Sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifahNya di muka bumi, pasti kita akan merasakan haus dan dahaga, lalu untuk menghilangkan haus dan dahaga, kita meminum air, maka hilanglah haus dan dahaga tersebut. Timbul pertanyaan, airkah yang mampu menghilangkan haus dan dahaga ataukah tanda-tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT kah yang menghilangkan haus dan dahaga, atau Allah SWT yang tersembunyi di balik keberadaan air yang mampu menghilangkan haus dan dahaga? Jika kita berpedoman kepada Ilmu Kesehatan, terjadinya haus dan dahaga akibat terjadinya kekurangan cairan dalam tubuh manusia. Dengan meminum air maka kekurangan cairan dalam tubuh manusia dapat terpenuhi kembali.
Sekarang dimana letaknya hilangnya haus dan dahaga dalam tubuh manusia
jika dihubungkan dengan Ilmu Kesehatan? Menurut
Ilmu Kesehatan minum air hanya dapat menggantikan kekurangan cairan akibat
proses alamiah badani seperti buang air atau keluarnya keringat, atau karena
adanya faktor eksternal berupa cuaca panas. Lalu bagaimana caranya
menghilangkan haus dan dahaga, jika ilmu kesehatan tidak mengatur hal itu, lalu
siapakah yang mampu menghilangkan haus dan dahaga? Seperti telah kita ketahui
bersama bahwa air adalah ciptaan Allah SWT. Air juga adalah Tanda-Tanda dari
Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT serta Allah SWT tersembunyi di balik
keberadaan air sehingga air tidak bisa melepaskan diri dari Allah SWT selaku
pencipta dan pemilik. Jika ini adalah kondisi air dari sisi pencipta dan
pemilikNya lalu yang manakah yang dapat menghilangkan haus dan dahaga, apakah tanda-tanda
dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT, ataukah Allah SWT yang tidak bisa
dipisahkan dengan keberadaan air?
Tanda tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT tidak bisa menghilangkan haus dan dahaga karena tanda-tanda
dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT hanyalah sebuah petunjuk dari yang
menciptakan air bahwa di dalam air terdapat sesuatu hal yang mencerminkan
adanya kehendak, kemampuan dan ilmu dari pencipta dan pemilik air, dalam hal
ini Allah SWT. Sekarang jika tanda-tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT
tidak mampu menghilangkan haus dan dahaga maka yang mampu menghilangkan haus
dan dahaga adalah Allah SWT yang tidak bisa dipisahkan dengan air. Lalu apa yang harus
kita perbuat kepada air dan juga kepada Allah SWT selaku pencipta dan pemilik
air yang mampu menghilangkan haus dan dahaga? Hal yang
harus kita lakukan kepada air saat diri kita ingin memanfatkannya atau saat
diri kita akan menghilangkan haus dan dahaga maka kita “wajib membaca
Basmallah dan berdoa” sebelum meminum air sehingga dengan adanya bacaan “Basmallah
dan Doa’ yang kita bacakan kepada air maka air dapat dipastikan akan sukarela
dan ikhlas memberikan Kemahaan dan Kebesaran Allah SWT yang terdapat di dalam
Air kepada diri kita sehingga hilanglah rasa haus dan dahaga, karena kita
memintanya atas nama Allah SWT.
Sekarang adakah air di muka bumi ini yang tidak diciptakan oleh Allah SWT
atau adakah produk substitusi pengganti air? Jika kita percaya, silahkan cari produk
substitusi pengganti air atau adakah air lain selain air yang telah diciptakan
oleh Allah SWT di muka bumi ini atau adakah Tuhan-Tuhan baru selain Allah SWT
yang mampu menciptakan air dengan jumlah yang tidak terbatas seperti air yang
telah diciptakan Allah SWT? Jawaban dari pertanyaan, seluruh air yang ada di
alam semesta ini semuanya diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT dan sampai
dengan saat ini belum ada produk substitusi pengganti air. Adanya kondisi ini
masihkah kita meragukan Allah SWT sehingga kita tidak mau beriman kepadaNya?
Timbul pertanyaan, apakah air yang diciptakan oleh Allah SWT juga
bertasbih kepada Allah SWT? Jika kita
mengacu kepada surat Al Hadiid (57) ayat 1 berikut ini: “semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” Maka dapat
dipastikan air juga bertasbih kepada Allah SWT dengan menyatakan kebesaran Allah
SWT. Dan jika air bertasbih
dan sujud kepada Allah SWT, lalu relakah
air, sudikah air, bersediakah air, ikhlaskah air, jika dipergunakan oleh
manusia untuk menghilangkan haus dan dahaga sedangkan manusia tersebut justru
melakukan perbuatan dan tindakan yang berseberangan dengan perbuatan air kepada
Allah SWT?
Jawaban dari
pertanyaan ini dapat dipastikan air tidak rela, air tidak sudi, air tidak
ikhlas, jika dipergunakan dan dimanfaatkan oleh manusia yang tidak mau beriman
kepada Allah SWT, atau oleh manusia yang tidak mau bertasbih dan sujud kepada
Allah SWT. Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di
muka bumi sudahkah diri kita bisa seperti air yang selalu bertasbih dengan selalu
menyatakan kebesaran dan kemahaan Allah SWT saat hidup di dunia sehingga kita
memang pantas menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi?
G. IMANI BAHWA ALLAH SWT
SAJALAH YANG MENJADIKAN MANUSIA DARI
SETETES MANI.
Berdasarkan ilmu Kedokteran, keberadaan manusia di muka bumi dimulai dari
bertemunya sperma dengan sel telur (ovum) dalam rahim seorang ibu, demikian
pula dengan diri kita. Selanjutnya pernahkah kita memperhatikan, atau merenungi
apa yang sebenarnya terjadi dalam rahim seorang ibu sebagaimana dikemukakan
dalam surat Ghafir (40) ayat 67-68-69 berikut ini: “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani,
sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang
anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa),
kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang
diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal
yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). Dia-lah yang menghidupkan dan
mematikan, Maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya:
"Jadilah", Maka jadilah ia. Apakah kamu tidak melihat kepada
orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah mereka dapat
dipalingkan?.
Jika kita pernah memperhatikan dan merenunginya, pernahkah terbayangkan
oleh kita apakah yang sebenarnya terjadi di dalam rahim seorang ibu selama 9
bulan 10 hari, apakah hanya dengan
bertemunya sperma dengan sel telur (ovum) yang terjadi di dalam rahim,
lalu dapat menjadi cikal bakal manusia termasuk juga keberadaan diri kita?
Apakah rahim seorang ibu begitu hebat sehingga mampu memproses sperma dan sel telur
(ovum) menjadi seorang anak manusia
ataukah pencipta dari rahim seorang ibu yang sangat hebat?
Adanya proses kelahiran seorang anak melalui rahim seorang ibu, maka
terjadilah apa yang dinamakan dengan proses regenerasi seorang abd’ (hamba) dan
juga regenerasi seorang khalifah di muka bumi. Sehingga yang terjadi di dalam rahim
seorang ibu bukanlah semata-mata suatu proses alamiah semata yang dikenal oleh ilmu
kedokteran semata. Akan tetapi yang terjadi dalam rahim seorang ibu adalah
bagian dari kehendak, kemampuan dan ilmu Allah SWT untuk mengadakan proses regenerasi
seorang abd’ (hamba) dan juga regenerasi seorang khalifah di muka bumi.
Adanya kehendak, kemampuan dan
Ilmu Allah SWT untuk melakukan regenerasi abd’ (hamba) dan juga kekhalifahan di
muka bumi, maka proses yang terjadi di dalam rahim seorang ibu tidak terlepas
dari peran Allah SWT di dalam proses kelahiran seorang manusia ke muka bumi. Untuk itu mari kita renungkan hal-hal sebagai berikut sebagai sarana
untuk meningkatkan keimanan dan keyakinan diri kita kepada Allah SWT dari waktu
ke waktu bahwa hanya Allah SWT sajalah yang mampu menciptakan manusia dari
setetes mani, berdasarkan proses kelahiran manusia, termasuk kelahiran diri
kita?
1. Adakah Ilmu Allah SWT di dalam rahim seorang ibu, jika tidak ada
Ilmu Allah SWT bagaimana mungkin rahim bisa begitu hebat sehingga mampu memproses sperma dan sel telur (ovum) menjadi
janin?
2. Adakah Qudrat dan Iradat Allah
SWT di dalam rahim seorang ibu, jika Allah SWT tidak memiliki Qudrat dan Iradat
yang sama-sama hebat bagaimana mungkin Allah SWT sanggup menciptakan segala
sesuatu termasuk rahim seorang ibu?
3. Adakah kasih sayang Allah SWT
di dalam rahim seorang ibu, jika tidak ada kasih sayang Allah SWT bagaimana
mungkin seorang ibu mau mengorbankan jiwanya sendiri untuk melahirkan anak?
4. Adakah di dalam rahim seorang
ibu kehidupan yang berasal dari Allah SWT, jika tidak ada kehidupan (hayat)
yang berasal dari Allah SWT tidak akan ada manusia, sebab yang ada hanya
jasmani saja, sebab ruh nya tidak ada.
5. Lalu adakah di dalam rahim
seorang ibu keajaiban yang dipertontonkan atau diperlihatkan Allah SWT, jika
tidak bagaimana mungkin seorang ibu dapat merasakan adanya suatu gerakan yang
dilakukan oleh bayinya?
Jika sampai rahim tidak pernah diciptakan
dan tidak pernah diletakkan pada seorang ibu oleh penciptanya, dapatkah
sperma dan sel telur berproses menjadi segumpal mani, menjadi segumpal darah,
menjadi segumpal daging yang kemudian menjadi janin? Dan yang pasti melalui
proses pembuahan sel telur (ovum) oleh sperma yang terjadi di dalam rahim
seorang ibu, Allah SWT telah mempertontonkan (mempertunjukkan) kepada kita
semua bahwa hanya melalui sperma yang terbaiklah yang mampu membuahi sel telur
dan melalui yang terbaik itulah yang menjadi jasmani diri kita.
Di dalam rahim seorang ibu terjadi pula proses penyatuan antara unsur ruh
ke dalam unsur jasmani yang diikuti dengan pemberian 3 (tiga) buah modal dasar
yang terdiri dari pendengaran, penglihatan dan juga af’idah (perasaan) yang
diletakkan dalam hati, sebagaimana dikemukakan dalam surat As Sajdah (32) ayat
9 berikut ini: “Kemudian Dia
menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)Nya ke dalam (tubuh)nya dan dia
menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit
sekali kamu bersyukur.” Dimana
peristiwa ini terjadi setelah janin
sempurna, dalam hal ini telah berumur 120 (seratus dua puluh) hari. Dan
setelah terjadinya peristiwa ini maka setiap manusia telah menjadi makhluk
dwidimensi, yaitu makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan unsur ruh serta
telah terjadi apa yang dinamakan dengan hidup yaitu saat bersatunya ruh dengan
jasmani. Dan akhirnya setelah lahir
seorang anak ke muka bumi maka terjadilah proses regenerasi seorang abd’
(hamba) Allah SWT dan juga regenerasi kekhalifahan di muka bumi.
Adanya proses kejadian manusia yang dimulai dari setetes mani, Allah SWT
berkehendak untuk menunjukkan kepada seluruh umat manusia, termasuk kepada diri
kita bahwa hanya Allah SWTlah yang mampu melakukan itu semua. Lalu jadikan hal
ini menjadi sebuah keimanan dan keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa hanya Allah
SWT sajalah yang mampu menciptakan manusia dari setetes mani.
Sebagai makhluk yang diciptakan
oleh Allah SWT, sadarkah diri kita dengan keadaan ini, merasakah diri kita
tidak memiliki kemampuan apapun dibandingkan Allah SWT, tahukah diri kita bahwa
diri kita tidak memiliki apa-apa saat datang ke muka bumi ini? Jika kita termasuk
orang yang tahu diri, maka sudah sepantasnya dan sepatutnya diri kita beriman
kepada Allah SWT dan mampu menjadi makhluk yang tahu diri dihadapan Allah SWT
saat hidup di langit dan di bumi yang dimiliki oleh Allah SWT dan mampu pula
melaksanakan penghambaan dan juga kekhalifahan di muka bumi yang sesuai dengan
konsep awal penciptaan manusia.
H. IMANI ALLAH SWT SAJA
YANG MEMPERGANTIKAN SIANG DAN MALAM.
Perhatikanlah alam di sekitar kita, ada siang ada malam, lalu siapakah
yang mengadakan siang dan malam itu, atau apakah mungkin siang dan malam ada
dengan sendirinya, atau dapatkah terjadinya
siang dan malam jika tidak ada matahari dan bulan? Terjadinya siang dan
malam merupakan akibat dari adanya matahari dan juga bulan yang selalu berjalan
di dalam orbitnya masing-masing untuk mengelilingi bumi secara teratur di dalam
garis edarnya masing-masing. Lalu apakah keteraturan peredaran bulan dan
matahari mengitari orbitnya masing-masing untuk mengelilingi bumi itu ada
dengan sendirinya? Keteraturan tidak datang dengan sendirinya, keteraturan
pasti ada yang mengaturnya, lalu siapakah yang sanggup mengatur bulan dan
matahari dan bumi?
Yang sanggup mengatur bulan dan matahari serta bumi adalah pencipta dan pemilik dari bulan
dan matahari serta bumi itu sendiri, dalam hal ini adalah Allah SWT sebagaimana
dikemukakan dalam surat Luqman (31) ayat 29 berikut ini: “Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah memasukkan malam
ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari
dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Selanjutnya untuk apakah keteraturan bulan dan matahari berjalan sesuai
dengan orbitnya mengelilingi bumi, apakah hanya sekedar terlihat indah ataukah
ada sesuatu di balik itu? Dengan teraturnya peredaran bulan dan peredaran
matahari tetap pada orbitnya mengelilingi bumi maka akan memudahkan manusia untuk menilai, mengukur, dan menetapkan
adanya waktu.
Adanya penetapan waktu maka akan memudahkan kita membedakan antara siang dengan malam, yang dilanjutkan
dengan penetapan-penetapan waktu lainnya seperti detik, menit, jam, hari, minggu,
bulan, tahun dan abad, sebagaimana dikemukakan dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 2
berikut ini: “Allah-lah yang meninggikan
langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di
atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga
waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini Pertemuan (mu) dengan
Tuhanmu.” Dan
sekiranya Allah SWT tidak mengatur peredaran bulan
dan peredaran matahari sesuai dengan orbitnya mengelilingi bumi, apakah yang
terjadi? Kita tidak pernah mengetahui dengan pasti mana yang detik, mana yang
menit, mana yang jam, mana yang hari, mana yang minggu, mana yang bulan dan
mana yang tahun.
Dan jika sampai siang, malam,
detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun tidak ada, maka akan
terjadilah kebingungan, terjadilah
kebimbangan, akibat tidak adanya petunjuk tentang waktu yang jelas kapan kita
melakukan aktivitas. Apakah itu tidur, apakah itu bekerja, kapan memulai puasa,
kapan mengakhiri puasa, kapan melaksanakan shalat, kapan melaksanakan wukuf di
Arafah, atau kapan akan melaksanakan Shalat Ied, kapan melaksanakan jumroh, dimana
kesemuanya membutuhkan adanya penetapan dan kepastian waktu. Allah SWT dengan kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya telah mengatur
itu semua dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya jika Allah SWT telah melakukan itu
semua dan kitapun bisa merasakannya langsung, apakah kita akan tetap tidak mau beriman
kepada Allah SWT?
Sekarang, apa yang akan terjadi jika sampai di alam semesta ini tidak ada
cahaya sama sekali? Semuanya akan gelap gulita, sehingga antara siang dan malam
tidak ada bedanya, sama gelap gulitanya. Allah SWT Maha Besar, maka diadakannya
alam itu bercahaya, lalu dengan cahaya itu manusia, hewan, tumbuhan dapat
melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sekarang jika alam dan sekitarnya sudah
mempunyai cahaya, dan dengan cahaya itu telah pula memberikan manfaat yang
tidak terhingga bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Selanjutnya jika cahaya yang
ada di alam ini sudah sebaik dan sebagus ini, maka seberapa hebatkah cahaya
yang dimiliki Allah SWT selaku sumber dari segala sumber cahaya?
Kita semua dapat menelaahnya sendiri, membayangkannya sendiri cahaya Allah
SWT seperti yang tertuang di dalam surat An Nuur (24) ayat 35 berikut ini: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya
Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada
pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu)
dan tidak pula di sebelah barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui
segala sesuatu. (surat An Nuur (24) ayat 35)
[1039] Yang dimaksud lubang
yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak
tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau
barang-barang lain.
[1040] Maksudnya: pohon
zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu
matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur
dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.
Setiap manusia, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, tidak akan mungkin bisa menghadapi, menantang, menilai dan menghitung kehebatan dari cahaya Allah SWT yang tertuang dalam surat An Nuur (24) ayat 35 di atas, apalagi melihat cahaya (nur) Allah SWT secara langsung. Sebagai perbandingan, untuk menatap lampu 10.000 (sepuluh ribu) watt saja manusia tidak mampu melihatnya, padahal lampu itu manusia sendiri yang menciptakannya. Jika sudah begini keadaannya maka apakah hal ini tidak cukup menghantarkan diri kita untuk beriman kepada Allah SWT?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar