Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 25 April 2024

PENGHANCUR KEIMANAN KEPADA ALLAH SWT (PART 2 of 5)

 

B.   TERLENA AKAN KEHIDUPAN DUNIA.

 

Hidup adalah saat bersatunya ruh dengan jasmani, dan pada saat hidup inilah terjadi apa yang dinamakan dengan proses saling pengaruh mempengaruhi antara jasmani yang membawa nilai nilai keburukan dengan ruh yang membawa nilai nilai kebaikan atas hidup seorang manusia. Apabila jasmani mampu mengalahkan ruhani (maksudnya nilai nilai keburukan mampu mengalahkan nilai nilai kebaikan), maka kita akan memiliki kecenderungan sifat-sifat alam yang dibawa oleh jasmani, dalam hal ini kita akan lebih mementingkan dan memuaskan serta lebih banyak memperhatikan kehidupan dunia. Sehingga kebutuhan jasmani lebih didahulukan dengan mengabaikan kebutuhan ruh.  Jika ini adalah pilihan hidup manusia maka jalan yang ditempuh manusia mengandung nilai-nilai keburukan sehingga menjadikan jiwa kita menjadi jiwa Fujur. Apa maksudnya?

 

Untuk itu lihatlah dan perhatikanlah sifat-sifat jasmani yang berasal dari alam seperti kikir, bakhil, mementingkan diri sendiri, selalu buruk sangka, lemah, selalu tergesa-gesa, yang tidak akan pernah berkesesuaian dengan sifat-sifat ruh atau tidak pernah berkesesuaian dengan kehendak Allah SWT atau tidak pernah berkesesuaian dengan nilai-nilai kebaikan yang berasal dari nilai nilai Ilahiah. Dan yang pasti adalah sifat kikir, bakhil, egois, selalu mementingkan diri sendiri, buruk sangka, lemah, tergesa-gesa adalah sifat yang paling disukai oleh syaitan. Sehingga dengan tumbuh suburnya sifat-sifat jasmani dalam diri berarti kita telah memberikan kesempatan bagi syaitan beserta bala tentaranya untuk melaksanakan aksinya merayu dan menggoda diri kita. 

 

Apakah hanya sekedar itu saja dampak dari mementingkan kehidupan dunia atau mementingkan kebutuhan Jasmani? Jika kita mengacu kepada isi surat Al A'raaf (7) ayat 179 berikut ini:  “dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”

 

Banyak hal yang akan terjadi pada diri kita jika kita hanya mementingkan kehidupan dunia semata, yaitu: (1) Dikunci mati hatinya oleh Allah SWT sehingga tidak mampu memahami ayat-ayat Allah SWT dan dibutakan mata hatinya sehingga tidak mampu lagi melihat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT saat hidup di dunia; (2) Ditulikan telinganya sehingga tidak mampu lagi mendengar ayat-ayat Allah SWT dan nasehat yang baik-baik; (3) Statusnya disamakan dengan binatang ternak serta tempat kembalinya ke Neraka Jahannam. Jika sudah demikian keadaannya, apakah mungkin kondisi keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT akan tetap utuh kualitasnya?

 

Lalu bagaimana jika ruh mampu mengalahkan jasmani? Apabila ruh (nilai nilai kebaikan) mampu mengalahkan jasmani (nilai nilai keburukan) maka diri manusia mempunyai kecenderungan kepada nilai-nilai kebaikan yang berasal dari sifat-sifat Ilahiah yang telah menjadi sifat ruh. sehingga diri kita lebih cenderung memperhatikan dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan akhir hidupnya dengan tidak menelantarkan atau menghilangkan sama sekali kehidupan dunia. Adanya kondisi ini maka kondisi diri kita  selalu berada di dalam keseimbangan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat, seperti yang di nasehatkan oleh Khalifah Utsman bin Affan ra, berikut ini: Barangsiapa hidupnya dalam keseimbangan dunia dan akhirat, dia disenangi Allah SWT. Barangsiapa meninggalkan perbuatan Dosa, dia dicintai para Malaikat. Barangsiapa meninggalkan keserakahan terhadap hak kaum muslimin, dia dicintai mereka".

 

Sebagai abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya yang saat ini sedang menjalankan tugas di muka bumi, yang manakah keadaan diri kita, apakah yang mementingkan kehidupan dunia ataukah yang menjadikan kehidupan Akhirat menjadi tujuan hidupnya? Kami berharap pembaca buku ini adalah abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya yang selalu berada di dalam keseimbangan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat seperti yang dinasehatkan oleh Khalifah Utsman bin Affan ra, di atas.

 

Untuk itu, jika kita ingin kehidupan yang sedang kita jalani berada di dalam keseimbangan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat, jadikan kehidupan dunia sebagai modal dasar untuk menjalani kehidupan akhirat. Jika sampai diri kita hanya mampu mementingkan kehidupan dunia  yang diarahkan oleh jasmani, atau kehidupan dunia yang kita laksanakan tidak dapat menjadi modal dasar bagi kehidupan akhirat maka diri kita sendirilah yang telah menjadikan kehidupan yang sedang dijalankannya menjadi kehidupan yang paling disukai, yang paling diminati, yang paling diinginkan oleh syaitan sanglaknatullah. Dimana kondisi ini sejalan dengan hadits berikut ini: Ibnu Mas'ud ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Wahai Dunia! Berkhidmatlah kepada orang yang telah berkhidmat kepada-Ku dan perbudaklah orang yang berkhidmat kepadamu. (Hadits Qudsi Riwayat Al Qudha'ie, 272:194)

 

Selain daripada itu, masih ada resiko lain apabila kita lebih mementingkan kehidupan dunia, yaitu diri kita akan diperbudak oleh alam atau menjadi budak bagi kehidupan dunia sehingga kedudukan diri kita sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi telah tergantikan posisinya oleh alam, sehingga diri kita telah turun pangkat dari subyek menjadi obyek dari rencana besar kekhalifahan di muka bumi. Selanjutnya apa yang terjadi jika kehidupan akhirat yang menjadi pilihan kita, atau jalan yang kita tempuh berada di dalam keseimbangan hidup antara dunia dengan akhirat?

 

Jika kehidupan  akhirat yang diarahkan oleh ruh menjadi pilihan kita maka pilihan ini adalah pilihan sangat dibenci oleh syaitan, akan tetapi sesuai dengan kehendak Allah SWT. Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri yaitu tahu siapa diri kita sebenarnya dan tahu siapa Allah SWT sebenarnya, maka jalan hidup yang kita tempuh adalah jalan menuju kehidupan akhirat, atau jalan menuju kampung kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat sehingga kita selalu berada di dalam kesesuaian dengan Kehendak Allah SWT.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sedang menumpang di bumi yang dimiliki dan diciptakan oleh Allah SWT, ada hal lainnya yang harus kita perhatikan saat kita hidup di dunia adalah kita tidak bisa melepaskan diri dari tugas dan tanggung jawab sebagai makhluk sosial, seperti bekerja, berkarya, bermuamalah, melaksanakan profesi, menikah dan saling tolong menolong, sewaktu hidup di dunia. Jika sampai tugas dan pekerjaan dunia kita hilangkan, atau kita tidak mau bekerja dan berkarya lalu hanya mengejar kehidupan akhirat, berarti diri kita telah meninggalkan tanggung jawab untuk menafkahi keluarga, anak dan keturunan, sedangkan hal itu adalah ibadah dan tugas mulia yang di amanatkan oleh Allah SWT dalam rangka mensukseskan regenerasi penghambaan dan juga regenerasi kekhalifahan di muka bumi.

 

Untuk itu jangan pernah sia-siakan kehidupan dunia yang saat ini kita jalankan karena  kehidupan akhirat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT tidak akan dapat kita raih jika kita tidak mempersiapkannya dengan baik dan benar sewaktu hidup di dunia ini. Sebagai pelaksana dari hidup ini maka kita harus bisa mengetahui dan memahami dengan baik dan benar tentang makna (arti) dari kehidupan dunia yang kita laksanakan saat ini. Hal ini menjadi penting karena makna (arti) dari kehidupan di dunia tidak hanya satu pengertian saja. Akan tetapi ada 6 (enam) maknanya (artinya) sebagaimana yang dikemukakan oleh Allah SWT di dalam AlQuran dan juga berdasarkan ketentuan hadits berikut ini:

 

1.   Dunia adalah Tempat Kesenanangan Sementara. Dunia adalah la’ib (main main) dan laghwu (senda gurau). Dunia hanyalah tempat sandiwara kehidupan dipentaskan. Bukankah hidup ini sebenarnya adalah sangat sederhana? Kita bagaikan aktor ataupun artis yang sedang memegang peran masing masing. Sedangkan sutradaranya adalah Allah SWT. Di sandiwara kehidupan ini, ada skenario Tuhan yang wajib diperankan dengan sebaik baiknya dan juga semaksimal mungkin diperankan oleh diri kita, sebagaimana termaktub dalam surat Al An'am (6) ayat 32 berikut ini: “dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”.

 

[468] Maksudnya: kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.

 

Jika kehidupan dunia sudah dikatakan oleh Allah SWT sebagai tempat kesenangan sementara berarti ada tempat kesenangan yang tetap yang akan disediakan Allah SWT. Timbul pertanyaan dimanakah letak kesenangan tetap tersebut? Letak kesenangan tetap ada pada kehidupan akhirat dan sebagai seorang Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi ini kita diminta oleh Allah SWT untuk memahani hal ini dengan baik dan benar. Lalu untuk siapakah kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat itu, apakah untuk Allah SWT ataukah untuk diri kita? Allah SWT tidak membutuhkan itu semua, dan jika Allah SWT tidak membutuhkan, lalu siapakah yang membutuhkan?

 

Jika kita merasa sangat membutuhkan kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat, maka kita harus memiliki bekal untuk menuju kesana atau kita harus berusaha memiliki tiket masuk menuju kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat. Hal yang harus kita perhatikan adalah kita tidak akan mungkin memperoleh tempat kembali berupa syurga jika tiket yang kita miliki adalah tiket masuk ke neraka atau bekal yang sesuai dengan kehendak setan.  

 

2.   Dunia adalah Tempat Ujian. Kehidupan dunia adalah tempat ujian, hal ini berdasarkan surat Thaahaa (20) ayat 131-132  berikut ini: “dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” Jika kehidupan dunia sudah dikatakan oleh Allah SWT sebagai tempat ujian berarti saat ini diri kita sedang melaksanakan test atau sedang diuji oleh Allah SWT untuk menghadapi musuh abadi manusia, dalam hal ini ahwa (hawa nafsu) dan juga setan.

 

Adanya test atau ujian yang dilakukan oleh Allah SWT maka akan menghasilkan apa yang dinamakan dengan nilai seseorang, kelulusan seseorang, kemenangan seseorang atau kekalahan seseorang. Jika kita lulus ujian melawan ahwa (hawa nafsu) dan juga setan berarti diri kita adalah pemenang dan setan adalah pecundang. Pemenang akan memperoleh syurga sedangkan pecundang akan memperoleh neraka.Selanjutnya sudahkah diri kita mempersiapkan diri untuk menjadi pemenang atau lulus dari ujian Allah SWT? 

 

3.  Dunia adalah Laksana Air Hujan. Allah SWT melalui surat Al Kahfi (18) ayat 45-46  berikut ini mengemukakan: “dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”  Allah SWT melalui ayat ini telah mengingatkan kepada diri kita agar jangan sampai diri kita tertipu dengan kehidupan dunia lalu lupa dengan kehidupan akhirat yang menjadi tujuan akhir diri kita.

 

Dan Allah SWT juga telah memberikan peringatan dini kepada diri kita seperti ini karena setan dengan segala kemampuan yang dimilikinya mampu memanipulasi sesuatu yang tidak baik menjadi baik atau mampu menjadikan sesuatu yang baik menjadi sesuatu yang tidak baik. Jika sampai diri kita mampu dipengaruhi setan maka kita tidak akan mampu menjadi seorang pemenang, atau yang akan disambut dengan karpet merah saat pulang  kampung. Untuk itu berhati-hatilah dengan setan saat diri kita melaksanakan tugas di muka bumi dengan tetap menjadikan setan sebagai musuh yang nyata bagi diri kita. 

 

4.  Dunia adalah Mataa’ (kesenangan yang menipu). Berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 14 berikut ini: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu: wanita wanita, anak anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga). (surat Ali Imran (3) ayat 14)”. Dunia adalah mataa’ (kesenangan yang menipu). Ketertipuan terhadap dunia terjadi ketika kita menjadikan dunia sebagai tujuan akhir. Padahal dunia ini hanyalah perantara atau media untuk menggapai kebahagiaan hidup di alam abadi. Dunia adalah media untuk mencari bekal hidup agar kelak kita meraih syurga.

 

5.    Dunia adalah Qalil (kecil). Berdasarkan ketentuan surat An Nisaa (4) ayat 77 berikut ini: “Kesenangan di dunia ini hanya kecil (sebentar) dan akhirat itu lebih baik untuk orang orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. (surat An Nisaa (4) ayat 77)”. Dunia adalah qalil (kecil). Dalam ayat ini Allah SWT membandingkan dunia dengan akhirat. Segala yang ada dunia ini kecil. Manusia itu kecil. Harta itu kecil. Nikmat di dunia itu kecil. Kesengsaraan di dunia itu kecil. Kelak di akhiratlah segala yang besar besar itu berada.

 

Kenikmatan di syurga, kata Rasul SAW, belum pernah terdengar telinga, belum pernah terlihat mata, bahkan belum pernah terjamah oleh pikiran manusia. Begitu pula dengan kesengsaraan dan kebinasaan di neraka, yang belum pernah terjamah dan dirasakan oleh manusia. Untuk itu bersabarlah di dunia yang singkat dan kecil ini. Jangan terlena dengan kenikmatan dunia yang kecil ini. Jangan menyerah dengan cobaan dan kesengsaraan hidup di dunia yang juga kecil ini. Asalkan kita berada di titian iman dan taqwa hingga ajal tiba, Allah SWT akan menjanjikan kenikmatan yang jauh lebih indah, kekal dan abadi.

 

6.  Dunia adalah Penjara. Dunia adalah penjara. Ada yang mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan penjara adalah beragam aturan aturan yang membatasi diri seorang muslim. Hal ini tertuang dalam hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan syurga bagi orang kafir.” (Hadits Riwayat Ahmad)”.  Sebagaimana kita ketahui bahwa di dunia ini seorang muslim diikat oleh aturan yang bernama syariat. Ada perintah dan ada larangan. Ada perintah untuk mengontrol dan mengalahkan hawa nafsu. Ada kewajiban, sunnah, mubah, makruh, serta haram. Ada perintah shalat, puasa, zakat, serta berhaji bagi yang mampu. Ada larangan judi, zinah, korupsi, minum minuman keras, meninggalkan shalat dan lain lain.

 

Sebagian ulama berpendapat bahwa semua itulah yang dimaksud dengan belenggu. Kematian adalah saat dimana belenggu belenggu itu terlepas. Kematian adalah masa terbebasnya diri seorang muslim dari segala belenggu belenggu yang selama di dunia telah mengikatnya. Allah SWT berfirman: Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. (surat Al-Baqarah (2) ayat  212)”.  Kematian adalah masa kebahagiaan bagi seorang muslim karena ia akan segera disambut dengan kenikmatan kenikmatan akhirat sebagai hadiah atas kesabarannya meniti jalan yang telah diatur oleh Allah SWT saat hidup di dunia.

 

Itulah 6 (enam) makna dari kehidupan dunia, yang kesemuanya harus dapat kita maknai sesuai dengan kehendak Allah SWT. Selain makna (arti) kehidupan dunia yang telah kami kemukakan di atas, masih ada makna (arti) kehidupan dunia yang lainnya, sebagaimana hadits berikut ini: “Sahabat yang mulia, Jabir bin Abdullah ra, mengabarkan bahwa Rasulullah pernah melewati sebuah pasar hingga kemudian banyak orang yang mengelilinginya. Sesaat kemudian beliau melihat bangkai anak kambing yang cacat telinganya. Beliau mengambil dan memegang telinga kambing itu seraya bersabda, ''Siapa di antara kalian yang mau memiliki anak kambing ini dengan harga satu dirham.'' Para sahabat menjawab, ''Kami tidak mau anak kambing itu menjadi milik kami walau dengan harga murah, lagi pula apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?'' Kemudian Rasulullah berkata lagi, ''Apakah kalian suka anak kambing ini menjadi milik kalian?'' Mereka menjawab, ''Demi Allah, seandainya anak kambing ini hidup, maka ia cacat telinganya. Apalagi dalam keadaan mati.'' Mendengar pernyataan mereka, Nabi bersabda, ''Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini untuk kalian.'' (Hadits Riwayat Muslim). Berdasarkan hadits ini kehidupan dunia lebih rendah dan hina di mata Allah SWT dibandingkan dengan bangkai anak kambing.

 

Dalam riwayat lain disebutkan: “Pada suatu waktu, Rasulullah memegang pundak Abdullah bin Umar Beliau berpesan, ''Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekadar melewati jalan (musafir).'' Abdullah menyimak dengan khidmat pesan itu dan memberikan nasihat kepada sahabatnya yang lain: ''Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah engkau menanti datangnya pagi. Sebaliknya, bila engkau berada di pagi hari, janganlah engkau menanti datangnya sore. Ambillah (manfaatkanlah) waktu sehatmu sebelum engkau terbaring sakit, dan gunakanlah masa hidupmu untuk beramal sebelum datangnya kematianmu.'' (Hadits Riwayat Bukhari). Sedang berdasarkan hadits ini kita telah diiingatkan oleh Nabi Muhammad SAW agar menjadikan kehidupan dunia ini sekedar melewati jalan atau menjadikan diri kita sebagai musafir semata sehingga bukan untuk menetap selamanya di dunia.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang sedang menumpang di muka bumi; yang sedang merantau ke muka bumi; yang sedang menjadi tamu di muka bumi. Dan sebagai tamu yang tahu diri maka kita harus memiliki apa yang dinamakan dengan adab, sopan santun, tata krama sehingga dapat menyenangkan hati tuan rumah; sebagai perantau yang baik maka kita wajib mempersiapkan bekal (maksudnya amal shaleh) sebanyak mungkin yang harus kita persiapkan saat hidup di muka bumi untuk persiapan pulang kampung ke negeri akhirat. Sekarang setelah menjadi tamu yang baik dapatkah kita sewenang-wenang memperlakukan langit dan bumi seolah-olah kita yang memiliki? Dapatkah kita merusak langit dan bumi atas nama pemilik? Dapatkah kita menghambur-hamburkankan segala jerih payah di muka bumi tanpa memikirkan bekal untuk pulang ke negeri akhirat? Jika kita termasuk tamu yang baik yang menyenangkan hati tuan rumah maka kita harus menjaga, merawat, memelihara langit dan bumi sesuai dengan kehendak dari pencipta dan pemiliknya. Sedangkan jika kita termasuk perantau yang baik maka kita harus mencari, membekali diri dengan bekal yang cukup untuk pulang kampung ke negeri akhirat. 

 

Sekarang mari kita lakukan perbandingan antara kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin yang dikehendaki  Allah SWT dibandingkan dengan kehidupan dunia dari sudut pandang orang kafir yang dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah. Timbul pertanyaan, apakah sama kondisinya ataukah berbeda kondisinya? Berikut ini akan kami kemukakaan beberapa ketentuan tentang kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin, yaitu:

 

1.    Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk memperoleh rahmat Allah SWT, atau saat untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT, atau saat untuk mendapatkan kebajikan bagi kehidupan dunia dan juga bagi kehidupan akhirat kelak. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al A'raaf (7) ayat 156 berikut ini: “dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami". Sebagai abd’ (hamba) yang juga adalah khalifah di muka bumi sudahkah kita memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT ini?

 

2.  Kehidupan  dunia  bagi  orang mukmin adalah saat untuk mengumpulkan pahala untuk kebaikan hidup di dunia dan pahala untuk kebaikan hidup di akhirat kelak. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 148  berikut ini: “karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia[236] dan pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” Sebagai abd’ (hamba) yang juga adalah khalifah di muka bumi yang tahu diri sudahkah kita memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT ini?

 

[236] Pahala dunia dapat berupa kemenangan-kemenangan, memperoleh harta rampasan, pujian-pujian dan lain-lain.

 

3.  Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk memperoleh atau mendapatkan kebaikan dari Allah SWT sebagai balasan atas perbuatan baik yang kita lakukan saat menjadi khalifah di muka bumi. Hal ini berdasarkan ketetuan surat An Nahl (16) ayat 30 berikut ini: “dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan Itulah Sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.”

 

4.     Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah kesempatan untuk memperoleh, untuk mendayagunakan, untuk merasakan, segala perhiasan yang telah dihalalkan oleh Allah SWT untuk kepentingan dunia dan kepentingan akhirat kita serta untuk aktualisasi diri dan juga untuk memperoleh tiket masuk ke syurga. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al A'raaf (7) ayat 31-32-33 berikut ini: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat[536]." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”

 

[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.

[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

[536] Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.

 

5.    Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat merasakan atau menerima berita gembira atau merasakan janji-janji Allah SWT baik untuk kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Yunus (10) ayat 62-63-64 berikut ini: “Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”

 

6.   Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat  diberikannya kesenangan yang berasal dari Allah SWT serta saat dihilangkannya azab yang menghinakan yang kita alami saat hidup di dunia. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Yunus (10) ayat 98 berikut ini: “dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.”

 

7.   Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah kesempatan untuk memperoleh perlindungan saat diri kita  hidup di dunia yang berasal langsung dari Allah SWT untuk kepentingan akhirat. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Fushshilat (41) ayat 30-31 berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.”

 

8. Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat diri kita diberikan kesempatan untuk menjadi penguasa atau saat diri kita melaksanakan misi sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Yusuf (12) ayat 101 berikut ini: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”

 

9.    Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat diri kita dicintai oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Hamba-Ku yang mukmin Aku cintai lebih dari sementara Malaikat-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:113).”    

 

10. Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat dosa-dosa manusia di ampuni oleh Allah SWT. Hal ini berdasarkan ketentuan hadits berikut ini: “Abu Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Andaikan hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi, namun tidak bersyirik menyekutukan sesuatu pada-Ku, akan kuhadapinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:127).”

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita memanfaatkan sepuluh kesempatan yang telah Allah SWT sediakan dalam rangka menghantarkan diri kita pulang kampung ke syurga, atau dalam rangka merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT saat diri kita hidup di muka bumi ini? Apabila diri kita hanya diam saja atau kita tidak bereaksi untuk menyambut 10 (sepuluh) fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita, dikarenakan kita sudah merasa hebat karena sudah tidak membutuhkan Allah SWT lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar