E. IMANI BAHWA SUJUD
SELURUH ISI ALAM KEPADA ALLAH SWT.
Sebagaimana telah ketahui bersama bahwa
selain manusia, di alam semesta ini, juga ada matahari, bulan, bintang, gunung,
air, udara, binatang, tumbuhan, yang juga diciptakan oleh Allah SWT. Sekarang
tahukah kita, apa yang telah dilakukan oleh matahari, bulan, bintang, gunung,
air, udara, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT selaku Yang Maha Pencipta? seluruh
apa-apa yang ada di langit dan seluruh apa-apa yang ada di muka bumi, yang
terdiri dari matahari, bulan, bintang, gunung, air, udara, binatang, tumbuhan,
tanpa terkecuali, melakukan sujud kepada Allah SWT, bertasbih kepada Allah SWT
dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran Allah SWT; menyatakan dan
mengakui akan kekuasan Allah SWT menyatakan dan mengakui akan kemahaan dan
kebesaran Allah SWT.
Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat
Al Hadiid (57) ayat 1 berikut ini: “semua yang berada di langit
dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah).
dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” dan juga berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat
18 yang kami kemukakan berikut ini: “Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada
di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan,
binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak
di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang
dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah
berbuat apa yang Dia kehendaki.” telah diterangkan bahwa
Sekarang bagaimana dengan diri kita yang
saat ini sama-sama berada di langit dan bumi Allah SWT, seperti halnya
matahari, bulan, air, udara, bintang, gunung, binatang, dan tumbuhan? Sebagai
makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT sama seperti halnya matahari, bulan,
bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tentu kita tidak memiliki kekuatan dan
kemampuan apapun juga dibandingkan dengan Allah SWT. Dan jika diri kita adalah
sama-sama makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, apakah diri kita yang sedang
menumpang di langit dan di bumi juga telah melaksanakan seperti yang
dilakukan oleh matahari, bulan, bintang,
gunung, air, udara, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT yaitu sujud dan
bertasbih kepada Allah SWT? Jika sampai diri kita tidak mau melaksanakan
seperti apa yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang,
tumbuhan kepada Allah SWT, lalu apa bedanya diri kita yang telah dijadikannya
sebagai abd’ (hamba)Nya dan juga khalifahNya di muka bumi dibandingkan dengan
matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan.
Yang jelas jika kita mengacu kepada isi
surat Al Hajj (22) ayat 18 yang kami kemukakan di atas, hanya sebahagian
manusia saja yang mau melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari,
bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT. Selanjutnya
termasuk di dalam kelompok manakah diri kita ini, apakah kelompok yang sujud
dan bertasbih kepada Allah SWT, atau apakah kelompok yang tidak mau sujud dan
bertasbih kepada Allah SWT? Kami senantiasa berharap kita semua termasuk dalam
kelompok manusia yang selalu sujud dan bertasbih kepada Allah SWT, dimanapun,
kapanpun dan dalam kondisi apapun. Sekarang apakah ada sanksinya, jika kita
tidak mau sujud, tidak mau patuh, tidak mau bertasbih kepada Allah SWT? Jika
kita tidak mau sujud dan bertasbih dengan menyatakan dan mengakui akan
kebesaran dan kemahaan Allah SWT, berarti diri kita termasuk orang-orang yang
tidak tahu diri, karena sudahlah menumpang di langit dan di bumi Allah SWT lalu
tidak mau tunduk patuh kepada pemilik dari itu semua. Lalu bagaimana kita
bisa menjadi Abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya di muka bumi yang baik lagi
dibanggakan oleh Allah SWT!
Sebagai abd’ (hamba) yang juga adalah
khalifah yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, apa yang harus kita sikapi
dengan adanya kondisi ini? Hal pertama yang harus kita sikapi adalah kita harus
mengimani dan meyakini apa yang telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al
Hadiid (57) ayat 1 dan surat Al Hajj (22) ayat 18 adalah benar adanya tanpa ada
sanggahan sedikitpun. Lalu kita harus mengakui dan mengimani pula bahwa cara
dan methode makhluk yang ada di langit dan di bumi melakukan tasbih tidak bisa
kita mengerti sebagaimana dikemukakan Allah SWT dalam dalam surat Al Israa’ (17) ayat 44 berikut ini: “Langit yang tujuh, bumi dan
semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun
melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti
tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” Sekarang bagaimana dengan diri kita yang
saat ini sama-sama berada di antara langit dan bumi seperti halnya matahari,
bulan, bintang, gunung, udara, air, binatang, dan tumbuhan?
Bagaimana jika kita tidak mau sujud dan
tidak mau bertasbih seperti sujud dan bertasbihnya matahari, bulan, bintang,
gunung, binatang, tumbuhan kepada Allah SWT, apakah ada sanksinya atau
konsekuensinya? Jika kita tidak mau sujud dan bertasbih dengan menyatakan dan
mengakui akan kebesaran Allah SWT, berarti kita termasuk orang-orang yang tidak
tahu diri, atau orang yang berani menantang Allah SWT seperti halnya Iblis yang
membangkang perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Nabi Adam as. Sekarang
terserah kepada kita, apakah mau beriman kepada Allah SWT ataukah tidak, yang
jelas Allah SWT tidak akan rugi sedikitpun dengan apa yang kita perbuat. Untuk itu mari kita berkaca dengan makhluk Allah SWT lainnya sebagaimana
berikut ini:
a. Padi, Tikus dan Wereng dapat
dipastikan mereka semuanya pasti bertasbih dan sujud kepada Allah SWT. Sekarang
relakah padi; sudikah padi, bersediakah padi, ikhlaskah padi, dikonsumsi oleh
manusia yang tidak mau sujud dan yang tidak mau bertasbih kepada Allah SWT yang
kemudian segala manfaat yang pada beras dipergunakan untuk melawan Allah SWT?
b. Udara bertasbih dan sujud kepada Allah SWT. Sekarang relakah udara,
sudikah udara, bersediakah udara, ikhlaskah udara, jika dipergunakan dan
didayagunaka dan dimanfaatkan oleh
manusia yang membutuhkannya sedangkan manusia tersebut justru melakukan
perbuatan dan tindakan yang berseberangan dengan perbuatan udara kepada Allah
SWT?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan merasa jengkel dan rasanya sangat
marah jika kita memberikan sesuatu kepada orang lain, katakanlah memberikan
sejumlah uang, lalu uang tersebut dipergunakan untuk foya-foya, untuk membiayai
perbuatan maksiat, untuk berjudi, atau untuk mengkonsumsi narkoba. Hal yang
sama juga terjadi pada padi, air dan udara yang juga merasa jengkel, marah,
tidak suka, kepada manusia yang perilakunya sangat berseberangan dengan perilaku
dirinya sedangkan manusia itu sendiri mempergunakan diri mereka untuk kebutuhan
hidup sehari-hari.
Untuk itu jangan
pernah salahkan Tikus ataupun juga wereng jika ia menjadi hama padi atau
memakan padi secara sporadis sebab padi lebih suka, padi lebih ikhlas, padi
lebih rela di makan oleh tikus dan juga wereng karena mereka semua sama-sama
bertasbih dan sujud kepada Allah SWT seperti yang padi lakukan dibandingkan
dengan manusia atau petani yang mengolah padi.Dan juga jangan pernah salahkan air dan udara jika air tiba-tiba
menjelma menjadi banjir bandang atau malah menghilang atau jika udara menjelma
menjadi angin puting beliung atau bahkan menjadi badai yang menghancurkan dan
meluluh lantakkan apa-apa yang ditemuinya. Adanya kondisi yang
kami kemukakan di atas,
tidak ada jalan lain bagi diri kita
untuk selalu menjaga perilaku diri kita agar jangan sampai perilaku diri kita
lebih rendah dibandingkan dengan perilaku hewan atau binatang atau tumbuhan
dikarenakan mereka semua lebih tinggi tingkat ketaatannya kepada Allah SWT
dibandingkan manusia atau
jangan sampai tikus dan wereng, lebih disukai, lebih diinginkan, lebih dihargai
oleh padi dibandingkan dengan diri kita
selaku pengelola dan pengambil manfaat yang terdapat pada padi.
F. IMANI HANYA ALLAH SWT
SAJALAH YANG MENGABULKAN DOA.
Hal berikutnya yang harus kita imani yaitu hanya Allah SWT sajalah yang
mampu mengabulkan doa dan permohonan yang kita mohonkan kepada Allah SWT. Lalu
apa dasarnya kita mengatakan hal ini dan kenapa harus berdoa hanya kepada Allah
SWT? Melalui surat Al Baqarah (2) ayat 186 berikut ini Allah SWT telah
memberikan jawabannya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka
(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.” Berdasarkan surat Al Baqarah
(2) ayat 186 ini, Allah SWT lah yang memperkenankan diri kita untuk berdoa
kepada-Nya dan juga akan mengabulkan doa yang kita mohonkan sepanjang kita mau
berdoa kepada-Nya. Adanya hal ini menunjukkan bahwa doa merupakan fasilitas
resmi yang memang diperkenankan oleh Allah SWT yang ditujukan kepada setiap
hamba-Nya yang sekaligus khalifah di muka bumi sepanjang “ia mau berdoa apabila
ia memohon kepadaNya” dan doa yang akan diperkenankan hanyalah doa yang
memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkanNya.
Lalu adakah syarat yang diminta oleh Allah SWT, atau seperti apakah
syarat yang diminta oleh Allah SWT kepada diri kita jika ingin doa kita
dikabulkan Allah SWT? Berdasarkan hadits qudsi yang kami kemukakan berikut ini:
“Ibnu Abbas ra,
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Tidaklah Aku akan memperhatikan
hak hamba-Ku sebelum memperhatikan hak-Ku terhadap dia. (Hadits Riwayat
Aththabarani, 272:125).” Allah SWT baru akan memenuhi segala janji-Nya
kepada diri kita jika kita terlebih dahulu memenuhi segala syarat dan ketentuan
yang diminta oleh Allah SWT. Adanya kondisi seperti ini berarti jika doa kita
ingin dikabulkan oleh Allah SWT maka kita harus memenuhi terlebih dahulu apa
yang dikehendaki oleh Allah SWT. Sekarang seperti apakah syarat yang dikehendaki
oleh Allah SWT?
Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 yang kami kemukakan di atas, Allah
SWT baru akan mengabulkan doa yang kita mohonkan kepada-Nya jika kita terlebih
dahulu memenuhi 3(tiga) syarat yang diminta oleh Allah SWT, yaitu: (1) kita harus beriman kepada Allah SWT; (2)
kita harus memenuhi segala apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan; (3) harus
selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan.
Sekarang bagaimana jika kita hanya memohon kepada Allah SWT tetapi syarat
yang diminta oleh Allah SWT tidak mau kita penuhi? Berdasarkan surat Al Baqarah
(2) ayat 186 dan hadits qudsi di atas, sangat jelas bahwa Allah SWT tidak akan
mengabulkan apa yang kita mohonkan dikarenakan adanya ketidakmampuan diri kita untuk
memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki Allah SWT. Sekarang mari kita
pelajari tentang doa, sebagaimana berikut ini:
1. Syarat-Syarat
Dikabulkannya Doa. Sekarang
mari kita mempelajari syarat syarat dikabulkannya doa. Persiapan yang baik
adalah bukti pemahaman yang baik. Doa akan dikabulkan apabila syarat syarat
mampu kita penuhi. Mari kita fokuskan niat, namun perhatikan bahwa niat saja
tentu tidaklah cukup.
a. Keyakinan akan terkabulnya Doa. Keyakinan akan terkabulnya doa adalah syarat pengkabulan
itu sendiri. Jadi jangan sampai kita berdoa kepada Allah SWT sementara kita
tidak yakin Allah SWT akan mengabulkan doa tersebut, sebagaimana dikemukakan
dalam hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: Berdoalah
kalian kepada Allah dalam keadaan yakin akan terkabulnya doa itu.”
(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Selain dari pada itu, Rasulullah SAW juga bersabda:
“Jika
salah satu di antara kalian berdoa, janganlah ia mengatakan, “Ya Allah,
ampunilah aku jika Engkau menginginkannya”. Namun hendaklah ia bertekat kuat
untuk meminta”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad). Untuk itu
manfaatkanlah kesempatan dan selamilah nilai nilai yang menyelimuti diri kita.
Berdoalah kepada Allah SWT dalam kondisi yakin akan dikabulkan. Inilah salah
satu seni dari berdoa yang harus ada di dalam diri.
b. Kekhusyu’an dihadapan Allah SWT. Ingatlah, kita sering berdoa selepas shalat namun kita
tidak merasakan apa yang kita panjatkan kepada Allah SWT, kecuali kata kata
“Alllahumma” atau Rabb, atau kata kata Amiin. Sebagaimana dikemukakan dalam
hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah,
bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari seseorang yang lalai dan tidak
serius”. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).Ibnul Qayyim Al Jauziah pernah
mengatakan: “Sesungguhnya sedekat dekat pintu masuk yang digunakan hamba untuk
mendatangani Allah adalah kebangkrutan”. Kebangkrutan disini adalah
kebangkrutan dalam arti luas dan dalam dimensi beragam. Alangkah bahagianya
orang yang terpaku dihadapan Rabbnya dan menyatakan kebangkrutan, sehingga ia
khusyu’ dan menghiba kemudian menangis. Saat itu, ia betul betul yakin akan
terkabulnya doa.
c. Jangan tergesa gesa. Syarat ke tiga
dikabulkannya doa kita kepada Allah SWT adalah tidak tergesa gesa, sebagaimana
hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Akan
dikabulkan doa seseorang kalian sepanjang ia tidak tergesa gesa. Ia berkata,
Aku telah berdoa dan berdoa namun aku tidak melihat terkabulnya doaku’,
sehingga ia pun tidak lagi berdoa.” (Hadis Riwayat Bukhari Muslim,
Abu Dawud, Ath Thirmidzi dan Ibnu Majah). Orang yang melakukan hal ini,
seperti orang yang menanami ladangnya dengan menabur benih. Namun ketika benih
benih itu mulai tumbuh, ia mengatakan, “Agaknya benih benih ini tidak akan
tumbuh”, sehingga kemudian ia meninggalkannya begitu saja. Ketergesa-gesaan
adalah sebuah penyakit akut. Penyakit ini akan bertambah manakala sang pasien
menyerah begitu saja pada penderitaannya. Jangan menyerah pada penyakit ini,
dan pergunakanlah obat kesabaran! Obat ini sekarang begitu banyak tersedia,
bukan?
d. Hanya Makan Yang Halal. Syarat terakhir dari
terkabulnya doa adalah makan makanan halal, Jangan sekali kali menghasilkan
harta dari sesuatu yang haram, atau dari penghasilan yang haram, sebagaimana
hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak akan
menerima selain yang baik. Allah memerintah orang orang mukmin seperi apa yang
diperintahkannya kepada para Rasul.” (Hadits Riwayat Muslim dan Ath
Thirmidzi)
Itulah empat buah
prasyarat yang harus kita persiapkan jika kita hendak menjadikan doa sebagai
sebuah ibadah.
Sekarang mari kita perhatikan keadaan yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, dimana kita sering melihat, atau bahkan mungkin kita sendiri yang mengalaminya atau kita sendiri yang melakukan hal-hal sebagai berikut yang berhubungan dengan doa yang kita mohonkan kepada Allah SWT, yaitu :
a. Kita berdoa kepada Allah SWT dengan suara yang keras, seolah-olah Allah
SWT masih jauh dan tidak mampu mendengar. Padahal Allah SWT berdasarkan surat
Al Baqarah (2) ayat 186, dengan tegas menyatakan sangat dekat dengan diri kita
dan bahkan diri kita sendiri sudah tidak terpisahkan dengan Allah SWT.
b. Kita berdoa kepada Allah SWT hanya pada saat kepepet, atau pada saat ada
butuhnya saja, yaitu pada saat ada masalah, seolah-olah Allah SWT hanya
dibutuhkan sewaktu-waktu saja oleh diri kita.
c. Kita melakukan komunikasi dengan Allah SWT secara putus sambung (miscall)
saat membutuhkan sesuatu ingat Allah SWT dan pada saat senang lupa dengan Allah
SWT.
d. Kita berdoa kepada Allah SWT tetapi tidak yakin dengan Allah SWT,
sehingga kalaupun kita berdoa hanya setengah hati saja sehingga timbul dugaan
siapa tahu doanya dikabulkan.
e. Kita berdoa kepada Allah SWT akan tetapi sering tidak mau memenuhi syarat
dan ketentuan yang diberlakukan oleh
Allah SWT.
f. Kita berdoa kepada Allah SWT akan tetapi diri kita sendiri masih berlumur dengan dosa atau sifat munafik
kepada Allah SWT masih berkembang di dalam diri.
g. Kita berdoa kepada Allah SWT akan tetapi tingkah laku dan perbuatan kita
tidak pernah sesuai dengan apa yang kita mohonkan kepada Allah SWT.
Selanjutnya, jika hal-hal di atas ini kita perbandingkan dengan kehendak Allah SWT
yang tertuang di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 186 di atas, dapatkah doa yang
kita panjatkan dipenuhi oleh Allah SWT jika posisi dan keadaan point a sampai
dengan point g masih tetap kita lakukan?
Kami yakin jamaah sekalian tidak akan melakukan
hal-hal yang kami sebutkan di atas ini sewaktu berdoa kepada Allah SWT dan juga
kami tidak berharap kepada jamaah sekalian untuk tidak melakukan tindakan membaca
doa kepada Allah SWT. Dan selama kita berharap doa yang kita panjatkan, atau
agar doa kita diperkenankan oleh Allah SWT maka jangan pernah sekalipun kita
menyombongkan diri kepada Allah SWT, maka adab berdoa sebagaimana dikemukakan
oleh “Imam Al Ghazali” dalam
kitabnya “Ihya Ulumuddin” bisa
kita jadikan pedoman saat berdoa kepada Allah SWT, yaitu;
a. Berdoalah pada waktu yang
baik dan mulia, seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum'at,
sepertiga akhir dari malam dan pada waktu sahur.
b. Dalam keadaan yang mulia,
seperti ketika bersujud dalam sembahyang, ketika berhadapan dengan musuh dan
peperangan, ketika turun hujan, sebelum menunaikan sembahyang dan sesudahnya,
ketika jiwa sedang tenang dan bersih dari segala gangguan syaitan dan ketika
menghadap ka'bah (kiblat)
c. Dengan menghadap ka'bah (kiblat).
d. Merendahkan suara, yaitu
antara terdengar dengan tiada oleh orang yang di sisi kita sebab Allah SWT
sudah dekat sehingga diri kita sudah berada bersama Allah SWT, sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 186 berikut ini: “dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku)
dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.”
e. Jangan bersajak, yakni tanpa
menggunakan kata-kata bersajak dalam doa itu. Tetapi cukup dengan kata-kata
yang sederhana, sopan, dan tepat mengenai seuatu yang dihajati dengan doa itu.
Dan tidak perlu dilagukan dengan irama-irama tertentu. Sangat baik jika kita
memilih lafazh-lafazh doa yang diterima dari Rasulullah SAW yang kandungannya
sesuai dengan apa yang hendak kita doakan pula.
f. Berlaku khusyu' dan tadharu'lah
dengan merasakan kebesaran dan kehebatan Allah SWT dalam jiwa kita yang halus.
g. Mengokohkan kepercayaan bahwa
doa itu akan diperkenankan Allah SWT dan tidak merasa gelisah jika doa kita
tidak diperkenannya.
h. Mengulang-ulang doa itu dua
tiga kali, yakni doa tentang sesuatu yang sangat kita utamakan memohonkannya
kepada Allah SWT, akan lebih baik jika dibaca berulang-ulang sampai dua-tiga
kali.
i. Menyebut (memuji) Allah SWT
pada permulaannya.
j. Bertaubat sebelum berdoa dan
menghadapkan diri dengan sesungguhnya kepada Allah SWT
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sebagai khalifah-Nya di muka bumi yang
sangat membutuhkan doa kepada Allah SWT, pasti kita semua mampu melaksanakan
adab berdoa seperti yang kami kemukakan di atas dengan sebaik baiknya.
Allah SWT selaku yang memperkenankan doa kepadaNya,
telah memberikan contoh nyata jika kita hendak berdoa kepadaNya. Untuk itu mari kita perhatikan
dengan seksama sesuatu yang luar biasa yang terdapat di dalam surat Al Fatehah.
Surat Al Fatehah telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita berdoa secara
baik dan benar sebagaimana adab berdoa. Setiap shalat, kita membaca dan
mengucapkan: “dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1]. segala
puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3]. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. yang
menguasai[4] di hari Pembalasan[5]. (surat Al Fatehah (1) ayat 1 sampai 4).’ Empat
ayat yang kami kemukakan di atas terdiri dari : 3 (tiga) bentuk pujian kepada Allah SWT dan 1 (satu)
pengagungan nama nama Allah SWT.
[1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan
menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan
menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya.
Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan
sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang
membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi
pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar
Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat
rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
[2] Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena
perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji
Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan
syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang
diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah
sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
[3] Rabb (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang
Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk
Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah).
'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai
jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan,
benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.
[4] Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim,ia
berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim),
artinya: Raja.
[5] Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu
masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang
buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan
sebagainya.
Dan setelah diri kita
mampu melakukan 3 (tiga) kali pujian kepada Allah SWT dan juga melakukan pengagungan
nama nama Allah SWT.jangan berhenti sampai disitu tetapi lanjutkan dengan
memberikan pernyataan sikap kita kepada Allah SWT berikut ini: “Hanya
Engkaulah yang Kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan[7]. (surat Al Fatehah (1) ayat 5).” Saat diri kita
mengemukakan surat Al Fatehah (1) ayat 5 diatas, maka pada saat itu kita telah
melakukan suatu bentuk penyandaran diri kita kepada Allah SWT karena kita ini
makhluk yang lemah yang membutuhkan bantuan dan pertolongan Allah SWT.
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan
ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai
Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang
mutlak terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata
isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang
tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
Baru kemudian kita
mengajukan doa (berdoa), meminta serta memohon kepada Allah SWT melalui: “Tunjukilah[8]
Kami jalan yang lurus, (surat Al Fatehah (1) ayat 6).”
[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi
petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar
memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
Sekarang renungkanlah
surat Al Fatehah yang selalu kita baca minimal 17 (tujuh belas) kali sehari,
lalu jadikanlah surat Al Fatehah itu sebagai contoh nyata adab berdoa kepada
Allah SWT yang sudah ada dihadapan diri kita. Untuk itu mari mulai sekarang
juga, kita belajar kembali cara yang terbaik di dalam membaca surat Al Fatehah
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Diperkenankannya setiap manusia untuk berdoa kepada Allah SWT dalam
rangka membantu, menolong, memberikan jalan keluar, memberikan semangat agar
manusia, atau diri kita sukses melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang
juga khalifah-Nya di muka bumi yang berpredikat sebagai makhluk yang terhormat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar