonan atau doa yang kita panjatkan. Untuk itu perhatikanlah dengan seksama
ayat ayat yang akan kami kemukakan di bawah ini, sebagaimana firmanNya berikut
ini:“Hanya milik Allah asmaa-ul
husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya[586]. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan. (surat Al A’raaf (7) ayat 180)
[585] Maksudnya: Nama-nama yang
Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah
dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai
dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna,
tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk
Nama-nama selain Allah.
Kondisi yang kami kemukakan di atas, dipertegas melalui hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Nabi SAW mendengar seorang
laki-laki berkata dalam doanya: Ya Allah sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu,
dengan sesungguhnya aku naik saksi bahwa Engkau adalah Allah yang tidak ada
Tuhan yang patut disembah kecuali Engkau. Yang Maha Esa, Tempat bergantung,
yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak pula yang dapat
menyamai-Nya. Buraidah berkata selanjutnya – lalu Rasulullah bersabda, Demi
Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya orang itu telah
meminta kepada Allah dengan Nama-Nya Yang Agung, yang apabila dipanjatkan doa
dengan nama itu, Allah kabulkan dan apabila dimintai dengan Ismul ‘Azhom (nama
yang agung atau nama yang satu) itu diberinya. (Hadits Riwayat Abu Dawud, dari
Buraidah). Katakan saat ini kita sangat membutuhkan petunjuk
dari Allah SWT, maka pada saat kita berdoa kepada Allah SWT kita dapat
mempergunakan nama Allah SWT yaitu Al Haadii (Yang Maha Pemberi Petunjuk)
dengan mengucapkan Ya Allah SWT, Engkau lah Al Haadii, Engkau adalah Dzat Yang
Maha Pemberi Petunjuk, tunjukilah aku dari petunjuk yang ada padaMu serta
mampukan aku melaksanakan petunjukMu sesuai dengan kehendakMu dan seterusnya.
Dan ingat setelah memperoleh petunjuk dari Allah SWT jangan simpan petunjuk itu
hanya untuk kepentingan diri kita, namun ajarkan petunjuk itu kepada sesama.
Lalu bagaimana jika kita ingin memperoleh rezeki, atau jika ingin
dilapangkan rezeki oleh Allah SWT, maka kita bisa mempergunakan nama Allah SWT
Ar Razzaq, atau Al Mughniy pada saat mengajukan doa kepada Allah SWT,
sebagaimana termaktub daam surat Al Israa’ (17) ayat 110 berikut ini: “Katakanlah: "Serulah Allah atau
serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al
Asmaaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu
dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah
di antara kedua itu". (surat Al Israa’ (17) ayat 110)
[870] Maksudnya janganlah
membaca ayat AlQuran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi
cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum.
Selanjutnya apa yang harus kita perbuat setelah diri kita memperoleh
petunjuk dari Allah SWT? Sebelum kami menjawab pertanyaan ini perkenankan kami
mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Katakan kita memiliki anak yang sudah
berangkat remaja 5(lima) orang, lalu setiap anak kita berikan uang jajan
sebanyak Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah). Lalu salah satu dari anak kita,
uangnya selalu habis dibelanjakan, besok jika ia meminta lagi apakah akan kita
beri? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Yang terjadi adalah kita memberi lagi
kepada anak tersebut uang karena uang yang kemarin telah habis dibelanjakan
untuk menolong temannya yang sedang kesusahan, dan juga menolong temannya yang
kehabisan uang untuk ongkos pulang.
Timbul pertanyaan, kenapa kita memberikan uang kepada anak tersebut? Kita
memberikan uang karena apa yang diperbuat oleh anak tersebut adalah tindakan,
atau perbuatan yang paling kita sukai, atau anak tersebut telah mampu
menyenangkan hati kita dengan perbuatan yang dilakukannya. Sekarang bagaimana
dengan anak yang lain, yang uangnya masih tetap utuh, besok jika ia meminta
uang apakah akan kita beri? Jawabannya adalah tidak, karena uang yang kemarin
masih ada, jadi pergunakan saja uang yang kemarin untuk hari ini. Sekarang
bagaimana dengan Allah SWT kepada orang yang telah menerima petunjuk? Hal yang sama juga diberlakukan oleh Allah
SWT kepada orang yang telah menerima petunjuk dari-Nya, jika kita telah
menerima petunjuk dari Allah SWT maka kita tidak diperkenankan oleh Allah SWT
untuk menyimpan, atau menyembunyikan, petunjuk dari Allah SWT untuk kepentingan
dirinya sendiri, melainkan kita harus berbagi petunjuk yang telah kita terima
dengan sesame manusia.
Hal ini penting kita lakukan karena dengan berbuat dan bersikap seperti
itu maka kita telah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Selanjutnya jika hal ini mampu kita laksanakan maka jika kita meminta lagi
petunjuk pasti akan diberikan lagi oleh Allah SWT. Akan tetapi jika petunjuk
yang telah kita terima kita simpan saja, maka Allah SWT pun akan bersikap yang
sama kepada diri kita dengan mengatakan petunjuk yang kemarin masih ada jadi
gunakan saja petunjuk yang kemarin. Hal yang harus kita perhatikan dengan
seksama adalah Allah SWT tidak hanya memberlakukan hal ini kepada petunjuk-Nya
saja, namun berlaku juga untuk rezeki yang telah kita terima, untuk Ilmu yang
telah kita peroleh dan lain sebagainya sesuai dengan sifat Ma’ani dan Asmaul
Husna yang dimiliki Allah SWT.
5. Saat ini, di tengah
tengah masyarakat, kita sering mendengar, atau bahkan sering pula diajarkan
oleh seseorang untuk berdzikir, atau berdoa dengan mempergunakan Asmaul Husna
dengan cara-cara melafalkan hal-hal sebagai berikut: (a) Ucapkan “Ya Allah” sebanyak 5000 (lima ribu) kali setiap malam
selama sebulan, Insya Allah semua keinginan kita dikabulkan; (b) Ucapkan “Ya
Rakhman” sebanyak 500 (lima ratus) setiap selesai shalat wajib, maka hati akan
menjadi tenang, hilang sifat pelupa dan gugup; (c) Ucapkan ‘Ya Aziz” sebanyak
40(empat puluh) kali selama 40(empat puluh) hari setiap selesai shalat subuh,
maka anda akan menjadi mulia dan kaya karena Allah. Sementara itu, ada juga
yang mengemukakan barangsiapa membaca nama nama Allah atau Asmaul
Husna Al Mu'izzu, yang artinya Maha Memuliakan atau Yang Memberi Kemuliaan
sebanyak 40 (empat puluh) kali setelah sholat maghrib setiap hari senin,
keutamaanya Allah akan mengaruniakan kepada yang membacanya kemuliaan dan
kehormatan, dan Allah akan menanamkan rasa takut ke dalam hati seluruh makhluk
kepadanya, insyaAllah. Inilah 4 (empat)
buah buah contoh dzikir, atau doa yang banyak beredar di tengah masyarakat.
Lalu apa yang harus kita sikapi dalam persoalan ini? Untuk itu mari kita
perhatikan surat Al A’raaf (7) ayat 180 berikut ini: “Hanya milik Allah Asmaa-ul Husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka
akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
[585] Maksudnya: Nama-nama yang
Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah
dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai
dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna,
tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk
Nama-nama selain Allah.
Berdasarkan ketentuan surat Al A’raaf (7) ayat 180 di atas, Allah SWT
selaku pemilik nama nama yang indah lagi baik (asmaul husna) hanya
memperkenankan jika kita hendak bermohon kepadaNya dengan menyebut asmaul
husnaNya tanpa pernah sekalipun mensyaratkan jumlah bilangan yang disebut untuk
memohon kepadaNya, atau untuk mengingatNya (berdzikir) tanpa ada batasan waktu
dan jumlah. Dan Allah SWT juga memerintahkan diri kita untuk meninggalkan orang
orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama namaNya yang indah
lagi baik. Jika sampai diri kita melakukan 4 (empat) buah dzikir ataupun doa
seperti yang kami kemukakan di atas, berarti:
a. Kita telah melakukan tindakan yang tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW selaku utusan Allah SWT.
b. Kita telah salah di dalam menempatkan dan meletakkan
kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui nama namaNya yang indah lagi baik
(asmaul husna) karena tidak ada hubungannya antara kebesaran dan kemahaan Allah
SWT dengan jumlah bilangan yang kita sebut saat berdzikir ataupun saat berdoa
kepada Allah SWT.
c. Allah SWT selaku pemilik nama nama yang indah lagi
baik akan diam saja, tidak merespon apapun, atau bahkan menganggap tidak ada
panggilan sama sekali kepadaNya, karena apa yang kita lakukan tidak sesuai
dengan yang dikehendakiNya, atau bahkan membuat Allah SWT tidak suka dengan
tindakan itu. Semoga hal ini tidak
terjadi pada diri kita.
Dan yang terakhir, hebat benar diri kita, karena mampu memaksa, mampu
menodong, mampu mengharuskan Allah SWT untuk mengabulkan apa yang kita minta
dengan hanya membaca, dengan hanya melafalkan, dengan hanya mendzikirkan Asmaul
Husna sekian kali maka permohonan kita bisa dikabulkan oleh Allah SWT. Untuk
itu bertanyalah kepada rumput yang bergoyang, siapa diri kita dan siapa Allah
SWT.
6. Apakah Asmaul Husna (atau apakah nama nama Allah SWT yang indah lagi
baik) itu dapat memberikan pertolongan dan yang dapat mengabulkan doa dan
harapan kita, ataukah Allah SWT yang memberikan pertolongan dan yang
mengabulkan permohonan diri kita melalui kebesaran dan kemahaan Asmaul Husna
yang dimiliki-Nya? Asmaul Husna
(nama-nama Allah SWT yang indah lagi baik) sampai dengan kapanpun juga, tidak
akan bisa memberikan pertolongan, tidak akan bisa mengabulkan segala permohonan diri kita,
karena Asmaul Husna hanyalah Nama-Nama Allah Yang Indah lagi Baik yang
menunjukkan bahwa Allah SWT memiliki perbuatan (af’al) yang berjumlah 99 (Sembilan
puluh Sembilan) perbuatan. Namun Allah SWT baru akan memberikan
bantuan, pertolongan, dan juga kemudahan dan lain sebagainya kepada diri kita,
jika kita sendiri mampu menempatkan Allah SWT sesuai dengan kebesaran yang
dimilikiNya serta sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkanNya
serta yang telah dicontohkan melalui NabiNya.
Adanya kondisi ini berarti yang dapat menolong dan yang dapat mengabulkan
permohonan doa dan harapan diri kita adalah pemilik dari Asmaul Husna (pemilik
dari nama-nama yang indah lagi baik)
dalam hal ini adalah Allah SWT. Dan
jika ini adalah kondisi dasar yang sesungguhnya maka patut dan pantaskah kita
meminta pertolongan, bantuan, ampunan, rezeki, ketenangan kepada Allah SWT
dengan mempergunakan bilangan tertentu, seolah-olah kedudukan kita lebih tinggi
daripada Allah SWT, padahal Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan dan juga
tidak pernah mencontohkan hal itu kepada umatnya. Sebagai contoh, katakan
Allah SWT adalah pemilik nama Ar Razzaq (Yang Maha Memberi Rezeki) lalu kita
kemukakan dan katakan kata kata Ar Razzaq sekian ribu kali dengan harapan akan
diberikan rezeki oleh Allah SWT lalu apakah rezeki akan datang kepada diri
kita? Sepanjang diri kita tidak mau berusaha dan tidak mau bekerja untuk memperoleh
rezeki maka sepanjang itu pula rezeki tidak akan datang kepada diri kita
walaupun kita telah mengemukakan kata kata Ar Razzaq ribuan kali. Namun apabila
saat kita berusaha dan bekerja, atau saat berniaga lalu kita katakan kepada
Allah secara langsung melalui doa, “Ya Allah Engkaulah Dzat Yang Maha Pemberi
Rezeki, mudahkan aku untuk memperoleh rezekimu, tambahi rezekiku” yang diikuti
dengan upaya usaha dan bekerja serta tetap melaksanakan ibadah maka Allah SWT
selaku pemilik nama Ar Razzaq tentu akan memudahkan dan menggampangkan diri
kita untuk memperoleh rezeki.
Untuk
itu mari kita renungkan sebuah inspirasi dari salah satu sahabat Nabi, yaitu
Umar bin Khattab ra,. Suatu hari Umar bin Khathab pernah melihat sekumpulan
orang duduk santai di sudut masjid setelah selesai shalat Jumat. “Siapa
kalian?” tanya Umar. “Kami adalah orang orang yang bertawakkal kepada Allah,”
jawab mereka. Mendengar jawaban itu, lalu Umar menghalau mereka dengan
cemetinya, seraya berkata: “Janganlah salah seorang di antara kalian berhenti
dari mencari rezeki dan hanya berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku rezeki’, padahal
kalian semua tahu bahwa langit belum pernah menghujamkan emas dan perak.
Bukankah Allah telah berfirman: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak banyak supaya kalian beruntung.” (surat Al Jumuah (62) ayat
10)
Hal yang harus kita perhatikan adalah setelah Allah SWT memudahkan dan
menambah rezeki yang telah kita mohonkan kepadaNya, jangan pernah menjahit saku
atau dompet yang telah terisi. Namun berikanlah atau tunaikanlah infaq dan
sedekah secara rutin walaupun kecil dari rezeki yang telah kita peroleh
tersebut. Alhasil jika ini kita lakukan maka kelancaran dan kelapangan rezeki
dari Allah SWT akan tetap terjaga. Akan tetapi jika setelah rezeki kita peroleh
lalu tidak mau menunaikan infaq ataupun sedekah dengan alasan untuk dirinya
saja tidak cukup, maka sampai disitu pula rezeki yang telah kita peroleh dan
selanjutnya Allah SWT enggan memberikan lagi rezeki kepada diri kita.
Hal yang samapun berlaku saat diri kita belajar, kita tidak bisa hanya
dengan mengatakan Al Aliem (Yang Maha Mengetahui) ribuan kali maka ilmu dan
pengetahuan dapat kita peroleh dan pahami. Ilmu dan pengetahuan baru akan bisa
kita peroleh dan pahami melalui proses belajar terus menerus yang diiringi
dengan doa kepada Allah SWT, “Ya Allah tambahi ilmuku, pertinggi kecerdasanku
serta mudahkan aku melaksanakan apa apa yang aku pelajari.” Kondisi ini belum
dapat kita katakan kita telah memperoleh tambahan ilmu dari Allah SWT sepanjang
ilmu dan pengetahuan yang kita peroleh belum kita ajarkan kepada sesama. Ilmu
dan pengetahuan baru dapat dikatakan bertambah jika kita sudah mampu
mengajarkan atau berbagi ilmu kepada sesama melalui proses belajar dan mengajar
kepada sesama tanpa pamrih dan tanpa ada yang ditutup tutupi.
7. Tidak ada larangan jika kita berdzikir (mengingat Allah
SWT) dengan mempergunakan lafazh lafazh nama nama Allah yang indah lagi baik
(asmaul husna) sepanjang tidak disangkut pautkan dengan bilangan bilangan
tertentu untuk tujuan tertentu, dengan hari dan waktu tertentu, sebagaimana telah kami kemukakan di atas. Banyak manfaat dan faedah yang
bisa kita peroleh dan rasakan dari berdzikir (mengingat Allah SWT) sehingga
kita merasa selalu diawasi oleh Allah SWT, atau ia merasa bahwa Allah SWT
selalu menyertai dirinya di manapun, kapanpun, dalam kondisi apapun serta hati
menjadi tenang dengan mengingat Allah SWT. Allah SWT berfirman: “ Maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (surat An Nisaa’ (4) ayat 103)
Kata "dzikir" menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut pengertian syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri kepadaNya sebanyak banyaknya dengan tanpa menghitung hitung berapa jumlah yang akan dan telah kita dzikirkan dikarenakan dalam dzikir tidak mengenal istilah “jarak, ruang dan waktu”. Sebagaimana dikemukakan di dalam surat Al Ahzab (33) ayat berikut ini: "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (surat Al-Ahzab (33) ayat 41).” Sedangkan berdasarkan ketentuan di dalam surat Ali Imran (3) ayat 191 berikut ini: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." Adanya ketentuan ini maka kita dapat melakukan dzikir sambil berdiri, sambil duduk, sambil berbaring, atau dalam segala keadaan seperti di tengah kemacetan, di tengah menghadapi antrian, di tengah tengah keramaian, dimanapunn kita berada dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain, berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dalam keadaan bagaimanapun, kecuali di tempat yang tidak sesuai dengan kesucian Allah SWT, seperti bertasbih dan bertahmid di dalam kamar mandi.
Dan masih berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 191 di atas, dzikir bukan hanya aktivitas mengingat Allah SWT semata. Akan tetapi kegiatan memikirkan, merenungkan serta mempelajari tentang penciptaan langit dan bumi juga termasuk dalam kategori berdzikir kepada Allah SWT. Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah SWT agar kita selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong, angkuh dan takabbur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar