Sekarang kita sudah mengetahui tentang apa
kata tokoh tokoh dunia tentang AlQuran, lalu pernahkah kita bayangkan bagaimana
mereka mempelajari AlQuran, samakah dengan kita yang hanya mampu membaca
tulisannya saja yang berhurufkan huruf Arab sehingga mampu menghapalkan AlQuran
tanpa makna? Untuk bisa berpikir yang menghasilkan pemikiran yang sangat baik
dan luar biasa terhadap AlQuran seperti termaktub di atas, mengharuskan para
pembelajar AlQuran ini berpendidikan, berwawasan luas, menilai tanpa dilandasi
kefanatikan, tidak tendensius, tidak mencari cari kesalahan, berfikir positif
(ilmiah lintas sektoral), profesional, berdedikasi tinggi, pembelajar, jujur
serta mau mengajarkan atas apa apa yang dipelajarinya kepada orang lain.
Kondisi ini sangat sesuai dengan apa yang
tertuang di dalam surat Shaad (38) ayat 29 berikut ini: “ini adalah sebuah kitab yang
Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.”
Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut ini: “Dari
Usman bin Affan r.a. ia berkata, Rasullah SAW bersabda: “orang terbaik dari
kamu ialah orang yang mempelajari AlQur’an dan mengajarkannya”. Jika
tokoh tokoh di atas mempelajari AlQuran seperti ini, lalu bagaimana dengan
kita, apakah kondisinya sama saat kita mempelajari AlQuran?
Adalah
sesuatu yang sangat janggal jika kita yang sangat membutuhkan AlQuran lalu kita
sendiri hanya mampu membaca tulisannya semata tanpa pernah tahu apa maksud dan
tujuan dari apa yang kita baca, atau hanya mampu menghapalkan tanpa makna? Inilah kekonyolan
yang terjadi. Maka tidak salah jika kebesaran AlQuran terpendam dalam AlQuran
itu sendiri karena ulah kita sendiri
sehingga pernyataan Borgese tentang AlQuran menjadi nyata adanya.
Lalu, apakah hidup yang hanya sebentar ini
kita habiskan dengan sibuk dengan urusan membaca semata tanpa pernah paham dan
mengerti apa yang terdapat di dalam AlQuran? Jika kita hanya pandai membaca AlQuran tanpa pernah tahu dan mengerti
apa yang kita baca berarti kita telah menempatkan diri kita seperti menonton
televisi tanpa ada suara lalu bagaimana kita tahu jalan cerita atas apa yang
kita tonton.
Nabi SAW bersabda, “Siapa yang membaca satu huruf
dari kitab Allah, maka ia mendapatkan satu kebaikan, sedangkan kebaikan itu
dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan alif laam
miim itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim
satu huruf.” (Hadits Riwayat. Ath Thirmidzi).” Tidak ada yang salah
jika kita hanya mampu membaca AlQuran, namun akan menjadi sebuah kesalahan yang
fatal jika kita hanya mampu membaca semata tanpa pernah tahu apa maksud dan
tujuan yang kita baca. Tidak ubahnya kita membaca surat kabar tapi tidak tahu
beritanya apa. Untuk itu kita tidak boleh hanya mampu membaca AlQuran dari sisi
tulisannya saja, namun harus juga memperhatikan ayat ayatNya (tanda tanda
kebesaran Allah SWT) sampai kita mendapatkan pelajaran dari apa yang kita baca.
Sebagaimana yang terdapat dalam surat Shaad (38) ayat 29 di atas.
Di lain sisi, ayat ayat AlQuran dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) kategori yaitu adanya ayat ayat kauliyah (ayat ayat
Quraniyah) dan adanya ayat ayat kauniyah. Khusus untuk ayat ayat kauniyah (ayat
ayat alam semesta) yang tidak bisa sekedar dibaca, melainkan butuh dipelajari
secara mendalam yang didukung dengan kemampuan ilmu dan pengetahuan serta
teknologi yang mumpuni maka barulah sebahagian kecil dari rahasia yang
terkandung di dalam ayat ayat kauniyah dapat diketahui oleh manusia. Hal yang
samapun berlaku untuk ayat ayat kauliyah juga tidak bisa sekedar dibaca saja
melainkan harus ditelaah secara mendalam agar rahasia yang terdapat dibalik
ayat ayat dimaksud bisa kita ketahui dan bermanfaat bagi manusia.
Isi dan kandungan AlQuran
jika diteliti lebih dalam akan membuat takjub serta mendapatkan sesuatu yang
tidak terpikirkan sebelumnya. AlQuran
juga cerminan dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang dipersiapkan untuk
kepentingan rencana besar kekhalifahan di muka bumi. AlQuran diturunkan oleh
Allah SWT bukanlah untuk menyusahkan umat manusia melainkan untuk kebaikan
manusia. AlQuran sudah sempurna sehingga tidak membutuhkan lagi koreksi ataupun
tambahan.
Jika kita merasa
abd’ (hamba) yang juga khalifah Allah SWT di muka bumi berarti kita sangat
membutuhkan AlQur’an. Lalu apa buktinya kita butuh dengan AlQuran? Sudahkah
kita berusaha mempelajari AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT? Adalah
sebuah ironi yang sangat menyedihkan dan juga mungkin menjengkelkan jika kita
butuh dengan AlQuran namun malas mempelajarinya sehingga tersimpan rapilah
kebesaran dan keagungan AlQuran di dalam AlQuran itu sendiri oleh sebab diri
kita yang malas, atau terlampau banyak alasan untuk tidak mau belajar AlQuran
yang baik dan benar karena merasa ia dirinya hanya sebatas murid sehingga yang
wajib belajar hanya guru semata.
Sekarang mari
perhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan di bawah ini, dimana
syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau
paham dengan AlQuran (Diinul Islam) dibanding dengan seribu orang yang shalat,
sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi bersabda:
“Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada seribu
orang yang shalat”. (Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah).” Jika
seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh
syaitan sang laknatullah. Agar diri kita mampu menjadi orang yang
diperhitungkan oleh syaitan maka kita tidak bisa hanya membaca AlQuran saja.
Akan tetapi kita juga harus mengimaninya, mempelajarinya, memahaminya, mengamalkan atau melaksanakan apa apa yang telah
kita baca.
Hal ini sebagaimana
termaktub dalam hadits berikut ini: “Ibnu Umar ra, berkata kepada Aisyah ra,
“Kabarkanlah kepada kami sesuatu yang sangat
mengagumkan yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.! Aisyah ra, terdiam
sejenak kemudian berkata: “Pada suatu malam Rasulullah SAW bersabda, Wahai
Aisyah tinggalkanlah aku, malam ini aku hendak beribadah kepada Tuhanku. Aku
(Aisyah ra,) berkata, Demi Allah sesungguhnya aku senang berada di dekatmu, dan
akupun senang terhadap sesuatu yang membuatmu gembira. Selanjutnya Aisyah ra,
berkata: “Lalu Rasulullah SAW bangun lantas berwudhu dan beliau shalat. Tidak
henti hentinya beliau menangis hingga membasahi pangkuannya, beliau terus
menangis hingga membasahi janggutnya, dan beliau terus menangis hingga
membasahi tanah. Kemudian Bilal datang hendak azan untuk shalat. Ketika dia
melihat beliau menangis, dia bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa engkau
menangis, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan akan datang?.
Beliau SAW bersabda:”Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur? Tadi
malam telah turun ayat kepadaku, celakalah orang yang membacanya tetapi tidak
merenungkannya, yaitu AlQur’an surat Ali Imron (3) ayat 190”. (Hadits Riwayat Ibnu Hibban).”
Adanya ketentuan
hadits di atas ini, mengharuskan kita untuk tidak berhenti hanya membaca ayat
ayat AlQuran dengan tajwid serta tartil yang baik dan benar saja. Jika kita hanya
sibuk membaca AlQuran semata sehingga menyita waktu padahal kita sudah berada
dipersimpangan jalan. Ini berarti kita hanya mampu memposisikan AlQur’an itu
seperti buku bacaan belaka. AlQuran diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi ini
bukanlah sekedar buku bacaan semata melainkan : (1) Petunjuk bagi Nass (manusia dalam arti ruh); (2) Peringatan dan
Pelajaran; (3) Obat dan Penyembuh bagi Nass (manusia dalam arti ruh); (4)
Pembeda antara yang beriman dengan kafir; (5) Penyempurna bagi kitab kita Allah
SWT yang terdahulu; (6) Rahmat Allah SWT untuk manusia; (7) AlQuran adalah
pelajaran bagi orang yang bertaqwa; (8) AlQuran adalah penyesalan bagi orang
kafir di akhirat; (9) AlQuran adalah kebenaran yang meyakinkan dan (10) Ilmu
Allah SWT yang telah diilmukan; dan lain sebagainya.
Sekarang bisakah kita
mengimani, mempelajari, menjalankan, mengamalkan, mengajarkan, lalu
mendakwahkan, menyebarluaskan, yang diikuti dengan membuka tabir tabir rahasia
yang bertingkat tingkat yang terdapat di dalam AlQuran serta menjadikan AlQuran
sebagai akhlak bagi diri kita, atau bahkan menjadikan diri kita sebagai AlQuran
berjalan, hanya melalui proses membaca AlQuran yang sesuai dengan tajwid dan
tartil semata? Jika ini yang terjadi rasanya jauh panggang dari api. Dan salah
satu hal yang membuat diri kita lalai melaksanakan perintah membaca yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT adalah sudah merasa cukup dan ini pula yang terjadi
pada sebahagiaan umat Islam. Kita sudah merasa cukup jika sudah mampu membaca
AlQuran yang sesuai dengan tartil dan tajwid yang benar lalu kita merasa sudah
selesai mempelajari AlQuran, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut
ini: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena
Dia melihat dirinya serba cukup. (surat Al Alaq (96) ayat 6 dan 7).”
Kita lupa bahwa pada
saat diri kita selesai membaca AlQuran, kita baru sampai di muka pintu atau
berada di depan pintu yang masih terkunci rapat dikarenakan kita belum masuk ke
dalam ruangan besar yang sangat sangat luas yaitu masuk ke dalam kebesaran dan
keagungan Allah SWT yang ada di dalam AlQuran yang tidak lain adalah cerminan
dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT itu sendiri. Lalu apa yang bisa kita
peroleh dan rasakan jika kita hanya sampai di muka pintu sedangkan pintunya
belum kita buka sedangkan kebesaran dan keagungan AlQuran berada setelah kita
mampu membuka pintu tersebut. Hasilnya sangat minim dan bahkan seperti orang
menonton televisi tanpa suara atau hanya bisa menghapal tanpa makna.
Katakan saat ini,
kita adalah kepala keluarga atau seorang guru yang yang mengajarkan tentang
Diinul Islam, lalu kita hanya mampu membaca tanpa pernah tahu apa makna yang
terkandung di dalam AlQuran sedangkan dibelakang diri kita, ada anak dan
keturunan kita atau ada murid kita? Sudah pasti anak dan keturunan kita atau
murid yang kita ajarkan akan berkualiatas dan berpemahaman yang rendah pula
sesuai dengan kualitas dan pemahaman diri kita atau gurunya. Hal ini sudah
diingatkan oleh Allah SWT melalui firmanNya berikut ini: “dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar. (surat An Nisaa’ (4) ayat 9).”
Sebagai bahan pembelajaran dan penggugah diri
kita untuk ikut andil di dalam belajar dan juga mengajarkan kepada sesama umat
manusia, sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak
menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggutnya tetapi dengan mewafatkan
para ulama sehingga tidak lagi tersisa seorang alim. Dengan demikian orang
orang mengangkat pemimpin pemimpin yang dungu lalu ditanya dan dia memberi
fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. (Mutafaq’alaih). Dan
juga berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Amru bin al Ash berkata:
Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Tuhan tidak mengambil (ilmu) pengetahuan manusia,
melainkan dengan mengambil orang yang berilmu, maka apabila tidak ada lagi
orang berilmu, manusia menjadi bodoh disebabkan karena mereka sendiri, dan
mereka memutuskan (sesuatu) tanpa ilmu, berarti menyalahkan diri mereka sendiri
dan membawa orang lain kepada kesalahan”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim,
Aththirmidzi).
Bayangkan jika orang orang yang paham dan
mengerti AlQuran (orang yang memiliki ilmu agama) telah dipanggil oleh Allah
SWT lalu orang yang masih hidup tidak mau belajar atau tidak merubah pola
berfikirnya tentang belajar dan mengajar terjadilah apa yang dinamakan dengan
penurunan kualitas sumber daya manusia dari waktu ke waktu. Dan untuk itu
jangan pernah salahkan anak dan keturunan kita nanti jika mereka berkualitas
dan berpemahaman sangat rendah (jauh dibawah standart) jika kita sendiri hanya
mau belajar tanpa pernah mau mengajar, atau hanya mampu membaca dalam arti yang
sempit serta kita mendidik anak dan keturunan kita sesuai dengan jaman kita,
bukan jaman mereka. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri, keluarga, anak dan
keturunan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar