Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 15 April 2024

ROUTE TO 1.6.7.99 : SEBUAH PENDEKATAN UNTUK MENGENAL DAN BERKENALAN DENGAN ALLAH SWT (PART 4 of 6)

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ada satu hal lainnya yang harus kita perhatikan yaitu ingat kepada Allah SWT bukanlah sekedar ingat. Akan tetapi ingat kepada Allah SWT haruslah ingat yang harus disertai dengan perbuatan yang sesuai dengan yang kita ingat. Katakan jika kita ingat Allah SWT adalah Maha Kaya, maka jika kita memiliki kekayaan yang berasal dari Allah SWT sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan di dalam kehendak Allah SWT, atau sudahkah sebahagian kekayaan yang kita miliki kita keluarkan hak Allah SWT kepada orang yang memerlukan, atau sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan untuk membeli tiket masuk syurga atau jangan sampai kekayaan yang kita miliki justru membawa diri kita ke Neraka Jahannam.

 

Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Besar tidak butuh dengan dzikir yang kita lakukan, melainkan kitalah yang sangat membutuhkan dzikir kepada Allah SWT. Jika kita mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, akan mampu menghantarkan diri kita mengenal siapa diri kita dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya lalu mampu menghantarkan diri kita hanyalah sebagai hamba semata (abd) sedangkan Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta (Rabb).

 

Dan agar diri kita mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, berikut ini akan kami kemukakan beberapa pengertian, atau pemaknaan dari berdzikir sebagaimana dikemukakan oleh Asfa Davy Bya” dalam bukunya “sebening mata hati: oase penyejuk jiwa dan pikiran” berikut ini:

 

a.   Dzikir itu adalah Warisan Rasulullah SAW. Seorang sufi bernama Sulaiman Ad Darani berkata, “Di syurga ada lembah lembah tempat para malaikat menanam pohon pohon ketika seseorang mulai berdzikir kepada Allah SWT. Terkadang salah satu malaikat itu berhenti bekerja dan teman temannya bertanya kepadanya, “Mengapa engkau berhenti? Malaikat itu menjawab, “sahabatku telah malas/kendur dzikirnya.” Sebagai orang yang beriman tentu kita tidak akan menjadikan kata kata di atas ini sebagai hiasan dalam buku harian atau menjadikannya kata kata mutiara untuk disampaikan atau dihadiahkan kepada teman. Akan tetapi kita harus bisa menjadikan kisah di atas untuk meyakini bahwa dengan berdzikir, diri kita akan mendapatkan manisnya keimanan yang akan membawa kita pada kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

Dzikir merupakan warisan yang dibagi bagikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya, dalam sebuah riwayat, Abu Hurairah ra, berkata bahwa ketika masuk pasar, dia berkata, “Aku melihat kalian disini sementara warisan Rasulullah di bagian dalam masjid.” Orang orang lalu pergi ke masjid dan meninggalkan pasar. Setibanya di masjid mereka tak melihat warisan itu, lalu mereka berkata, “Wahai Abu Hurairah, kami tidak melihat warisan dibagikan di dalam masjid. Abu Hurairah balik bertanya, “Apa yang kalian lihat? “ Mereka menjawab, “Kami melihat sekelompok orang sedang berdzikir kepada Allah SWT dan membaca AlQur’an!” Abu Hurairah berkata, “ Itulah warisan Rasulullah SAW!”. Sebagai umat yang telah diberikan warisan oleh Nabi Muhammad SAW tentunya kita harus bisa memanfaatkan warisan ini dengan sebaik baiknya, apalagi warisan ini adalah warisan yang tidak akan habis habisnya dimakan oleh waktu. Sepanjang kita mau menerima warisan ini maka sepanjang itu pula warisan akan diberikan. Untuk itu jadikan warisan ini sebagai modal dasar bagi kita untuk merasakan nikmatnya bertuhankan Allah SWT atau meraih kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Amiin.

 

b.   Dzikir itu adalah makanan bagi orang orang yang mencari Tuhan. Dzikir dapat dikatakan sebagai makanan bagi orang yang mencari Tuhan, hal ini dikarenakan pedzikir itu sadar bahwa penyesalan akan tiba jika mereka lalai sedetikpun jika tidak berdzikir. Air mata tumpah di kesendirian tatkala tahajud merupakan saksi akan munajatnya pedzikir kepada Sang Khaliq. Muadz bin Jabal ra, pernah berkata: “Tidak ada yang disesali penghuni syurga selain ketika sesaat saja mereka tidak berdzikir kepada Allah SWT”. Menyesal adalah sebuah perasaan kecewa yang timbul dari hubungan sebab akibat. Rasa sesal pasti dimiliki oleh setiap anak manusia karena rasa sesal termasuk salah satu sifat dari jasmani manusia. Hal yang berbeda adalah bagaimana setiap manusia mengekspresikan bentuk penyesalannya. Adanya kondisi ini maka dapat dipastikan antara orang mukmin dibandingkan dengan orang kafir tentu akan berbeda cara melampiaskan penyesalannya.

 

Bagi orang kafir atau yang tidak beriman selalu mengkaitkan penyesalannya dengan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan dan kepentingan duniawi. Misalnya, dia menyesal karena telah salah dalam membuat perhitungan sehingga dia mengalami kerugian. Penyesalan itu biasanya dibarengi dengan berbagai tindakan yang menyesatkan seperti, pergi ke bar untuk menghilangkan pikiran dengan meminum alkohol atau mengkonsumsi narkoba, bahkan ada yang terjun bebas dari bangunan tinggi untuk menghabisi dirinya. Menyesali diri atas setiap perbuatan dosa yang telah dilakukan di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT karena kita sesungguhnya masih diberi kesempatan olehNya untuk memperbaiki diri. Untuk itu, kehidupan dunia harus lah dipandang sebagai ladang akhirat, makin banyak kita menanam amal di dunia, insya Allah kita akan menuai hasilnya di akhirat kelak. Dan penyesalan yang amat dahsyat sesungguhnya terjadi ketika kita belum sempurna bertaubat saat malaikat maut datang menjemput. Tidak ada penyesalan yang melebihi dari semua penyesalan yang ada di dunia ini ketika kita wafat dalam keadaan suul khatimah.

 

c.   Dzikir itu adalah sarana bagi kita untuk mendapatkan syurga. Agar dzikir yang dilakukan oleh pedzikir mampu menjadi sarana untuk mendapatkan syurga, renungkanlah dengan hati yang bersih lagi fitrah, hal yang kami kemukakan ini. Ketahuilah bahwa sementara kita berdzikir di muka bumi, pada saat yang bersamaan dengan itu para malaikat menanam pohon untuk para pedzikir pedzikir di syurga untuk kepentingan para pedzikir. Para pedzikir pedzikir sesungguhnya juga tengah menikmati indahnya taman taman syurga melalui majelis majelis dzikir saat mereka di dunia minimal ia memperoleh ketenangan dan ketenteraman bathin (sesuatu yang sangat mahal hari ini) sehingga ia mampu hidup sesuai dengan kehendak Allah . Di samping itu, dzikir akan menjaga diri kita dari setiap ancaman dan menjadi pedang untuk membantai setiap musuh yang akan menggoda diri kita di dunia.

 

Imam Al Qusyairy berkata: “Apabila dzikir kepadaNya telah menguasai hati manusia, maka ketika syaitan datang mendekat, ia akan menggeliat geliat di tanah seperti halnya manusia menggeliat geliat manakala syaitan syaitan datang mendekatinya. Apabila ini terjadi, maka semua setan akan berkumpul dan mendatanginya seraya bertanya, ‘Apa yang terjadi padanya? Setan yang lain berkata, ‘Seorang manusia telah menghantam (dengan dzikir)nya!”. Dan ketika Rasulullah SAW dimikrajkan oleh Allah SWT, Nabi Ibrahim as, berpesan kepadanya, “Sampaikan salam untuk umatmu, beritahukanlah kepada mereka bahwa syurga tanahnya subur dan airnya sangat jernih, tetapi tanahnya kosong. Tanamannya ialah dengan membaca ‘Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar’ karena dengan demikian dia telah menanam pohon di syurga.” Dan pada kesempatan yang lain, ketika Rasulullah SAW sedang berjalan, beliau melihat Abu Hurairah ra, sedang menanam pohon. Ketika ditanya, dia menjawab: “Saya sedang menanam pohon.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Aku beritahukan kepadamu sebaik baik pohon, yaitu bacaan ‘La haula wala Quwwata illa billah’ karena akan menyebabkan tumbuhnya pohon di syurga. Jika ini kondisinya, ayo sekarang kita berlomba lomba menanam sebanyak banyaknya pohon di syurga mulai saat ini juga. Jangan biarkan pohon itu layu dan tidak berkembang karena ulah perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan. Lalu sudah berapa banyak pohon yang telah kita investasikan di syurga kelak?

 

d.   Dzikir itu adalah salah satu terapi bagi kalbu karena dzikir akan menyehatkan ruhani. Orang yang dzikirnya sedikit pertanda bahwa hatinya sedang sakit, dan orang yang tidak pernah berdzikir hatinya telah mati. Dzikir adalah milik jiwa, yang menjai sulit diraih apabila kita berpaling kepada ego. Mengingat Allah bukanlah milik ego atau pikiran. Ego tidak memiliki keabadian. Sedangkan pikiran tidak dapat meraih dimensi cahaya di atas cahaya. Jadi, dzikir itu sesungguhnya adalah obat ruhani yang sekaligus inti jalan ruhani. Dzikir sebagai jalan ruhani atau jalan spiritual sebenarnya adalah jalan yang sangat sederhana. Intinya adalah, “Kalbu mencari Allah dan Allah mencari kalbu yang diperkuat dengan menjadikan diri kita sebagai hamba Allah SWT semata dan Allah SWT adalah satu satunya Rabb bagi diri kita. Ironisnya, mengapa masih banyak orang yang berdzikir, menangis, bertaubat dalam dzikir dan doanya, tetapi perilaku maksiatnya tak kunjung reda? Air mata dzikir dan air mata taubat pun menjadi sia sia. Air mata itu akhirnya menjadi bahan gunjingan bagi orang orang yang melihatnya.

 

Hal yang harus kita jadikan pedoman saat berdzikir adalah: Air mata bukanlah ukuran pertobatan dan lisan bukanlah jaminan pengakuan. Banyak orang yang berdzikir dengan lisannya, tetapi belum dengan hatinya.Untaian tasbih di tangan bukanlah jaminan bahwa hatinya juga bertasbih. Surban dan jubah putih  ataupun gamis panjang yang membungkus tubuh tidak menunjukkan bening dan putihnya hati si pemakai. Dzikir yang belum disertai dengan kehadiran hati telah membuka peluang pada pikiran, ego, dan hawa nafsu untuk melalaikan hati kita. Kita melupakan misi dari dzikir kita, tugas dan kewajiban personal kita. Kita tidak menghargai apa yang telah dikaruniakan kepada kita dan kita tidak mengenal nilai sejatinya. Dzikir kita kepada Allah SWT seharusnya tidak bergantung kepada kondisi internal atau eksternal diri kita. Dunia ini akan selalu berupaya mencampakkan diri kita ke dalam jurang kealpaan. Dalam jurang ini kita diuji. Mereka yang ingat akan diingatkanNya, dan mereka yang lalai akan dilalaikanNya. Saat ini masih banyak manusia yang menjalani kehidupannya dalam kealpaan dan kelalaian. Mereka berdzikir tetapi tidak mampu mengenali sifat sifat ilahiah mereka secara sadar. Tak heran jika kalbunya sudah terjaga dan dalam dirinya telah tertanam benih dzikir, mereka sering berpaling dari jalan ruhani dan melupakanNya. Karenanya, tidak setiap pejalan ruhani dapat menemukan jalan pulang, begitu banyak pedzikir yang berpaling dari untaian dzikirnya.

 

Untuk itu jangan pernah belenggu hati kita dengan kealpaan dan kelalaian yang berkepanjangan. Berdzikirlah dengan lisan dan hati sehingga akal kita akan menterjemahkan nya ke dalam perilaku yang berdzikir atau pribadi yang berdzikir. Berdzikir yang demikian akan membentuk ketaqwaan kita kepadaNya sehingga tidak ada lagi celah bagi syaitan untuk menghembushembuskan bisikannya di hati kita. Mengingat Allah adalah satu satunya senjata kita untuk melawan kekuatan setan. Kita tahu bahwa setan tidak pernah tidur, mereka kuat, tetapi Allah SWT jauh lebih kuat. Dan dengan diri kita terus menerus mengingat Allah, hati kita akan terus terjaga sepanjang waktu. Dengan demikian tak ada ruang bagi setan untuk mencelakakan kita. Untuk itu jangan biarkan lidah dan hati ini lelah apalagi berhenti berdzikir. Jangan biarkan tangan ini malas bersedekah setiap pagi karena sedekah merupakan penolak bala. Jangan biarkan mata ini malas bangun malam untuk shalat tahajjud, jangan biarkan anak istri kita memakan makanan yang syubhat dan haram. Jangan biarkan setan menerobos pintu pintu hati yang telah bercahaya dengan dzikir.

 

e.   Dzikir adalah pembentuk akhlak yang mulia. Bukankah kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah dzikir? Bukankah kehidupan para sahabat, tabiin, tabiutabiin juga adalah dzikir? Tidak ada waktu yang tersisa dalam kehidupan mereka tanpa mengingat Allah SWT. Mulai dari bangun malam, berdiri mendirikan shalat, bermunajat di keheningan malam, mencari nafkah, hidup bermasyarakat, berkeluarga, mendidik anak, belajar, sampai dengan hal hal yang berhubungan dengan tata cara atau adab keseharian, semuanya penuh dan dimulai dengan kalimat kalimat dzikir. Ingat, tak ada satupun ajaran agama di dunia ini yang mengatur secara paripurna kehidupan manusia mulai dari lahirnya jabang bayi sampai wafat dengan dzikir dan doa, kecuali Islam. Tak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan akhlak yang begitu sempurna, kecuali hanya agama Islam. Bukankah Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak. Sungguh banyak orang yang keliru. Mereka mengira bahwa hal terpenting dalam agama adalah mempelajari fiqih, menghafal AlQuran, wirid tiada henti, dan seterusnya. Mereka lupa bahwa tujuan utama dari semua ibadah (shalat, puasa, doa, dzikir, zakat, haji dan seterusnya) adalah untuk membenahi akhlak manusia. Kalau tidak, ibadah yang dilakukannya akan menjadi semacam latihan olah raga atau kebisaan semata atau penghapus kewajiban.

 

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan manusia pada hari Kiamat daripada akhlak yang baik.” (hadits riwayat Abu Dawud dan Ath Thirmidzi)

 

Rasulullah SAW bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya,” (hadits riwayat Abu Dawud dan Imam Ahmad).

 

Benar Rasulullah SAW berkata bahwa air mata adalah wujud kasih sayang yang Allah tanamkan di hati para hambaNya. Tetapi tangisan dari Rasulullah tidak diikuti dengan perilaku buruk! Beliau adalah seorang yang lembut hatinya, baik saat beribadah maupun di luar beribadah karena hidupnya adalah ibadah. Sedangkan tangisan kita baru sampai tahap menyadari dosa dosa yang kita lakukan, atau baru sampai tahap mensyukuri nikmat yang Allah berikan, atau ada yang menangis karena jamaah kanan dan kirinya menangis, akhirnya ia ikut menangis. Agar ibadah dzikir mampu sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT, maka  ibadah dzikir yang kita lakukan setiap saat, haruslah dipahami sebagai salah satu sarana untuk mencapai akhlak yang mulia atau mampu menjadikan diri kita menampilkan penampilan Allah SWT saat hidup di muka bumi ini (dalam hal ini Asmaul Husna).

 

f.    Dzikir itu adalah kunci pembuka pintu hati. Dzikir adalah kunci pembuka pintu hati. Apabila pintu hati terbuka maka muncullah di dalamnya pemikiran yang brilian dan juga kata kata hikmah untuk membuka mata hati. Bila mana mata hati telah terbuka maka tampaklah sifat sifat Allah serta kemahaan dan kebesaran Allah SWT di hadapan mata hati kita. Dzikir yang seperti ini sesungguhnya adalah dzikir kepada Allah berarti mengingat dan mengikatkan diri kepada sifat sifat Allah dan juga dengan kemahaan dan kebesaran Allah WT sebagai Tuhan yang berhak disembah dengan sebaik baiknya. Dan sekarang katakanlah, Allah SWT adalah Dzat Pemberi Rezeki dan jika Allah SWT kita ingat sebagai Dzat Yang Memberi Rezeki berarti kita juga harus mengikatkan diri kepada sifat pemberi ini. Sehingga kita wajib meminta rezeki hanya kepadaNya dan setelah memperoleh rezeki maka kita wajib pula membantu sesama melalui infaq dan sedekah. Jika kita mampu melakukan berarti kita telah mampu membuka hati kita melalui dzikir, terutama melalui nilai kebaikan dari memiliki rezeki bukanlah pada saat saldo keuangan bertambah banyak melainkan saat mau berbagi rezeki kepada orang orang yang membutuhkan dari rezeki yang telah kita terima dari Allah SWT.

 

Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas, dzikir (mengingat Allah SWT) juga dapat kita katakan sebagai cara yang paling efektif untuk berdialog langsung dengan Allah sehingga membuat pedzikir atau hamba hambaNya mampu secara aktif berpartisipasi dalam komunikasi langsung dengan Allah SWT. Apalagi pedzikir yang sudah mampu menampilkan penampilan Allah SWT setelah mereka berdzikir berarti ia mampu membuat Allah SWT tersenyum bangga kepadanya. Adanya kondisi dzikir yang seperti ini tentu saja tidak bisa serta merta terlaksana karena kondisi spiritual dari pikiran atau hati dari setiap orang yang berbeda beda dalam menerimanya. Kesemuanya sangat tergantung dari ketinggian atau kefitrahan spiritual yang dialami pedzikir pada saat berdzikir.

 

1.  Bentuk  dan  Cara Berdzikir (mengingat Allah SWT). Allah SWT telah menyatakan apabila seorang hamba mengingat (berdzikir kepada) Allah SWT dengan segala tingkatannya maka Allah SWT pun akan mengingat diri kita lebih baik dari tingkatan dzikir yang dilakukannya. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 152 berikut ini: “Maka ingatlah kepadaKu, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu ingkar kepadaKu. (surat Al Baqarah (2) ayat 152).”  Dan juga berdasarkan hadits qudsi riwayat Ath Thabrani berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hambaKu berdzikir (ingat) kepadaKu sendiri, maka Aku dzikir padanya sendirian. Dan apabila ia ingat (berdzikir) padaKu di tengah khalayak ramai, niscaya Aku dzikir padanya di tengah kumpulan yang jauh lebih baik dari kumpulan yang ia berdzikir  kepadaKu itu. (hadits qudsi riwayat Ath Thabrani).”

 

Dzikir kepada Allah SWT atau mengingat Allah SWT dapat pula dikatakan sebuah kehendak dari diri kita untuk menemui Allah SWT sebagaimana dikemukakan di dalam hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hambaku ingin menemuiKu, Aku pun ingin menemuinya. Tetapi bila ia enggan menemuiKu, Aku pun enggan menemuinya. (hadits qudsi riwayat Bukhari, Malik dan An Nasa’i).” Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk terus menerus berdzikir, mulai dari hendak tidur, bangun tidur, masuk dan keluar kamar mandi, memakai baju, naik kendaraan, di perjalanan, melihat petir ataupun kejadian di jalan, mau makan dan minum, selesai makan dan minum, dan di segala aktifitas lainnya.

 

Kenapa hampir tidak ada sedikitpun kegiatan kita yang luput dari berdzikir kepadaNya? Hal itu tak lain karena sesungguhnya rumah rumah, rawa rawa, gunung gunung, dan bumi ini akan menjadi saksi bagi orang orang yang berdzikir, pada hari kiamat kelak, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya. (surat Az Zalzalah (99) ayat 4,5). Dan kegiatan mengingat Allah SWT (berdzikir) itu dapat dilakukan dengan tiga cara, dengan catatan ketiganya tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, namun harus dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Hal ini seperti yang dikemukakan olehAsfa Davy Bya” dalam bukunya “sebening mata hati: oase penyejuk jiwa dan pikiran” yang terdiri dari:

 

a.  Dzikir dengan Lisan atau Ucapan. Dzikir dengan lisan (ucapan), yaitu dengan cara mengucapkan lafazh-lafazh dzikir tertentu, baik dengan suara keras maupun dengan suara yang hanya dapat didengar oleh orang yang berdzikir itu sendiri. Lafaz dzikir yang baku itu harus dari Al Qur’an dan Al Hadits di antaranya adalah tasbih, tahlil, tahmid, asamaul husna, membaca AlQuran, istighfar, doa, dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman: “(Zakaria) berkata,, “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Allah berfirman, “Tanda bagimu adalah bahwa engkau tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu banyak banyak, dan bertasbihlah (memujiNya) pada waktu petang dan pagi hari.” (surat Ali Imran (3) ayat 41)

 

Dzikir lisan adalah salah satu upaya untuk melindungi mulut dari berkata kata yang tidak baik dan tidak bermanfaat. Dengan berdzikir (mengingat Allah) diharapkan lisan dan hati kita selalu terjaga, sebagaimana Rasulullah SAW telah mengingatkan kita, “Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang, yaitu mulut dan farji (kemaluan).” (hadits riwayat Ath Thirmidzi).” Dzikir melalui lisan bisa kita laksanakan di manapun dan dalam kondisi apapun. Dzikir  dengan lisan dapat kita gunakan untuk mengisi waktu luang di tengah kemacetan atau di tengah antrian panjang sehingga dengan dzikir lisan ini mampu menghilangkan kesempatan untuk mengucapkan sumpah serapah. Akhirnya di tengah kemacetan dan antrian panjang kita bisa menikmati apa yang dinamakan dengan ketenangan bathin. Dzikir dengan lisan ini juga dapat menjadi alat bantu bagi kita untuk menghindarkan diri dari membicarakan aib orang lain (ghibah), untuk tidak menyebarkan berita bohong dan lain sebagainya. 

 

Ingat, setiap lisan yang keluar dari mulut merupakan parameter akhlak bagi si pengguna lisan itu. Misalnya, lisan yang keluar dari mulut orang yang banyak omong dan sedikit berdzikir, maka dzikirnya pun dapat berubah menjadi omongan. Sedangkan lisan yang keluar dari pribadi yang berdzikir dan sedikit bicara maka bicaranya adalah dzikir. Seorang pedzikir tentu tidak pernah menganggap remeh rendah peran mulut sebagai sarana dzikirnya. Itu sebabnya ketika akan berdzikir, dia membersihkan mulutnya melalui proses wudhu. Dia sucikan mulutnya secara lahiriah, sebelum menyucikan secara bathiniah. Penyakit masuk melalui mulut, malapetaka keluar dari mulut. (the best of Chinese Sayings)

 

Disamping menjaga lisannya, dia pun akan menjaga mulutnya dari mengkonsumsi makanan yang haram, jika ditinjau dari sisi dzatnya dan juga berhati hati dalam mengkonsumsi barang barang yang termasuk dalam kondisi syubhat. Dia juga menjaga agar makanan yang dikonsumsinya diperoleh dengan cara cara yang halal.Sebagai pezikir jangan sampai kita terjebak ke dalam kancah perhitungan pahala. Sehingga kita selalu menghitung  hitung pahala dzikinya, shalatnya, puasanya, sedekah dan zakatnya, umroh dan hajinya. Pezikir yang seperti ini masih terjebak ke dalam parameter fikih. Dzikir yang dilakukannya untuk mengejar pahala, bukan untuk menjadi sebuah kebutuhan bagi dirinya dalam kerangka mencari rahmat dan ridhaNya.

 

b.   Dzikir dengan Hati (Kalbu). Dzikir dengan hati adalah dzikir yang memiliki keutamaan yang paling tinggi karena si pelaku dzikir terus menerus berpikir tentang keangungan Allah, kegagahanNya, keindahan ciptaanNya, dan ayat ayatNya di langit dan di bumi. Praktik dzikir ini tanpa suara dan tanpa kata kata. Allah SWT berfirman: “Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang orang yang lengah. (surat Al A’raf (7) ayat 205).” Melalui dzikir hati atau kalbu ini mereka ingin memenuhi kalbu mereka dengan kesadaran yang sangat dekat dengan Allah SWT, seirama dengan detak jantung serta mengikuti keluar masuknya napas. Mereka meyakini bahwa keluar masuknya napas yang dibarengi dengan kesadaran akan kehadiran Allah merupakan pertanda bahwa kalbu ini hidup dan berkomunikasi langsung dengan Allah SWT.

 

c.  Dzikir Perilaku (perbuatan) atau Amal Shaleh. Dzikir perilaku adalah patuh dan taat kepada Allah SWT dalam segala tindakan dan ucapan. Inilah yang disebut dengan taqwa. Dzikir yang seperti ini merupakan dzikir yang paling agung. Hal ini disebabkan seorang Muslim harus sudah berada dalam posisi melaksanakan apa apa yang diperintahkan oleh Allah serta menjauhi segala yang haram dan syubhat. Pedzikir ini telah mencapai puncaknya dzikir yakni ketaqawaan, yang dibuktikan dengan amal shalehnya, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertwaqwa di antara kamu. (surat Al Hujuraat (49) ayat 13).” Untuk itu dapat kami ilustrasikan sebagai berikut: Katakan kita ingat bahwa Allah SWT adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Jika ini yang kita ingat tentang Allah maka perilaku kita harus sesuai dengan apa apa yang kita ingat dari Allah SWT sehingga kitapun berperilaku kasih dan sayang kepada sesama manusia. Demikian pula jika kita mengingat Allah SWT adalah Yang Maha Pemberi Rezeki maka perilaku kitapun setelah memperoleh rezeki harus siap membahagiakan orang lain melalui rezeki yang kita terima dengan menunaikan infaq ataupun sedekah yang tidak lain adalah perbuatan amal shaleh. Demikian seterusnya.

 

Sekarang mari kita bandingkan antara pedzikir sejati dengan pedzikir munafik. Dzikirnya pedzikir sejati akan sangat berbeda dengan perilaku pedzikir orang orang munafik. Orang munafik berdzikir mengingat Allah dengan lisannya hanya karena ingin memamerkan aktivitas dzikirnya pada orang lain. Padahal, di hati mereka tidak ada aktivitas dzikir itu, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya orang orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud ria (dengan shalatnya itu) di hadapan orang lain dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (surat An Nisa’ (4) ayat 142).” Usai berdzikir, mereka gunakan anggota tubuh mereka untuk melakukan hal hal yang tidak diridha Allah. Dengan mulut yang sama, usai berdzikir mereka gunakan pula untuk berbohong, menipu, membicarakan aib orang lain, mengeluarkan kata kata yang tidak bermanfaat. Bahkan mereka tidak sungkan sungkan menerima sesuatu yang bukan haknya, pikiran mereka berkata itu perbuatan dosa, tetapi hati mereka tak sanggup menolaknya. Nabi SAW bersabda: “Celaka, celaka, celaka, orang yang banyak berdzikir dengan lidahnya, tetapi bermaksiat terhadap Allah dengan perbuatannya. (Hadits Riwayat Adh Dailami)

 

Orang orang yang beriman berdzikir dengan hatinya. Lisannya hanya menjadi jalan untuk dzikirnya. Lisannya ikhlas berdzikir karena Allah, tak ada maksud tersembunyi, sehingga hasil dari dzikirnya akan sampai pada hatinya. Saat itulah sesungguhnya, aktifitas dzikirnya menjadi sangat banyak, karena hatinya mampu menterjemahkan dzikir lisannya menjadi dzikir perilaku dalam bentuk amal shaleh. Akhirnya mereka menjadi orang orang yang ringan tangan dalam membantu saudara saudaranya atau tetangga tetangganya yang susah. Air matanya mudah menetes melihat penderitaan dan kedzaliman yang berlangsung di sekitarnya. Hidupnya didedikasikan untuk umat, dia ingin berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak melalui aktifitas wakaf waktu atau mewakafkan sebahagian waktunya untuk kemaslahatan umat. Selalu merasa berdosa atas sikap dan perkataan yang dikeluarkannya, dia selalu melakukan kebaikan dan perbaikan dalam hidupnya.

 

Secara umum jika kita mampu berdzikir (baik lisan, hati dan perilaku) yang sesuai dengan kehendak Allah SWT akan melahirkan sifat Al Muraqabah (perasaan selalu diawasi oleh Allah) sehingga akan memasukkan pelakunya  ke pintu Al Ikhsan. Orang orang yang lalai tentu tidak akan sampai ke derajat Al Ikhsan. Dzikir juga akan melahirkan sifat Al Inabah (dorongan jiwa ingin selalu kembali kepada Allah) sehingga Allahlah yang ditakuti dan tempat kembali serta tempat untuk berlindung. Seorang pedzikir sejati tak pernah mengaku cinta kepadaNya jika tak pernah merasa rindu denganNya. Dia tak akan pernah mengaku rindu kalau tak pernah mengingatNya. Dan dia tak pernah merasa berdzikir apabila belum meneteskan air matanya. Air mata rahmat, air mata yang menjaga dan melindungi dirinya pada Hari Kiamat kelak. Insya Allah!.

 

Matinya hati adalah sebuah tragedi bagi seorang manusia. Benar secara lahiriah dia hidup, fisiknya sehat dan bugar, serta fikirannya cerdas. Tetapi di sisi lain, syahwatnya menggebu gebu, nafsu berkuasanya tinggi, takabur dan ria dalam beramal, dan sepak terjang bisnisnya menghalalkan segala cara. Inilah manusia yang hatinya telah mati. Karena itu, pepatah Barat yang mengatakan, “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”, tidak cocok diberlakukan bagi orang yang beriman. Paradigma yang begitu merasuk selama beberapa dekade di negeri ini memang sangat tidak cocok bagi orang orang mukmin. Untuk apa kita memiliki tubuh yang sehat jika hatinya sakit atau hatinya telah mati. Hidup yang kita jalani ternyata dapat membuat kita menjadi mati. Maka sebelum mati itu datang menjemput. Jangan sia siakan manis dan lezatnya kehidupan ini.

 

Ayo berdzikir dan berpikir akan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Tak ada yang lebih indah di dunia ini melainkan menjadi orang yang cerdas menurut kriteria sang Pencipta berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (yaitu) orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (surat Ali Imran (3) ayat 190, 191).” Celakalah orang yang hidup tetapi hatinya sakit sebab di hidup di arena kemaksiatan. Dan sia sialah orang yang hidup tetapi memiliki hati yang mati sebag orang yang demikian hidup dalam kekufuran. Hatinya dikunci mati oleh Allah, sama saja bagi mereka diberi petunjuk atau tidak. Inilah hati orang kafir. Dan jangan biarkan hidup ini diwarnai dengan semerbak wangi bunga kematian dan jangan biarkan hati kita menjadi taman bagi sekuntum bunga kematian.

 

2.  Dzikir Wajib dan Dzikir Sunnah. Dzikir (ingat) kepada Allah ada dua macam, yaitu dzikir wajib dan dzikir sunnah. Kita wajib berdzikir (mengingat Allah) dalam tiga situasi. Yang pertama, kita melihat adanya makhluk maka kita harus mengingat khalikNya. Yang kedua, apabila kita melihat ciptaan, maka kita harus bisa menyadari kekuatan dan kebijaksanaan Tuhan yang tidak terbatas karena telah memperlihatkan karya nyata berupa alam semesta ini. Yang ketiga, kita harus memandang Allah sebagai sumber anugerah dan seharusnyalah kita tidak menyianyiakan cintaNya yang ditanamkan ke dalam hati kita. Dan sebagai tingkatan pertama mengenal Allah, dzikir seperti ini adalah sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Apabila manusia telah mengenal Allah pada tingkat wajib dan mulai mencintaiNya dan mengabdi kepadaNya maka dzikir yang terus dilakukannya menjadi sunnah baginya. Artinya, disunahkan kepadanya agar setiap kali melihat makhluk, ia selayaknya mengingat penciptanya. Setiap kali ia melihat suatu karunia, haruslah ia menganggapnya sebagai hadiah dari Allah. Dan dengan begitu, ia tak akan melupakan Allah SWT selama hayat masih di kandung badan. Dzikir semacam ini tergolong ibadah yang paling baik.

 

Selain dzikir wajib dan dzikir sunnah yang telah kami kemukakan di atas, masih ada pilihan berdzikir kepada Allah SWT dalam bentuk yang lainnya, yaitu: (a) Dzikir yang dikaitkan dengan Ingat kepada hasil ciptaanNya, kebesaranNya, kemahaanNya. Jika dzikir ini yang kita lakukan terdapat pemisah antara diri kita selaku hamba (Abd) dengan Allah SWT selaku Rabb; (b) Dzikir yang dikaitkan dengan ingat langsung kepada Allah SWT. Jika ini yang kita lakukan tidak ada lagi tirai, perantaraan, hijab atau penghalang antara diri kita selalu hamba (Abd) dengan Allah selaku Rabb. Selanjutnya agar kita mampu berdzikir seperti yang kami kemukakan diatas ini, berikut ini akan kami berikan sebuah ilustrasinya, yaitu: Sewaktu kita mengingat presiden pertama dan kedua Indonesia, yaitu Ir Soekarno dan Jenderal Soeharto, secara utuh. Tentu kita tidak bisa hanya mengingat sosok dan penampilan dari penampilan phisik mereka belaka. Jika ini yang kita lakukan kepada mereka berdua, tidak cukup bagi kita untuk mengingat secara baik dan benar. Kita juga wajib mengetahui sejarah perjuangan keduanya, kita juga wajib mengetahui dan memahami hasil dan karya nyata yang telah ditorehkannya baik yang tampil ke permukaan (told story) maupun yang tidak tampil ke permukaan (untold story). Barulah kita bisa mengenang mereka sebagai seorang yang berjiwa besar dan pahlawan bagi bangsa Indonesia.

 

Kita tidak akan bisa mengucapkan rasa kagum dan menaruh hormat kepada Ir Soekarno dan Jenderal Soeharto selaku presiden Republik Indonesia, jika hanya mengandalkan lisan semata. Kita harus mempergunakan segala elemen yang ada di dalam diri seperti mempergunakan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, ilmu untuk berpikir, hati untuk merasakan karya nyata mereka berdua, yang dipergunakan secara utuh satu kesatuan, maka barulah kita bisa mengingat kedua presiden Indonesia ini dengan baik dan benar. Jika kepada manusia saja kita harus seperti itu, lalu bagaimana kita bisa mengingat Nabi Muhammad SAW dan juga Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT jika hanya melalui lisan semata? Agar kita mampu melakukan mengingat (dzikir) wajib kepada Allah SWT seperti yang kami kemukakan di atas, maka kita tidak bisa melakukannya hanya sebatas lisan semata. Namun kita harus mempergunakan ilmu dan pengetahuan yang diiringi dengan mata dan penglihatan, telinga dan pendengaran, hati dan perasaan kita untuk merasakan langsung tentang Allah SWT.

 

Akhirnya dzikir (ingat Allah SWT)  harus kita maknai bukanlah sebagai titik, melainkan sebagai koma. Sehingga tidak boleh berhenti sampai disitu. Jika dzikir dipahami sebagai titik, kita akan terjebak ke dalam ritual ibadah. Tak ubahnya seperti orang orang Nasrani, Yahudi atau Majusi dalam melakukan ritual. Mereka mengingat dan menangis saat beribadah, mereka pun merasa berada di titik nol, mereka pun merasa berdosa dan memohon kepada tuhan mereka. Kalau kita dapat memahami hal itu, maka orang orang yang berdzikir sejatinya adalah orang orang yang dapat melahirkan kesalehan individu yang tercermin dalam kesalehan sosial dalam dirinya. Inilah salah satu tujuan paling mulia yang dimaksud dari pelaksanaan ibadah dzikir kepada Allah, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut nyebut (membangga banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka diantara manusia ada yang berdoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia”, dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. (surat Al Baqarah (2) ayat 200).”  Seseorang yang senantiasa berdzikir (mengingat Allah) pasti tidak akan menyianyiakan atas apa apa yang telah diberikan Allah SWT sehingga hidupnya tidak akan digunakan untuk mendatangkan dosa dan bencana bagi dirinya, bagi keluarga, bagi masyarakat, bagi bangsa dan negaranya.

 

Pribadi yang berdzikir tentu memiliki mata, telinga, hidung, perasaan, mulut, tangan, kaki yang juga berdzikir. Hal ini karena semuanya selalu terjaga dan dijaga oleh Allah SWT dan hasil dzikirnya tercermin dalam sikap dan dalam perbuatan. Untuk itu kita bisa berkaca dengan apa yang dikemukakan oleh “Abu Darda ra, berikut ini: “Setiap sesuatu itu mempunyai kilapan dan kilapan hati itu adalah dengan berdzikir kepada Allah SWT.” Dan Ibnu Taimiyah juga pernah berkata, “Sesungguhnya kelezatan, kebahagiaan, dan keindahan yang tak bisa diungkapkan dengan kata kata, hanya terdapat pada saat mengenal Allah SWT, mengesakanNya, dan beriman kepadaNya, serta saat mengambil manfaat lewat hakikat keimanan dan pengetahuan  AlQuran.” Selain itu  “Ibnu Al Qayyim Al Jauziyah yang juga berkata, “Sesungguhnya hati itu bisa berkarat seperti halnya tembaga dan perak. Maka untuk membersihkan karat tersebut adalah dengan berdzikir, sebab ia akan membuantnya mengkilap seperti cermin putih. Apabila hari dibiarkan, maka ia akan berkarat dan apabila dibawa berdzikir, maka ia akan cemerlang. Hati berkarat itu disebabkan oleh dua hal, kelaiaan dan dosa. Sedangkan cara membuatnya mengkilap adalah dengan istighfar dan dzikir.”  Sehingga tetesan air matanya mudah jatuh dan hatinya mudah tergetar ketika telinga, mata, perasaannya menangkap lantunan ayat suci AlQuran atau ketika melihat ada orang yang didekatnya mengalami kesusahan atau mudah mendoakan orang lain tanpa diketahui oleh orang yang bersangkutan. Hatinya selalu berbisik kepada matanya, kepada telinganya, kepada tangan dan kakinya agar ia selalu mampu menampilkan penampilan Allah SWT dalam hidupnya selama hayat masih di kandung badan. Sungguh Allah Maha Besar, lalu nikmat mana lagi yang kita dustakan!

 

Selanjutnya untuk lebih mempertegas lagi tentang pendekatan nama nama Allah yang indah lagi baik (Asmaul Husna) yang telah kami kemukakan di atas. Untuk itu ketahuilah bahwa Allah SWT juga memiliki kombinasi nama namaNya indah lagi baik sebagaimana kami kemukakan di bawah ini:  

 

A S M A U L   H U S N A

(Nama Nama Allah SWT Yang Indah lagi Baik)

1

Ar Rahman Ar Rahiem

Maha Pengasih/Pemurah lagi Maha Penyayang.

 

2

At Taubah Ar Rahiem

Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

 

3

At Tawwab Ar Rahiem

Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

 

4

Ar Ra’uuf Ar Rahiem

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 

5

Al Ghofuur Ar Rahiem

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

6

Al Azis Al Rahiem

Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

 

7

Ar Rahiem Al Ghofuur

Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.

 

8

Ar Rahiem Al Waduud

Maha Penyayang lagi Maha Mencintai.

 

9

Al Aliem Al Hakim

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

 

10

Al Azis Al Hakim

Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

11

Al Waasi Al Hakim

Maha Luas lagi Maha Bijaksana.

 

12

Al Hakam Al Hakim

Maha Menetapkan Hukum lagi Maha Bijaksana.

 

13

At Tawwaab Al Hakim

Maha Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana.

 

14

Al Aliyy Al Hakim

Maha Tinggi/Maha Luhur lagi Maha Bijaksana.

 

15

Al Hakim Al Khaabir

Maha Pemaaf lagi Maha Waspada/Teliti.

 

16

Al Hakim Al Aliem

Maha Pemaaf lagi Maha Mengetahui.

 

17

Al Hakim Al Hamid

Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

 

18

Al Latief Al Aliem

Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

 

19

Al Waasi Al Aliem

Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

 

20

Al Sami’ Al Aliem

Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

 

21

Al Azis Al Aliem

Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

 

22

Al Khaliq Al Aliem

Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.

 

23

Al Aliem Al Khaabir

Maha Mengetahui lagi Maha Teliti/Mengenal.

 

24

Al Aliem Al Qaadir

Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.

 

25

Al Aliem Al Halim

Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

 

26

Al Ghoniyy Al Halim

Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

 

27

Al Ghoniyy Al Hamid

Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

 

28

Al Ghoniyy Al Kariem

Maha Kaya lagi Maha Mulia.

 

29

Al Waaly Al Hamid

Maha Menguasai/Pengendali Urusan lagi Maha Terpuji.

 

30

Al Azis Al Hamid

Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.

 

31

Al Hamid Al Majid

Maha Terpuji lagi Maha Mulia/Maha Agung.

 

32

Al Azies Al Ghofuur

Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

 

33

Al Halim Al Ghofuur

Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

 

34

Al Afuww Al Ghofuur

Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

 

35

Al Ghofuur Asy Syakuur

Maha Pengampun lagi Maha Pembalas.

 

36

Al Ghofuur Al Waduud

Maha Pengampun lagi Maha Mencintai.

 

37

Al Sami’ Al Bashir

Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

 

38

Al Khoobir Al Bashir

Maha Waspada lagi Maha Melihat.

 

39

Al Ghofuur Al Halim

Maha Pengampun lagi Maha Penyantun/Maha Penyabar.

 

40

As Syakuur Al Halim

Maha Pembalas lagi Maha Penyantun.

 

41

Al Aliyy Al Azhiem

Maha Tinggi lagi Maha Agung.

 

42

Al Aliyy Al Kabiir

Maha Tinggi lagi Maha Besar.

 

43

Al Aziz Al Ghaffar

Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

 

44

Al Qawiyy Al Aziz

Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

 

45

Al Wahid Al Qahhar

Maha Esa lagi Maha Pemaksa/Maha Perkasa.

 

46

Al Kabiir Al Muta’aaly

Maha Besar lagi Maha Suci/Maha Tinggi.

 

47

Al Afuww Al Khodir

Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.

 

48

Al Latief Al Khoobir

Maha Halus lagi Maha Waspada.

 

49

Al Malik Al Quddus

Al Azis Al Hakim

Maha Raja lagi Maha Suci lagi Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

50

 Al Malik  Al Quddus            As Salam Al Mu’min            Al Muhaimin Al Aziz

Al Jabbar Al Mutakkabbir

Maha Raja lagi Maha Suci lagi Maha Sejahtera lagi Maha Menjaga Keamanan lagi Maha Pemelihara Keamanan lagi Maha Perkasa lagi Maha Kuasa lagi Maha Memiliki Keagungan.

 

51

Al Baari Al Musawwir

Maha Mengadakan lagi Maha Membentuk Rupa.

 

Untuk apa Allah SWT menunjukkan, memperlihatkan dan mempertontonkan kepada diri kita dan juga kepada seluruh umat manusia tentang kombinasi nama namaNya di atas ini? Adanya kombinasi nama nama Allah SWT di atas karena Allah SWT sangat berkehendak untuk lebih mempertegas, atau lebih menunjukkan ketegasan Allah SWT tentang perbuatanNya (af’alNya) dan juga untuk dijadikan pedoman bagi profesi tertentu di dalam melakukan suatu pekerjaan, atau untuk dijadikan sarana dan alat bantu (tolak ukur) di dalam sebuah perilaku dan perbuatan umat manusia pada umumnya.

 

Berikut ini akan kami kemukakan kombinasi nama nama Allah yang indah lagi baik (asmaul husna) yang kami hubungkan dengan perintah menunaikan zakat, infaq, sedekah dan wakaf sebagaimana berikut ini:

 

1.   Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Allah SWT telah menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT memiliki dua buah af’al (perbuatan) yang bergandengan yaitu: Al Ghoniyy dan Al Halim  yang artinya Yang Maha Kaya lagi Yang Maha Penyantun secara berbarengan, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 263 yang kami kemukakan berikut ini: Perkataan yang baik dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”

 

[167] Perkataan yang baik Maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud pemberian ma’af ialah mema’afkan tingkah laku yang kurang sopan dari si penerima.

 

Apa maksudnya? Allah SWT memiliki af’al atau perbuatan Al Ghoniyy yang artinya tidak membutuhkan orang lain. Allah SWT tidak membutuhkan sesuatu apapun karena Dia yang menciptakan, mengatur dan memberi rezeki. Dia yang memutuskan dan melestarikan. Dia yang mempunyai apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Semua makhluk membutuhkan Allah SWT. Disinilah letak Allah SWT Dzat Yang Maha Kaya. Allah SWT juga memiliki af’al (perbuatan) Al Halim yang artinya santun, peduli, punya perhatian, dan punya perasaan. Hilm Allah SWT adalah Dia menunda menghukum orang orang yang patut dihukum, sehingga Dia menangguhkan penghukuman untuk mereka atau memaafkan kesalahan mereka. Dan jika seseorang memiliki sifat santun dan murah hati, maka dia akan sering memaafkan kesalahan dan menutupi kekurangan orang lain. Allah SWT memaafkan setelah menutupi dosa hambaNya. Allah SWT selalu welas asih, tepat janjiNya, memaafkan orang yang melanggar hukumNya, tidak terprovokasi oleh kedurhakaan orang orang yang durhaka dan oleh penindasan orang orang yang menindas.

 

Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi maka apa yang telah dikemukakan oleh Allah SWT berupa Maha Kaya lagi Maha Penyantun harus kita jadikan pedoman saat diri kita melaksanakan tugas di muka bumi. Apa maksudnya? Adanya pernyataan Allah SWT Maha Kaya lagi Maha Penyantun mengajarkan kepada kita yaitu jika sampai diri kita memiliki kekayaan (penghasilan) maka kekayaan atau pengasilan yang mencukupi tidak hanya menjadikan diri kita sebatas memiliki harta kekayaan atau penghasilan semata. Namun harus bisa harus dapat menghantarkan diri kita menjadi orang yang penyantun, orang yang peduli, orang yang memiliki perhatian dan memiliki perasaan yang lembut melalui harta yang kita miliki.

 

Sekarang diri kita telah memiliki harta kekayaan atau penghasilan lalu tidak menjadikan diri kita orang yang penyantun berarti kita hanya mampu mengumpulkan kekayaan atau penghasilan untuk kepentingan diri sendiri tanpa pernah berusaha untuk berbuat kebaikan bagi orang yang tidak mampu. Sehingga penampilan diri kita menjadi orang yang pelit yang tidak mau berbagi, yang hilang kepeduliannya kepada orang lain. Jika sudah seperti ini akan terjadilah jurang yang semakin lebar antara yang kaya dengan yang miskin yang pada akhirnya tumbuhlah bibit bibit kecemburuan sosial di dalam masyarakat.

 

Akhirnya hilanglah keseimbangan antara kesalehan diri dengan kesalehan sosial. Jika sampai diri kita tidak mau menunaikan zakat, atau jika kita tidak mau menunaikan infaq dan sedekah berarti kita kita telah keluar dari konsep kombinasi Asmaul Husna yaitu tidak menjadikan diri kita penyantun melalui harta kekayaan/penghasilan yang kita miliki. Alangkah buruknya keadaan diri kita yang memiliki harta kekayaan/penghasilan tanpa diiringi dengan rasa santun, tanpa rasa peduli, tanpa rasa perhatian dan juga tanpa memiliki perasaan. Padahal Allah SWT tidak pernah berkehendak seperti itu kepada khalifahnya. Semoga diri kita dan anak keturunan kita tidak seperti ini saat hidup di dunia ini. Amiin.

 

2.     Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Allah SWT telah menyatakan bahwa diriNya memiliki af’al (perbuatan) Maha Kaya lagi Maha Terpuji secara bergandengan. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 267 berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”  dan juga berdasarkan surat Surat Ibrahim (14) ayat 8 yang kami kemukakan berikut ini: “dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya[782] lagi Maha Terpuji”.(surat Ibrahim (14) ayat 8)

 

[782] Maksudnya: Allah tidak memerlukan syukur hamba-hamba-Nya.

 

Apa maksudnya. Al Hamid kata dasarnya adalah hamd artinya pujian, sesuatu yang lebih umum dibanding dengan bersyukur. Al Hamid adalah juga al Mahmud, Yang Terpuji. Allah SWT adalah Al Hamid karena memuji DiriNya sendiri sejak dahulu kala dan juga karena hambaNya memujinya. Al Hamid menganugerahi diri kita kesuksesan dan memuji diri kita karena kesuksesan itu. Allah SWT menghapus dosa dosa kita dan tidak mempermalukan kita dengan membeberkan dosa dosa kita. Allah SWT terpuji karena  kualitasNya dan juga karena memang patut dipuji.

 

Saat ini Allah SWT sudah menunjukkan kepada diri kita tentang af’alNya (perbuatanNya) yang menunjukkan Maha Kaya lagi Maha Terpuji, maka kita pun harus bisa menjadikan konsep Asmaul Husna ini menjadi pedoman saat hidup di muka bumi ini. Jika sekarang Allah SWT sudah menyatakan Maha Kaya lagi Maha Terpuji maka secara otomatis kita yang memiliki harta kekayaan atau telah memiliki penghasilan harus pula tercermin dalam tindakan kita yang sangat terpuji baik dihadapan Allah SWT maupun dihadapan manusia. Apalah artinya kita memiliki harta kekayaan atau penghasilan yang banyak jika perilaku atau perbuatan diri kita tidak terpuji seperti memberi dengan kata kata kasar, memberi tapi diungkit ungkit kembali atau memberi tetapi pamrih untuk kepentingan sesaat, dan lain sebagainya. Disinilah letak dari kita memahami Allah SWT Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji, dan jika kita telah mengaku sebagai khalifahNya di muka bumi berarti kitapun harus bisa menjadi orang yang terpuji yang tercermin dalam perilaku kita sendiri. Alangkah ruginya diri kita, jika sampai miskin saat hidup di dunia lalu miskin pula perilaku kita dengan bersikap tidak terpuji. Semoga kita dan anak keturunan kita mampu menjadi orang orang yang terpuji perilakunya namun juga memiliki harta kekayaan atau penghasilan yang banyak serta berkah bagi diri, keluarga dan masyarakat.

 

3.  Maha Kaya lagi Maha Mulia. Allah SWT juga menyatakan bahwa af’al (perbuatan)Nya adalah Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Mulia. Zumhur ulama mengatakan bahwa apa saja yang dipandang baik, berharga, mulia, penting, maka itulah karim. Sedangkan menurut ilmu bahasa, orang yang bersikap ramah, pemurah, dermawan juga disebut karim. Sesuatu yang dijunjung tinggi atau dihargai maka disebut juga karim.  Sebagaimana dikemukakan dalam surat An Naml (27) ayat 40 yang kami kemukakan berikut ini: Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AlKitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.  Allah SWT mendapat sebutan Al Karim, sebuah sifat yang melukiskan perbuatan baik, kebajikan dan kemurahan hati. Allah SWT selalu pemurah. Dia akan senantiasa Pemurah. Dia Maha Mulia, sehingga mustahil Dia bersifat atau bersikap rendah atau hina. Berlimpah ruah yang Dia berikan, dan kebaikan yang Dia berikan. Allah SWT Al Karim, sekalipun Dia kuasa menjatuhkan hukuman sangat pedih, tetapi memberikan ampunan. Dia menepati janjiNya. Dia memberikan lebih kepada hamba yang meminta kepadaNya. Dia tidak keberatan sedikit pun untuk memberikan sebanyak apa pun dan kepada siapapun. Dia tidak menghendaki hambaNya yang berlindung kepadaNya untuk menderita kesusahan. Dia tidak membutuhkan sarana untuk melakukan sesuatu. Yang dalam DiriNya berpadu semua kualitas ini, maka Dialah Al Karim Mutlak dan hanya Allah SWT sajalah yang seperti ini.

 

Allah SWT selaku pengutus diri kita di muka bumi sudah menunjukkan bahwa Dia adalah Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Mulia. Bayangkan Kaya dan Mulia lalu sudahkah kita yang saat ini menjadi khalifahNya di muka bumi yang memiliki harta kekayaan atau penghasilan juga menjadi orang yang berperilaku mulia seperti ramah, pemurah dan dermawan. Sehingga keberadaan diri kita di tengah masyarakat bukanlah menjadi benalu melainkan berguna bagi  masyarakat. Jika sampai diri kita memiliki harta kekayaan atau penghasilan yang tinggi namun masyarakat tidak terbantu atau tertolong oleh diri kita berarti kita sudah tidak pantas lagi menyandang titel khalifahNya di muka bumi dan telah keluar pula dari konsep Asmaul Husna.

 

Bayangkan kita memiliki harta kekayaan dan penghasilan yang tinggi namun hanya diri kita sendiri saja yang menikmati, lalu dimana letak hati nurani (perasaan) kita padahal kebahagiaan berpunya adalah saat berbagi kepada sesama? Lalu apalah artinya harta kekayaan (penghasilan) yang tinggi lagi besar justru menghantarkan diri kita mulia dihadapan setan? Lalu apa yang bisa kita banggakan dari kekayaan dan penghasilan yang kita miliki tetapi kita tidak bisa menjadi orang yang mulia dihadapan Allah SWT. Jika orang yang memiliki harta kekayaan atau penghasilan sudah tidak mulia dihadapan Allah SWT lalu apa yang bisa diharapkan dari mereka untuk kepentingan masyarakat atau mustahik? Jangan pernah salahkan Allah SWT jika kita pulang kampung ke Neraka Jahannam karena ulah diri kita sendiri yang tidak mau menunaikan zakat saat hidup di dunia ini. Allah SWT melalui konsep Asmaul Husna yang kami kemukakan di atas, sudah menunjukkan kepada diri kita bahwa harta kekayaan atau penghasilan harus menjadikan diri kita menjadi orang yang penyantun, harus menjadikan diri kita terpuji baik dihadapan Allah SWT maupun dihadapan manusia  serta harus menjadikan diri kita mulia dihadapan Allah SWT dan juga dihadapan manusia. Jika tidak berarti kita telah keluar dari konsep Asmaul Husna yang berarti juga kita telah sesuai dengan konsep syaitan sang laknatullah.Alangkah indahnya konsep zakat yang telah dibuat oleh Allah SWT yang menjadikan diri kita mulia dan juga penerimanya (mustahiknya) juga mulia dihadapan Allah SWT. 

 

Lalu apakah hanya itu saja kombinasi dari nama nama Allah yang indah lagi baik sebagaimana telah kami kemukakan di atas? Berikut ini akan kami kemukakan kombinasi dari nama nama Allah yang indah lagi baik yang kami hubungkan dengan profesi atau pekerjaan tertentu dalam hal ini profesi hakim, sebagaimana berikut ini:

 

A S M A U L   H U S N A

1

Al Aliem Al Hakim

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

2

Al Azis Al Hakim

Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana

3

Al Waasi Al Hakim

Maha Luas lagi Maha Bijaksana

4

Al Hakam Al Hakim

Maha Menetapkan Hukum lagi Maha Bijaksana

5

At Tawwaab Al Hakim

Maha Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana

6

Al Aliyy Al Hakim

Maha Tinggi/Maha Luhur lagi Maha Bijaksana

7

Al Hakim Al Khoobir

Maha Pemaaf lagi Maha Waspada

8

Al Hakim Al Aliem

Maha Pemaaf lagi Maha Mengetahui

9

Al Hakim Al Hamid

Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji

 

Untuk menjadi orang yang adil dan bijaksana maka kita wajib memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berpandangan luas serta memiliki wawasan yang luas.Untuk itu perhatikanlah Asma Allah SWT yang menyatakan Al Aliem Al Hakim (Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana). Adanya Asma Allah SWT ini menunjukkan kepada diri kita untuk menjadi orang yang adil dan bijaksana harus diimbangi dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, tanpa itu maka kita tidak bisa menampilkan hal tersebut sebagai penampilan diri kita.

 

Seseorang yang mampu adil dan bijaksana akan menjadikan orang tersebut menjadi orang yang terpuji, seperti Asma Allah SWT yang berbunyi Al Hakim Al Hamid. Seorang yang menjadi terpuji jika ia mampu berbuat adil dan bijaksana. Sekarang sudahkah kondisi ini menjadi perilaku kita saat menjadi abd’ (hamba)Nya dan juga saat menjadi khalifahNya di muka bumi ataukah kita hanya ingin dipuji saja tanpa menjadi orang yang bijaksana? Pilihan ada di tangan diri kita sendiri, bukan pada orang lain. Ingat, Allah SWT tidak akan rugi atau berkurang kebesaran dan kemahaanNya jika kita tidak mau berbuat kebaikan. Akan tetapi kitalah yang sangat membutuhkan kebaikan dan dari kebaikan inilah akan tercermin seberapa baik kualitas diri kita. Selain daripada itu, konsep kombinasi asmaul husna di atas juga mengajarkan kepada diri kita untuk tidak memisahkan konsep berpasang pasangan. Contohnya adalah konsep Yang Maha Melihat dan Yang Maha Mendengar. Konsep ini harus kita laksanakan  dalam satu kesatuan.

 

Maksudnya adalah kita tidak bisa hanya mengandalkan fungsi penglihatan semata dengan mengabaikan fungsi pendengaran, atau sebaliknya kita tidak bisa hanya mengandalkan fungsi pendengaran saja dengan mengabaikan fungsi penglihatan. Kita harus bisa memanfaatkan dan mendayagunakan fungsi penglihatan dan juga fungsi pendengaran secara berbarengan atau bersamaan. Bayangkan jika kita hanya mengadalkan fungsi pendengaran semata lalu kita mempercayai informasi yang kita dengar tanpa pernah melihat secara langsung kebenaran informasi tersebut. Semuanya bisa kacau dan tidak bisa dipertanggungjawabkan yang pada akhirnya kita mempercayai isu isu dan menyebarkan berita bohong. Adanya penggunaan fungsi pendengaran dan fungsi penglihatan merupakan salah satu cara yang terbaik untuk melakukan cek dan ricek terhadap informasi yang kita terima, apalagi di jaman teknologi internet ini yang begitu masif sosial medianya.

 

Sebagai abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya yang sedang menumpang di muka bumi, yang sudah berada di dalam kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Jangan pernah menjadikan diri kita sendiri hanya sebatas penonton dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT tanpa bisa berbuat untuk dapat merasakan nikmatnya bertuhankan Allah SWT, atau jangan pernah kita hanya mampu menjadi pengagum, jangan penah kita hanya mampu menjadi penggemar, atas kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang sudah begitu dekat dengan diri kita tanpa kita bisa meraihnya, atau jangan pernah menjadikan diri kita hanya mampu menjadi komentator dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT, yang hanya mengatakan nikmatnya bertuhankan Allah SWT, tanpa bisa merasakan secara langsung nikmatnya bertuhankan Allah SWT. Untuk itu kita harus bisa merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT saat hidup di muka bumi dengan melaksanakan segala apa yang telah diperintahkan-Nya, atau mampu melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah selama hayat masih di kandung badan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar