Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 07 April 2024

UNTUK APA ALQURAN DITURUNKAN OLEH ALLAH SWT (PART 3 of 4)

 

E. UNTUK MENJADI RAHMAT DAN KEBAIKAN DARI ALLAH SWT KEPADA  MANUSIA.

 

Buku Manual yang dibuat oleh pabrikan berfungsi sebagai sarana bagi pabrikan untuk mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan produk yang dihasilkannya. Hal ini dikarenakan hanya pabrikanlah satu satunya pihak yang paling mengerti dan yang paling mengetahui secara detail dari produk yang dihasilkannya. Buku manual juga merupakan wujud tanggung jawab pabrikan kepada konsumen atas suatu produk yang telah diproduksinya. Hal ini terlihat dari bagaimana produsen sangat berharap kepada konsumen, jika ingin produk yang dibelinya awet dan tahan lama maka lakukanlah hal-hal yang telah dikemukakan dalam buku manual. Adanya kondisi ini berarti keberadaan buku manual (manual handbook) merupakan bagian yang tidak terpisahkan antara produsen dengan konsumen melalui keberadaan produk yang dihasilkannya.

 

Selanjutnya jika produsen saja memberlakukan hal itu kepada konsumennya melalui produk yang dihasilkanya. Sekarang bagaimana dengan Allah SWT kepada umat manusia yang telah diangkatnya menjadi hamba yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi? Allah SWT menurunkan AlQuran kepada umat manusia bukan hanya sekedar sarana untuk memperkenalkan Nama-Nya, akan tetapi lebih dari itu semua. Allah SWT menurunkan AlQuran kepada umat manusia merupakan wujud tanggung jawab Allah SWT selaku pencipta yang sekaligus pemilik dari langit dan bumi serta pemilik dan pencipta rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi. AlQuran juga merupakan  wujud kasih sayang Allah SWT kepada umat manusia yang telah diangkat oleh Allah SWT menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “dan kamu tidak pernah mengharap agar AlQuran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu [1143], sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir. (surat Al Qashash (28) ayat 86)

 

[1143] Maksudnya: AlQuranul karim itu diturunkan bukanlah karena Nabi Muhammad s.a.w. mengharap agar diturunkan, melainkan karena rahmat daripada Allah.

 

Jika ini adalah asumsi dasar dari diturunkannya AlQuran oleh Allah SWT ke muka bumi, berarti AlQuran diturunkan Allah SWT bukanlah sesuatu yang sia-sia belaka, atau AlQuran  bukanlah sesuatu kemudharatan yang diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi. AlQuran diturunkan kepada manusia, termasuk kepada diri kita merupakan rahmat dari Allah SWT untuk kemaslahatan umat manusia. Selain daripada itu, AlQuran juga diturunkan oleh Allah SWT merupakan bagian yang tidak terpisahkan antara Allah SWT dengan rencana besar penghambaan dan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini.

 

Sekarang bagaimana jadinya jika sampai Allah SWT tidak pernah menurunkan AlQuran kepada umat manusia? Yang jelas umat manusia tidak akan tahu dan tidak akan mengerti hal-hal sebagai berikut: (a) tentang Allah SWT; (b) tentang  kekhalifahan di muka bumi; (c) tentang siapa diri kita yang sesungguhnya; (d) tentang hak dan kewajiban diri kita kepada Allah SWT; (e) tentang apa itu Diinul Islam yang terdiri Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan; (f) tentang musuh diri kita, dan lain sebagainya. Sudahkah kita bersyukur kepada Allah SWT atas diturunkannya AlQuran ke muka bumi ini?  

 

Syukur kepada Allah SWT tidak cukup dengan mengatakan terima kasih atau dengan mengucapkan “Alhamdulillah”. Syukur kepada Allah SWT atas diturunkannya AlQuran tidak cukup AlQuran hanya sekedar dibaca saja atau menjadikan AlQuran sebagai buku bacaan wajib yang harus dibaca setiap hari atau dihafalkan.  Bersyukur kepada Allah SWT atas diturunkannya AlQuran maka kita harus dapat meletakkan dan juga menempatkan AlQuran sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki  Allah SWT selaku pemilik dari kumpulan wahyu lalu berusaha untuk mengimaninya, mempelajarinya, memahaminya, mengamalkan apa apa yang telah dipahaminya, lalu menyebarluas-kannya dengan cara mengajarkan kepada orang lain (mendakwahkan) dan yang terakhir berusaha untuk menjadikan AlQuran menjadi akhlak bagi diri kita. Dan semoga kita mampu mengemban dan melaksanakan itu semua melalui contoh dan suri teladan Nabi Muhammad SAW saat menjadi hambaNya dan yang juga khalifahNya di muka bumi ini serta mampu pula mengajarkan itu semua kepada anak keturunan kita sendiri serta masyarakat luas sebagai salah satu bukti syukur diri kita atas diturunkannya AlQuran. Sudahkah kita mencoba untuk melaksanakannya! 

 

F.      UNTUK DIJADIKAN SAHABAT BAGI MANUSIA.

 

AlQuran adalah sahabat. AlQuran sebagai sahabat tidak bisa berdiri sendiri karena persahabatan tidak mengenal satu pihak saja melainkan harus ada pihak lainnya, dalam hal ini adalah diri kita, keluarga dan anak keturunan kita. AlQuran sebagai sahabat tentu akan memberikan sesuatu yang sangat luar biasa kepada sahabatnya, sepanjang sahabatnya mau melaksanakan apa yang disebut inti dari sebuah persahabatan, yaitu adanya pengorbanan untuk sebuah persahabatan; adanya perhatian khusus untuk sebuah persahabatan; adanya karya nyata sebagai bukti adanya sebuah persahabatan.

 

AlQuran adalah nikmat terbesar bagi umat manusia harus yang diikuti dengan langkah nyata yang menunjukkan bahwa memang AlQuran adalah kebutuhan dalam kehidupan umat manusia. Kesadaran akan pentingnya AlQuran tanpa diikuti dengan langkah nyata, akan mengakibatkan kehidupan kita kehilangan segalanya dan hilang pula persahabatan. Sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Berbahagialah orang yang menjadikan AlQuran sebagai sebaik-baik sahabat. Tiap hari ia akrab dengan Kalam Rabb-nya. Membacanya, mengamalkannya, menghafalnya, mempelajarinya, bahkan mendakwahkannya. Ia menjadi sebaik-baik manusia sebagaimana sabda Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “sebaik-baik dari kalian adalah yang mempelajari AlQuran dan mengajarkannya.” (Hadits Riwayat Bukhari).

 

Dan agar persahabatan antara diri kita dengan AlQuran bisa terbina dan terpelihara dari waktu ke waktu, ada sebuah metode untuk menjadikan AlQuran sebagai sahabat bagi diri kita yaitu “Metode Akrab dengan AlQuran”, sebagaimana dikemukakan dalam laman “madaninews.id” berikut ini:maka hal hal berikut harus bisa kita lakukan, yaitu:

 

1. AlQuran dijadikan sebagai buku pelajaran harian, karena mempelajari AlQuran adalah langkah awal dalam berinteraksi dengannya serta pintu masuk untuk menjalin persahabatan dengannya. AlQuran hendaknya dijadikan pelajaran utama kita setiap hari. Ada target belajar  harian yang disesuaikan dengan kemampuan kita.

 

2. Mendengarkan bacaan AlQuran, sebagaimana Rasulullah SAW sering meminta sahabat untuk membacakan AlQur’an untuknya. Saat ini selain bisa mendengarkan bacaan qari secara langsung, banyak alat atau fasilitas elektronik dimana kita bisa mendengarkan bacaan AlQur’an. Jika mendengar musik atau hal-hal lain yang hanya mengeraskan hati maka mendengarkan bacaan AlQuran justru akan menentramkan hati.

 

3.     Meluangkan waktu secara terjadwal untuk mentadabburinya (memahami dan mengkajinya). Ayat-ayat AlQuran akan semakin menyentuh hati kita saat kita mengetahui maknanya. Selain bisa mengetahui makna AlQuran dari buku-buku tafsir, kitapun bisa mengikuti halaqah-halaqah kajian AlQuran.

 

4.  Mengamalkannya, yakni mengejawantahkan ajaran-ajaran AlQuran dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikannya rujukan disamping hadits dari Rasulullah SAW baik dalam amalan ibadah maupun dalam hal muamalah dan lainnya.

 

5.  Berusaha untuk menghafalkan AlQuran. Mulai dari ayat atau surah-surah yang mudah untuk kita hafal. Kesibukan ataupun faktor umur tidak menjadi penghalang asalkan kita mempunyai kemauan kuat untuk “menyimpan” AlQuran di dalam dada-dada kita. Banyak perangkat dan metode yang akhir-akhir ini berkembang yang bisa menjadi sarana buat kita untuk menghafal AlQuran.

6.   Mendakwahkannya, yaitu menjadikan sebagai bahasan dan referensi utama dalam berdakwah.

 

7.  Memperjuangkan agar isinya menjadi rujukan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

 

Inilah 7 (tujuh) langkah mudah agar diri kita menjadi sahabat AlQuran. Lalu apa yang akan kita peroleh dari persahabatan ini? Banyak hal yang akan diberikan AlQuran kepada sahabatnya yang mana kualitasnya sangat tergantung kepada nilai persahabatan yang telah kita lakukan kepada AlQuran dan jangan berharap banyak memperoleh sesuatu dari persahabatan kita dengan AlQuran jika kita sendiri malas malasan, tidak bersemangat, tidak mau berbagi kepada sesama setelah memperoleh pelajaran dari AlQuran.

 

Dan inilah yang akan kita peroleh dari persahabatan diri kita dengan AlQuran, yaitu: sebaik-baik sahabat karib adalah AlQuran yang dengannya akan membuat hati kita menjadi tenteram, bahagia dan lebih dari itu AlQuran akan menjadi pembela kita di hari kiamat kelak. “Pelajarilah AlQuran, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi orang-orang yang bersahabat dengannya”. (Hadits Riwayat Muslim).

 

AlQuran juga akan menentramkan hati bagi orang-orang beriman yang sering berinteraksi dengannya melalui aktifitas mengimaninya, mempelajarinya, menghayatinya, memahaminya, serta melaksanakannya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (surat Ar-Ra’d (13) ayat 28). Di lain sisi, Ibnul Qayyim Al Jauziyah juga telah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat (merenungkan) AlQuran. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan AlQuran yang kita pelajari dan pahami secara konsisten dari waktu ke waktu.

 

G.    UNTUK DIJADIKAN SARANA DAN ALAT BANTU BERKOMUNIKASI DAN BERINTERAKSI DENGAN ALLAH SWT SAAT MENDIRIKAN SHALAT.

 

AlQuran adalah kumpulan dari kata kata Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril. AlQuran sebagai kumpulan dari kata kata Allah SWT dapat dikatakan sebagai salah satu cara Allah SWT untuk berinteraksi, untuk berkomunikasi, untuk berbicara kepada umat manusia dengan cara mengatakan kembali kata kata Allah SWT tersebut kepada Allah SWT. Kondisi ini akan dapat tercapai atau dapat kita rasakan jika diri kita mampu menjadikan AlQuran sebagai salah satu media bagi diri kita untuk berinteraksi, berkomunikasi dan berbicara kepada Allah SWT selaku pemilik kumpulan kata kata dengan cara mempelajarinya (dengan memulainya melalui proses membaca AlQuran).

 

Adanya proses membaca sebagai bagian dari mempelajari AlQuran maka terjadilah proses interaksi dalam bentuk melakukan pembicaraan kepada Allah SWT melalui mengatakan kembali kata kata Allah SWT yang telah dikatakan yang ada di dalam AlQuran kepada Allah SWT selaku pemilik kata kata maka terjadilah komunikasi antara diri kita dengan Allah SWT. Dan hal yang harus kita perhatikan dengan benar saat berkomunikasi dengan Allah SWT adalah kedudukan diri kita tidak sejajar dengan Allah SWT sehingga kita yang kecil harus bisa menempatkan diri dihadapan Dzat Yang Maha Besar dengan merendahkan posisi diri kita saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan Allah SWT. Adanya kondisi ini mengharuskan diri kita untuk menyesuaikan diri kita dengan apa apa yang dikehendaki oleh Allah SWT karena kitalah yang membutuhkan berkomunikasi dengan Allah SWT.

 

Apabila hal ini mampu kita lakukan dengan baik dan benar disinilah salah satu letak dari terjadinya interaksi dan juga adanya pembicaraan antara diri kita dengan Allah SWT melalui AlQuran yang sedang kita  baca sebagai bagian dari mempelajari AlQuran. Selain daripada itu, ketahuilah bahwa jika kita mampu menghargai AlQuran sebagai kata kata yang bersifat original hanya dari Allah SWT semata yang telah dikatakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW berarti kita telah menghargai kebesaran, kemahaan dan kedudukan  Allah SWT selaku Tuhan seluruh alam. Adanya bentuk penghargaan diri kita kepada AlQuran maka terbukalah jalan untuk mengimani Allah SWT sebagai satu satunya narasumber AlQuran. Sudahkah kita mampu melakukannya dengan baik dan benar!

 

Di lain sisi, diri kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk mendirikan shalat wajib minimal 5 (lima) kali dalam sehari. Saat diri kita mendirikan shalat maka kita diwajibkan untuk membaca bacaan shalat yang mana bacaan shalat itu tidak bisa dilepaskan dengan  kata kata Allah SWT yang telah dikatakanNya yang kini ada di dalam AlQuran.Contohnya, kita wajib membaca Alfatehah di setiap shalat yang kita dirikan, jika tidak maka shalat yang kita dirikan menjadi tidak sah serta setelah diri kita menyelesaikan membaca Alfatehah maka juga membaca minimal satu ayat yang ada di dalam AlQuran. Lalu dimana letaknya kita bisa merasakan rasa berkomunikasi, berdialog, berinteraksi dan berbicara kepada Allah SWT itu? Ibadah shalat merupakan salah satu ibadah wajib yang menjadi kebutuhan diri kita sehari hari, dimana di dalam ibadah shalat inilah terdapat bacaan shalat yang di dalamnya ada ayat ayat AlQuran.

 

Saat diri kita mendirikan shalat maka pada saat itu pula terjadilah apa yang dikatakan dengan terjadinya proses interaksi, komunikasi dan berbicara dengan Allah SWT melalui bacaan shalat yang berasal dari AlQuran yang kita katakan kembali kepada Allah SWT. Saat diri kita membaca Alfatehah dalam shalat, maka terjadilah apa yang dikemukakan dalam dua buah hadits berikut ini: “Ubay bin Ka’ab ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam, Aku telah menurunkan tujuh ayat; tiga diantaranya untukKu, dan tiga untukmu serta satu antara Aku dengan engkau. Adapun yang untukKu, yaitu: “Alhadulillahi Rabbil Alamin, Ar rahmanirrahim, Maliki yaumiddin” (segala puja dan puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara alam semesta, Maha Pemurah lagi Pengasih, yang memiliki hari pembasalan). Adapun yang antara Aku dan engkau, yaitu: “Iyyaka na’budu wa Iyyakan nasta’in” (hanya kepadaMu lah aku menyembah, dan hanya kepadaMu lah aku minta tolong. Dari engkau manusia beribadah dan Aku yang menolong)”. Adapun yang untukmu, yaitu: “Ihdinasshiratal mustaqim, Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil magh dhubi alaihim waladh dhaaliin (bimbinglah  kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang orang yang Engkau anugerahi nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurka dan bukan pula jalan mereka yang sesat). (Hadits Riwayat Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ayshath; 272:01)

 

Dan juga dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: “Bacalah Al-fatihah untuk diri kalian sendiri karena aku mendengar Rasulullah SAW, “Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya: Al-fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku. Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyebah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah ta’ala berfirman: Ini antara-Ku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat), Allah ta’ala berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (Hadits Riwayat Muslim no. 395).

 

Berdasarkan dua buah hadits di atas ini, saat diri kita membaca surat Alfatehah ketika mendirikan shalat, terjadilah tiga hal, yaitu:

 

1.       Adanya pernyataan sikap kita yang khusus kita tujukan kepada Allah SWT;

2.    Adanya permohonan yang kita ajukan kepada Allah SWT yang sebelumnya didahului dengan adanya pernyataan, “hanya kepadamu aku menyembah, dan hanya kepadaMu aku minta tolong”;

3.    Adanya interaksi, komunikasi dan dialog antara diri kita dengan Allah SWT secara langsung tanpa perantara siapapun melalui bacaan AlFatehah yang kita katakan kembali kepada Allah SWT. 

 

Dan agar dialog, interakasi, komunikasi yang kita lakukan dengan Allah SWT memberikan dampak yang luar biasa bagi diri kita maka kita harus melakukannya secara dua arah. Dimana diri kitalah yang harus aktif memulai terlebih dahulu untuk berdialog, berinteraksi, berkomunikasi maka barulah Allah SWT beraksi sesuai dengan kualitas apa yang kita lakukan. Sehingga berlakulah hukum aksi dan reaksi sebagaimana hadits berikut ini: Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah Ta’ala berfirman: “Apabila hamba-Ku ingin menemui-Ku, Aku pun ingin menemuinya. Tetapi bila ia enggan menemui-Ku, Aku pun enggan menemuinya. (Hadits Riwayat Bukhari, Malik, dan An Nasa’i; 272:17)

 

Disinilah letak pentingnya kita memiliki adab dan sopan santun saat berdialog, saat berinteraksi, dan saat berkomunikasi dengan Allah SWT. Jangan sampai apa yang telah dikemukakan dalam hadits diatas tidak berlaku kepada diri kita karena ulah diri kita sendiri yang melakukan interaksi, dialog dan komunikasi secara satu arah, secara tergesa gesa, serta malas malasan, padahal yang membutuhkan hasil dari interaksi, dialog dan komunikasi dengan Allah SWT adalah diri kita.

 

Ingat, posisi dan kedudukan diri kita tidak sejajar dengan Allah SWT sehingga diri kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan Allah SWT karena kitalah yang membutuhkan Allah SWT sedangkan Allah SWT tidak membutuhkan diri kita. Katakan, jika Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Suci  (Al Quddus) kitapun harus mensucikan diri terlebih dahulu dengan melaksanakan proses thaharah sebelum mendirikan shalat, sebelum berdoa dan memohon kepada-Nya serta sebelum mempelajari AlQuran. Jika tidak, maka terjadilah ketidaksesuaian posisi sehingga antara diri kita dengan keadaan Allah SWT berseberangan, dimana Allah SWT Yang Maha Suci tidak akan mungkin bisa kita ajak beriteraksi, berdialog dan berkumunikasi jika kita sendiri masih kotor, baik hadast kecil ataupun besar. Sudahkah kita memahami hal ini dan mengetahui pentingnya melakukan proses thaharah!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar