Sekarang
AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT sudah ada dihadapan diri kita.
Lalu, apakah AlQuran yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia, termasuk untuk
diri kita, akan kita biarkan begitu saja tergeletak di lemari buku atau di
perpustakaan? Sebagai abd’ (hamba) dan yang juga khalifah di muka bumi yang
sangat membutuhkan AlQuran kita tidak bisa hanya berdiam diri saja, atau hanya
cukup dengan cukup dibaca saja kita bisa memperoleh manfaat yang hakiki dari diturunkannya AlQuran oleh Allah SWT?
Jika kita ingin memperoleh dan merasakan manfaat dan merasakan rasa dari
AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT untuk kepentingan diri kita, lalu
bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, maka hal hal
berikut ini harus kita lakukan, yaitu:
A. IMANI DAN YAKINI
BAHWA ALQURAN ORIGINAL HANYA DARI ALLAH SWT SEMATA.
Hal yang pertama
yang harus kita lakukan kepada AlQuran yang telah ada dihadapan diri kita adalah
mengimani AlQuran sebagai bagian dari pelaksanaan rukun iman yang enam, dalam
hal ini iman kepada kitab, sebagai bagian dari pelaksanaan Diinul Islam secara
kaffah (menyeluruh), sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Wahai
orang orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan
janganlah kamu ikuti langkah langkah syaitan. Sungguh, ia musuh yang nyata
bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 208). Sekali lagi kami tegaskan,
mengimani AlQuran merupakan hal yang pertama yang harus kita lakukan.
Setelah kita mampu mengimani AlQuran sebagai bagian dari pelaksanaan
Diinul Islam secara kaffah (menyeluruh) maka kita harus meyakini dengan sepenuh
keyakinan bahwa AlQuran diturunkan hanya dari Allah SWT (original hanya dari
Allah SWT) selaku Tuhan seluruh alam, sehinggga isinya tanpa ada keraguan
sedikitipun di dalamnya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada AlQuran yang
diturunkan Allah,” mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang
diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada AlQuran yang diturunkan
sesudahnya, sedang AlQuran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa
yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah
jika benar kamu orang-orang yang beriman?” (surat Al Baqarah (2) ayat 91).
Adapun AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT isinya membawa kebenaran,
memberikan hikmah, petunjuk yang suci,
murni tanpa ada pengaruh dari siapapun juga termasuk di dalamnya tidak ada
sedikitpun masukan atau tambahan dari Nabi Muhammad SAW selaku utusanNya. Hal
ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam 2 (dua) buah firmanNya berikut
ini: “Turunnya AlQuran itu tidak ada
keraguan padanya, (yaitu) dari Tuhan seluruh alam (surat As Sajdah (32) ayat 2).
Dan juga dalam firmanNya berikut ini: “Kitab AlQuran ini diturunkan oleh Allah Yang Mahamulia, Mahabijaksana.
Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (AlQuran) kepadamu (Muhammad) dengan
(membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama
kepadaNya. (surat Az Zumar (39) ayat 1,2).”
AlQuran sebagai kitab yang diturunkan oleh Allah SWT berarti AlQuran
bukan berasal dari bumi melainkan dari atas (dalam hal ini dari Allah SWT yang
bersemayam di Arsy). Hal ini dikarenakan kata “anzalna yang artinya diturunkan
atau turun” bermakna sesuatu yang berasal dari atas (Lauh Mahfuz) menuju ke
bawah, dalam hal ini adalah menuju ke bumi tempat tinggal manusia, sebagaimana
firmanNya berikut ini: “Bahkan (yang
didustakan itu) ialah AlQuran yang mulia, yang tersimpan dalam (tempat) yang
terjaga (Lauh Mahfuz). (surat Al Burujj (85) ayat 21,22).” Lalu untuk
apakah AlQuran diturunkan Allah ke muka bumi?
AlQuran diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi bukanlah untuk menjadikan
manusia susah, melainkan untuk kebaikan dan kebahagiaan umat manusia. Sehingga
dengan adanya AlQuran maka umat manusia memiliki petunjuk dan pedoman yang baku
saat melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi. Dan sebagai orang yang hidup
menumpang (sebagai tamu) di muka bumi tentu kita tidak bisa berdiam diri, atau
bahkan mengabaikan dengan apa apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT dan
menjadi sebuah kewajiban bagi diri kita untuk mengetahui adanya ketentuan,
hukum, aturan dan undang undang yang telah diberlakukan oleh Sang pencipta dan
pemilik dari alam semesta ini, jika kita berkehendak menjadi tamu yang
terhormat dihadapan Allah SWT.
Hal yang terpenting setelah diri kita mengimani AlQuran dan juga meyakini
AlQuran hanya dari Allah SWT semata adalah segeralah pelajari AlQuran, lalu
berusaha untuk memahaminya secara perlahan, laksanakan segala ketentuan, segala
hukum, segala peraturan, segala perintah, segala larangan yang telah Allah SWT
tetapkan berlaku agar diri kita terhindar dari ancaman Allah SWT, sehingga kita mampu memperoleh segala janji-janji yang
telah Allah SWT janjikan kepada diri kita, sebagaimana firman-Nya berikut ini:“Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang
Kami turunkan kepadamu, Maka Tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab
sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab
itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu. dan
sekali-kali janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Allah yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang rugi.” (surat Yunus (10)
ayat 94, 95).
Berdasarkan ketentuan surat Yunus (10) ayat 94, 95 di atas, Allah SWT
sudah mengingatkan kepada kita agar jangan sampai kita ragu ragu, atau
meragukan, atau menyangsikan, atau mendustakan terhadap apa yang telah Allah
SWT turunkan kepada diri kita, karena sesungguhnya kebenaranlah yang telah
datang kepada kita dan jangan sampai kita menjadi orang yang merugi. Sungguh
begitu sayangnya Allah SWT kepada diri kita!
Selanjutnya mengimani AlQuran
yang seperti apakah yang dikehendaki oleh Allah SWT? Sebagai makhluk yang telah diciptakan secara
terhormat, maka kita harus mengimani AlQuran secara utuh tanpa ada yang
dipilah-pilah atau tanpa ada yang dikurangi, atau tanpa ada yang ditambah, atau
tanpa ada yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan tertentu baik untuk
kepentingan diri pribadi maupun untuk kelompok tertentu sehingga isi dan
kandungan AlQuran kita jadikan komoditas untuk kepentingan sesaat, atau
diperjualbelikan isinya dengan harga murah untuk kepentingan politik praktis
tertentu. Jika sampai hal ini kita lakukan berarti kita telah
menantang dengan cara meremehkan Allah SWT selaku inisiator, pencipta dan pemilik
dari AlQuran itu sendiri, padahal kita sendiri menumpang di langit dan di bumi yang
dimiliki dan yang diciptakan oleh Allah SWT. Jika ini yang terjadi sangat
ironislah hidup dan kehidupan kita.
Adakah sanksi bagi diri kita yang
tidak mau mengimani atau tidak mau mengakui AlQuran secara utuh, atau adakah
sanksi kepada orang yang berani menambah, mengurangi, mengubah, memilah-milah
AlQuran untuk kepentingan diri atau kelompok tertentu? Jika kita mengacu kepada
AlQuran itu adalah hukum, undang-undang dan ketentuan Allah SWT yang berlaku di
muka bumi, berarti ketentuan hadits berikut ini : “Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda:
Allah ta’ala berfirman: Barangsiapa tidak rela dengan hukum-Ku dan taqdir-Ku
maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku. (Hadits
Qudsi Riwayat Al Baihaqi dari Ibnu Umar serta Ath Thabarani dan Ibnu Hibban
dari Abi Hind, AlBaihaqi dan Ibnu Najjar, (272:153).” Menjadi berlaku
kepada diri kita, yaitu kita
dipersilahkan oleh Allah SWT untuk keluar dari langit dan bumi yang diciptakan
oleh Allah SWT serta mencari tuhan selain Allah SWT. Lalu, sanggupkah kita mencari tuhan lain selain Allah SWT yang mampu menciptakan
langit dan bumi yang di dalamnya ada air dan udara seperti langit dan bumi yang
diciptakan oleh Allah SWT?
Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi,
ketahuilah bahwa betapapun hebatnya AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT
untuk diri kita, semuanya akan sia-sia belaka jika:
1. Kita sendiri tidak mau memanfaatkan AlQuran sesuai
dengan peruntukkannya:
2. Kita malas mempelajari AlQuran dan merasa cukup
dengan hanya membaca AlQuran atau cukup dengan menghafalkan AlQuran tanpa makna;
3. Jika kita sendiri tidak mau mengakui dan tidak mau
menerima AlQuran sebagai buku manual yang isinya adalah petunjuk dan pedoman
yang berasal dari Allah SWT untuk kepentingan diri kita;
4. Jika kita sendiri tidak mau menjalankan apa-apa yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk kepentingan diri kita;
5. Dan jangan sampai karena kita memiliki keterbatasan
lalu kita membatasi kebesaran AlQuran yang mencerminkan kemahaan dan kebesaran
Allah SWT.
Sekarang, semuanya terpulang kepada diri kita sendiri, apakah mau
menerima, apakah mau melaksanakan serta apakah mau pula menjalankan apa yang
terdapat di dalam AlQuran dan yang pasti Allah SWT tidak butuh dengan AlQuran.
B. PAHAMI PETUNJUK DAN ADAB DI DALAM MEMBACA, MENDENGARKAN
DAN MEMPELAJARI ALQURAN.
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya dan yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi tentu kita
harus yakin bahwa membaca, mendengarkan, mempelajari, mengamalkan, mendakwahkan
isi dan kandungan AlQuran termasuk amal yang sangat mulia bagi diri kita dan
juga bagi masyarakat banyak. AlQuran adalah sebaik-baiknya bacaan dikala sedih,
dikala susah ataupun senang. Membaca atau mendengarkan AlQuran bukan saja
menjadi amal dan ibadah, akan tetapi juga menjadi obat dan penawar gelisah bagi
orang yang gelisah jiwanya.
Untuk
itu Allah SWT selaku pemilik AlQuran juga telah memberikan petunjuk dan tata
cara membaca, mendengarkan, mempelajari, mengamalkan AlQuran sebagai bukti
kasih sayang Allah SWT kepada umat manusia, termasuk kepada diri kita, yaitu:
1.
Kita harus mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang
saat membaca, saat mendengarkan, saat mempelajari AlQuran karena hanya dengan
ketentanganlah kita bisa memperoleh apa-apa yang terdapat di dalam AlQuran
terutama ketenangan. Namun apabila kita ingin mendapatkan makna yang terdalam
dari AlQuran kita harus memiliki komitmen untuk mempelajarinya dari waktu ke
waktu tanpa pernah berhenti. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A’raaf (7) ayat 204 yang kami
kemukakan berikut ini: “Dan apabila dibacakan Al
Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
mendapat rahmat[591].”
[591] Maksudnya: jika
dibacakan AlQuran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam
diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat
berjamaah ma'mum boleh membaca Al Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat
Al Quran.
2. Membaca AlQuran, mendengarkan AlQuran, mempelajari
AlQuran, mengamalkan AlQuran harus dilaksanakan secara perlahan-lahan, ajek
dalam suatu kepastian atau perlahan namun pasti sehingga mampu dirasakan oleh
hati ruhani serta memberikan dampak positif kepada diri kita, sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Muzzammil (73) ayat 4 yang kami kemukakan berikut
ini: “Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah AlQuran
itu dengan perlahan-lahan.” Kondisi ini tidak akan bisa tercapai jika kita
melakukannya dengan cara terburu-buru, ingin cepat-cepat dan kondisilah yang
paling disukai oleh syaitan. Adanya ketentuan ini maka ketentuan tartil dan
tajwid berlaku saat membaca, mempelajari AlQuran.
3. Kita harus suci
terlebih dahulu sebelum membaca dan mempelajari AlQuran melalui proses
thaharah.Hal ini dikarenakan AlQuran itu diturunkan oleh Yang Maha Suci
sehingga jika kita suci pula maka terjadilah kesesuaian kesucian yang
memudahkan diri kita mempelajari AlQuran, sebagaimana dikemukakan dalam surat
Al Waqi’ah (56) ayat 79 yang kami kemukakan berikut ini: “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”
4. Disunahkan membaca AlQuran di tempat yang bersih, menghadap ke arah Qiblat
serta dibaca dengan khusyu’ (penuh konsentrasi) dan juga sebaiknya berpakaian
yang rapi dan pantas serta di dalam keadaan suci dari hadast kecil maupun
besar.
5. Ketika membaca, mendengarkan, mempelajari AlQuran hendaknya mulut kita
dalam keadaan bersih atau tidak dalam posisi makan atau minun sesuatu.
6. Bagi orang yang sudah mengerti arti dan maksud AlQuran, disunatkan
membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang
dibacanya itu dan maksudnya.
7. Dalam membaca dan mempelajari AlQuran, hendaknya benar-benar diresapkan
arti dan maksudnya, tidak hanya sebatas arti dan maksud secara tersurat saja,
melainkan kita harus sampai kepada arti dan maksud yang tersirat dan yang
tersembunyi.
8. Ketika membaca dan mempelajari
AlQuran, janganlah diputuskan hanya karena hendak berbicara dengan orang lain.
Juga dilarang tertawa-tawa ataupun membaca dan mempelajari AlQuran sambil bermain-main (bersenda gurau).
Mendengarkan bacaan AlQuran dengan baik dan tenang, dapat menghibur perasaan
sedih, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan hati yang keras serta
mendatangkan petunjuk. Itulah yang dimaksudkan oleh Allah SWT sebagai rahmat
yang diberikan kepada orang yang mendengarkan AlQuran dengan baik dan benar.
Dan tidak ada kebosanan baik membaca maupun mendengarkan AlQuran. Semakin
sering kita melakukannya, akan semakin terpikat hatinya dan semakin bertambah
imannya, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman [594] ialah mereka yang bila
disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal. (surat Al Anfaal (8) ayat 2).”
[594] Maksudnya: orang yang
sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan disebut
nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.
Inilah 8 (delapan)
buah adab dan tata cara yang terpenting yang harus dijaga dan diperhatikan oleh
diri kita sehingga dengan demikian kesucian dan kemurnian AlQuran dapat terjaga
dan terpelihara dengan sebaik-baiknya serta maksud dan tujuan diturunkannya
AlQuran dapat kita raih dan rasakan dengan sebaik baiknya dan kitapun mampu
menjadikan AlQuran sebagai sebuah kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar