C. PUPUKLAH IMAN DENGAN
IMAN.
Sebelum kami membahas pupuklah iman dengan iman, perkenankan kami
mengemukakan hal-hal sebagai berikut: Alam semesta sebagai salah satu ciptaan Allah
SWT telah mengajarkan kepada diri kita,
bahwa: (a) Air tidak akan mungkin bersatu
dengan minyak, untuk itu perhatikanlah kawanan burung pipit ia hanya akan
terbang dan bergabung dengan burung pipit pula. Burung pipit tidak akan pernah
bergabung dengan buruk jalak; (b) Sesuatu
yang putih bersih akan menjadi kotor atau tidak bersih lagi jika telah
terkontaminasi dengan yang kotor pula; (c) Untuk mempertahankan atau memelihara sesuatu yang bersih maka kita
harus mempergunakan sesuatu yang bersih pula untuk menjaganya, untuk
merawatnya.
Lihatlah air yang putih jernih, ia akan tetap putih dan jernih jika ia
dicampur dengan air yang putih jernih pula. Bandingkan air yang putih jernih
jika dicampur dengan kopi, maka air masih tetap ada akan tetapi sifat dan
kondisi yang putih dan jernih telah digantikan oleh sifat dan kondisi kopi.
Adanya 3(tiga) buah pelajaran dari alam yang kami kemukakan di atas ini,
timbul pertanyaan dapatkah pelajaran dari alam ini kita aplikasikan dengan iman
yang ada di dalam diri? Apabila pelajaran dari alam kita aplikasikan dengan iman kepada Allah
SWT, maka kita akan mendapatkan hal-hal baru sebagai berikut:
a. Orang yang beriman dan orang yang kafir pasti berbeda dihadapan Allah SWT
sehingga orang yang beriman dan orang yang kafir tidak akan pernah diperlakukan
sama oleh Allah SWT;
b. Iman jika dianggap sebagai sesuatu yang putih bersih maka iman akan
menjadi kotor atau tidak bersih lagi jika telah terkontaminasi dengan sesuatu
yang kotor, dalam hal ini pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan;
c. Untuk mempertahankan atau memelihara iman sebagai sesuatu yang suci maka
kita harus mempergunakan sesuatu yang suci pula untuk menjaganya, atau untuk merawatnya.
Dan jika pelajaran dari alam, kita jadikan asumsi untuk memelihara,
merawat dan menjaga kualitas iman yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, maka iman
hanya akan dapat menerima sesuatu yang sama kodratnya, sama fitrahnya dengan iman.
Adanya kondisi ini berarti jika iman disambung, dijaga, dirawat, dipelihara
dengan iman pula maka akan terjadi sinergi yang positif di antara keimanan yang
ada di dalam dada setiap manusia.
Untuk itu lihatlah diri kita, jika iman telah ada di dalam dada (hati),
apa yang kita rasakan? Di dalam diri akan timbul sebuah perasaan berupa kecintaan
kepada keimanan itu sendiri, sehingga iman
itu terasa indah, terasa enak di dalam hati serta timbulnya rasa benci dan
tidak suka kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan serta perbuatan dosa.
Timbul pertanyaan kenapa hal ini bisa terjadi dan siapakah yang menjadikan ini
semua? Allah SWT melalui surat Al Hujuraat (49) ayat 7 berikut ini
mengemukakan: “dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah.
Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat
kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan
keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada
kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka Itulah orang-orang yang mengikuti
jalan yang lurus.”
Allah SWTlah yang melakukan itu semua. Allah
SWT memberikan Pupuk Iman dan Yakin dengan Iman kepada manusia yang telah
merasakan nikmatnya Iman dan Yakin kepada Allah SWT. Adanya kondisi ini
berarti Allah SWT hanya akan memberikan
pupuk Iman kepada orang yang telah mengimani dan meyakini Allah SWT semata.
Setelah kita mengimani dan kemudian kita juga telah mampu pula memberikan
pupuk iman, sekarang lakukanlah
perbuatan yang bertentangan dengan iman itu sendiri, seperti tidak melaksanakan
shalat, tidak berpuasa di bulan Ramadhan, tidak bayar zakat, mabuk, judi, apa
yang kita rasakan? Jika kita merasa menyesal, jika kita merasa janggal, jika
kita merasa bersalah, ini berarti kualitas keimanan yang ada di dalam diri kita
masih tinggi kualitasnya, atau jiwa kita tergolong dalam jiwa lawwamah. Jika
kondisi ini yang terjadi pada diri kita setelah melakukan tindakan yang
bertentangan dengan keimanan maka kita harus secepatnya melakukan Taubatan
Nasuha kepada Allah SWT. Akan tetapi
jika setelah melanggar atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan iman
itu malah diri kita biasa-biasa saja, atau tidak timbul rasa menyesal di dalam
diri, berhati-hatilah sebab kualitas keimanan dalam diri kita masih rendah,
atau karena ada sesuatu yang salah di dalam diri kita.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, kami
berharap jangan pernah lakukan tindakan “zigzaq” dalam bentuk beriman lalu kafir lalu beriman lalu kembali
ke kafir lagi yang pada akhirnya bertambah tebal tingkat kekafiran diri kita.
Sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 136-137
yang kami kemukakan berikut ini: “Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian,
Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. Sesungguhnya
orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian
kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, Maka sekali-kali Allah tidak akan
memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan
yang lurus.”
Apabila hal ini terjadi pada diri kita
bersiap-siaplah menerima penghargaan berupa ditutupnya pintu ampunan dari Allah
SWT serta tidak ada lagi petunjuk jalan yang lurus dari Allah SWT. Jika hal ini
terjadi pada diri kita maka bersiaplah pulang kampung ke Neraka Jahannam untuk
hidup bertetangga dengan syaitan sanglaknatullah.
D. PUPUKLAH IMAN DENGAN
SYUKUR.
Pupuk yang sangat baik bagi iman kepada Allah SWT
adalah syukur. Syukur mudah diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan sebab
ungkapan rasa syukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan terima kasih dan juga
Alhamdulillah. Untuk dapat dikatakan kita telah bersyukur, tentu harus ada
parameter lainnya selain terima kasih dan ungkapan Alhamdulillah. Sebagai
contoh, jika kita diberi hadiah berupa baju koko kemudian baju koko tersebut
dipakai untuk membersihkan mobil, apakah hal ini sudah dikatakan bersyukur walaupun
kita sudah mengucapkan terima kasih dan juga ungkapan Alhamdulillah? Ucapan terima
kasih dan ungkapan Alhamdulillah bukanlah ungkapan syukur, melainkan adab dan sopan
Santun jika kita menerima sesuatu dari orang lain.
Untuk itu setelah menerima baju koko, maka
kita harus dapat meletakkan dan menempatkan baju koko dan juga pemberi baju
koko, sebagai berikut: (1) Baju koko
bukanlah sarana untuk membersihkan mobil, apabila kita melakukannya berarti
kita telah keluar dari maksud dan tujuan dihadiahkannya baju koko kepada kita;
(2) Menerima sebuah pemberian tidak
terlepas dari menyenangkan hati pemberi hadiah; (3) Memakai baju koko sesuai dengan peruntukkannya merupakan penghormatan
kepada pemberi hadiah.
Ketiga ketentuan yang kami kemukakan di atas,
berlaku secara umum dan harus kita laksanakan dalam rangka kita menjaga
hubungan yang harmonis antar esame umat manusia. Sekarang
mari kita perhatikan diri kita sendiri yang telah diberikan ruh yang berasal
dari Nur-Nya Allah SWT; kita juga telah diberikan jasmani yang begitu canggih
oleh Allah SWT; dan kita juga telah diberikan Amanah 7 yang berasal dari sifat
Ma’ani Allah SWT sebagai modal dasar melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)
yang juga khalifah di muka bumi. Allah SWT juga telah mensibhghah diri kita
dengan Asmaul Husna-Nya serta Allah SWT juga telah memberikan Af’idah, Akal,
Hubbul serta Diinul Islam kepada diri kita, lalu wajibkah kita bersyukur kepada
Allah SWT yang telah memberikan itu semuanya kepada diri kita?
Sampai dengan saat ini, hanya Allah SWT sajalah yang mampu memberikan
hal-hal yang kami sebutkan di atas. Jika hal ini adalah kondisi dasar dari yang
diberikan Allah SWT kepada diri kita, apakah cukup dengan mengucapkan terima kasih
dan ungkapan Alhamdulillah saja maka kita sudah dapat dikatakan mensyukuri
segala apa-apa yang telah diberikan Allah SWT? Ucapan terima kasih dan ungkapan
Alhamdulillah tidak dapat kita jadikan acuan dan pedoman bagi kesuksesan
pelaksanaan syukur kepada Allah SWT seperti yang dikemukakan Allah SWT dalam
surat Al Baqarah (2) ayat 152 berikut ini: “karena itu, ingatlah kamu
kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku,
dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
[98] Maksudnya: aku limpahkan
rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.
Setiap manusia yang ada di muka bumi ini,
termasuk diri kita adalah penerima ruh dan jasmani yang begitu canggih,
penerima Amanah yang 7, penerima sibghah Asmaul Husna, penerima Akal dan
Perasaan, penerima Hubbul, serta penerima Diinul Islam, lalu sudahkah kita
mensyukuri pemberian Allah SWT tersebut? Jika kita ingin bersyukur kepada Allah
SWT, maka kita harus berpedoman kepada surat Al Baqarah (2) ayat 152 yang kami
kemukakan di atas, karena Allah SWT telah memberikan tuntunannya kepada kita
jika ingin bersyukur kepada-Nya, yaitu:
a. Jika kita bersyukur
telah menerima ruh dari Allah SWT, sudahkah kita melaksanakan pernyataan bertuhankan kepada Allah SWT?
b. Jika kita bersyukur
telah menerima Ilmu sebagai bagian Amanah yang 7, lalu sudahkah Ilmu tersebut
kita manfaatkan sesuai dengan peruntukkannya dan juga apakah sudah kita ajarkan
dengan baik kepada yang membutuhkannya tanpa ada yang disembunyikan?
c. Jika kita bersyukur
telah menerima af’idah atau perasaan dan juga akal dari Allah SWT, apakah kita
masih juga terus menyakiti orang lain?
d. Jika kita bersyukur
telah menerima Hubbul Maal dari Allah SWT, sudahkan sebahagian rezeki yang kita
peroleh kita zakatkan, infaqkan, untuk orang yang tidak mampu?
e. Jika kita bersyukur
telah menerima Ar Rahman dan Ar Rahhim dari Allah SWT, sudahkah kita berkasih
sayang dengan kepada esame manusia?
f. Jika kita bersyukur
telah menerima jasmani yang canggih dari Allah SWT, sudahkah kekuatan yang ada
di dalam tubuh kita dipergunakan untuk kebaikan?
g. Jika kita besyukur telah
menerima Diinul Islam sebagai Agama yang haq, sudahkah kita menjalankannya
secara kaffah?
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang tidak lain tamu di muka bumi yang diciptakan oleh Allah SWT, sudahkah kita
mampu melaksanakan 7(tujuh) ketentuan yang kami kemukakan di atas sebagai wujud
syukur kita kepada Allah SWT? Semoga diri kita, keluarga dan anak keturunan
mampu menjadi orang yang selalu bersyukur kepada Allah SWT. Dan untuk
membuktikan bahwa kita telah mampu bersyukur kepada Allah SWT, kedua hal yang
akan kami kemukakan di bawah ini harus sudah mampu kita laksanakan saat hidup
di dunia ini, yaitu:
1. Saat kita bersyukur kepada Allah SWT maka
kita harus saling memberi dan saling menerima, contohnya setelah menerima rezeki
dari Allah SWT jangan simpan rezeki itu untuk kepentingan diri sendiri saja,
bagilah kepada yang membutuhkannya maka Allah SWT akan memberikan kembali
rezeki tersebut kepada kita, sebagaimana termaktub dalam surat Al Israa’ (17)
ayat 19 berikut ini: “dan Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat
dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”
2. Saat kita bersyukur kepada Allah SWT maka
sudah tidak ada lagi dusta di antara kita dengan Allah SWT, atau jangan pernah
mengingkari segala nikmat yang pernah Allah SWT berikan,
sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 152 berikut ini: karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98],
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang sedang
melaksanakan tugas di muka bumi, sudahkah kita melakukan tindakan-tindakan yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pemberi ruh, Amanah yang 7, af’idah (perasaan),
akal, Hubbul yang 7 serta Diinul Islam? Kami berharap jamaah sekalian termasuk
orang-orang yang tahu dan mengerti serta paham akan arti dan makna bersyukur
kepada Allah SWT yang bukan sekedar mengucapkan terimakasih ataupun hamdallah.
E. PUPUKLAH IMAN DENGAN
SABAR.
Pupuk iman
selanjutnya adalah sabar. Sabar adalah salah satu perbuatan (af’al) Allah SWT
yang termaktub dalam Ash Shabur (Yang Maha Sabar) yang posisinya berada di
urutan ke 99 (sembilan puluh sembilan) dari Nama Nama Allah SWT yang indah lagi
baik. Sehingga jika kita bicara tentang sabar maka kita harus berbicara tentang
Allah SWT yang memiliki nama Ash Shabur. Ash Shabur adalah perbuatan (af’al)
Allah SWT. Ash Shabur menurut bahasa, berasal dari kata benda Shabr artinya:
menahan diri untuk tidak mengungkapkan kesedihan atau dukacitanya. Ash Shabur
adalah Yang Maha Sabar, Yang kesabaran-Nya jauh lebih besar dibanding siapapun.
Ash Shabur, Allah SWT adalah Maha
Pemurah, Yang tidak mengejutkan orang orang yang durhaka kepadaNya dengan tiba
tiba menghukum mereka. Dia justru memberikan maaf dan menangguhkan pelaksanaan
hukuman. Ash Shabur tidak pernah tergesa gesa, Dia mengelola urusan
berdasarkan perhitungan tertentu. Dia menangani urusan berdasarkan rencanaNya
yang jelas. Dia tidak memundurkan dan tidak memajukan sesuatu. Dia justru
melakukan sesuatu pada waktunya, dengan sebaik baiknya, seperti yang
semestinya.
Dan tidak berlebihan
pula jika kita mengatakan sabar itu adalah ilmu tingkat tinggi. Belajarnya
setiap hari. Latihannya setiap saat. Ujiannya pun tak pernah kita tahu kapan.
Bahkan seringkali mendadak. Sang pengujinya pun bisa siapa saja. Mulai dari
keluarga yang kita kenal sampai orang yang belum kita kenal sekalipun. Bahkan
ada diantaranya yang baru kita temui pertama kali seumur hidup. Lama sekolahnya
pun tidak tanggung tanggung seumur hidup.
Namun kita tidak usah
bersedih hati karena ketika lulus dari ujian kesabaran, hadiahnya adalah
kebahagiaan dan keselamatan serta kemenangan dalam hidup di dunia dan akhirat
kelak, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “apa
yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. dan
Sesungguhnya Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (surat An Nahl (16)
ayat 96).” serta yang dikemukakan pula dalam surat Az Zumar (39) ayat
10 berikut ini: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada
Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.
dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (surat Az Zumar (39) ayat 10)
Semua ini Allah SWT
lakukan tanpa sedikitpun menghadapi kesulitan yang dapat merintangi
kehendakNya. Ash Shabur tetap memberimu sekalipun kamu bersikap kurang ajar
kepadaNya. Dia memaafkan meskipun kamu menjauh dari Nya dan durhaka kepadaNya.
Untuk itu perhatikan firmanNya berikut ini:“dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia
disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi
suatu mahluk yang melatapun [1262] akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan)
mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (surat
Faathir (35 ayat 45)
[1262] Daabbah artinya ialah makhluk yang melata. tetapi
yang dimaksud di sini ialah manusia.
Berdasarkan ayat di
atas ini, Allah SWT selaku pemilik nama Ash Shabur tidak buru buru menghukum
orang orang yang durhaka kepadaNya atau orang orang yang berdosa. Allah SWT tak
akan melakukan sesuatu, kecuali bila menurut kearifanNya, kemuliaanNya dan
keagunganNya, sudah tepat. Dia sedikitpun tidak dirugikan oleh orang orang yang
berbuat doasa. Ash Shabur memberikan perintah dan kelonggaran kepada hamba
hambaNya yang diperintahNya. Kalau melakukan apa saja, selalu pada waktunya,
dan tidak pernah gegabah. PerintahNya selalu didasarkan pada perhitungan
tertentu. Allah SWT menangguhkan pemberian hukuman, bahkan setelah sudah
waktunya hukuman itu dijatuhkan. Ash Shabur mendorong makhluk makhlukNya untuk
sabar dan tabah.
Makna sifat Ash
Shabur sangat dekat dengan makna sifat Al Halim. Perbedaan antara Ash Shabur
dan Al Halim adalah, kalau terhadap Ash Shabur tidak ada yang merasa aman dari
hukumanNya.
1. Apa itu Sabar
(Kesabaran). Sekarang
mari kita pelajari dengan seksama tentang kondisi dasar dari sabar (kesabaran)
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sebagaimana berikut ini:
a. Ash
Shabar (Yang Maha Sabar) adalah salah satu dari perbuatan (af’al) Allah SWT
yang tertuang dalam nama nama Allah SWT yang indah lagi baik (Asmaul Husna).
Dan jika kita melihat tata urutan Nama Nama Allah SWT yang indah lagi baik dimulai dari Ar Rahman, Ar Rahiem yang
diakhiri dengan Ash Shabur. Posisi Ash Shabur berada di posisi ke 99 (sembilan
puluh sembilan), posisi paling atas dibandingkan dengan yang lainnya;
b. Sifat Sabar adalah
fitrah manusia. Hal ini dikarenakan sifat sabar merupakan sifat yang melekat
pada setiap ruh manusia melalui proses shibghah sehingga setiap ruh harus
mencerminkan sifat sabar sehingga kesabaran harus menjadi perilaku ruh di dalam
mengarungi hidup dan kehidupan. Jika tidak berarti ada sesuatu yang salah
dengan ruh, dikarenakan kondisinya sudah tidak fitrah lagi atau kalah karena
dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) dan syaitan.
Adanya 2 (dua) buah
kondisi dasar dari sifat sabar di atas, lalu apa yang terjadi dengan dua sifat
sabar di atas? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal yang menyangkut
sifat sabar, yaitu:
a. Dari sisi Allah SWT. Adanya posisi af’al
Ash Shabur yang dimiliki Allah SWT yang berada paling atas, menunjukkan Allah
SWT sangat sayang kepada diri kita. Allah SWT masih memberikan kesempatan ke
dua bagi diri kita untuk berbuat kebaikan dan kebaikan atau membuat diri kita
menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Allah SWT tidak berkehendak kepada diri
kita untuk tetap dalam keburukan karena Allah SWT masih menunda keputusan akhir
atau belum melaksanakan keputusan akhirnya kepada diri kita. Apakah hal ini
akan kita sia siakan begitu saja berlalu tanpa kesan.
Sekarang coba kita bayangkan jika sampai Allah SWT
terburu buru, tergesa gesa untuk melaksanakan ketetapan yang berlaku bagi diri
kita maka tamatlah diri kita. Hilang sudah visi akhirat yang kita cita citakan,
sia sia karya nyata di dunia, akhirnya kita masuk neraka. Dan sekarang Allah
SWT sudah menyatakan bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang serta Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang, lalu bagaimana mungkin
Allah SWT bisa merealisasikan ke dua hal tersebut jika Allah SWT tidak memiliki
perbuatan (af’al) Ash Shabur sehingga Allah SWT terburu buru untuk
merealisasikan keputusanNya? Disinilah Allah SWT menunjukkan kebesaran yang sesuai
dengan kemahaan yang dimilikiNya, yaitu Allah SWT mampu mengasihi dan
menyayangi, Allah SWT mampu mengampuni lagi maha menyayangi, dikarenakan Allah
SWT tidak tergesa gesa dalam merealisasikan keputusan yang menjadi hak
mutlakNya. Sehingga manusia masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri
sebelum akhirnya ketentuan itu diberlakukan oleh Allah SWT.
b. Dari Sisi Manusia. Sekarang mari kita
perhatikan sifat sabar yang dimiliki oleh diri kita, yang mana sifat sabar
harus dijadikan perilaku diri kita yang sesungguhnya.
(1) Bayangkan jika kita
tidak memiliki sifat sabar, apa yang bisa kita lakukan saat menghadapi ahwa dan
syaitan yang begitu sabar, konsisten, tanpa pernah menyerah kalah untuk
mengalahkan diri kita? Sabar adalah senjata rahasia yang diberikan Allah SWT
untuk menghadapi ahwa dan syaitan yang dengan penuh kesabaran menunggu kita
lengah untuk ditipu, digelincirkan, dipengaruhi untuk keluar dari kehendak
Allah SWT sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu
Qayyim al Jauziyah, syaitan selalu mengitari seseorang hamba untuk mengetahui
lewat jalan mana ia dapat masuk ke dalam hatinya. Biasanya ia menemukan jalan
masuk hanya melalui hawa nafsunya. Maka dari itu, orang yang menentang hawa
nafsunya berarti ia telah membuat syaitan berputus asa terhadapnya.
(2) Pernahkah terbayang
oleh kita sewaktu hidup berumah tangga tanpa dibarengi dengan kesabaran, apa
yang terjadi pada rumah tangga kita? Sabar adalah kekuatan yang tersembunyi di
dalam diri manusia untuk menghadapi sesuatu hal yang tidak mengenakkan sewaktu
kita hidup berumah tangga.
(3) Sewaktu kita hidup
bermasyarakat, berinteraksi dengan masyarakat, tentu kita akan menghadapi
masyarakat dengan karakter berbeda beda, lalu jika sampai kita tidak memiliki
kesabaran, maka terjadilah apa yang dinamakan kegaduhan. Sabar adalah obat atau
kekuatan dalam diri untuk menghilangkan ego sehingga terciptalah hidup rukun,
aman, damai dan bersahaja.
(4) Sabar adalah energi
positif untuk bangkit dari bencana, ujian, cobaan yang kita hadapi sehingga
kita mampu keluar dari itu semua dalam kondisi sehat, semangat dan siap untuk
kembali hidup normal. Bayangkan jika sabar atau kesabaran tidak kita miliki
saat bencana alam terjadi, lalu apa yang bisa kita perbuat? Semua kacau balau,
semua mementingkan diri, keluarga, anak dan keturunan semata, tanpa
mengindahkan orang lain yang juga membutuhkan bantuan, kondisi inilah yang
paling disukai syaitan. Sekarang mari kita perhatikan dengan seksama beberapa
ayat AlQuran yang berhubungan erat dengan sabar (kesabaran) sebagaimana
firmanNya berikut ini: “tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan,
Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diutamakan.
(surat Asy Syuura (42) ayat 43)
Allah SWT berfirman: “dan
berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang
menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (surat Ali Imran (3) ayat 146).”
Allah SWT berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung. (surat Ali Imran (3) ayat 200).”
Allah SWT berfirman: “dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (surat Al Anfaal (8) ayat
46).”
Allah SWT berfirman: “dan
bersabarlah kamu, Sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali
janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu
menggelisahkan kamu. (surat Ar Ruum (30) ayat 60).”
Berdasarkan uraian
yang kami kemukakan di atas, tidak terlihat sedikitpun keburukan dari sifat
sabar (kesabaran) yang kita lakukan saat hidup di muka bumi ini. Sabar adalah ibadah yang diutamakan. Sabar
adalah ibadah yang mulia. Allah SWT menyukai orang yang sabar. Allah SWT
beserta orang yang sabar. Orang yang sabar adalah orang yang beruntung atau
memperoleh keuntungan yang besar. Orang yang sabar hatinya tenang lagi
menyenangkan orang lain. Semoga kita mampu menjadi orang yang sabar yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar