Sekarang kita sudah
mengetahui apa itu AlQuran yang sesungguhnya yang telah diturunkan oleh Allah
SWT kepada diri kita. Dan agar diri kita mampu menjadikan AlQuran yang sudah
ada dihadapan diri kita sesuai dengan kehendak Allah dan juga sebagai sebuah kebutuhan
diri sehingga kita mampu menempatkan AlQuran sebagai sarana dan alat bantu bagi
diri kita agar mampu melaksanakan konsep datang fitrah kembali fitrah untuk
pulang kampung ke tempat yang fitrah. Untuk itu ada baiknya kita mengetahui dan
memahami tentang pesan yang terkandung di dalam wahyu yang pertama yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat
Jibril.
Hal ini menjadi
penting kita ketahui dan pahami karena masih banyak kekeliruan yang masih saja
terjadi di dalam masyarakat, terutama menempatkan AlQuran sebagai buku bacaan
wajib sehingga AlQuran hanya sekedar dibaca tanpa pernah mengetahui isi dan
kandungannya yang sesungguhnya, atau AlQuran hanya dibaca agar mudah dihafalkan
tanpa makna. Hal ini terjadi karena masih banyak anggapan di dalam masyarakat
bahwa wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT adalah Iqra (baca) tanpa ada
lanjutannya. Padahal wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as, berupa ayat ayat Quraniyah
(ayat ayat kauliyah) sebagaimana kami kemukakan berikut ini: “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam
(pena) [1589], Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (surat
Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5)
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan
perantaraan tulis baca.
Berdasarkan wahyu
pertama sebagaimana kami kemukakan di atas ini, ada beberapa hal yang akan kami
garis bawahi dan semoga hal ini menjadi perhatian di sisa usia yang kita miliki
bahwa AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT bukan untuk kepentingan Allah SWT,
melainkan untuk kepentingan umat manusia, termasuk di dalamnya untuk
kepentingan diri kita.
Selain itu, dengan diri kita mengetahui dan memahami
pesan yang mendasar yang terkandung dalam wahyu pertama maka kita mampu
memiliki ilmu dan pengetahuan yang paling mendasar tentang kitab yang kita
butuhkan untuk kepentingan diri kita sendiri dan jangan sampai kita tidak paham
dengan kitab kita sendiri. Dan kami sengaja mengemukakan
hal ini karena masih banyak pemahaman yang keliru tentang wahyu pertama dan juga
tentang AlQuran di tengah masyarakat dan inilah catatan yang bisa kami berikan,
yaitu:
A. ALQURAN DITURUNKAN
ALLAH SWT BUKAN MELALUI PENDEKATAN TERTULIS.
AlQuran diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui
pendekatan lisan berupa wahyu (kalam Allah/kata kata Allah) melalui perantaraan
Malaikat Jibril as, setelah itu barulah konsep lisan ini dituangkan ke dalam
bentuk tulisan, dan kumpulan dari tulisan-tulisan yang berasal dari wahyu setelah
terkumpul semuanya lalu dibukukan dan dinamakan dengan AlQuran. Melalui
pendekatan lisan, disinilah Allah SWT berkehendak untuk menunjukkan kehebatan (atau
kemukjizatan) AlQuran kepada semua orang. Dimana ayat ayat AlQuran yang
diturunkan oleh Allah SWT di dalamnya tidak terjadi pertentangan antar ayat
yang satu dengan ayat yang lainnya walaupun ayat-ayat yang diturunkan Allah SWT
melalui pendekatan lisan. Kita bisa membayangkan betapa sempurnanya ayat ayat
AlQuran jika kita mampu memahaminya. Ayat ayat AlQuran isinya saling
melengkapi, isinya saling menguatkan dan saling menyempurnakan serta saling
menafsirkan antara satu ayat dengan ayat yang lainnya. Sehingga apabila kita makin
mempelajari AlQuran secara mendalam, makin terlihat kesempurnaan dan
kemukjizatan AlQuran yang mencerminkan kebesaran Allah SWT. Dan yang pasti
AlQurannya sendiri sudah ada dihadapan diri kita.
Dan jika sudah begini keadaannya, maka kita tidak bisa hanya dengan
mengandalkan kemampuan untuk membaca kumpulan huruf-huruf yang diberi tanda
baca, jika tanpa diiringi dengan pembelajaran yang mendalam, dan juga tanpa pemahaman
yang bertingkat- tingkat, serta penelaahan yang mendalam, maka kita tidak akan
pernah bisa merasakan rasa betapa luar biasanya AlQuran itu, yang mencerminkan
betapa luar biasanya Allah SWT. Ayo segera merubah pola pembelajaran AlQuran
yang kita lakukan saat ini dengan pendekatan yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT, yaitu pendekatan baca dan tulis sebagaimana termaktub dalam surat Al Alaq
(96) ayat 4 berikut ini: “yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (pena).”. sehingga kita
tidak bisa lagi menempatkan AlQuran sebagai buku bacaan wajib yang cukup dibaca
huruf-hurufnya yang ada tanda bacanya lalu dilantunkan dengan tartil dan tajwid
yang berlaku.
Sekali lagi kami kemukakan bahwa AlQuran diturunkan oleh Allah SWT bukan
untuk dijadikan sebagai buku bacaan wajib yang cukup sekedar dibaca sehingga
hilang maknanya (membaca tanpa mengetahui maknanya). AlQuran menghendaki
orang-orang yang beriman, berilmu, rajin, telaten, konsisten, konsekuen, dan
juga orang yang memiliki disiplin yang tinggi yang bisa mempelajarinya dan juga
mampu mengajarkannya. Mudah mudahan itulah diri kita. Amiin.
B. ALLAH SWT MENGAJARKAN
LANGSUNG KEPADA NABI MUHAMMAD SAW MELALUI PENDEKATAN LISAN.
Pada waktu Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama dari Allah SWT,
ketahuilah bahwa konsep dasar AlQuran sebagai “buku manual” bagi umat manusia
yang ada di muka bumi belumlah sempurna, karena baru ada lima ayat sebagaimana
tertuang dalam surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai
5 diatas. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW sudah diperintahkan oleh Allah SWT untuk membaca
atas nama Allah SWT yang menciptakan. Lalu apa yang harus dibaca oleh Nabi
Muhammad SAW sedangkan AlQurannya sendiri belum sempurna karena AlQuran
diturunkan secara bertahap selama kurun waktu 23 (dua puluh tiga) tahun?
Nabi Muhammad SAW membaca sesuatu yang ada dibalik perintah membaca atas
nama Allah yang menciptakan, seperti:
1. Membaca tentang adanya ciptaan Allah (mampu membaca sesuatu yang tersurat);
2. Membaca tentang dibalik setiap ciptaan Allah pasti
ia merupakan tanda tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah (mampu membaca sesuatu yang tersirat)
dan;
3. Membaca bahwa Allah SWT yang selalu bersama
ciptaanNya dan bersama tanda-tanda-Nya sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan
dengan ciptaan dan tanda-tanda-Nya (mampu
membaca sesuatu yang tersembunyi).
Akhirnya dengan mampunya Nabi Muhammad SAW membaca ketiga tingkatan
membca di atas maka Nabi Muhammad SAW mampu memahami arti dan kandungan AlQuran
sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Selain daripada itu, dengan adanya wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril melalui pendekatan
lisan merupakan cara yang terbaik bagi Allah SWT untuk mengajarkan, untuk
membimbing dan bahkan untuk menegur Nabi Muhammad SAW saat melaksanakan tugas
kenabiannya. Sehingga apa apa yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW merupakan
sesuatu yang berasal dari Allah SWT, tetap original, tetap terjaga kesuciannya
dan kemurniannya hanya dari Allah SWT semata tanpa ada unsur masukan dari
siapapun, termasuk masukan dari diri Nabi Muhammad SAW itu sendiri. Begitu sempurna Allah SWT mempersiapkan
AlQuran untuk kepentingan umat manusia. Sekarang tinggal manusianya maukah
menerima dan melaksanakan AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT menjadi
buku manual saat diri kita melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini.
C. ALLAH SWT BERKEHENDAK
AGAR MANUSIA MELAKSANAKAN TULIS DAN BACA.
Di dalam kehidupan
ini, setiap manusia tidak akan dapat dipisahkan
dengan kegiatan membaca. Membaca dalam arti sempit adalah melihat tulisan dan
mengerti atau melisankan apa apa yang tertulis. Membaca dalam arti luas adalah
melihat dan mengerti segala apa yang tergelar di alam semesta ini sebagai tanda-tanda
atau ayat-ayat atau kalimat-kalimat Allah, pencipta segala sesuatu. Dari aktivitas
membaca, manusia akan memperoleh pengertian pengertian yang akan memperluas
pengalaman dan pengetahuannya. Dengan kata lain, tanpa membaca manusia tidak
akan memperoleh pengertian dan pengetahuan. Tanpa membaca, manusia akan bodoh,
picik, terkebelakang, dan akan mudah tersesat dan disesatkan.
Pada hakekatnya tidak
ada hari tanpa membaca. Baik membaca dalam arti sempit maupun dalam arti luas.
Membaca adalah kunci ilmu pengetahuan. Karena itu membaca yang paling banyak
pahalanya adalah membaca AlQuran yang diiringi dengan mengimani, memahami,
melaksanakan serta mendakwahkan dan menyebarluaskannya serta yang terakhir
menjadikan AlQuran menjadi akhlak bagi diri kita. Rasulullah SAW pernah menjelaskan
tentang kelebihan martabat dan keutamaan orang yang mempelajari AlQuran yang
tidak sekedar membaca kumpulan huruf-huruf yang disertai tanda baca sebagaimana
hadits berikut ini: “Perumpamaan orang mukmin
yang membaca AlQuran adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya
lezat; orang mukmin yang tidak suka membaca AlQuran adalah seperti buah kurma,
baunya tidak begitu harum tetapi manis rasanya; orang munafik yang membaca
AlQuran ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit rasanya, dan orang
munafik yang tidak membaca AlQuran tidak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak
berbau dan rasanya pahit sekali” (Hadits Riwayat Bukhari Muslim).” Selain itu, Rasulullah
SAW juga menyatakan betapa pentingnya membaca AlQuran di dalam rumah kita
sendiri seperti dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Hendaklah kamu beri cahaya rumah tanggamu dengan mendirikan shalat dan
membaca AlQuran.” (Hadits Riwayat Al Baihaqi dari Anas ra’)
Dalam mempelajari
AlQuran yang sudah ada dihadapan diri kita, hendaknya benar-benar diresapi arti
dan maksudnya, dimulai dari arti yang tersurat, kemudian arti yang tersirat dan
arti yang tersembunyi. Kondisi ini baru akan bisa kita laksanakan jika kita
melakukan aktifitas baca dan tulis (mencatat) apa-apa yang kita baca. Tanpa
aktifitas baca dan tulis sulit bagi kita untuk memahami isi dan kandungan
AlQuran.
Saat diri kita
membaca AlQuran disunahkan dengan suara yang bagus dan merdu serta sedapat
mungkin membaca AlQuran tidak (jangan) diputuskan hanya karena akan berbicara
dengan orang lain (hendaknya diteruskan sampai batas yang ditentukan). Dan
tentang AlQuran ini, Allah SWT juga telah memperingatkan melalui firman-Nya
sebagaimana berikut ini: “Maka Apakah mereka tidak
memperhatikan AlQuran? kalau kiranya AlQuran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (surat An Nisa”
(4) ayat 82).” Allah SWT juga berfirman melalui surat Muhammad
(47) ayat 24 berikut ini: “Maka Apakah mereka tidak memperhatikan
AlQuran ataukah hati mereka terkunci?.” Serta Allah SWT juga berfirman: “Maka
Apakah kamu menganggap remeh saja AlQuran ini? (surat Al Waaqiah (56) ayat 81).”
Sekarang kita sudah
tahu tentang AlQuran, lalu jangan pernah kita hanya sibuk membaca AlQuran dari
sisi kumpulan huruf-huruf yang disertai tanda baca semata tanpa pernah tahu dan
mengerti apa arti dan makna yang sesungguhnya yang terdapat di dalam AlQuran
yang kita baca. Dan jika kita hanya mampu membaca AlQuran sebatas tulisannya
saja maka tidak ada bedanya kita menonton televisi tanpa ada volume suaranya
atau membaca koran tanpa pernah tahu apa isi beritanya. Dan jika ini yang
terjadi maka kondisi dan keadaan yang seperti ini sangat tidak dikehendaki oleh
Allah SWT namun sangat didambakan oleh syaitan sang laknatullah.
Untuk itu kita bisa
menjadikan apa yang dikemukakan oleh “Al Hakim Al Tirmidzi”,
dalam bukunya “Rahasia Perumpamaan
dalam Quran dan Sunnah” sebagai sebuah motivasi kepada diri kita
untuk merubah pola pendekatan pembelajaran AlQuran yang bukan terfokus hanya
kepada bacaannya semata, melainkan juga kepada isi kandungannya, sebagaimana
berikut ini:
1. Membaca Dalam Gelap
dan Membaca Dalam Terang. Diriwayatkan oleh Umar ibn Abu Imran dengan sanad dari
Sufyan ibn Husayn yang mengatakan, “Ilyas ibn Mu’awiyyah berkata kepadaku,
“Kulihat engkau mengetahui ilmu AlQuran. Bacakan untukku sebuah surah dan
tafsirkanlah ia agar aku bisa mengetahui konteksnya! Aku pun membacakan dan
menafsirkan sebuah surah untuknya. Dia kemudian berkata, “Wahai Sufyan, tidak
ada ilmu yang lebih mulia daripada ilmu AlQuran. Tahukah engkau apa perumpamaan
orang yang membaca AlQuran sekaligus mengetahui tafsirnya dan (pembaca AlQuran)
yang tidak mengetahui tafsirnya? Perumpamaan mereka seperti suatu kaum yang
mendapat kitab dari seorang teman pada malam hari, sementara mereka tidak
memiliki lampu. Kitab tersebut membuat mereka cemas dan takut. Mereka tidak
mengetahui isinya. Ketika lampu datang, barulah mereka mengetahui isinya.
2. Antara Rasa dan
Aroma. Ali
bin Abi Thalib ra, berkata: “Kuberitahukan kepada kalian orang yang diberi
AlQuran namun tidak diberi iman, orang yang berima namun tidak diberi AlQuran,
orang yang diberi AlQuran dan diberi iman, serta orang yang tidak diberi
AlQuran dan tidak diberi iman. Orang
yang diberi iman namun tidak diberi AlQuran ibarat buah yang rasanya enak namun
tidak beraroma. Orang yang diberi AlQuran tetapi tidak diberi iman ibarat pohon
yang wangi, namun rasanya tidak enak. Orang yang diberi AlQuran dan diberi iman
ibarat buah uttrujjah, rasanya enak
dan aromanya enak. Dan, orang yang tidak diberi AlQuran dan tidak diberi iman
ibarat buah hanzhalah, rasa dan
aromanya tidak enak.
Semoga dengan adanya dua buah perumpamaan yang kami kemukakan di atas
ini mampu memotivasi diri kita untuk belajar AlQuran menjadi lebih baik lagi.
Ayo segera lakukan perubahan, jika bukan sekarang kapan lagi.
D. ALQURAN TIDAK CUKUP HANYA DIBACA.
Iqra secara harfiah
artinya baca, namun baca yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah baca yang
dimulai dengan menyebut nama Allah SWT selaku pemilik dari bacaan yang kita
baca, yang diikuti dengan mengimaninya, memahaminya, melaksanakannya, menghayatinya,
mengelaborasinya serta menyebarluaskan hasil dari tantangan Iqra yang telah
kita laksanakan dan yang terakhir menjadikan AlQuran sebagai akhlak bagi diri
kita sehingga kita mampu menjadi AlQuran yang berjalan. Jangan sampai kita
hanya mampu melaksanakan tantangan Iqra sebatas mampu membaca semata tanpa
pernah tahu makna yang terdalam dari apa yang kita baca sehingga akhirnya kita
hanya mampu menjadi penghapal AlQuran tanpa makna.
Agar diri kita selaku
umat Nabi Muhammad SAW mampu membaca
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka Allah SWT sendiri telah menentukan
methodenya sebagaimana firmanNya berikut ini: “yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (pena), (surat Al Alaq
(96) ayat 4).” Sehingga sejak AlQuran lengkap diturunkan maka
pendekatan untuk mempelajari AlQuran harus melalui pendekatan tulis dan baca (atau
pendekatan mendengar dan melihat (mengamati) serta merasakan dalam satu
kesatuan. Sekali lagi kami tegaskan, kita
tidak bisa hanya melalui pendekatan baca semata, melainkan harus
diimbangi dengan pendekatan tulis karena Allah SWT yang menghendakiNya.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat
beberapa kaum (suku bangsa) dengan sebab kalam ini (AlQuran) dan merendahkan
derajatnya (kaum) yang lain dengan sebabnya (AlQuran)” (Hadits Riwayat
Muslim).” Hal ini dimungkinkan terjadi karena tingkat
perjuangan saat mempelajari AlQuran antar satu kaum dengan kaum yang lainnya
berbeda yang pada akhirnya akan mengakibatkan adanya perbedaan kualitas
pemahaman. Bisa saja satu kaum hanya mampu memahami arti yang tersurat semata,
karena memang kemampuan terbatas. Namun
bisa juga suatu kaum mampu memahami arti yang tersirat dan yang tersembunyi
karena mampu memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh AlQuran,
seperti tingkat keimanan yang diikuti dengan tingkat keseriusan untuk
mempelajari AlQuran yang ditunjang dengan ilmu yang memadai. Ayo mulai saat ini
kita wajib belajar memahami AlQur’an tidak hanya sebatas tulisannya saja atau tajwidnya saja, melainkan sampai dengan arti
dan makna yang sesungguhnya yang terdapat di dalam AlQuran.
Selanjutnya, tidak
ada petunjuk yang dapat menyelamatkan kehidupan diri kita maupun seluruh umat
manusia baik di dunia maupun di akhirat, selain petunjuk dalam Kitabullah
(dalam hal ini AlQuran) yang telah diturunkan oleh Allah SWT dan yang telah
pula diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Dimana petunjuk ini akan berlaku
sepanjang zaman dan tidak memerlukan perubahan lagi karena sudah sempurna,
itulah petunjuk AlQuran. AlQuran sebagai petunjuk adalah bacaan yang harus
diikuti, bacaan yang harus dipelajari, bacaan yang harus dilaksanakan tanpa
bantahan apapun sebagaimana tersebut dalam surat Al Qiyamah (75) ayat 17-18 berikut
ini: “Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu)
dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaan itu.”
Saat
ini AlQuran sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa yang ada di muka bumi ini,
tanpa terkecuali di negara kita sendiri, Indonesia. AlQuran juga telah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia, yang
berarti AlQuran sudah mudah untuk dipelajari. Sekarang tergantung diri kita
maukah mempelajarinya, maukah kita memahaminya, maukah kita mengamalkannya? Disinilah
letak dari perjuangan diri kita yang merasa membutuhkan AlQuran dan jika kita
memang nyata-nyata membutuhkan AlQuran maka dibutuhkan niat dan tekad yang kuat
untuk mempelajarinya. Jika bukan sekarang kapan lagi!
E. ALLAH SWT YANG AKAN
MENGAJARKAN MANUSIA.
Apabila umat Nabi Muhammad SAW mampu mempelajari AlQuran yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT maka berlakulah firmanNya berikut ini: “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (surat Al Alaq (96) ayat 5). Inilah janji Allah SWT
kepada umat manusia yang mau mempelajari AlQuran yang sesuai dengan
kehendakNya. Sekarang tergantung kepada diri kita maukah diajarkan oleh Allah
SWT tentang apa apa yang tidak kita ketahui melalui AlQuran yang sudah ada
dihadapan diri kita. Ingat, janji Allah SWT ini berlaku umum sehingga berlaku
kepada siapapun juga, sepanjang seseorang mau mempelajarinya maka sepanjang itu
pula Allah SWT akan mengajarkannya.
Lalu apakah mungkin Allah SWT akan mengajar seseorang secara mendalam
jika seseorang yang mempelajari AlQuran dengan cara malas malasan, atau hanya sibuk
dengan urusan bacaan saja sehingga waktunya habis untuk hal hal yang berkaitan
dengan masalah tajwid, qiraat dan tasdit yang pada akhirnya kita bisa membaca
AlQuran tapi tidak tahu apa isi dan kandungannya, atau mampu menghapalkan
AlQuran tanpa makna. Disinilah letak nilai perjuangan diri kita yang membutuhkan
AlQuran, terutama keseriusan di dalam mempelajarinya dan juga usaha keras dari
diri kita untuk memahaminya serta kemampuan dan kesempatan untuk
menyebarluaskannya.
Ingat, Allah SWT di dalam memberikan pengajaran kepada diri kita tidak secara
sekaligus, namun secara perlahan lahan namun pasti. Semakin kita berusaha
memahami AlQuran yang diikuti dengan mengamalkan dan mengajarkannya
(mendakwahkan) maka Allah SWT akan menambah pemahaman yang kita miliki dengan
tidak terburu-buru, namun melalui sebuah proses, sebagaimana firmanNya dalam
surat Al Qiyamah (75) ayat 16 berikut ini: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) AlQuran karena hendak
cepat cepat (menguasainya). (surat Al Qiyamah (75) ayat 16).”
Namun apabila pemahaman yang kita peroleh dari Allah SWT hanya untuk
kepentingan diri sendiri sehingga kita saja yang bisa menikmatinya, maka sampai disitu pula Allah SWT memberikan
pengajaran kepada diri kita. Allah SWT tidak berkenan menambah pemahaman yang
baru dan yang lebih mendalam kepada diri kita akibat ulah diri kita sendiri
yang pelit membagikan ilmu kepada sesama umat manusia sehingga ilmu dan
pemahaman yang kita miliki tidak pernah berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar