Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 21 April 2024

PUPUK KEIMANAN KEPADA ALLAH SWT (PART 1 of 4)

 

Sekarang katakan diri kita telah mampu mengenal Allah (ma’rifatullah) yang diikuti pula telah beriman kepada Allah SWT dengan segala konsekuensinya, lalu apakah yang harus kita perbuat dengan iman kepada Allah SWT tersebut, apakah kita biarkan begitu saja, ataukah harus kita jaga dan kita rawat? Iman yang ada dalam diri (hati) kita tidak bisa dibiarkan begitu saja dalam diri. Iman harus dipelihara, harus dijaga keutuhan dan kualitasnya, harus dijaga kemurniannya dari waktu ke waktu sebab keimanan yang ada di dalam diri bisa naik dan bisa turun kualitasnya karena adanya gangguan ahwa (hawa nafsu) dan juga gangguan syaitan.

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah syaitan sebagai musuh abadi diri kita, tidak akan senang jika kita sampai diri kita mampu mengimani atau meyakini Allah SWT yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Karena jika hal ini terjadi pada diri kita berarti syaitan akan sangat sulit mengganggu dan menggoda diri kita serta kondisi ini paling  tidak disukai oleh syaitan. Adanya pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan kepada diri kita maka kita harus selalu menjaga, merawat, memelihara keimanan dan keyakinan yang ada di dalam diri, agar selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT selama hayat di kandung badan.

 

Berikut ini akan kami kemukakan beberapa pupuk keimanan yang harus kita laksanakan selama hayat masih di kandung badan, yaitu:

 

A.     PUPUKLAH IMAN DENGAN ILMU.

 

Salah satu pupuk iman kepada Allah SWT adalah ilmu, dimana ilmu itu sendiri adalah sifat Ma’ani Allah SWT. Ilmu juga telah diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia yang mana ilmu ini merupakan salah satu modal dasar bagi setiap manusia saat melaksanakan tugas baik sebagai abd’ (hamba)-Nya dan juga sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Bertambahnya ilmu dalam diri tidak datang kepada diri kita dengan tiba- tiba, melainkan melalui proses belajar dan yang juga di dapat melalui lidah yang gemar bertanya serta melalui akal bagi orang yang suka berpikir secara berkesinambungan dari waktu ke waktu.

 

Ilmu memberi kekuatan yang menerangi jalan, sedangkan iman menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa. Ilmu menciptakan alat alat produksi dan akselerasi, sedang iman menetapkan haluan yang dituju serta memelihara kehendak suci. Ilmu adalah revolusi eksternal, sedangkan iman adalah revolusi internal. Ilmu memelihara manusia dari penyakit penyakit jasmani dan petaka duniawi. Sedangkan iman  memeliharanya dari kompleks kejiwaan serta petaka ukhrawi. Sehingga tidak berlebihan jika kita katakan menuntut ilmu adalah sebuah kebutuhan bagi setiap umat manusia, yang mana pernyataan ini sejalan dengan 2 (dua) buah hadits berikut ini:  yang pertama, Nabi SAW bersabda: tuntutlah ilmu sejak dalam buaian sampai liang lahat dan yang kedua, Nabi SAW bersabda: Menuntut ilmu wajib atas setiap Muslim” (Hadits Riwayat Ibnu Majah).  Berdasarkan ketentuan hadits ini berarti menuntut ilmu hukumnya fardhu di setiap waktu dan kesempatan. Untuk itu belajarlah, hanya dengan proses belajar kita bisa memiliki ilmu.

 

Di lain sisi, ibarat sebuah pohon, iman itu memiliki cabang-cabang. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW bersabda: “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan 'La ilaha illallah' (tauhid), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim) dan kemudian menurut Imam Al Baihaqi di dapat keterangan bahwa salah satu cabang iman adalah “menuntut ilmu; menyebarkan ilmu” hal ini  berdasarkan firman Allah yang mengemukakan: “Agar engkau menjelaskannya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya” serta mengagungkan AlQuran, dengan cara mengimaninya, mempelajari dan mengajarkannya, menjaga hukum-hukumnya, mengetahui halal haramnya, memuliakan para ahli dan huffazh-nya, serta takut pada ancaman-ancamannya

 

Jika sekarang salah satu cabang iman adalah ilmu dan ilmu itu sendiri adalah sifat Allah SWT dan bukanlah suatu yang berlebihan jika salah satu bentuk pupuk iman adalah ilmu sehingga iman dan ilmu sesuatu yang tidak bisa dipisahkan laksana keping dalam uang logam. Hal ini dikarenakan hanya dengan ilmu lah kita bisa mengenal Allah SWT, lalu mengakui adanya Allah SWT dan meyakini akan Allah SWT sehingga kita tidak bisa dipisahkan dengan Allah SWT. Timbul pertanyaan, bisakah kita beriman tanpa memiliki ilmu?

 

Tanpa adanya ilmu dalam diri maka iman dalam dada tidak akan bisa lahir dan tanpa ilmu akan sulit bagi diri kita untuk mengakui adanya Allah SWT dan tanpa ilmu akan sulit bagi diri kita meyakini bahwa Allah SWT dan keberadaanNya tidak bisa dipisahkan dengan diri kita, demikian pula sebaliknya. Akhirnya hanya melalui proses belajarlah kita bisa memperoleh ilmu, namun ketahuilah belajar bukan menambah ilmu akan tetapi dengan mengajarkan ilmu yang telah kita pelajari kepada sesama maka ilmu kita miliki semakin bertambah karena ditambah oleh Allah SWT. 

 

Adanya pertambahan ilmu yang kita miliki maka semakin terasa indah dan semakin mantap keimanan yang kita miliki. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya ilmu maka semakin dalam ilmu dan pemahaman yang kita miliki yang akhirnya akan terasa rasa keimanan yang ada di dalam diri serta semakin beriman diri kita maka akan semakin bermanfaat diri kita bagi orang orang yang ada di sekitar kita. Ingat, sebaik baik orang yang beriman adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Kondisi ini akan menjadikan diri kita selalu berbuat kebaikan dan kebaikan dalam kerangka ibadah ikhsan.

 

Untuk itu perhatikanlah dengan seksama hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi bersabda: “Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada seribu orang yang shalat”. (Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah).”  dimana syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau paham dengan Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh syaitan sang laknatullah.

 

Agar diri kita mampu menjadi orang yang diperhitungkan oleh syaitan maka kita tidak bisa hanya belajar tanpa mengajarkan apa apa yang kita pelajari kepada orang lain, atau tidak cukup hanya membaca saja tanpa pernah merenungi apa yang telah kita pelajari, sebagaimana hadits yang kami kemukakan berikut ini: Ibnu Umar ra, berkata kepada Aisyah ra, “Kabarkanlah kepada kami sesuatu yang sangat  mengagumkan yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.! Aisyah ra, terdiam sejenak kemudian berkata: “Pada suatu malam Rasulullah SAW bersabda, Wahai Aisyah tinggalkanlah aku, mala mini aku hendak beribadah kepada Tuhanku. Aku (Aisyah ra,) berkata, Demi Allah sesungguhnya aku senang berada di dekatmu, dan akupun senang terhadap sesuatu yang membuatmu gembira. Selanjutnya Aisyah ra, berkata: “Lalu Rasulullah SAW bangun lantas berwudhu dan beliau shalat. Tidak henti hentinya beliau menangis hingga membasahi pangkuannya, beliau terus menangis hingga membasahi janggutnya, dan beliau terus menangis hingga membasahi tanah. Kemudian Bilal datang hendak azan untuk shalat. Ketika dia melihat beliau menangis, dia bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan akan datang?. Beliau SAW bersabda:”Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur? Tadi malam telah turun ayat kepadaku, celakalah orang yang membacanya tetapi tidak merenungkannya, yaitu Al Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 190”. (Hadits Riwayat Ibnu Hibban)

 

Yang menjadi persoalan adalah setelah kita belajar, belajar dan belajar maka pelajaran yang telah kita terima akan menjadi sebuah kesiasiaan jika apa apa yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri kita sendiri dan jadilah diri kita orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Sedangkan hadits berikut ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berbagi, “Abu Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai oleh orang mukmin dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu pengetahuan yang di dapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan, atau buku yang ia berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia bangun, atau sebuah terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari kekayaannya selama ia sehat dan sakit”. (Hadits Riwayat Ahmad).” Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti saat ini kita menjalani sisa usia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Berapa lama sisa usia kita saat ini? Kita tidak pernah tahu dan tidak akan pernah tahu karena Allah SWT sajalah yang tahu.

 

Lalu apakah di sisa usia yang tidak kita ketahui ini kita hanya sibuk belajar, belajar dan belajar tanpa pernah merasakan hasil dari pelajaran yang kita terima yang dilanjutkan dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada sesama? Lalu kapan lagi kita mau berbuat kebaikan dengan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki jika tidak sekarang? Jangan sampai terlambat karena kita memiliki keterbatasan usia dan juga keterbatasan kemampuan untuk berbagi serta keterbatasan kesempatan yang hanya datang satu kali.

 

Dan berbahagialah bagi orang yang beriman dan yang terus bertambah kuat imannya dari hari ke hari dan juga senatiasa diiringi oleh penambahan ilmu, baik itu ilmu syar'i maupun kauniyah. Ingat, Allah SWT akan mengangkat derajat orang yang beriman dan yang berilmu beberapa derajat lebih tinggi sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini:Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkan lah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (surat Al Mujadillah (58) ayat 11)

 

Jika kita merenungkan ayat di atas ini, Allah SWT menggandengkan dua hal yaitu kata iman dan kata ilmu, yanga mana keduanya memiliki hubungan sangat erat. Untuk bisa beriman dengan baik dan benar kita membutuhkan ilmu, sedangkan bertambahnya ilmu seharusnya mampu meningkatkan kualitas keimanan seseorang. Dan alangkah sedihnya jika kita memperhatikan banyak orang yang berilmu tetapi iman mereka berkurang. Hal ini terlihat beraninya orang orang yang berada di era smartphone meninggalkan kewajiban mereka sebagai hamba Allah SWT terutama di point shalat lima waktu dan juga mereka menunduk yang bukan berarti merenung dan berdzikir kepada Allah SWT melainkan sedang online dan juga sedang bermain games.

 

Kondisi seperti ini kelihatannya sudah menjadi sebuah budaya baru bagi para penuntut ilmu di zaman yang serbamodern ini, khususnya bagi negara kita Indonesia yang di mana penduduknya mayoritas memeluk agama Allah, yaitu Islam, maka sangatlah di sayangkan jika seorang penuntut ilmu tak mengerti apa yang ia dapat dan tak juga mengamalkan apa yang ia pelajari serta tak menambah keimanan yang ada dalam diri sedikit pun. Semoga Allah menjauhkan diri kita semua dan seluruh umat Islam dari hal yang sangat miris tersebut. Amin.

 

Berikut ini akan kami kemukakan hubungan Ilmu dan Iman, sebagaimana dikemukakan oleh “M Quraish Shihab” dalam bukunya “Yang Bijak dari M Quraish Shihab” sebagaimana berikut ini:

 

a.   Ilmu memberi kekuatan yang menerangi jalan, sedang iman menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa.

b.     Ilmu menciptakan alat alat produksi dan akselarasi, sedang iman menetapkan haluan yang dituju serta memelihara kehendak suci.

c.      Ilmu adalah revolusi eksternal, sedang iman adalah revolusi internal.

d.   Ilmu memelihara manusia dari penyakit penyakit jasmani dan petaka dunia, sedang iman memeliharanya dari kompleks kejiwaan serta petaka ukhrawi.

e.  Ilmu menyesuaikan manusia dengan diri dan lingkungannya, sedang iman menyesuaikannya dengan jati dirinya.

f.  Ilmu bagaikan air telaga yang tenang, tetapi tidak jarang mengeruhkan pemiliknya, sedang iman bagai air bah dengan gemuruh suaranya tetapi selalu menenangkan jiwa pemiliknya.

g.       Ilmu mudah diubah oleh pemiliknya, sedang iman sulit diubah.

h.  Ilmu dan iman, keduanya merupakan kekuatan; kekuatan ilmu terpisah sedang kekuatan iman menyatu.

i.  Ilmu dan iman, keduanya adalah keindahan dan hiasan; ilmu adalah keindahan akal sedang iman keindahan jiwa; ilmu hiasan pikiran dan iman hiasan perasaan.

j.   Ilmu dan iman keduanya menghasilkan ketenangan; ketenangan lahir oleh ilmu dan ketenangan bathin oleh iman.

k.  Ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan bayi dan iman tanpa ilmu bagaikan kompas di tangan pencuri.

 

Untuk itu mari kita mulai melakukan perenungan diri dari sekarang, sudahkah kita menjadi orang yang berilmu lagi beriman! Ingat, ilmu dan iman sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dan sangat bermanfaat bagi diri kita baik di dunia maupun di akhirat nanti dan juga barangsiapa yang berilmu niscaya Allah SWT dekat dengannya sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Tuntutlah ilmu,sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza Wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.

 

Untuk itu marilah kita perbaiki iman dan ilmu kita untuk menjadi hamba Allah SWT yang dekat dan tinggi di sisi-Nya, sehingga kita mampu mendapatkan syurga Firdaus kelak. Tuntutlah ilmu mulai sekarang dan jangan lupa mengajarkan apa apa yang telah kita pelajari semoga kelak beguna bagi kehidupan dunia dan juga akhirat serta masyarakat terbantu melalui ilmu yang kita miliki.

 

Berikut ini akan kami kemukakan dua buah bahan renungan kalbu tentang pentingnya diri kita memiliki ilmu, sebagaimana dikemukakan oleh “Al Hakim Al Tirmidzi” dalam bukunya “Rahasia Perumpamaan dalam Quran & Sunah”, berikut ini:

 

1.     Ilmu telah mengantarkan saya menuju pengetahuan tentang Sang Khaliq dan menyuruh saya untuk berbakti pada-Nya. Dia pun menunjukkan saya kepada-Nya, maka saya tunduk dihadapan kekuasaan-Nya dan saya bisa melihat sifat sifat-Nya. Hati saya juga merasakan getaran getaran kebesaran-Nya, hingga saya tertunduk malu karena cinta saya kepada-Nya. Ilmu juga menggerakkan saya untuk selalu dekat dengan keharibaan-Nya, agar semakin tinggi pengabdian saya pada-Nya. Saya larut dalam kebesaran-Nya setiap kali saya mengingat-Nya dalam setiap dzikir. Kesendirian saya adalah pengabdian kepada-Nya. Tatkala saya ingin melepaskan kesibukan dan ingin melakukan khalwat (berduaduan tanpa ikatan pernikahan), ilmu meneraiki saya, “Apakah engkau akan berpaling dariku, padahal akulah yang menjadi penunjuk jalanmu untuk tahu tentang-Nya? Saya menjawab, “Engkau adalah penunjuk jalan. Akan tetapi, jika aku telah sampai tujuan, masihkah aku membutuhkan penunjuk jalan?”. Ilmu itu berkata, “oh, tidak! Setiap kali engkau tambah bekalmu denganku, akan semakin bertambah pula pengetahuanmu tentang Kekasihmu dan engkau akan semakin paham bagaimana cara mendekati-Nya.

 

2.   Kenikmatan ilmu adalah karunia yang paling bermakna bagi saya daripada kenikmatan ragawi yang pernah saya rasakan. Dialah yang menciptakan sarana agar saya sampai kepada pengetahuan, hingga kini saya mengerti banyak hal. Seluruh yang saya cintai berasal dari-Nya, karena-Nya dan dengan-Nya, baik yang inderawi ataupun yang maknawi. Seluruh jalan kemudahan mencapai ilmu pengetahuan adalah pemberian-Nya. Semua pencapaian saya pada ilmu telah saya rasakan jauh lebih nikmat daripada apapun yang bersifat inderawi. Andai saja bukan karena ajaran-ajaran-Nya, mungkin saja saya tak akan tahu dan mengerti apa apa.

 

Proses belajar menjadi hal yang sangat penting bagi diri kita karena kita tidak akan bisa menjadi abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT tanpa pernah memiliki ilmu dan pemahaman yang baik lagi benar, yang mana kondisi ini hanya bisa diperoleh melalui proses belajar yang berkesinambungan. Ingat, hanya melalui proses belajar yang berkesinambungan yang diikuti dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan apa apa yang telah dipelajari barulah kita akan merasakan dan menjadikan diri kita memiliki kepribadian orang orang yang telah tahu diri, telah tahu aturan main dan tahu tujuan akhir.

 

Untuk itu buang jauh jauh konsep sekedar membaca buku kita bisa memperoleh hasil yang baik dan maksimal. Akhirnya setiap orang harus belajar kemana saja, dengan siapa saja dan dengan membaca buku apa saja untuk meluaskan cakrawala pikirannya. Ambil yang baik dan buang yang buruk. Ambil yang mendekatkan diri kepada Allah SWT serta buang yang menjauhkan diri dari Allah SWT.

 

B.      PUPUKLAH IMAN DENGAN KETAUHIDAN.

 

Allah SWT Telah memerintahkan kepada diri kita untuk mengatakan serta mengakui dengan sejujurnya bahwa Allah SWT adalah Tuhan langit dan bumi, atau Allah SWT adalah Tuhan bagi semesta alam serta Allah SWT adalah Pencipta dan Pemilik segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi ini, sebagaimana termaktub dalam surat Ar Ra'd (13) ayat 16 yang kami kemukakan berikut ini: “Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".

 

Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, akan terjadi 2(dua) buah keadaan yang dapat membedakan  manusia yang ada di muka bumi ini akibat adanya pernyataan di atas, yaitu:

 

1.     Tidak akan mungkin sama orang yang buta dengan orang yang melihat;

2.   Tidak akan mungkin sama orang yang berjalan di jalan yang lurus dengan yang berjalan di jalan yang bengkok;

3.    Tidak akan mungkin sama sesuatu yang terang dengan  yang gelap;

4.    Tidak akan mungkin sama orang yang beriman dengan orang kafir.

 

Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, jangan pernah berharap dan hal ini tidak akan mungkin pernah terjadi jika Allah SWT akan menyamakan kedudukan baik dalam kehidupan dunia maupun dalam kehidupan akhirat, antara orang yang beriman dengan orang yang kafir, antara orang  yang berbuat kebaikan dengan orang yang berbuat kejahatan, antara orang yang berjalan di jalan yang lurus dengan orang yang berjalan di jalan yang bengkok, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Jaatsiyah (45) ayat 21 berikut ini: Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.”

 

Berdasarkan ketentuan ayat di atas ini, Allah SWT tidak akan pernah merubah ketentuan yang membedakan perlakuan kepada orang yang beriman dengan orang yang kafir sehingga akan berlaku terus sampai dengan hari kiamat kelak. Jika sampai Allah SWT menyamakan kedudukan orang yang berbeda perilaku dan berbeda perbuatannya seperti orang yang beriman dengan orang yang kafir, timbul pertanyaan dimanakah letak keadilan yang Allah SWT terapkan di dalam rangka mengisi syurga dan neraka secara adil?  Allah SWT tidak akan pernah berbuat yang menjadikan Kemahaan dan Kebesaran Allah SWT tercoreng dengan perbuatan-Nya sendiri.

 

Selanjutnya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi kita harus dapat melaksanakan dengan baik serta penuh kejujuran tentang pernyataan yang telah kita buat,  bahwa : Allah SWT adalah Tuhan langit dan bumi atau Allah SWT adalah Tuhan bagi alam semesta, serta Allah SWT adalah  pencipta segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Jika kita telah mampu melaksanakan dua buah pernyataan yang telah kami kemukakan di atas, Ini berarti kita telah mampu melaksanakan, atau telah mampu memberikan pernyataan Ketauhidan yang sangat dikehendaki oleh Allah SWT dan ini merupakan salah usaha kita memberikan salah satu pupuk yang terbaik bagi iman yang sudah ada di dalam diri, yaitu ketauhidan.

 

Timbul pertanyaan, kenapa harus dengan ketauhidan kita merawat, menjaga, memelihara iman yang ada di dalam diri? Hal ini disebabkan iman dengan ketauhidan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, seperti ikan yang tidak bisa dipisahkan dengan Air. Iman tidak akan bisa tumbuh di dalam diri dan tidak berbuah jika tanpa ada pernyataan sikap yang jujur  untuk mengakui bahwa: Allah SWT adalah Tuhan langit dan bumi, atau Allah SWT adalah Tuhan bagi alam semesta, serta Allah SWT adalah pencipta dan pemilik  segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Demikian pula dengan ketauhidan, dimana ketauhidan tidak akan berjalan dengan mulus jika iman tidak tumbuh di dalam diri. Adanya kondisi ini dapat dikatakan bahwa iman dan ketauhidan, laksana 2(dua) sisi dari mata uang. Sehingga iman dan ketauhidan harus ada di dalam diri manusia secara bersamaan, saling isi mengisi di antara ke duanya. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang membutuhkan iman kepada Allah SWT lalu sudahkah kita mampu memupuk iman dengan ketauhidan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar