Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 03 April 2024

INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA DARI ALLAH SWT UNTUK KITA (PART 6 of 7)

 

G. ALQURAN ADALAH RAMBU RAMBU KEHIDUPAN (NAVIGASI KEHIDUPAN).

 

Hidup adalah sebuah perjalanan hidup yang dimulai dari kelahiran seseorang ke muka bumi untuk menuju ke gerbang kematian yang dibatasi oleh waktu tertentu, dalam hal ini adalah usia seseorang. Agar arah perjalanan hidup yang terbatas waktunya dan juga sesuai dengan kehendak pemberi hidup, maka kita sangat membutuhkan apa yang dinamakan dengan alat navigasi sebagai penunjuk arah untuk mencapai tujuan. Ini berarti apabila kita ingin sampai tujuan, dalam hal ini adalah syurga, maka kita tidak bisa seenaknya saja bertindak dan berbuat sesuatu di muka bumi ini tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan yang berlaku di muka bumi. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa rambu rambu kehidupan yang harus kita taati saat hidup di muka bumi ini, yaitu:

 

1.  Diinul Islam adalah Agama Yang Haq. Rambu kehidupan yang pertama adalah AlQuran telah menginformasikan bahwa Diinul Islam adalah satu-satunya Agama yang Haq di muka bumi ini, selain Diinul Islam ditolak. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi AlKitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (surat Ali Imran (3) ayat 19).” Kemudian, apa yang dikemukan dalam surat Ali Imran (3) ayat 19 di atas dipertegas dengan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 85 berikut ini: Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” Jika kita mencari agama selaian agama Islam, maka di akhirat kelak akan termasuk orang orang yang merugi.

 

Diinul Islam sebagai konsep ilahiah yang berasal langsung dari Allah SWT bukanlah sesuatu hal untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk kepentingan untuk umat manusia, sepanjang umat manusia mau memeluknya sebagai agama yang haq. Diinul Islam terdiri dari tiga ketentuan dasar, yaitu adanya Rukun Iman, adanya Rukun Islam dan adanya ibadah Ikhsan yang harus dilaksanakan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Wahai orang orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 208).”

 

Selain daripada itu, di dalam AlQuran juga terdapat rambu rambu kehidupan yang berfungsi sebagai alat navigasi kehidupan, yaitu berupa adanya rambu rambu larangan dan juga adanya rambu rambu perintah, yang mana keduanya merupakan bentuk sayang-Nya Allah SWT kepada umat manusia. Allah SWT menetapkan adanya larangan karena dibalik larangan ada sesuatu yang kurang baik (berbahaya lagi tidak menguntungkan) bagi umat manusia, sedangkan dibalik adanya perintah yang telah diperintahkan, ada sesuatu yang sangat baik lagi menguntungkan bagi umat manusia.

 

2.  Mengabdi, Menyembah, Beribadah Hanya Kepada Allah SWT semata. Rambu kehidupan yang ke dua adalah memerintahkan kepada diri kita untuk mengabdi hanya kepada Allah SWT semata sehingga yang ada pada diri kita hanyalah ikhlas berbuat karena Allah SWT tanpa ada maksud tertentu dihadapan manusia, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (AlQuran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (surat Az Zumar (39) ayat 2).” Kemudian ketentuan di atas ini, dipertegas melalui surat Adz Dzariyat (51) ayat 56 sebagaimana berikut ini: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu. (surat Adz Dzariyat (51) ayat 56). Adanya ketentuan ini maka kita tidak diperkenankan sama sekali untuk beribadah, mengabdi, berbuat sesuatu untuk dan kepada selain Allah SWT. Hal ini menjadi penting kita pahami karena rambu kehidupan ini sudah sangat jelas dikemukakan oleh Allah SWT dan wajib kita laksanakan dengan sebaik baiknya.

 

3.     Adanya Tata Cara Bermuamalah. Rambu kehidupan yang ketiga yang harus kita jadikan navigasi kehidupan adalah adanya tata cara bermuamalah yang mengatur tentang sikap dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan juga mengatur hak dan kewajiban dengan sesama umat manusia seperti jual beli, sewa menyewa dan lainnya sehingga dengan adanya ketentuan ini terciptalah ketentraman dan ketertiban serta memudahkan manusia di dalam beraktifitas, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. (surat An Nisaa’ (4) ayat 29).” Selain daripada iti, Allah SWT juga mengatur etika ketika berhadapan dengan ahli kitab, atau orang yang berbeda keyakinan, harus dilakukan dengan cara yang laing baik, hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ankabuut (29) ayat 46 berikut ini: “dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri”. (surat Al Ankabuut (29) ayat 46)

 

[1154] Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim Ialah: orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.

 

Adanya panduan bermuamalah yang telah diatur oleh Allah SWT di dalam AlQuran menunjukkan bahwa Allah SWT menghendaki adanya keteraturan, adanya pembagian tugas, adanya keadilan, adanya kebersamaan bagi masyarakat sehingga terciptalah kehidupan yang saling hormat menghormati dan saling tolong menolong dalam kebaikan di antara sesama umat manusia, yang pada akhirnya terjadilah kehidupan yang menunjukkan “tata tenterem gemah ripah loh jinawi”. Sudahkah kita menyadarinya!

 

Tata cara hidup di muka bumi ini, telah diatur sedemikian rupa oleh pencipta dan pemilikNya, yang mana kesemuanya bukan untuk kemaslahatan dan kepentingan Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 127 berikut ini: “dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam AlQuran [354] (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa[355] yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka[356] dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.”

 

[354] Lihat surat An Nisaa’ ayat 2 dan 3

[355] Maksudnya Ialah: pusaka dan maskawin.

[356] Menurut adat Arab Jahiliyah seorang Wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. Jika wanita yatim itu cantik dikawini dan diambil hartanya. Jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan laki-laki yang lain supaya Dia tetap dapat menguasai hartanya. Kebiasaan di atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.

 

Adanya tata cara bermuamalah untuk kebaikan, untuk kemaslahatan, untuk keberlang sungan para penghuni yang ada di muka bumi ini yang tidak hanya ada manusia saja, melainkan ada hewan dan juga ada tumbuhan, ada udara, dan juga ada air yang kesemuanya sudah diatur oleh Allah SWT dalam suatu kebersamaan, dalam suatu keharmonisan yang jika terlanggar akan terjadi bencana yang mengakibatkan kesusahan dan kerugian bagi umat manusia. Maka pahamilah hal ini.

 

4.  Adanya Peringatan bahwa Hidup Di dunia Hanya Sementara. Rambu kehidupan yang ke empat adalah Allah SWT selaku pencipta dan pemiliki hidup dan kehidupan telah mengingatkan kepada diri kita bahwa hidup di muka bumi tidak selamanya, ada batasnya, sehingga setiap manusia pasti akan mengalami kematian yaitu saat dipisahkannya ruh dengan jasmani sebab kematian adalah gerbang untuk menuju kehidupan akhirat, sebagaimana firmanNya berikut ini: “orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang Muslim.biarkanlah mereka (di dunia ini) Makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan.tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (Nya). (surat Al Hijr (15) ayat 2-3-4-5)

 

Adanya pembatasan waktu hidup di dunia, atau adanya pembatasan usia hidup manusia di muka bumi ini mengharuskan diri kita untuk memiliki manajemen waktu sebagaimana pesan yang pernah dikemukakan oleh Baginda Rasulullah SAW berikut ini: “Manfaatkanlah lima perkara sebelum kamu kedatangan lima perkara (demi untuk meraih keselamatan dunia dan akhirat), yakni: masa mudamu sebelum datang masa tuamu; sehatmu sebelum datang sakitmu; masa kayamu sebelum datang faqirmu; waktu luangmu sebelum waktu sibukmu; masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” Apakah rambu kehidupan ini yang berfungsi sebagai alat navigasi kehidupan sudah hilang maknanya hari ini! Dan jangan sampai saat usia sudah sampai di persimpangan jalan, baru kita menyadari kesalahan, keburukan, perilaku tidak terpuji yang begitu banyak telah kita lakukan.

 

Untuk itu berhati hatilah di dalam memanfaatkan waktu, apalagi waktu tidak bisa diputar ulang, tidak bisa ditambah dan tidak bisa dikurangi oleh siapapun juga serta waktu tidak bisa diperjualbelikan oleh siapapun juga. Dan dengan adanya waktu yang terbatas seharusnya menjadikan diri kita selalu mawas diri karena kehidupan setelah kematian perjalanannya masih sangat panjang dan membutuhkan bekal yang banyak. Jika kita tidak mampu memahaminya akan sia sialah hidup yang singkat ini karena tidak mampu memberikan kontribusi untuk perjalanan panjang di akhirat kelak. Akhirnya ada baiknya kita berpegang kepada konsep kehidupan yang menyatakan bahwa hidup sekali seharusnya berarti lalu mati. Ayo segera miliki konsep manajemen waktu sekarang juga, jangan sampai menyesal di kemudian hari.

 

5.  Adanya Syurga dan Neraka sebagai Tempat Kembali Manusia. Rambu kehidupan yang ke lima yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam AlQuran adalah adanya syurga dan adanya neraka sebagai tempat kembali manusia. Syurga dan neraka sebagai tempat kembali manusia kelak merupakan hak prerogratif Allah SWT. Jika seseorang telah diputuskan masuk neraka maka ia harus masuk neraka, dan jika seseorang telah diputuskan untuk masuk syurga maka ia pasti masuk syurga, tanpa ada yang bisa mencegahnya. Adanya ketentuan tempat kembali berupa syurga maupun neraka berarti baik syurga dan neraka memiliki syarat dan ketentuan tertentu untuk bisa memasukinya. Tidak bisa sembarang orang bisa masuk ke syurga dan juga tidak sembarangan orang yang bisa masuk ke neraka, karena baik syurga maupun neraka memiliki aturan main sendiri sendiri yang berlainan kualifikasinya. 

 

Allah SWT menciptakan syurga sebagai tempat kembali orang-orang yang beriman. Adapun syurga yang diciptakan Allah tersebut bertingkat tingkat di mana yang paling tinggi dan paling utama adalah syurga Firdaus. Dari Anas bin Malik ra, Nabi Muhammad saw bersabda, "Firdaus adalah surga yang paling tinggi, yang paling bagus, dan yang paling afdal (utama)." (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Jika demikian, kita sebagai manusia pasti berharap akan menjadi salah satu yang terpilih menjadi penghuni syurga Firdaus. Untuk bisa mewujudkan hal itu, Allah SWT pada dasarnya telah memberikan bocoran informasi tentang siapa saja yang berhak masuk syurga tertinggi itu.

 

Dalam surat Al-Mu'minun (23) ayat 1 sampai 11 Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya, mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya."

 

Berdasarkan ayat di atas, dikatakan bahwa ada tujuh golongan manusia yang berhak mewarisi (menjadi calon penghuni) dari syurga Firdaus, yaitu: (a) Orang yang khusyuk dalam shalatnya; (b) Orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan tidak berguna; (c) Orang-orang yang menunaikan zakat; (d) Orang-orang yang menjaga kemaluannya dari perbuatan keji dan zina; (e) Orang-orang yang menahan pandangannya; (f) Orang-orang yang mampu menjaga amanah dan janji yang telah dipikulnya; (g) Orang-orang yang memelihara shalatnya. Sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi, pastikan diri kita termasuk salah satu orang yang termasuk dalam tujuh golongan calon penghuni syurga Firdaus di atas ini.

 

Lalu, adakah syarat tertentu yang saat ini berlaku untuk masuk ke dalam neraka? Untuk masuk neraka atau untuk menjadi calon penghuni neraka, ada syarat dan ketentuannya. Salah satu syarat masuk ke dalam neraka telah dikemukakan oleh Allah STW dalam surat Al Maaidah (5) ayat 59, 60) berikut ini: Katakanlah: “Hai ahli Kitab, Apakah kamu memandang Kami salah, hanya lantaran Kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada Kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang  Fasik ? Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, Yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi[424] dan (orang yang) menyembah thaghut?”. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (surat Al Maa-idah (5) ayat 59-60)

 

[424] Yang dimaksud disini Ialah: orang-orang Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu (Lihat surat Al Baqarah ayat 65).

 

Syarat dan cara termudah untuk bisa pulang kampung ke neraka adalah cukup dengan berbuat fasik sebanyak banyak, sembahlah thagut, persekutui Allah dengan sesuatu, lalu salahkan AlQuran dengan tidak mau menerima kebenaran AlQuran. Lalu apakah hanya itu saja syarat dan ketentuan yang berlaku untuk masuk neraka? Syarat dan ketentuan untuk masuk neraka ada pada firman Allah SWT berikut ini: “Dan Sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan  jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat ayat Allah), dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda tanda kekuasaan Allah), dan mereka memiliki telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah  orang orang yang lengah. (surat Al A’raaf (7) ayat 179).  Berdasarkan ketentuan surat Al A’raaf (7) ayat 179 di atas ini, telah diatur syarat dan ketentuan untuk masuk neraka oleh Allah SWT yaitu: (a) memiliki hati (perasaan) lalu tidak dipergunakan untuk memahami ayat ayat Allah; (b) memiliki mata (penglihatan) tetapi tidak dipergunakan untuk melihat kekuasaan Allah; (c) memiliki telinga (pendengaran) tapi tidak dipergunakan untuk mendengarkan ayat ayat Allah.  Berdasarkan uraian tentang navigasi untuk masuk neraka, ternyata syarat untuk masuk ke dalam neraka cukup mudah dan murah, jika kita menghendakinya.

 

6.    Adanya CCTV Allah SWT. Rambu kehidupan yang keenam adalah adanya system CCTV yang sangat canggih yang dimiliki oleh Allah SWT sehingga setiap amal perbuatan, baik ataupun buruk, pasti dicatat dengan baik dan benar dan pasti dibalas oleh Allah SWT secara adil dan bermartabat tanpa melihat latar belakang seseorang. Hal ini dikarenakan Allah SWT memiliki seluruh catatan amal perbuatan seseorang  melalui system yang sangat canggih di mana setiap orang memiliki satu perangkat lunak berupa sebuah “black box” penyimpan data data kehidupan manusia sejak ia lahir sampai dengan ia meninggal dan mungkin akan terus berfungsi sampai dengan hari berhisab tiba.

 

Sistem pengawasan Allah SWT yang didukung system CCTV yang sangat canggih  dinakhodai oleh Malaikat Raqib dan Malaikat Atid. Malaikat ini akan bertugas mencatat segala apa yang dilakukan oleh setiap manusia dan apa yang dicatat melalui sistem CCTV tersebut tidak bisa diintervensi oleh siapapun juga dan sistem itu mampu diputar ulang kelak saat hari berhisab tiba, untuk memperlihatkan kembali semua perbuatan manusia secara individual baik kebaikan maupun keburukan yang dilakukannya. Adanya sistem pengawasan yang seperti ini, maka setiap amal perbuatan baik yang memenuhi kriteria kebaikan atau memenuhi kriteria keburukan, tidak akan luput dari pemantauan system ini. Jadi mau kemana lagi kita bersembunyi jika kita sudah dikelilingi dengan system yang canggih ini. Tidakkah kita mengetahuinya!

 

Selain itu, Allah SWT juga memiliki ketentuan tersendiri  tentang pahala ataupun kejahatan (dosa) sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 123-124 berikut ini: “(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (surat An Nisaa' (4) ayat 123-124)

 

[353] Mu di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula yang mengartikan kaum musyrikin. Maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah menuruti angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.

 

Berdasarkan ketentuan ayat di atas, manusia bukanlah penentu kriteria dari pahala ataupun dosa juga bukan pula yang menentukan kriteria dari kebaikan ataupun kejahatan, melainkan Allah SWT lah yang berhak menentukan kriteria dasar dari ketentuan pahala ataupun dosa, atau kriteria kebaikan atau kejahatan (keburukan). Manusia hanya obyek yang harus melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

 

7.  Bersujud dan Bertasbih Apa Yang Ada di Langit dan di Bumi. Rambu kehidupan yang ke tujuh adalah bersujudnya apa apa yang ada di langit dan di bumi seperti matahari, bulan, bintang, gunung, pohon, binatang dan hanya sebahagian manusia,  sebagaimana tertuang dalam surat Al Hajj (22) ayat 18 yang kami kemukakan berikut ini: Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (surat Al Hajj (22) ayat 18).”

 

Adanya rambu kehidupan ini, maka setiap manusia wajib menjadikan hal ini sebagai cermin kehidupan karena ada makhluk lain selain manusia yang mampu sujud kepada Allah SWT, tunduk patuh kepada Allah SWT.

 

Dan jika makhluk lain bisa seperti itu, lalu bagaimana dengan diri kita yang telah diangkat sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi?  Jika diri kita termasuk orang yang tahu diri maka kita harus pula sujud kepada Allah SWT, patuh dan taat kepada Allah SWT melebihi makhluk lainnya sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hajj (22) ayat 18 di atas, dikarenakan diri kita adalah hambaNya yang juga khalifah. Akan tetapi jika sampai diri kita tidak mau sujud kepada Allah SWT atau tidak mau patuh dan taat kepada Allah SWT berarti kita memang tidak pantas menyandang status sebagai khalifah Allah SWT dan juga makhluk yang terhormat.

 

Di lain sisi, berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 1 berikut ini: semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” dikemukakan bahwa semua yang ada di langit dan yang ada di muka bumi,  bertasbih kepada Allah SWT dengan menyatakan kebesaran Allah SWT dengan menyatakan kebesaran Allah SWT . Jika sampai diri kita yang sudah diangkat menjadi khalifah di muka dan yang sedang menumpang di muka bumi ini tidak mau bertasbih kepada Allah SWT berarti diri kita lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan binatang, tumbuhan, air, udara, gunung dan lain sebagainya. Sudahkah kita menyadarinya!

 

Untuk itu perhatikanlah dengan seksama firman Allah SWT berikut ini: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (surat Al Israa’ (17) ayat 44).” Allah SWT mengemukakan bahwa tasbihnya makhluk yang ada di alam semesta ini, bentuk dan caranya tidak pernah diketahui oleh manusia. Sebagai contoh nyata, kita bisa tahu kicauan burung berdasarkan bunyi kicaunya, jika kicaunya seperti ini maka itu kicau burung kenari dan jika kicaunya seperti itu maka itu adalah kicau burung cucak rawa. Namun tahukah kita, isi dari dari kicau (isi dari nyanyian) burung itu? Itulah salah satu hal yang dimaksud dalam ayat di atas “la tafqahuna” kita tidak mengerti tasbih mereka. 

 

8.    Siang Malam Bukanlah Proses Alam. Sekarang kami ingin mengajak jamaah sekalian untuk merenungkan apa yang Allah SWT kemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar matahari  kepadamu? Apakah kamu tidak mendengar?” (surat Al Qassas (28) ayat 71)”.  Berdasarkan ayat di atas ini, Allah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, apa pendapatmu jika malam terus menerus terjadi sampai hari kiamat, lalu siapakah yang bisa mendatangkan sinar matahari (untuk mempergilirkan malam dengan siang)? Sebuah pertanyaan yang tidak biasa yang patut kita renungkan. Bisa kita bayangkan betapa susah dan menderitanya hidup dalam suasana gelap gulita. Tidak ada yang bisa kita jadikan pedoman, tidak ada kepastian, semuanya tidak menentu karena semuanya tidak bisa dilihat dan sama gelapnya. Segala aktifitas manusia terhalang oleh gelapnya lingkungan.

 

Lalu Allah SWT mengemukakan sebuah pertanyaan, “Afala tasma’un (a)”, apakah kamu tidak mendengar? Di tengah kondisi gelap gulita tentu kita akan bertanya tanya tentang adanya pertanyaan ini,  ada apa sebenarnya? Saat semua gelap gulita adalah menjadi sesuatu yang wajar dan memang seharusnya terjadi pertanyaan ini karena dalam posisi gelap gulita tanpa cahaya, fungsi pendengaranlah yang harus kita pergunakan secara maksimal. Maksimalnya fungsi pendengaran akan memudahkan diri kita melaksanakan sesuatu aktifitas dan  juga dengan adanya fungsi pendengaran bisa kita jadikan acuan dan bimbingan agar diri kita tidak salah dalam berbuat dan bertindak.  Apalagi fungsi pendengaran yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita tidak mengenal dan tidak membutuhkan cahaya untuk bisa mendengarkan sesuatu. Jadi jangan sia siakan fungsi pendengaran ini! 

 

Berikutnya Allah SWT berfirman:Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu sebagai waktu istirahatmu? Apakah kamu tidak memperhatikan?” (surat Al Qassas (28) ayat 72) . Berdasarkan ayat di atas ini, Allah SWT bertanya kembali kepada Nabi Muhammad SAW, dengan pertanyaan apa pendapatmu jika siang itu terus menerus sampai hari Kiamat, lalu siapakah yang akan mendatangkan malam sebagai waktu istirahat? Sebuah pertanyaan berat yang tidak bisa kita jawab begitu saja, tidak terbayangkan hidup tanpa pernah memiliki waktu istirahat, mata tidak bisa dipejamkan karena tidak ada rasa kantuk. Hidup hanya untuk bekerja, bekerja dan bekerja tanpa pernah tahu kapan istirahatnya dan kapan beribadahnya.

 

Lalu Allah SWT mengajukan sebuah pertanyaan, “Afala tubsirun(a)” apakah kamu tidak memperhatikan? Di tengah kondisi terang benderang Allah SWT mengajukan pertanyaan yang berbeda saat segalanya gelap gulita, ada apa sebenarnya? Saat semua terang benderang maka fungsi pendengaran dan juga fungsi penglihatan bisa dipergunakan dengan baik. Namun demikian, agar kedua fungsi pendengaran dan penglihatan bisa melaksakan fungsi memperhatikan dan merenungkan sesuatu, maka kedua fungsi ini harus dipergunakan dan didayagunakan secara bersamaan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan fungsi pendengaran dengan mengabaikan fungsi penglihatan, demikian pula sebaliknya.Kita tidak bisa hanya berpedoman kepada fungsi penglihatan dengan mengabaikan fungsi pendengaran (maksudnya menerima informasi yang baik dan benar dari pihak manapun).

 

Sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah yang membutuhkan malam untuk beristirahat dan siang untuk berusaha dan bekerja mencari keridhaan Allah SWT secara konstan, perhatikanlah dengan seksama apa yang dikemukakan oleh Allah SWT berikut ini: Dan adalah karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu  malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebahagian karuniaNya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadaNya. (surat Al Qassas (28) ayat 73).” Berdasarkan surat Al Qassas (28) ayat 73 di atas, keberadaan malam dan siang merupakan bukti kasih sayang Allah SWT kepada umat manusia, dimana kasih sayang Allah SWT ini tidak boleh bertepuk sebelah tangan, untuk itu maka kita harus melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh Allah SWT yaitu dengan melakukan syukur kepadaNya bukan dengan ucapan “hamdallah” melainkan dengan karya nyata untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara serta mampu dirasakan pula oleh generasi yang datang di kemudian hari. Sudahkah kita menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah SWT dengan berani membayar mahal melalui karya karya nyata?

 

Di lain sisi, terjadinya pertukaran malam dan siang silih berganti merupakan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran serta kekuasaan Allah SWT bagi orang yang berakal dan juga bagi orang yang bertaqwa, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (surat Ali Imran (3) ayat 190).” Dan juga sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.” (surat Yunus (10) ayat 6). Adanya prasyarat yang dikemukakan oleh Allah SWT tentang silih bergantinya siang dan malam di atas, menunjukkan kepada diri kita hanya orang orang yang berakal dan hanya orang orang yang bertaqwa yang mampu menyatakan bahwa adanya siang dan malam merupakan adalah tanda tanda kebesaran dan kemahaan serta merupakan kekuasaan Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan orang yang tidak memenuhi kriteria di atas? Adanya perbedaan kriteria akan menghasilkan pernyataan yang berbeda pula. Orang yang tidak memenuhi kriteria di atas akan menyatakan silih bergantinya malam dan siang adalah proses alam.

 

Selain dari itu, silih bergantinya siang dengan malam akan melahirkan apa yang dinamakan dengan waktu. Lahirnya waktu akan memudahkan diri kita melaksanakan ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT. Dimana ibadah ibadah itu sangat berhubungan erat dengan waktu. Mendirikan shalat lima waktu terikat dengan waktu, melaksanakan puasa Ramadhan terikat dengan waktu, menunaikan Zakat terikat dengan waktu (dalam hal ini haul), melaksanakan ibadah Haji juga terikat dengan waktu seperti Wukuf di Arafah, mabid di Muzdalifah, melontar Jumroh, serta berkurban.  Sekarang apa jadinya jika Allah SWT tidak mempergantikan siang dan malam? Dapat dipastikan kita akan susah untuk melaksanakan ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT. 

 

Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti kita akan berhadapan dengan waktu waktu untuk beribadah. Dimana waktu waktu ibadah tidak bisa terlepas dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT serta Allah SWT bersama dengan waktu tersebut. Untuk itu sadarilah sejak saat ini juga bahwa pada saat diri kita melaksanakan atau menunaikan ibadah selalu berada di dalam waktu yang Allah SWT miliki lalu apakah kita akan menyianyiakan ibadah dengan berlaku tergesa gesa, terburu buru serta tanpa kekhusyuan? Alangkah ruginya jika kita tidak mampu beribadah sesuai dengan kehendak Allah SWT pada waktu untuk beridah hanya ada pada sisa usia kita. 

 

Bicara waktu, maka kita akan berhadapan dengan ketentuan tentang waktu yang menyatakan waktu adalah uang (maksudnya waktu sangat berharga laksana uang) dan jika kita termasuk orang yang berakal maka kita harus mengetahui dan menyadari bahwa kehidupan dunia tidak digunakan untuk bersenang senang. Oleh karena itu kita harus berhati hati dalam mempergunakan dan memanfaatkan waktu dalam setiap kesempatan. Ingat, di dalam ketentuan waktu juga berlaku ketentuan “waktu tidak bisa diputar ulang serta menyesal adanya di kemudian hari”. Jika kita termasuk orang yang beriman dan beramal shaleh maka kita harus memanfaatkan waktu karena yang singkat adalah waktu. 

 

Hal yang harus pula kita ketahui dengan kesadaran yang tinggi adalah waktu adalah harta yang paling berharga saat kita hidup di dunia ini. Hal ini dikarenakan hanya di dalam waktu yang tersisalah kita bisa melakukan apa apa yang dikehendaki Allah SWT dan hanya di dalam waktu itupula kita bisa menikmati apa yang dinamakan dengan harta kekayaan, kesenangan dunia serta merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT dan juga bisa berbuat kebaikan. Jangan sampai kita lalai saat masih berusia muda serta menyesal di hari tua akibat tidak bisa memanfaatkan waktu. Menyesal dan penyesalan tidak ada gunanya jika waktu telah berlalu karena jika waktu habis berarti selesai sudah hidup kita di dunia ini. Ayo segera manfaatkan waktu itu sebelum diri kita ditinggalkan oleh sang waktu. Tidakkah hal ini mampu menjadikan diri kita menjadi orang orang yang sangat memperhatikan waktu dengan tidak membuang buang waktu karena waktu tidak bisa diperjualbelikan!.

 

9.   Adanya Syaitan sebagai musuh abadi. Rambu ke sembilan yang dikemukakan dalam AlQuran adalah setiap manusia, siapapun orangnya, wajib bermusuhan dengan iblis berserta sekutunya. Hal ini sebagaimana tertuang dalam surat Thaahaa (20) ayat 117 berikut ini: “Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.” Adanya ketentuan ini maka kita harus melaksanakannya sebaik mungkin ketentuan, sekarang bagaimana jika diri kita justru menjadikan Iblis beserta sekutunya sebagai teman, sebagai atasan, sebagai pimpinan, sebagai konsultan? Jika sampai diri kita keluar dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berarti kita telah siap untuk di ajak pulang kampung ke Neraka Jahannam. Allah SWT telah menetapkan adanya musuh atau permusuhan di antara manusia dengan syaitan, hal ini untuk menegaskan bahwa hidup adalah permainan, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Dan kehidupan ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang orang yang bertaqwa. Tidakkah kamu mengerti? (surat Al An’am (6) ayat 32). Hidup sebagai sebuah permainan maka hidup harus memiliki musuh atau memiliki tantangan untuk mengalahkan musuh. Dan yang harus menjadi pengetahuan kita tentang permainan adalah inti dari permainan adalah menjadikan diri kita pemenang, bukan menjadi pecundang, sehingga kita mampu mengalahkan musuh abadi, yaitu syaitan. Tidakkah kita mengerti!

 

10. Berlindung hanya kepada Allah SWT semata. Rambu ke sepuluh adalah jangan pernah berlindung atau mengambil pelindung selain daripada Allah SWT sebagaimana termaktub dalam Al Ankabuut (29) ayat 41 berikut ini: perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” Jika kita mengambil pelindung kepada selain Allah SWT berarti kita telah berlindung kepada sesuatu (rumah) yang paling lemah yang ada di muka bumi, yaitu sarang laba laba. Sudahkah kita mengetahuinya!

 

11. Jangan mengangap dan menilai diri sendiri bersih. Rambu kehidupan berikutnya yang tertuang dalam AlQuran adalah kita tidak diperkenankan untuk menilai diri sendiri dan/atau menyatakan keadaan diri sendiri, sebagaimana tertuang dalam surat An Nisaa' (4) ayat 49) berikut ini: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?[308]. sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.”

 

[308] Yang dimaksud di sini ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap diri mereka bersih. Lihat surat Al Baqarah ayat 80 dan ayat 111 dan surat Al Maa-idah ayat 18.

 

Allah SWT tidak memperkenankan diri kita untuk menyatakan dan menganggap diri sendiri bersih, menganggap diri mampu, menganggap diri hebat karena adanya faktor keturunan ataupun karena adanya faktor jabatan atau kekuasaan, atau adanya factor kedekatan, atau adanya kekayaan dan lain sebagainya. Dan jika ini yang terjadi  kepada diri kita maka secara otomatis kita telah menyatakan bahwa orang lain kotor, orang lain buruk dan tidak mampu serta menyatakan orang lain lemah, dan seterusnya. Padahal hak untuk menilai atau hak untuk menentukan seseorang itu baik atau buruk ada pada Allah SWT, bukan pada diri manusia.  

 

12. Tidak ada Nabi Baru Setelah Nabi Muhammad SAW Tiada.  Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi. Adanya kondisi ini berarti setelah Nabi Muhammad SAW meninggal dunia tidak akan ada lagi nabi baru atau rasul baru di muka bumi ini sehingga tidak akan ada pula wahyu baru yang akan disampaikan oleh Malaikat Jibril as. Sekarang jika ada orang yang mengaku-ngaku nabi baru ataupun rasul baru setelah Nabi Muhammad SAW tiada berarti orang tersebut telah menantang Allah SWT selaku tuan rumah di langit dan di bumi yang dimiliki dan diciptan oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 40 berikut ini: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang  laki-laki di antara kamu[1223]., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

 

[1223] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah s.a.w.

 

13. Adanya Perintah Berbakti Kepada Orang Tua/Mertua. Allah SWT juga telah memberikan rambu rambu kehidupan yang lain yakni wajib berbakti kepada orang tua (mertua), sebagaiman termaktub dalam firmanNya berikut ini: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak anak yatim, orang orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. (surat An Nisaa’ (4) ayat 36).” Ayat ini dipertegas pula dengan hadits sebagaimana berikut ini:  Anas ra, berkata Nabi Saw bersabda, Allah ta'ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Musa! Coba tidak karena mereka yang mengucapkan Syahadat " Laailaha Illa Allah" niscaya Ku-timpakan "Jahannam' di atas dunia. Wahai Musa! Coba tidak karena mereka yang bersembah kepada-Ku tidaklah Aku lepaskan mereka yang bermaksiat sekejab matapun. Wahai Musa! Sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada-Ku adalah makhluk yang termulia dalam pandangan-Ku. Wahai Musa! Sesungguhnya sepatah kata dari seorang yang durhaka (terhadap kedua orang tuanya) adalah sama beratnya dengan seluruh pasir bumi. Bertanya Nabi Musa: "Siapakah orang yang durhaka itu ya Tuhan-Ku?" ialah orang yang berkata kepada kedua orang tuanya: "Tidak-tidak" ketika di panggil.(Hadits Qudsi Riwayat Abu Nu'aim; 272:225)

 

Inilah 13 (tiga belas) rambu rambu kehidupan yang dapat kita jadikan sebagai alat navigasi bagi diri kita saat hidup di muka bumi ini, yang kesemuanya harus kita laksanakan sebaik mungkin sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar