G. ALQURAN ADALAH RAMBU
RAMBU KEHIDUPAN (NAVIGASI KEHIDUPAN).
Hidup adalah sebuah perjalanan hidup yang dimulai dari kelahiran
seseorang ke muka bumi untuk menuju ke gerbang kematian yang dibatasi oleh
waktu tertentu, dalam hal ini adalah usia seseorang. Agar arah perjalanan hidup
yang terbatas waktunya dan juga sesuai dengan kehendak pemberi hidup, maka kita
sangat membutuhkan apa yang dinamakan dengan alat navigasi sebagai penunjuk
arah untuk mencapai tujuan. Ini berarti apabila kita ingin sampai tujuan, dalam
hal ini adalah syurga, maka kita tidak
bisa seenaknya saja bertindak dan berbuat sesuatu di muka bumi ini tanpa
menghiraukan ketentuan-ketentuan yang berlaku di muka bumi. Berikut ini akan
kami kemukakan beberapa rambu rambu kehidupan yang harus kita taati saat hidup
di muka bumi ini, yaitu:
1. Diinul Islam adalah Agama Yang Haq. Rambu kehidupan yang pertama adalah AlQuran telah menginformasikan bahwa
Diinul Islam adalah satu-satunya Agama yang Haq di muka bumi ini, selain Diinul
Islam ditolak. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada
berselisih orang-orang yang telah diberi AlKitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya. (surat Ali Imran (3) ayat 19).” Kemudian, apa yang dikemukan dalam
surat Ali Imran (3) ayat 19 di atas dipertegas dengan ketentuan surat Ali Imran
(3) ayat 85 berikut ini: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang
yang rugi.” Jika
kita mencari agama selaian agama Islam, maka di akhirat kelak akan termasuk
orang orang yang merugi.
Diinul Islam sebagai konsep ilahiah yang berasal
langsung dari Allah SWT bukanlah sesuatu hal untuk kepentingan Allah SWT
melainkan untuk kepentingan untuk umat manusia, sepanjang umat manusia mau
memeluknya sebagai agama yang haq. Diinul Islam terdiri dari tiga ketentuan
dasar, yaitu adanya Rukun Iman, adanya Rukun Islam dan adanya ibadah Ikhsan
yang harus dilaksanakan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dengan
yang lainnya, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Wahai orang orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah langkah setan. Sungguh, ia musuh
yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 208).”
Selain daripada itu, di dalam AlQuran juga terdapat
rambu rambu kehidupan yang berfungsi sebagai alat navigasi kehidupan, yaitu
berupa adanya rambu rambu larangan dan juga adanya rambu rambu perintah, yang
mana keduanya merupakan bentuk sayang-Nya Allah SWT kepada umat manusia. Allah
SWT menetapkan adanya larangan karena dibalik larangan ada sesuatu yang kurang
baik (berbahaya lagi tidak menguntungkan) bagi umat manusia, sedangkan dibalik
adanya perintah yang telah diperintahkan, ada sesuatu yang sangat baik lagi
menguntungkan bagi umat manusia.
2. Mengabdi, Menyembah, Beribadah Hanya Kepada Allah SWT semata. Rambu kehidupan yang ke dua adalah memerintahkan kepada diri kita untuk
mengabdi hanya kepada Allah SWT semata sehingga yang ada pada diri kita
hanyalah ikhlas berbuat karena Allah SWT tanpa ada maksud tertentu dihadapan
manusia, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (AlQuran) dengan (membawa)
kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (surat Az Zumar (39) ayat
2).” Kemudian ketentuan di atas ini, dipertegas melalui
surat Adz Dzariyat (51) ayat 56 sebagaimana berikut ini: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepadaKu. (surat Adz Dzariyat (51) ayat 56). Adanya
ketentuan ini maka kita tidak diperkenankan sama sekali untuk beribadah,
mengabdi, berbuat sesuatu untuk dan kepada selain Allah SWT. Hal ini menjadi
penting kita pahami karena rambu kehidupan ini sudah sangat jelas dikemukakan
oleh Allah SWT dan wajib kita laksanakan dengan sebaik baiknya.
3. Adanya Tata Cara Bermuamalah. Rambu kehidupan yang ketiga yang harus kita jadikan navigasi kehidupan
adalah adanya tata cara bermuamalah yang mengatur tentang sikap dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan juga mengatur hak dan kewajiban
dengan sesama umat manusia seperti jual beli, sewa menyewa dan lainnya sehingga
dengan adanya ketentuan ini terciptalah ketentraman dan ketertiban serta
memudahkan manusia di dalam beraktifitas, sebagaimana firman Allah SWT berikut
ini: “Hai orang orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 29).” Selain daripada iti, Allah SWT juga
mengatur etika ketika berhadapan dengan ahli kitab, atau orang yang berbeda
keyakinan, harus dilakukan dengan cara yang laing baik, hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Ankabuut (29) ayat 46 berikut ini: “dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan
Katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada
Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami
hanya kepada-Nya berserah diri”. (surat Al Ankabuut (29) ayat 46)
[1154] Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim Ialah: orang-orang
yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan
penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan
membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.
Adanya panduan bermuamalah yang telah diatur oleh
Allah SWT di dalam AlQuran menunjukkan bahwa Allah SWT menghendaki adanya
keteraturan, adanya pembagian tugas, adanya keadilan, adanya kebersamaan bagi
masyarakat sehingga terciptalah kehidupan yang saling hormat menghormati dan
saling tolong menolong dalam kebaikan di antara sesama umat manusia, yang pada
akhirnya terjadilah kehidupan yang menunjukkan “tata tenterem gemah ripah loh jinawi”. Sudahkah kita menyadarinya!
Tata cara hidup di muka bumi ini, telah diatur
sedemikian rupa oleh pencipta dan pemilikNya, yang mana kesemuanya bukan untuk
kemaslahatan dan kepentingan Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam surat An
Nisaa’ (4) ayat 127 berikut ini: “dan mereka minta fatwa kepadamu tentang
Para wanita. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa
yang dibacakan kepadamu dalam AlQuran [354] (juga memfatwakan) tentang Para
wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa[355] yang ditetapkan
untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka[356] dan tentang anak-anak
yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus
anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.”
[354]
Lihat surat An Nisaa’ ayat 2 dan 3
[355]
Maksudnya Ialah: pusaka dan maskawin.
[356]
Menurut adat Arab Jahiliyah seorang Wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam
asuhannya dan berkuasa akan hartanya. Jika wanita yatim itu cantik dikawini dan
diambil hartanya. Jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan
laki-laki yang lain supaya Dia tetap dapat menguasai hartanya. Kebiasaan di
atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.
Adanya tata cara bermuamalah untuk kebaikan, untuk
kemaslahatan, untuk keberlang sungan para penghuni yang ada di muka bumi ini
yang tidak hanya ada manusia saja, melainkan ada hewan dan juga ada tumbuhan,
ada udara, dan juga ada air yang kesemuanya sudah diatur oleh Allah SWT dalam
suatu kebersamaan, dalam suatu keharmonisan yang jika terlanggar akan terjadi
bencana yang mengakibatkan kesusahan dan kerugian bagi umat manusia. Maka
pahamilah hal ini.
4. Adanya Peringatan bahwa Hidup Di dunia Hanya Sementara. Rambu kehidupan yang ke empat adalah Allah SWT selaku pencipta dan
pemiliki hidup dan kehidupan telah mengingatkan kepada diri kita bahwa hidup di
muka bumi tidak selamanya, ada batasnya, sehingga setiap manusia pasti akan
mengalami kematian yaitu saat dipisahkannya ruh dengan jasmani sebab kematian
adalah gerbang untuk menuju kehidupan akhirat, sebagaimana firmanNya berikut
ini: “orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di
akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang
Muslim.biarkanlah mereka (di dunia ini) Makan dan bersenang-senang dan
dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat
perbuatan mereka).dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada
baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan.tidak ada suatu umatpun yang dapat
mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (Nya). (surat Al Hijr (15) ayat
2-3-4-5)
Adanya pembatasan waktu
hidup di dunia, atau adanya pembatasan usia hidup manusia di muka bumi ini
mengharuskan diri kita untuk memiliki manajemen waktu sebagaimana pesan yang
pernah dikemukakan oleh Baginda Rasulullah SAW berikut ini: “Manfaatkanlah lima perkara sebelum kamu
kedatangan lima perkara (demi untuk meraih keselamatan dunia dan akhirat),
yakni: masa mudamu sebelum datang masa tuamu; sehatmu sebelum datang sakitmu;
masa kayamu sebelum datang faqirmu; waktu luangmu sebelum waktu sibukmu; masa
hidupmu sebelum datang kematianmu.” Apakah rambu kehidupan ini yang
berfungsi sebagai alat navigasi kehidupan sudah hilang maknanya hari ini! Dan
jangan sampai saat usia sudah sampai di persimpangan jalan, baru kita menyadari
kesalahan, keburukan, perilaku tidak terpuji yang begitu banyak telah kita
lakukan.
Untuk itu berhati
hatilah di dalam memanfaatkan waktu, apalagi waktu tidak bisa diputar ulang,
tidak bisa ditambah dan tidak bisa dikurangi oleh siapapun juga serta waktu
tidak bisa diperjualbelikan oleh siapapun juga. Dan dengan adanya waktu yang
terbatas seharusnya menjadikan diri kita selalu mawas diri karena kehidupan
setelah kematian perjalanannya masih sangat panjang dan membutuhkan bekal yang
banyak. Jika kita tidak mampu memahaminya akan sia sialah hidup yang singkat
ini karena tidak mampu memberikan kontribusi untuk perjalanan panjang di
akhirat kelak. Akhirnya ada baiknya kita berpegang kepada konsep kehidupan yang
menyatakan bahwa hidup sekali seharusnya berarti lalu mati. Ayo segera miliki
konsep manajemen waktu sekarang juga, jangan sampai menyesal di kemudian hari.
5. Adanya Syurga dan Neraka
sebagai Tempat Kembali Manusia. Rambu kehidupan yang ke lima yang dikemukakan
oleh Allah SWT dalam AlQuran adalah adanya syurga dan adanya neraka sebagai
tempat kembali manusia. Syurga dan neraka sebagai tempat kembali manusia kelak
merupakan hak prerogratif Allah SWT. Jika seseorang telah diputuskan masuk
neraka maka ia harus masuk neraka, dan jika seseorang telah diputuskan untuk
masuk syurga maka ia pasti masuk syurga, tanpa ada yang bisa mencegahnya.
Adanya ketentuan tempat kembali berupa syurga maupun neraka berarti baik syurga
dan neraka memiliki syarat dan ketentuan tertentu untuk bisa memasukinya. Tidak
bisa sembarang orang bisa masuk ke syurga dan juga tidak sembarangan orang yang
bisa masuk ke neraka, karena baik syurga maupun neraka memiliki aturan main sendiri
sendiri yang berlainan kualifikasinya.
Allah
SWT menciptakan syurga sebagai tempat kembali orang-orang yang beriman. Adapun
syurga yang diciptakan Allah tersebut bertingkat tingkat di mana yang paling
tinggi dan paling utama adalah syurga Firdaus. Dari Anas bin Malik ra, Nabi
Muhammad saw bersabda, "Firdaus adalah surga yang paling
tinggi, yang paling bagus, dan yang paling afdal (utama)." (Hadits Riwayat
Ath Thirmidzi). Jika demikian, kita sebagai manusia pasti berharap akan
menjadi salah satu yang terpilih menjadi penghuni syurga Firdaus. Untuk bisa
mewujudkan hal itu, Allah SWT pada dasarnya telah memberikan bocoran informasi
tentang siapa saja yang berhak masuk syurga tertinggi itu.
Dalam
surat Al-Mu'minun (23) ayat 1 sampai 11 Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam
sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang
mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya, mereka
itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga
Firdaus, mereka kekal di dalamnya."
Berdasarkan
ayat di atas, dikatakan bahwa ada tujuh golongan manusia yang berhak mewarisi (menjadi
calon penghuni) dari syurga Firdaus, yaitu: (a)
Orang yang khusyuk dalam shalatnya; (b) Orang-orang yang menjauhkan diri dari
perbuatan tidak berguna; (c) Orang-orang yang menunaikan zakat; (d) Orang-orang
yang menjaga kemaluannya dari perbuatan keji dan zina; (e) Orang-orang yang
menahan pandangannya; (f) Orang-orang yang mampu menjaga amanah dan janji yang
telah dipikulnya; (g) Orang-orang yang memelihara shalatnya. Sebagai abd’ (hamba)
yang juga khalifah di muka bumi, pastikan diri kita termasuk salah satu orang
yang termasuk dalam tujuh golongan calon penghuni syurga Firdaus di atas ini.
Lalu,
adakah syarat tertentu yang saat ini berlaku untuk masuk ke dalam neraka? Untuk
masuk neraka atau untuk menjadi calon penghuni neraka, ada syarat dan
ketentuannya. Salah satu syarat masuk ke dalam neraka telah dikemukakan oleh
Allah STW dalam surat Al Maaidah (5) ayat 59, 60) berikut ini: “Katakanlah:
“Hai ahli Kitab, Apakah kamu memandang Kami salah, hanya lantaran Kami beriman
kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada Kami dan kepada apa yang
diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang
yang Fasik ? Katakanlah: “Apakah akan
aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari
(orang-orang fasik) itu disisi Allah, Yaitu orang-orang yang dikutuki dan
dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi[424] dan
(orang yang) menyembah thaghut?”. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih
tersesat dari jalan yang lurus. (surat Al Maa-idah (5) ayat 59-60)
[424] Yang dimaksud disini Ialah:
orang-orang Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu (Lihat surat Al Baqarah
ayat 65).
Syarat
dan cara termudah untuk bisa pulang kampung ke neraka adalah cukup dengan
berbuat fasik sebanyak banyak, sembahlah thagut, persekutui Allah dengan
sesuatu, lalu salahkan AlQuran dengan tidak mau menerima kebenaran AlQuran.
Lalu apakah hanya itu saja syarat dan ketentuan yang berlaku untuk masuk
neraka? Syarat dan ketentuan untuk masuk neraka ada pada firman Allah SWT
berikut ini: “Dan Sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat ayat Allah), dan mereka memiliki
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda tanda kekuasaan
Allah), dan mereka memiliki telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengarkan (ayat ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang orang yang
lengah. (surat Al A’raaf (7) ayat 179). Berdasarkan
ketentuan surat Al A’raaf (7) ayat 179 di atas ini, telah diatur syarat dan
ketentuan untuk masuk neraka oleh Allah SWT yaitu: (a) memiliki hati (perasaan) lalu tidak dipergunakan untuk memahami
ayat ayat Allah; (b) memiliki mata (penglihatan) tetapi tidak dipergunakan
untuk melihat kekuasaan Allah; (c) memiliki telinga (pendengaran) tapi tidak
dipergunakan untuk mendengarkan ayat ayat Allah. Berdasarkan uraian tentang navigasi untuk
masuk neraka, ternyata syarat untuk masuk ke dalam neraka cukup mudah dan murah,
jika kita menghendakinya.
6. Adanya CCTV Allah SWT. Rambu kehidupan
yang keenam adalah adanya system CCTV yang sangat canggih yang dimiliki oleh
Allah SWT sehingga setiap amal perbuatan, baik ataupun buruk, pasti dicatat
dengan baik dan benar dan pasti dibalas oleh Allah SWT secara adil dan
bermartabat tanpa melihat latar belakang seseorang. Hal ini dikarenakan Allah
SWT memiliki seluruh catatan amal perbuatan seseorang melalui system yang sangat canggih di mana
setiap orang memiliki satu perangkat lunak berupa sebuah “black box” penyimpan
data data kehidupan manusia sejak ia lahir sampai dengan ia meninggal dan
mungkin akan terus berfungsi sampai dengan hari berhisab tiba.
Sistem
pengawasan Allah SWT yang didukung system CCTV yang sangat canggih dinakhodai oleh Malaikat Raqib dan Malaikat
Atid. Malaikat ini akan bertugas mencatat segala apa yang dilakukan oleh setiap
manusia dan apa yang dicatat melalui sistem CCTV tersebut tidak bisa
diintervensi oleh siapapun juga dan sistem itu mampu diputar ulang kelak saat
hari berhisab tiba, untuk memperlihatkan kembali semua perbuatan manusia secara
individual baik kebaikan maupun keburukan yang dilakukannya. Adanya sistem
pengawasan yang seperti ini, maka setiap amal perbuatan baik yang memenuhi
kriteria kebaikan atau memenuhi kriteria keburukan, tidak akan luput dari
pemantauan system ini. Jadi mau kemana lagi kita bersembunyi jika kita sudah
dikelilingi dengan system yang canggih ini. Tidakkah kita mengetahuinya!
Selain itu, Allah SWT juga memiliki ketentuan
tersendiri tentang pahala ataupun
kejahatan (dosa) sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 123-124
berikut ini: “(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut
angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab.
Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan
kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya
selain dari Allah. Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam
surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (surat An Nisaa' (4) ayat
123-124)
[353] Mu di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula
yang mengartikan kaum musyrikin. Maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah
menuruti angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama.
Berdasarkan
ketentuan ayat di atas, manusia bukanlah penentu kriteria dari pahala ataupun
dosa juga bukan pula yang menentukan kriteria dari kebaikan ataupun kejahatan,
melainkan Allah SWT lah yang berhak menentukan kriteria dasar dari ketentuan
pahala ataupun dosa, atau kriteria kebaikan atau kejahatan (keburukan). Manusia
hanya obyek yang harus melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT.
7. Bersujud dan Bertasbih Apa
Yang Ada di Langit dan di Bumi. Rambu kehidupan yang ke tujuh adalah bersujudnya
apa apa yang ada di langit dan di bumi seperti matahari, bulan, bintang,
gunung, pohon, binatang dan hanya sebahagian manusia, sebagaimana tertuang dalam surat Al Hajj (22)
ayat 18 yang kami kemukakan berikut ini: Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah
bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung,
pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada
manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan
Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya.
Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (surat Al Hajj (22) ayat 18).”
Adanya
rambu kehidupan ini, maka setiap manusia wajib menjadikan hal ini sebagai
cermin kehidupan karena ada makhluk lain selain manusia yang mampu sujud kepada
Allah SWT, tunduk patuh kepada Allah SWT.
Dan
jika makhluk lain bisa seperti itu, lalu bagaimana dengan diri kita yang telah
diangkat sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi? Jika diri kita termasuk orang yang tahu diri
maka kita harus pula sujud kepada Allah SWT, patuh dan taat kepada Allah SWT
melebihi makhluk lainnya sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hajj (22) ayat
18 di atas, dikarenakan diri kita adalah hambaNya yang juga khalifah. Akan
tetapi jika sampai diri kita tidak mau sujud kepada Allah SWT atau tidak mau
patuh dan taat kepada Allah SWT berarti kita memang tidak pantas menyandang
status sebagai khalifah Allah SWT dan juga makhluk yang terhormat.
Di
lain sisi, berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 1 berikut ini: “semua yang
berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan
kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” dikemukakan bahwa
semua yang ada di langit dan yang ada di muka bumi, bertasbih kepada Allah SWT dengan menyatakan
kebesaran Allah SWT dengan menyatakan kebesaran Allah SWT . Jika sampai diri
kita yang sudah diangkat menjadi khalifah di muka dan yang sedang menumpang di
muka bumi ini tidak mau bertasbih kepada Allah SWT berarti diri kita lebih
rendah kedudukannya dibandingkan dengan binatang, tumbuhan, air, udara, gunung
dan lain sebagainya. Sudahkah kita menyadarinya!
Untuk
itu perhatikanlah dengan seksama firman Allah SWT berikut ini: “Langit
yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.Dan
tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu tidak
mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (surat Al
Israa’ (17) ayat 44).” Allah SWT mengemukakan bahwa tasbihnya makhluk
yang ada di alam semesta ini, bentuk dan caranya tidak pernah diketahui oleh
manusia. Sebagai contoh nyata, kita bisa tahu kicauan burung berdasarkan bunyi
kicaunya, jika kicaunya seperti ini maka itu kicau burung kenari dan jika
kicaunya seperti itu maka itu adalah kicau burung cucak rawa. Namun tahukah
kita, isi dari dari kicau (isi dari nyanyian) burung itu? Itulah salah satu hal
yang dimaksud dalam ayat di atas “la
tafqahuna” kita tidak mengerti tasbih mereka.
8. Siang Malam Bukanlah Proses
Alam. Sekarang
kami ingin mengajak jamaah sekalian untuk merenungkan apa yang Allah SWT
kemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana
pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari
Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar matahari kepadamu? Apakah kamu tidak mendengar?”
(surat Al Qassas (28) ayat 71)”. Berdasarkan ayat di atas ini, Allah bertanya
kepada Nabi Muhammad SAW, apa pendapatmu jika malam terus menerus terjadi
sampai hari kiamat, lalu siapakah yang bisa mendatangkan sinar matahari (untuk
mempergilirkan malam dengan siang)? Sebuah pertanyaan yang tidak biasa yang
patut kita renungkan. Bisa kita bayangkan betapa susah dan menderitanya hidup
dalam suasana gelap gulita. Tidak ada yang bisa kita jadikan pedoman, tidak ada
kepastian, semuanya tidak menentu karena semuanya tidak bisa dilihat dan sama
gelapnya. Segala aktifitas manusia terhalang oleh gelapnya lingkungan.
Lalu
Allah SWT mengemukakan sebuah pertanyaan, “Afala
tasma’un (a)”, apakah kamu tidak mendengar? Di tengah kondisi gelap gulita
tentu kita akan bertanya tanya tentang adanya pertanyaan ini, ada apa sebenarnya? Saat semua gelap gulita
adalah menjadi sesuatu yang wajar dan memang seharusnya terjadi pertanyaan ini
karena dalam posisi gelap gulita tanpa cahaya, fungsi pendengaranlah yang harus
kita pergunakan secara maksimal. Maksimalnya fungsi pendengaran akan memudahkan
diri kita melaksanakan sesuatu aktifitas dan
juga dengan adanya fungsi pendengaran bisa kita jadikan acuan dan
bimbingan agar diri kita tidak salah dalam berbuat dan bertindak. Apalagi fungsi pendengaran yang telah
diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita tidak mengenal dan tidak membutuhkan
cahaya untuk bisa mendengarkan sesuatu. Jadi jangan sia siakan fungsi
pendengaran ini!
Berikutnya
Allah SWT berfirman: “Katakanlah (Muhammad), “Bagaimana
pendapatmu, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari
Kiamat. Siapakah tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu
sebagai waktu istirahatmu? Apakah kamu tidak memperhatikan?” (surat Al Qassas
(28) ayat 72) . Berdasarkan ayat di atas ini, Allah SWT bertanya
kembali kepada Nabi Muhammad SAW, dengan pertanyaan apa pendapatmu jika siang
itu terus menerus sampai hari Kiamat, lalu siapakah yang akan mendatangkan
malam sebagai waktu istirahat? Sebuah pertanyaan berat yang tidak bisa kita
jawab begitu saja, tidak terbayangkan hidup tanpa pernah memiliki waktu
istirahat, mata tidak bisa dipejamkan karena tidak ada rasa kantuk. Hidup hanya
untuk bekerja, bekerja dan bekerja tanpa pernah tahu kapan istirahatnya dan
kapan beribadahnya.
Lalu
Allah SWT mengajukan sebuah pertanyaan, “Afala
tubsirun(a)” apakah kamu tidak memperhatikan? Di tengah kondisi terang
benderang Allah SWT mengajukan pertanyaan yang berbeda saat segalanya gelap
gulita, ada apa sebenarnya? Saat semua terang benderang maka fungsi pendengaran
dan juga fungsi penglihatan bisa dipergunakan dengan baik. Namun demikian, agar
kedua fungsi pendengaran dan penglihatan bisa melaksakan fungsi memperhatikan
dan merenungkan sesuatu, maka kedua fungsi ini harus dipergunakan dan
didayagunakan secara bersamaan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan fungsi
pendengaran dengan mengabaikan fungsi penglihatan, demikian pula
sebaliknya.Kita tidak bisa hanya berpedoman kepada fungsi penglihatan dengan
mengabaikan fungsi pendengaran (maksudnya menerima informasi yang baik dan
benar dari pihak manapun).
Sebagai abd’ (hamba)
yang juga khalifah yang membutuhkan malam untuk beristirahat dan siang untuk
berusaha dan bekerja mencari keridhaan Allah SWT secara konstan, perhatikanlah
dengan seksama apa yang dikemukakan oleh Allah SWT berikut ini: “Dan
adalah karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu
malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu
mencari sebahagian karuniaNya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur
kepadaNya. (surat Al Qassas (28) ayat 73).” Berdasarkan surat Al Qassas
(28) ayat 73 di atas, keberadaan malam dan siang merupakan bukti kasih sayang
Allah SWT kepada umat manusia, dimana kasih sayang Allah SWT ini tidak boleh
bertepuk sebelah tangan, untuk itu maka kita harus melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh Allah SWT yaitu dengan melakukan syukur kepadaNya bukan dengan
ucapan “hamdallah” melainkan dengan
karya nyata untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara serta
mampu dirasakan pula oleh generasi yang datang di kemudian hari. Sudahkah kita
menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah SWT dengan berani membayar mahal
melalui karya karya nyata?
Di lain sisi,
terjadinya pertukaran malam dan siang silih berganti merupakan tanda tanda dari
kemahaan dan kebesaran serta kekuasaan Allah SWT bagi orang yang berakal dan
juga bagi orang yang bertaqwa, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (surat Ali
Imran (3) ayat 190).” Dan juga sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut
ini: “Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu
dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.” (surat Yunus (10)
ayat 6). Adanya prasyarat yang dikemukakan oleh Allah SWT
tentang silih bergantinya siang dan malam di atas, menunjukkan kepada diri kita
hanya orang orang yang berakal dan hanya orang orang yang bertaqwa yang mampu
menyatakan bahwa adanya siang dan malam merupakan adalah tanda tanda kebesaran
dan kemahaan serta merupakan kekuasaan Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan
orang yang tidak memenuhi kriteria di atas? Adanya perbedaan kriteria akan
menghasilkan pernyataan yang berbeda pula. Orang yang tidak memenuhi kriteria
di atas akan menyatakan silih bergantinya malam dan siang adalah proses alam.
Selain dari itu, silih bergantinya siang dengan malam akan melahirkan
apa yang dinamakan dengan waktu. Lahirnya waktu akan memudahkan diri kita
melaksanakan ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT. Dimana ibadah
ibadah itu sangat berhubungan erat dengan waktu. Mendirikan shalat lima waktu
terikat dengan waktu, melaksanakan puasa Ramadhan terikat dengan waktu,
menunaikan Zakat terikat dengan waktu (dalam hal ini haul), melaksanakan ibadah
Haji juga terikat dengan waktu seperti Wukuf di Arafah, mabid di Muzdalifah,
melontar Jumroh, serta berkurban.
Sekarang apa jadinya jika Allah SWT tidak mempergantikan siang dan
malam? Dapat dipastikan kita akan susah untuk melaksanakan ibadah yang telah
diperintahkan Allah SWT.
Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti kita akan
berhadapan dengan waktu waktu untuk beribadah. Dimana waktu waktu ibadah tidak
bisa terlepas dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT serta Allah SWT bersama
dengan waktu tersebut. Untuk itu sadarilah sejak saat ini juga bahwa pada saat
diri kita melaksanakan atau menunaikan ibadah selalu berada di dalam waktu yang
Allah SWT miliki lalu apakah kita akan menyianyiakan ibadah dengan berlaku
tergesa gesa, terburu buru serta tanpa kekhusyuan? Alangkah ruginya jika kita
tidak mampu beribadah sesuai dengan kehendak Allah SWT pada waktu untuk beridah
hanya ada pada sisa usia kita.
Bicara waktu, maka
kita akan berhadapan dengan ketentuan tentang waktu yang menyatakan waktu
adalah uang (maksudnya waktu sangat berharga laksana uang) dan jika kita
termasuk orang yang berakal maka kita harus mengetahui dan menyadari bahwa
kehidupan dunia tidak digunakan untuk bersenang senang. Oleh karena itu kita
harus berhati hati dalam mempergunakan dan memanfaatkan waktu dalam setiap
kesempatan. Ingat, di dalam ketentuan waktu juga berlaku ketentuan “waktu tidak
bisa diputar ulang serta menyesal adanya di kemudian hari”. Jika kita termasuk
orang yang beriman dan beramal shaleh maka kita harus memanfaatkan waktu karena
yang singkat adalah waktu.
Hal yang harus pula
kita ketahui dengan kesadaran yang tinggi adalah waktu adalah harta yang paling
berharga saat kita hidup di dunia ini. Hal ini dikarenakan hanya di dalam waktu
yang tersisalah kita bisa melakukan apa apa yang dikehendaki Allah SWT dan hanya
di dalam waktu itupula kita bisa menikmati apa yang dinamakan dengan harta
kekayaan, kesenangan dunia serta merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah
SWT dan juga bisa berbuat kebaikan. Jangan sampai kita lalai saat masih berusia
muda serta menyesal di hari tua akibat tidak bisa memanfaatkan waktu. Menyesal
dan penyesalan tidak ada gunanya jika waktu telah berlalu karena jika waktu
habis berarti selesai sudah hidup kita di dunia ini. Ayo segera manfaatkan
waktu itu sebelum diri kita ditinggalkan oleh sang waktu. Tidakkah hal ini
mampu menjadikan diri kita menjadi orang orang yang sangat memperhatikan waktu
dengan tidak membuang buang waktu karena waktu tidak bisa diperjualbelikan!.
9. Adanya Syaitan sebagai musuh
abadi. Rambu
ke sembilan yang dikemukakan dalam AlQuran adalah setiap manusia, siapapun
orangnya, wajib bermusuhan dengan iblis berserta sekutunya. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam surat Thaahaa (20) ayat 117 berikut ini: “Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah
musuh bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.” Adanya ketentuan ini
maka kita harus melaksanakannya sebaik mungkin ketentuan, sekarang bagaimana
jika diri kita justru menjadikan Iblis beserta sekutunya sebagai teman, sebagai
atasan, sebagai pimpinan, sebagai konsultan? Jika sampai diri kita keluar dari
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berarti kita telah siap untuk di
ajak pulang kampung ke Neraka Jahannam. Allah SWT telah menetapkan adanya musuh
atau permusuhan di antara manusia dengan syaitan, hal ini untuk menegaskan
bahwa hidup adalah permainan, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Dan
kehidupan ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat
itu, sungguh lebih baik bagi orang orang yang bertaqwa. Tidakkah kamu mengerti?
(surat Al An’am (6) ayat 32). Hidup sebagai sebuah permainan maka hidup
harus memiliki musuh atau memiliki tantangan untuk mengalahkan musuh. Dan yang
harus menjadi pengetahuan kita tentang permainan adalah inti dari permainan
adalah menjadikan diri kita pemenang, bukan menjadi pecundang, sehingga kita
mampu mengalahkan musuh abadi, yaitu syaitan. Tidakkah kita mengerti!
10. Berlindung hanya
kepada Allah SWT semata. Rambu ke sepuluh adalah jangan pernah berlindung atau
mengambil pelindung selain daripada Allah SWT sebagaimana termaktub dalam Al
Ankabuut (29) ayat 41 berikut ini: “perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah
adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling
lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” Jika kita
mengambil pelindung kepada selain Allah SWT berarti kita telah berlindung
kepada sesuatu (rumah) yang paling lemah yang ada di muka bumi, yaitu sarang
laba laba. Sudahkah kita mengetahuinya!
11. Jangan mengangap dan
menilai diri sendiri bersih. Rambu kehidupan berikutnya yang tertuang
dalam AlQuran adalah kita tidak diperkenankan untuk menilai diri sendiri
dan/atau menyatakan keadaan diri sendiri, sebagaimana tertuang dalam surat An
Nisaa' (4) ayat 49) berikut ini: “Apakah kamu tidak
memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?[308]. sebenarnya Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.”
[308] Yang
dimaksud di sini ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap diri
mereka bersih. Lihat surat Al Baqarah ayat 80 dan ayat 111 dan surat Al
Maa-idah ayat 18.
Allah
SWT tidak memperkenankan diri kita untuk menyatakan dan menganggap diri sendiri
bersih, menganggap diri mampu, menganggap diri hebat karena adanya faktor
keturunan ataupun karena adanya faktor jabatan atau kekuasaan, atau adanya
factor kedekatan, atau adanya kekayaan dan lain sebagainya. Dan jika ini yang
terjadi kepada diri kita maka secara
otomatis kita telah menyatakan bahwa orang lain kotor, orang lain buruk dan
tidak mampu serta menyatakan orang lain lemah, dan seterusnya. Padahal hak
untuk menilai atau hak untuk menentukan seseorang itu baik atau buruk ada pada
Allah SWT, bukan pada diri manusia.
12. Tidak ada Nabi Baru Setelah Nabi Muhammad SAW Tiada. Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi.
Adanya kondisi ini berarti setelah Nabi Muhammad SAW meninggal dunia tidak akan
ada lagi nabi baru atau rasul baru di muka bumi ini sehingga tidak akan ada pula
wahyu baru yang akan disampaikan oleh Malaikat Jibril as. Sekarang jika ada
orang yang mengaku-ngaku nabi baru ataupun rasul baru setelah Nabi Muhammad SAW
tiada berarti orang tersebut telah menantang Allah SWT selaku tuan rumah di
langit dan di bumi yang dimiliki dan diciptan oleh Allah SWT. Hal ini
sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 40 berikut ini: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu[1223]., tetapi Dia
adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui
segala sesuatu.”
[1223]
Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat,
karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah s.a.w.
13. Adanya Perintah Berbakti Kepada Orang Tua/Mertua. Allah SWT juga telah
memberikan rambu rambu kehidupan yang lain yakni wajib berbakti kepada orang
tua (mertua), sebagaiman termaktub dalam firmanNya berikut ini: “Dan
sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun.
Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak anak yatim,
orang orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil
dan hamba sahaya kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong
dan membanggakan diri. (surat An Nisaa’ (4) ayat 36).” Ayat ini
dipertegas pula dengan hadits sebagaimana berikut ini: “Anas ra, berkata Nabi Saw bersabda, Allah ta'ala berfirman: Allah SWT
telah mewahyukan kepada Nabi Musa! Coba tidak karena mereka yang mengucapkan
Syahadat " Laailaha Illa Allah" niscaya Ku-timpakan "Jahannam'
di atas dunia. Wahai Musa! Coba tidak karena mereka yang bersembah kepada-Ku
tidaklah Aku lepaskan mereka yang bermaksiat sekejab matapun. Wahai Musa!
Sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada-Ku adalah makhluk yang termulia
dalam pandangan-Ku. Wahai Musa! Sesungguhnya sepatah kata dari seorang yang
durhaka (terhadap kedua orang tuanya) adalah sama beratnya dengan seluruh pasir
bumi. Bertanya Nabi Musa: "Siapakah orang yang durhaka itu ya
Tuhan-Ku?" ialah orang yang berkata kepada kedua orang tuanya:
"Tidak-tidak" ketika di panggil.(Hadits Qudsi Riwayat Abu
Nu'aim; 272:225)
Inilah 13
(tiga belas) rambu rambu kehidupan yang dapat kita jadikan sebagai alat
navigasi bagi diri kita saat hidup di muka bumi ini, yang kesemuanya harus kita
laksanakan sebaik mungkin sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar