Hal lain yang harus kita perhatikan adalah ke sepuluh kesempatan yang telah disiapkan oleh Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT, melainkan untuk kepentingan diri kita saat hidup di dunia. Jika sekarang kita mampu memperoleh kesempatan itu, timbul pertanyaan, mungkinkah kehidupan yang kita jalani di dunia menjadi susah, menjadikan diri kita miskin, menjadikan diri kita bodoh, menjadikan diri kita sebagai antek syaitan? Adanya fasilitas untuk diri kita, akan dapat menghantarkan diri kita bahagia, akan dapat menghantarkan diri kita berkecukupan, akan dapat menghantarkan diri kita menguasai ilmu dan pengetahuan, akan dapat menghantarkan diri kita menjadi warga kelas satu di muka bumi ini serta akan dapat menjadikan syaitan sebagai pecundang.
Yang menjadi
persoalan saat ini adalah kita mau memperoleh segala yang dipersiapkan oleh Allah
SWT, namun kita tidak mau memenuhi segala yang dikehendaki oleh Allah SWT. Jika
ini yang terjadi maka sia-sialah fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah
SWT untuk diri kita. Sekarang bagaimana dengan keadaan kehidupan dunia yang di
alami oleh orang kafir, atau oleh orang yang memiliki jiwa fujur? Kehidupan
dunia bagi orang kafir, atau orang memiliki jiwa fujur dapat kami kemukakan
sebagai berikut:
1. Orang kafir adalah orang yang menukar kehidupan akhirat
dengan kehidupan dunia atau orang yang mementingkan kehidupan dunia daripada
kehidupan akhirat (syurga telah ditukar dengan neraka). Hal ini berdasarkan
ketentuan surat An Nahl (16) ayat 107 berikut ini: “yang demikian itu disebabkan karena Sesungguhnya mereka mencintai
kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang kafir.” dan juga berdasarkan ketentuan surat Al
Baqarah (2) ayat 86 berikut ini: “Itulah
orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, Maka tidak
akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.”
2. Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat dimana anak
dan harta benda dijadikan azab bagi mereka atau menjadi alat penyiksa bagi
orang kafir. Hal ini berdasarkan ketentuan
surat At Taubah (9) ayat 55 dan ayat 85 “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu
untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa
mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir.” Dan juga berdasarkan ketentuan surat At Taubah
(9) ayat 85 berikut ini: “dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka
menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia
dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam Keadaan
kafir.” (surat At Taubah (9) ayat 85)
3. Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT
melakukan penghinaan atau saat orang kafir menerima stempel terhina. Hal ini
berdasarkan ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 33 berikut ini: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar.”
[414] Maksudnya Ialah:
memotong tangan kanan dan kaki kiri; dan kalau melakukan lagi Maka dipotong
tangan kiri dan kaki kanan.
4. Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat dihapusnya segala
amalan yang telah dilakukan sehingga apa yang dilakukan tidak mendapatkan
ganjaran apapun. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 21-22 berikut
ini: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada
ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi yang memamg tak dibenarkan dan membunuh
orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, Maka gembirakanlah mereka bahwa
mereka akan menerima siksa yg pedih. mereka itu adalah orang-orang yang lenyap
(pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak
memperoleh penolong.”
5. Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat tertipunya
mereka dengan kehidupan dunia sehingga kehidupan dunia di anggap lebih baik
dari kehidupan akhirat. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al A'raaf (7) ayat
51 berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka
sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu
mereka." Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana
mereka melupakan Pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka
selalu mengingkari ayat-ayat kami.”
6. Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat atau
kesempatan untuk membeli tiket masuk ke
Neraka atau saat mengadakan persahabatan dengan Syaitan dalam rangka pulang
bersama ke Neraka. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Yunus (10) ayat 7-8
berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan
(tidak percaya akan) Pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan
dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang
melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa
yang selalu mereka kerjakan.”
7. Kehidupan
dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT menyiksa atau saat Allah SWT tidak
akan memberikan pertolongan. Hal ini
berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 56 berikut ini: “Adapun orang-orang yang kafir, Maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa
yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh
penolong.”
8. Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT
mengadu antara orang kafir dengan orang kafir. Hal ini berdasarkan ketentuan hadits
berikut ini: “Jabir ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta'ala berfirman: Aku membalas hamba yang Aku benci dengan hamba yang Aku benci
pula kemudian Aku masukkan ke dalam Neraka. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani;
272:75)
Selanjutnya
berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas, terlihat sangat jelas
perbedaan kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin dibandingkan dengan
sudut pandang orang kafir. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi tentu kita
harus dapat menjadikan kehidupan dunia yang saat ini kita lakukan adalah
kesempatan bagi diri kita memperoleh kebaikan dunia, untuk kebaikan akhirat
atau kesempatan untuk membeli tiket masuk ke syurga.
C. MURTAD.
Murtad
berasal dari akar kata riddah atau irtidad yang berarti
kembali. Istilah murtad berarti keluar dari agama Islam dalam bentuk niat,
perkataan, atau perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi kafir atau tidak
beragama sama sekali. Peristiwa murtad pernah terjadi setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW, yaitu beberapa kabilah Arab dari beragama Islam kembali kepada
kepercayaan mereka yang lama. Saat itu, sejumlah kabilah yang murtad menuntut
dihilangkannya kewajiban shalat dan meminta dihilangkannya kewajiban membayar
zakat. Akhirnya khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq memerangi kabilah-kabilah yang
murtad itu sehingga meletuslah Perang Riddah.
1. Perilaku Murtad. Menurut Ensiklopedia
Islam terbitan dari “Ichtiar Baroe Van Hoeve” ada beberapa perbuatan yang
dikelompokkan sebagai perilaku murtad, yaitu: (a) pengingkaran adanya pencipta; (b) peniadaan rasul-rasul Allah SWT; (c) penghalalan perbuatan yang disepakati haram serta pengharaman perbuatan
yang disepakati halal. Selain daripada itu, masih menurut Ensiklopedia
Islam, kemurtadan diartikan sebagai batalnya nilai religious perbuatan orang
yang bersangkutan. Kembali kepada kekafiran setelah beriman berartu terputusnya
hubungan dengan Allah SWT. Hal itu antara lain dijelaskan dalam surah
Al-Baqarah (2) ayat 217 berikut ini: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
berperang pada bulan haram. Katakanlah, berperang dalam bulan itu adalah (dosa)
besar. Tetapi menghalangi orang dari jalan Allah, ingkar kepadaNya,
(menghalangi orang masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduk dari sekitarnya
lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam
daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu
murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa murtad diantara
kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia sia
amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya. (surat Al Baqarah (2) ayat 217).”
Seseorang
dianggap murtad apabila telah mukalaf dan menyertakan kemurtadannya secara
terang-terangan atau kata-kata yang menjadikannya murtad atau perbuatan yang
mengandung unsur-unsur kemurtadan dan berlaku kemurtadan ditentukan oleh dua
hal, yaitu: Pertama, berakal. Tidak sah kemurtada orang gila atau anak kecil yang
belum berakal. Kedua, memiliki kekebasan dan kemerdekaan bertindak serta
menentukan pilihan.Lain halnya jika seseorang yang dipaksa murtad, sedangkan
hatinya masih tetap dalam keadaan beriman, tak bisa disebut murtad. Orang yang
murtad, menurut hukum fikih, kehilangan
hak perlindungan atas jiwanya. Selain itu, orang yang murtad juga gugur dan
hilang hak-hak perdatanya, kepemilikannya, dan batal perkawinannya. Para ulama
menetapkan, jika orang tersebut masuk Islam lagi, semua haknya yang hilang akan
dikembalikan. Dalam hal waris, secara umum orang murtad tak dapat mewarisi dari
pihak mana pun, baik dari pihak Muslim maupun kafir, karena tak mempunyai wali
dan tak diakui oleh Islam.
Penetapan murtad kepada
seseorang atau pengafiran kepada seseorang harus melalui pertimbangan matang
dan hati-hati. Tidak semua orang berhak menyatakan orang lain kafir atau sudah
murtad. Nabi Muhammad SAW mengimbau untuk tidak menyebut orang lain murtad
karena sangat sensitif dan berpotensi memecah belah umat Islam. Hal ini tergambar
dalam dalam sabda Rasulullah SAW: "Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan
kata fasik, dan menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali
kepada si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan,”
(Hadits
Riwayat Bukhari). Adanya ketentuan hadits ini maka konsep murtad ini
adalah hal yang sangat rentan, sensitif,
dan berbahaya. Sebab, orang yang sudah murtad, maka hukum Islam menjadi batal
atasnya. Seperti misal, pernikahannya menjadi batal, tidak ada lagi hak asuh
atas anaknya, tidak ada hak dan kewajiban waris dan mewarisi, serta jika ia
meninggal, maka tidak dikuburkan dengan prosesi pemakaman Islam.
2. Jenis Jenis Murtad. Adakah jenis jenis
murtad? Berikut ini akan kami kemukakan jenis jenis murtad sebagaimana
dikemukakan oleh Abdullah bin Husain bin Thohir Asy Syafii dalam bukunya
“Sullamu At-Taufiq ila Mahabbatillah ala At-Tahqiq”, sebagaimana kami kutib
dari laman “Tirto.id”, berikut ini:
a. Murtad Akidah (Murtad I'tiqadiyah). Orang yang murtad secara akidah sudah keluar dari Islam
karena tidak lagi meyakini konsep keimanan dalam Islam. Misalnya, ia meragukan
salah satu dari enam rukun iman dalam Islam, tidak lagi percaya terhadap pahala
ataupun dosa, dan lain sebagainya.Orang yang murtad secara akidah menghalalkan
perilaku yang sudah diharamkan agama, seperti zina, pencurian, perampokan,
tidak salat, tidak berzakat, dan lain sebagainya. Di masa silam, khalifah Abu
Bakar Ash-Shiddiq memerangi golongan orang yang menolak membayar zakat. Bagi
Abu Bakar Ash Shiddiq, mereka dianggap murtad dan keluar dari Islam. "Demi
Allah, seandainya mereka enggan memberikan 'anaq-dalam riwayat lain: 'iqal-
[zakat], niscaya aku akan memerangi mereka karena keengganan itu. Sesungguhnya
zakat adalah hak harta. Demi Allah, aku akan memerangi mereka yang memisahkan
antara shalat dan zakat" (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
b. Murtad Perbuatan (Murtad Fi'liyah). Orang yang keluar
dari Islam karena murtad perbuatannya dilakukan dengan melanggar perintah Allah
dan menyimbolkan dirinya bukan bagian dari Islam. Sebagai misal, ia menyembah
berhala, menyembah matahari, menyekutukan Allah, dan terang-terangan melakukan
hal-hal yang bukan bagian dari budaya Islam. Orang yang murtad akan melakukan
tindakan di atas karena kesadarannya sendiri, bukan karena tidak tahu
(kebodohan). Jika ia tidak tahu atau dalam keadaan terpaksa, maka tidak bisa
dikategorikan murtad.
c. Murtad Ucapan (Murtad Qauliyah). Orang yang murtad karena ucapannya dapat terjadi jika ia
menghina nama-nama Allah (Asmaul Husna), menjelek-jelekkan AlQuran,
tergesa-gesa menuding kafir kepada sesama muslim, dan ucapan yang merendahkan
keyakinan Islam.
Perbuatan murtad yang dilakukan manusia, akan berdampak langsung
menurunkan derajat kualitas keimanan kita kepada Allah SWT. Timbulnya perbuatan murtad dalam diri
manusia merupakan cerminan dari rendahnya pemahaman, atau minimnya manusia
memiliki ilmu tentang Allah SWT maupun
ilmu tentang Diinul Islam secara konprehensif, atau akibat dari manusia hanya
setengah-setengah atau hanya sepotong-potong di dalam mempelajari Diinul Islam. Akibat dari
kurangnya ilmu dan minimnya pemahaman yang kita miliki maka diri kita akan
mudah diombang-ambing, mudah digoyah oleh syaitan maupun oleh manusia-manusia
yang memang berniat untuk menghancurkan keimanan dan keyakinan kita kepada
Allah SWT.
Dan jika sampai kita melakukan perbuatan murtad, berarti diri kita telah
melakukan sebuah pengingkaran setelah mengakui keberadaan Allah SWT dengan cara
mengakui adanya Tuhan-Tuhan Baru selain Allah SWT sehingga diri kita telah
melakukan sebuah pengingkaran setelah mengakui dan memeluk Diinul Islam sebagai
agama yang haq lalu mengingkarinya dengan cara memeluk agama yang baru selain
Diinul Islam, atau diri kita telah melakukan pengingkaran terhadap janji atau
pengakuan diri kita yang telah kita ucapkan sewaktu masih di dalam rahim seorang
ibu dengan mengakui bahwa Allah SWT lah Tuhanku namun setelah dewasa tidak mau
mengakui lagi janji tersebut atau mengingkari janji tersebut.
Jika kemurtadan telah terjadi pada diri kita, berarti keimanan diri kita
kepada Allah SWT yang telah mengalami
gangguan kualitas sehingga belum sesuai dengan kehendak Allah SWT dan yang
berarti bahwa:
a. Kualitas keimanan
kita kepada Allah SWT belum sampai tahap menyakini, akan tetapi keimanan
diri kita masih dalam taraf percaya, atau baru sampai mempercayai sehingga
mudah goyah atau mudah digoyah oleh Syaitan.
b. Kualitas keimanan dan keyakinan diri kita kepada Allah
SWT baru sampai di mulut saja, sehingga tidak bisa dibuktikan dalam perbuatan.
c. Kualitas keimanan dan keyakinan diri kita kepada Allah
SWT tidak lebih dari ucapan belaka atau keimanan dan keyakinan kita baru sampai
masuk kuping kiri keluar kuping kanan.
Dan apabila perbuatan murtad sampai kita lakukan saat menjadi abd’
(hamba) yang juga khalifah di muka bumi yang tidak pernah kita ciptakan berarti
kita telah mempermainkan Allah SWT, kita telah menghina Allah SWT, kita telah
menyepelekan Allah SWT, kita telah menerapkan standard ganda kepada Allah SWT,
seolah-olah kitalah yang menciptakan langit dan bumi. Untuk itu ketahuilah
bahwa Allah SWT akan memberikan hadiah dan penghargaan kepada orang-orang yang murtad
sampai akhir hayatnya, berupa tempat kembali yang bernama neraka Jahannam,
sehingga kita akan menjadi tetangga yang
baik bagi syaitan sanglaknatullah.
Sekarang apa yang harus kita perbuat jika kita telah melakukan perbuatan murtad?
Dan jika kita ingin tetap mempertahankan Kemurtadan yang kita miliki, yang
pasti Allah SWT tidak akan pernah merasa
Rugi sedikitpun dengan tindakan kita. Akan tetapi jika kita ingin melenyapkan kemurtadan
yang telah kita lakukan, tidak ada jalan keluar yang terbaik kecuali “Taubatan
Nasuha”. Hal yang harus kita ingat adalah kesempatan untuk melakukan “Taubatan Nasuha” memiliki keterbatasan Waktu yaitu hanya berlaku
sebelum ruh tiba dikerongkongan. Jika kita merasa telah murtad atau telah
berbuat sesuatu yang dapat dikategorikan perbuatan murtad, tidak ada jalan lain
kecuali untuk segera memanfaatkan kesempatan kedua yang telah diberikan Allah
SWT dengan sebaik-baiknya karena kita tidak tahu kapan Malaikat Izrail datang
melaksanakan tugasnya kepada diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar