Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 19 April 2024

APA YANG HARUS KITA IMANI DARI ALLAH SWT (PART 4 of 8)

 

E.      IMANI BAHWA SUJUD SELURUH ISI ALAM KEPADA ALLAH SWT.


Sebagaimana telah ketahui bersama bahwa selain manusia, di alam semesta ini, juga ada matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan, yang juga diciptakan oleh Allah SWT. Sekarang tahukah kita, apa yang telah dilakukan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT selaku Yang Maha Pencipta? seluruh apa-apa yang ada di langit dan seluruh apa-apa yang ada di muka bumi, yang terdiri dari matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan, tanpa terkecuali, melakukan sujud kepada Allah SWT, bertasbih kepada Allah SWT dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran Allah SWT; menyatakan dan mengakui akan kekuasan Allah SWT menyatakan dan mengakui akan kemahaan dan kebesaran Allah SWT.

 

Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hadiid (57) ayat 1 berikut ini: “semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” dan juga berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 18 yang kami kemukakan berikut ini: Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” telah diterangkan bahwa

 

Sekarang bagaimana dengan diri kita yang saat ini sama-sama berada di langit dan bumi Allah SWT, seperti halnya matahari, bulan, air, udara, bintang, gunung, binatang, dan tumbuhan? Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT sama seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tentu kita tidak memiliki kekuatan dan kemampuan apapun juga dibandingkan dengan Allah SWT. Dan jika diri kita adalah sama-sama makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, apakah diri kita yang sedang menumpang di langit dan di bumi juga telah melaksanakan seperti yang dilakukan  oleh matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT yaitu sujud dan bertasbih kepada Allah SWT? Jika sampai diri kita tidak mau melaksanakan seperti apa yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT, lalu apa bedanya diri kita yang telah dijadikannya sebagai abd’ (hamba)Nya dan juga khalifahNya di muka bumi dibandingkan dengan matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan.

 

Yang jelas jika kita mengacu kepada isi surat Al Hajj (22) ayat 18 yang kami kemukakan di atas, hanya sebahagian manusia saja yang mau melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT. Selanjutnya termasuk di dalam kelompok manakah diri kita ini, apakah kelompok yang sujud dan bertasbih kepada Allah SWT, atau apakah kelompok yang tidak mau sujud dan bertasbih kepada Allah SWT? Kami senantiasa berharap kita semua termasuk dalam kelompok manusia yang selalu sujud dan bertasbih kepada Allah SWT, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Sekarang apakah ada sanksinya, jika kita tidak mau sujud, tidak mau patuh, tidak mau bertasbih kepada Allah SWT? Jika kita tidak mau sujud dan bertasbih dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran dan kemahaan Allah SWT, berarti diri kita termasuk orang-orang yang tidak tahu diri, karena sudahlah menumpang di langit dan di bumi Allah SWT lalu tidak mau tunduk patuh kepada pemilik dari itu semua. Lalu bagaimana kita bisa menjadi Abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya di muka bumi yang baik lagi dibanggakan oleh Allah SWT!

 

Sebagai abd’ (hamba) yang juga adalah khalifah yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, apa yang harus kita sikapi dengan adanya kondisi ini? Hal pertama yang harus kita sikapi adalah kita harus mengimani dan meyakini apa yang telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Hadiid (57) ayat 1 dan surat Al Hajj (22) ayat 18 adalah benar adanya tanpa ada sanggahan sedikitpun. Lalu kita harus mengakui dan mengimani pula bahwa cara dan methode makhluk yang ada di langit dan di bumi melakukan tasbih tidak bisa kita mengerti sebagaimana dikemukakan Allah SWT dalam dalam surat Al Israa’ (17) ayat 44 berikut ini: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” Sekarang bagaimana dengan diri kita yang saat ini sama-sama berada di antara langit dan bumi seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, udara, air, binatang, dan tumbuhan?

 

Bagaimana jika kita tidak mau sujud dan tidak mau bertasbih seperti sujud dan bertasbihnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT, apakah ada sanksinya atau konsekuensinya? Jika kita tidak mau sujud dan bertasbih dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran Allah SWT, berarti kita termasuk orang-orang yang tidak tahu diri, atau orang yang berani menantang Allah SWT seperti halnya Iblis yang membangkang perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Nabi Adam as. Sekarang terserah kepada kita, apakah mau beriman kepada Allah SWT ataukah tidak, yang jelas Allah SWT tidak akan rugi sedikitpun dengan apa yang kita perbuat. Untuk itu mari kita berkaca dengan makhluk Allah SWT lainnya sebagaimana berikut ini:

 

a.   Padi, Tikus dan Wereng dapat dipastikan mereka semuanya pasti bertasbih dan sujud kepada Allah SWT. Sekarang relakah padi; sudikah padi, bersediakah padi, ikhlaskah padi, dikonsumsi oleh manusia yang tidak mau sujud dan yang tidak mau bertasbih kepada Allah SWT yang kemudian segala manfaat yang pada beras dipergunakan untuk melawan Allah SWT?

 

b.     Udara bertasbih dan sujud kepada Allah SWT. Sekarang relakah udara, sudikah udara, bersediakah udara, ikhlaskah udara, jika dipergunakan dan didayagunaka dan dimanfaatkan  oleh manusia yang membutuhkannya sedangkan manusia tersebut justru melakukan perbuatan dan tindakan yang berseberangan dengan perbuatan udara kepada Allah SWT?

 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan merasa jengkel dan rasanya sangat marah jika kita memberikan sesuatu kepada orang lain, katakanlah memberikan sejumlah uang, lalu uang tersebut dipergunakan untuk foya-foya, untuk membiayai perbuatan maksiat, untuk berjudi, atau untuk mengkonsumsi narkoba. Hal yang sama juga terjadi pada padi, air dan udara yang juga merasa jengkel, marah, tidak suka, kepada manusia yang perilakunya sangat berseberangan dengan perilaku dirinya sedangkan manusia itu sendiri mempergunakan diri mereka untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

 

Untuk itu jangan pernah salahkan Tikus ataupun juga wereng jika ia menjadi hama padi atau memakan padi secara sporadis sebab padi lebih suka, padi lebih ikhlas, padi lebih rela di makan oleh tikus dan juga wereng karena mereka semua sama-sama bertasbih dan sujud kepada Allah SWT seperti yang padi lakukan dibandingkan dengan manusia atau petani yang mengolah padi.Dan juga jangan pernah salahkan air dan udara jika air tiba-tiba menjelma menjadi banjir bandang atau malah menghilang atau jika udara menjelma menjadi angin puting beliung atau bahkan menjadi badai yang menghancurkan dan meluluh lantakkan apa-apa yang ditemuinya. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas, tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk selalu menjaga perilaku diri kita agar jangan sampai perilaku diri kita lebih rendah dibandingkan dengan perilaku hewan atau binatang atau tumbuhan dikarenakan mereka semua lebih tinggi tingkat ketaatannya kepada Allah SWT dibandingkan manusia atau jangan sampai tikus dan wereng, lebih disukai, lebih diinginkan, lebih dihargai oleh padi dibandingkan dengan diri kita  selaku pengelola dan pengambil manfaat yang terdapat pada padi.

 

F.      IMANI HANYA ALLAH SWT SAJALAH YANG MENGABULKAN  DOA.

 

Hal berikutnya yang harus kita imani yaitu hanya Allah SWT sajalah yang mampu mengabulkan doa dan permohonan yang kita mohonkan kepada Allah SWT. Lalu apa dasarnya kita mengatakan hal ini dan kenapa harus berdoa hanya kepada Allah SWT? Melalui surat Al Baqarah (2) ayat 186 berikut ini Allah SWT telah memberikan jawabannya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 ini, Allah SWT lah yang memperkenankan diri kita untuk berdoa kepada-Nya dan juga akan mengabulkan doa yang kita mohonkan sepanjang kita mau berdoa kepada-Nya. Adanya hal ini menunjukkan bahwa doa merupakan fasilitas resmi yang memang diperkenankan oleh Allah SWT yang ditujukan kepada setiap hamba-Nya yang sekaligus khalifah di muka bumi sepanjang “ia mau berdoa apabila ia memohon kepadaNya” dan doa yang akan diperkenankan hanyalah doa yang memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkanNya.

 

Lalu adakah syarat yang diminta oleh Allah SWT, atau seperti apakah syarat yang diminta oleh Allah SWT kepada diri kita jika ingin doa kita dikabulkan Allah SWT? Berdasarkan hadits qudsi yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Tidaklah Aku akan memperhatikan hak hamba-Ku sebelum memperhatikan hak-Ku terhadap dia. (Hadits Riwayat Aththabarani, 272:125).”  Allah SWT baru akan memenuhi segala janji-Nya kepada diri kita jika kita terlebih dahulu memenuhi segala syarat dan ketentuan yang diminta oleh Allah SWT. Adanya kondisi seperti ini berarti jika doa kita ingin dikabulkan oleh Allah SWT maka kita harus memenuhi terlebih dahulu apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Sekarang seperti apakah syarat yang dikehendaki oleh Allah SWT?

 

Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 yang kami kemukakan di atas, Allah SWT baru akan mengabulkan doa yang kita mohonkan kepada-Nya jika kita terlebih dahulu memenuhi 3(tiga) syarat yang diminta oleh Allah SWT, yaitu: (1) kita harus beriman kepada Allah SWT; (2) kita harus memenuhi segala apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan; (3) harus selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan.

 

Sekarang bagaimana jika kita hanya memohon kepada Allah SWT tetapi syarat yang diminta oleh Allah SWT tidak mau kita penuhi? Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 dan hadits qudsi di atas, sangat jelas bahwa Allah SWT tidak akan mengabulkan apa yang kita mohonkan dikarenakan adanya ketidakmampuan diri kita untuk memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki Allah SWT. Sekarang mari kita pelajari tentang doa, sebagaimana berikut ini:

 

1.   Syarat-Syarat Dikabulkannya Doa. Sekarang mari kita mempelajari syarat syarat dikabulkannya doa. Persiapan yang baik adalah bukti pemahaman yang baik. Doa akan dikabulkan apabila syarat syarat mampu kita penuhi. Mari kita fokuskan niat, namun perhatikan bahwa niat saja tentu tidaklah cukup.

 

a.     Keyakinan akan terkabulnya Doa. Keyakinan akan terkabulnya doa adalah syarat pengkabulan itu sendiri. Jadi jangan sampai kita berdoa kepada Allah SWT sementara kita tidak yakin Allah SWT akan mengabulkan doa tersebut, sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: Berdoalah kalian kepada Allah dalam keadaan yakin akan terkabulnya doa itu.” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Selain dari pada itu, Rasulullah SAW juga bersabda: “Jika salah satu di antara kalian berdoa, janganlah ia mengatakan, “Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau menginginkannya”. Namun hendaklah ia bertekat kuat untuk meminta”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad). Untuk itu manfaatkanlah kesempatan dan selamilah nilai nilai yang menyelimuti diri kita. Berdoalah kepada Allah SWT dalam kondisi yakin akan dikabulkan. Inilah salah satu seni dari berdoa yang harus ada di dalam diri.

 

b.  Kekhusyu’an dihadapan Allah SWT. Ingatlah, kita sering berdoa selepas shalat namun kita tidak merasakan apa yang kita panjatkan kepada Allah SWT, kecuali kata kata “Alllahumma” atau Rabb, atau kata kata Amiin. Sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini:  Rasulullah SAW bersabda: Ketahuilah, bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari seseorang yang lalai dan tidak serius”. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).Ibnul Qayyim Al Jauziah pernah mengatakan: “Sesungguhnya sedekat dekat pintu masuk yang digunakan hamba untuk mendatangani Allah adalah kebangkrutan”. Kebangkrutan disini adalah kebangkrutan dalam arti luas dan dalam dimensi beragam. Alangkah bahagianya orang yang terpaku dihadapan Rabbnya dan menyatakan kebangkrutan, sehingga ia khusyu’ dan menghiba kemudian menangis. Saat itu, ia betul betul yakin akan terkabulnya doa.

 

c.  Jangan tergesa gesa. Syarat ke tiga dikabulkannya doa kita kepada Allah SWT adalah tidak tergesa gesa, sebagaimana hadits berikut ini:  Rasulullah SAW bersabda: “Akan dikabulkan doa seseorang kalian sepanjang ia tidak tergesa gesa. Ia berkata, Aku telah berdoa dan berdoa namun aku tidak melihat terkabulnya doaku’, sehingga ia pun tidak lagi berdoa.(Hadis Riwayat Bukhari Muslim, Abu Dawud, Ath Thirmidzi dan Ibnu Majah). Orang yang melakukan hal ini, seperti orang yang menanami ladangnya dengan menabur benih. Namun ketika benih benih itu mulai tumbuh, ia mengatakan, “Agaknya benih benih ini tidak akan tumbuh”, sehingga kemudian ia meninggalkannya begitu saja. Ketergesa-gesaan adalah sebuah penyakit akut. Penyakit ini akan bertambah manakala sang pasien menyerah begitu saja pada penderitaannya. Jangan menyerah pada penyakit ini, dan pergunakanlah obat kesabaran! Obat ini sekarang begitu banyak tersedia, bukan?

 

d.  Hanya Makan Yang Halal. Syarat terakhir dari terkabulnya doa adalah makan makanan halal, Jangan sekali kali menghasilkan harta dari sesuatu yang haram, atau dari penghasilan yang haram, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak akan menerima selain yang baik. Allah memerintah orang orang mukmin seperi apa yang diperintahkannya kepada para Rasul.(Hadits Riwayat Muslim dan Ath Thirmidzi)

 

Itulah empat buah prasyarat yang harus kita persiapkan jika kita hendak menjadikan doa sebagai sebuah ibadah.


Sekarang mari kita perhatikan keadaan yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, dimana kita sering melihat, atau bahkan mungkin kita sendiri yang mengalaminya atau kita sendiri yang melakukan hal-hal sebagai berikut yang berhubungan dengan doa yang kita mohonkan kepada Allah SWT, yaitu :

 

a.  Kita berdoa kepada Allah SWT dengan suara yang keras, seolah-olah Allah SWT masih jauh dan tidak mampu mendengar. Padahal Allah SWT berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 186, dengan tegas menyatakan sangat dekat dengan diri kita dan bahkan diri kita sendiri sudah tidak terpisahkan dengan Allah SWT.

b.   Kita berdoa kepada Allah SWT hanya pada saat kepepet, atau pada saat ada butuhnya saja, yaitu pada saat ada masalah, seolah-olah Allah SWT hanya dibutuhkan sewaktu-waktu saja oleh diri kita. 

c.  Kita melakukan komunikasi dengan Allah SWT secara putus sambung (miscall) saat membutuhkan sesuatu ingat Allah SWT dan pada saat senang lupa dengan Allah SWT.

d.  Kita berdoa kepada Allah SWT tetapi tidak yakin dengan Allah SWT, sehingga kalaupun kita berdoa hanya setengah hati saja sehingga timbul dugaan siapa tahu doanya dikabulkan.

e.   Kita berdoa kepada Allah SWT akan tetapi sering tidak mau memenuhi syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh  Allah SWT.

f.   Kita berdoa  kepada  Allah SWT  akan  tetapi diri kita sendiri masih berlumur dengan dosa atau sifat munafik kepada Allah SWT masih berkembang di dalam diri.

g.   Kita berdoa kepada Allah SWT akan tetapi tingkah laku dan perbuatan kita tidak pernah sesuai dengan apa yang kita mohonkan kepada Allah SWT.

 

Selanjutnya, jika hal-hal di atas ini kita perbandingkan dengan kehendak Allah SWT yang tertuang di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 186 di atas, dapatkah doa yang kita panjatkan dipenuhi oleh Allah SWT jika posisi dan keadaan point a sampai dengan point g masih tetap kita lakukan?

 

Kami yakin jamaah sekalian tidak akan melakukan hal-hal yang kami sebutkan di atas ini sewaktu berdoa kepada Allah SWT dan juga kami tidak berharap kepada jamaah sekalian untuk tidak melakukan tindakan membaca doa kepada Allah SWT. Dan selama kita berharap doa yang kita panjatkan, atau agar doa kita diperkenankan oleh Allah SWT maka jangan pernah sekalipun kita menyombongkan diri kepada Allah SWT, maka adab berdoa sebagaimana dikemukakan oleh “Imam Al Ghazali” dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” bisa kita jadikan pedoman saat berdoa kepada Allah SWT, yaitu;

 

a.  Berdoalah pada waktu yang baik dan mulia, seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum'at, sepertiga akhir dari malam dan pada waktu sahur.

b.   Dalam keadaan yang mulia, seperti ketika bersujud dalam sembahyang, ketika berhadapan dengan musuh dan peperangan, ketika turun hujan, sebelum menunaikan sembahyang dan sesudahnya, ketika jiwa sedang tenang dan bersih dari segala gangguan syaitan dan ketika menghadap ka'bah (kiblat)

c.      Dengan menghadap ka'bah (kiblat).

d.    Merendahkan suara, yaitu antara terdengar dengan tiada oleh orang yang di sisi kita sebab Allah SWT sudah dekat sehingga diri kita sudah berada bersama Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 186 berikut ini: dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

e.    Jangan bersajak, yakni tanpa menggunakan kata-kata bersajak dalam doa itu. Tetapi cukup dengan kata-kata yang sederhana, sopan, dan tepat mengenai seuatu yang dihajati dengan doa itu. Dan tidak perlu dilagukan dengan irama-irama tertentu. Sangat baik jika kita memilih lafazh-lafazh doa yang diterima dari Rasulullah SAW yang kandungannya sesuai dengan apa yang hendak kita doakan pula.

f. Berlaku khusyu' dan tadharu'lah dengan merasakan kebesaran dan kehebatan Allah SWT dalam jiwa kita yang halus.

g.  Mengokohkan kepercayaan bahwa doa itu akan diperkenankan Allah SWT dan tidak merasa gelisah jika doa kita tidak diperkenannya.

h.  Mengulang-ulang doa itu dua tiga kali, yakni doa tentang sesuatu yang sangat kita utamakan memohonkannya kepada Allah SWT, akan lebih baik jika dibaca berulang-ulang sampai dua-tiga kali.

i.      Menyebut (memuji) Allah SWT pada permulaannya.

j.    Bertaubat sebelum berdoa dan menghadapkan diri dengan sesungguhnya kepada Allah SWT

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sebagai khalifah-Nya di muka bumi yang sangat membutuhkan doa kepada Allah SWT, pasti kita semua mampu melaksanakan adab berdoa seperti yang kami kemukakan di atas dengan sebaik baiknya.

 

Allah SWT selaku yang memperkenankan doa kepadaNya, telah memberikan contoh nyata jika kita hendak berdoa kepadaNya. Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama sesuatu yang luar biasa yang terdapat di dalam surat Al Fatehah. Surat Al Fatehah telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita berdoa secara baik dan benar sebagaimana adab berdoa. Setiap shalat, kita membaca dan mengucapkan: “dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1]. segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3]. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5]. (surat Al Fatehah (1) ayat 1 sampai 4).’ Empat ayat yang kami kemukakan di atas terdiri dari : 3 (tiga)  bentuk pujian kepada Allah SWT dan 1 (satu) pengagungan nama nama Allah SWT.

 

[1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.

[2] Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.

[3] Rabb (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.

[4] Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim,ia berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja.

[5] Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya.

 

Dan setelah diri kita mampu melakukan 3 (tiga) kali pujian kepada Allah SWT dan juga melakukan pengagungan nama nama Allah SWT.jangan berhenti sampai disitu tetapi lanjutkan dengan memberikan pernyataan sikap kita kepada Allah SWT berikut ini: “Hanya Engkaulah yang Kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan[7]. (surat Al Fatehah (1) ayat 5).” Saat diri kita mengemukakan surat Al Fatehah (1) ayat 5 diatas, maka pada saat itu kita telah melakukan suatu bentuk penyandaran diri kita kepada Allah SWT karena kita ini makhluk yang lemah yang membutuhkan bantuan dan pertolongan Allah SWT.

 

[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.

[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.

 

Baru kemudian kita mengajukan doa (berdoa), meminta serta memohon kepada Allah SWT melalui: “Tunjukilah[8] Kami jalan yang lurus, (surat Al Fatehah (1) ayat 6).”  

 

[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.

 

Sekarang renungkanlah surat Al Fatehah yang selalu kita baca minimal 17 (tujuh belas) kali sehari, lalu jadikanlah surat Al Fatehah itu sebagai contoh nyata adab berdoa kepada Allah SWT yang sudah ada dihadapan diri kita. Untuk itu mari mulai sekarang juga, kita belajar kembali cara yang terbaik di dalam membaca surat Al Fatehah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Diperkenankannya setiap manusia untuk berdoa kepada Allah SWT dalam rangka membantu, menolong, memberikan jalan keluar, memberikan semangat agar manusia, atau diri kita sukses melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang berpredikat sebagai makhluk yang terhormat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar