Allah SWT
menurunkan AlQuran kepada umat manusia bukanlah untuk menjadikan manusia
menjadi susah, atau untuk membuat manusia menjadi gundah, atau untuk membuat
manusia menjadi tidak produktif atau menjadikan manusia pecundang dikalahkan
oleh syaitan. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: ”Kami tidak menurunkan AlQuran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; (surat
Thaahaa (20) ayat 2).” AlQuran tidak diturunkan oleh Allah
SWT sebagai penghambat bagi aktivitas manusia di muka bumi. AlQuran merupakan salah satu wujud kasih sayang Allah SWT kepada
umat manusia agar sukses menjadi abd’ (hamba)Nya dan juga sukses menjadi
khalifah di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sehingga manusia mampu
menjadi pemenang yang dapat pulang kampung ke syurga, sebagaimana dikemukakan
dalam surat Al Israa’ (17) ayat 9 berikut ini: “Sesungguhnya
AlQuran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi
khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar, (surat Al Israa’ (17) ayat 9).”
Sekarang untuk
apakah AlQuran itu diturunkan ke muka bumi oleh Allah SWT, apakah sekedar kitab
suci, ataukah sekedar bacaan semata ataukah ada sesuatu yang lebih dari itu
semua? Sebelum kami menjawab dan melanjutkan pembahasan tentang tujuan dari
diturunkannya AlQuran ke muka bumi oleh Allah SWT ada baiknya kami mengemukakan
terlebih dahulu hal hal sebagai berikut: Berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat
8 dan 9 yang kami kemukakan berikut ini: “kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya
roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” setiap manusia pasti terdiri dari Jasmani yang berasal dari tanah
(disebut juga dengan insan) dan ruh yang berasal dari Allah SWT (disebut juga
dengan Nass). Hal yang harus menjadi pedoman saat kita hidup adalah bahwa jati
diri manusia yang sesungguhnya bukanlah jasmani (insan) melainkan ruh (Nass).
Di lain sisi, pada
saat ruh dipersatukan dengan jasmani terjadilah apa yang dinamakan dengan hidup
dan pada saat hidup terjadilah apa yang dinamakan dengan tarik menarik antara
kepentingan jasmani yang mencerminkan nilai nilai keburukan dengan kepentingan
ruh yang mencerminkan nilai nilai kebaikan. Jika kita merasa bahwa jati diri
kita yang sesungguhnya adalah ruh berarti cerminan dari diri kita haruslah
nilai nilai kebaikan saat hidup di muka bumi dan agar diri kita mampu
mempertunjukkan hal tersebut disinilah letaknya betapa pentingnya AlQuran untuk
kepentingan ruh diri kita (dalam hal ini Nass).
Untuk mempertegas
apa yang kami kemukakan di atas, tidak ada jalan lain bagi diri kita yang ingin
mempelajari tujuan dari diturunkannya AlQuran yaitu kita tidak bisa hanya
mengandalkan terjemahan AlQuran semata. Namun kita harus bisa mengetahui pula
bahasa asli dari AlQuran karena dalam terjemahan AlQuran ada beberapa istilah
dalam bahasa asli AlQuran berbeda jika diterjemahkan dengan arti yang sama. Contohnya
kata insan diartikan dengan manusia, sedangkan nass juga diartikan dengan
manusia, demikian juga dengan basyar yang diartikan dengan manusia. Padahal ketiganya
tidak sama maksudnya. Insan untuk menunjukkan sifat sifat jasmani manusia
sedangkan Nass untuk menunjukkan sifat sifat ruh manusia sedangkan basyar
adalah kemampuan dari jasmani dan kondisi inilah yang kami maksudkan dalam
pembahasan ini.
Selain dari pada
itu, ketahuilah dan pahamilah bahwa
AlQuran diturunkan ke muka bumi oleh Allah SWT, bukan untuk kepentingan Allah
SWT karena Allah SWT tidak butuh dengan AlQuran; karena Allah SWT sudah maha dan akan maha selamanya. AlQur’an diturunkan oleh Allah SWT untuk
kepentingan diri kita, untuk kepentingan anak dan keturunan kita selaku abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sampai dengan hari kiamat
kelak. Allah SWT tidak akan pernah berkurang kekuasaan-Nya, Allah SWT tidak
akan pernah berkurang kemahaan-Nya jika manusia tidak mau mengakui, tidak mau
menerima, tidak mau melaksanakan segala ketentuan yang ada di dalam AlQuran.
Akan tetapi manusialah yang membutuhkan AlQuran saat hidup di muka bumi ini.
Dan sebagai abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, yang sangat berkepentingan
dengan AlQuran dan sangat membutuhkan AlQuran ketahuilah bahwa AlQuran diturunkan
oleh Allah SWT ke muka bumi ini untuk hal-hal sebagai berikut:
A.
UNTUK DIJADIKAN
PETUNJUK DAN PEDOMAN.
Sebelum kami membahas
tentang AlQuran adalah petunjuk bagi manusia, perkenankan kami mengemukakan
ilustrasi sebagai berikut: Saat ini jalan tol antara kota Surabaya sampai
dengan pelabuhan Merak sudah tersambung.
Lalu bisakah kita menempuh perjalanan melalui jalan tol dari Surabaya menuju ke
pelabuhan Merak jika di jalan tol itu tidak ada sama sekali rambu rambu
penunjuk jalan? Jika di jalan tol Surabaya sampa Merak tidak ada rambu rambu
penunjuk jalan maka kemungkinan besar perjalanan diri kita dari Surabaya menuju
pelabuhan Merak tidak sampai atau kesasar. Adanya kondisi ini menunjukkan
kepada diri kita bahwa untuk sampai ke pelabuhan Merak dari Surabaya kita
sangat membutuhkan buku panduan perjalanan yang di dalamnya ada rambu rambu penunjuk jalan dari satu kota
menuju kota lain sehingga memudahkan pengguna jalan sampai ke tujuannya.
Sekarang bagaimana
dengan diri kita yang telah diangkat sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga
khalifah-Nya di muka bumi bisa sukses melaksanakan tugas jika tidak ada buku
panduan yang berfungsi sebagai buku petunjuk? Lalu bagaimana dengan perjalanan
diri kita yang datang fitrah harus kembali dalam keadaan fitrah untuk bertemu
dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Fitrah, apakah bisa kita lakukan? Apakah
kita akan sampai? Untuk itulah AlQuran diturunkan Allah SWT ke muka bumi. Hal
ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al
Baqarah (2) ayat 185 berikut ini: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir
(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.”
Berdasarkan ayat di atas, ada satu hal yang wajib kita perhatikan yaitu
AlQuran diturunkan dan jika AlQuran itu diturunkan berarti asal muasal dari
AlQuran bukanlah dari bumi yang letaknya di bawah melainkan berasal dari atas,
dalam hal ini dari Allah SWT yang berkedudukan di Arsy, karena mustahil di akal jika makna diturunkan
berasal dari bawah. Setelah AlQuran oleh Allah SWT maka salah satu tujuan dari
diturunkannya AlQuran ke muka bumi adalah untuk menjadi petunjuk bagi setiap
Nass (ruh/jiwa) setiap manusia yang ada di muka bumi ini (maksudnya adalah untuk
kepentingan seluruh untuk manusia dalam arti ruh yang tidak lain adalah jati
diri manusia yang sesungguhnya).
Hal ini penting kami kemukakan karena setiap ruh saat datang ke muka bumi
(maksudnya saat dipersatukan dengan jasmani) dalam kondisi fitrah dan harus
kembali dalam kondisi fitrah pula. Fitrahnya ruh akan mempengaruhi pula
kesehatan jasmani diri kita. Semakin fitrah ruh maka semakin sehat jasmani diri
kita. Sekarang bagaimana kita bisa mempertahankan kefitrahan ruh dan juga
kesehatan jasmani jika tidak ada sesuatu yang fitrah pula untuk merawat dan
menjaga kefitrahan ruh dan kesehatan jasmani. Disinilah letaknya betapa Allah
SWT sangat sayang kepada diri kita dengan menurunkan AlQuran yang berasal dari
fitrahNya untuk kepentingan seluruh manusia, termasuk untuk diri kita.
Dan dengan adanya AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT maka kita
memiliki petunjuk yang sesuai dengan kehendak Allah SWT untuk menjaga, untuk merawat,
untuk mempertahankan kefitrahan ruh dan juga untuk menjaga kesehatan jasmani dari
waktu ke waktu yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita bisa bertemu
dengan Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah (syurga). Sekarang apa yang
terjadi jika AlQuran sebagai buku petunjuk kita abaikan atau bahkan kita anggap
tidak ada? Jika ini yang terjadi maka konsep datang fitrah kembali fitrah tidak
bisa kita laksanakan. Justru yang terjadi adalah datang fitrah namun kembalinya
tidak fitrah sehingga akhir dari perjalanan akan difitrahkan oleh Allah SWT
melalui jalur neraka jahannam.
Allah SWT menurunkan AlQuran ke muka bumi bukanlah untuk mencelakakan
Nass (mencelakakan ruh diri kita dan kesehatan jasmani kita). AlQuran diturunkan
bukan pula untuk menyusahkan Nass (ruh dan jasmani diri kita) sehingga membuat
Nass (ruh diri kita) menjadi sengsara (masuk neraka) dan juga jasmani menjadi
sakit. AlQuran diturunkan oleh Allah SWT dalam kerangka kebaikan bagi Nass (ruh
dan jasmani diri kita) agar tetap fitrah bagi ruhani dan sehat bagi jasamani sepanjang
hayat masih di kandung badan atau selama diri kita menjadi khalifah Allah SWT
di muka bumi.
Timbul pertanyaan, kebaikan apakah yang ada di dalam AlQuran? Salah satu
kebaikan yang terdapat di dalam AlQuran yaitu adanya banyak petunjuk dari Allah
SWT kepada diri kita. Adanya petunjuk yang ada di dalam AlQuran maka :
1. Diri kita selalu berada di jalan keselamatan atau
ditunjukkan oleh Allah SWT untuk menuju ke jalan keselamatan;
2. Diri kita dikeluarkan dari jalan kegelapan atau
kesesatan menuju jalan yang terang atau jalan yang dikehendaki oleh Allah SWT;
3. Diri kita ditunjukkan jalan yang lurus atau selalu
berada di jalan yang lurus yang sesuai dengan kehendak Allah SWT;
4.
Diri kita selalu berada di dalam kesesuaian kehendak
Allah SWT.
Untuk itu ada baiknya sekarang kita lihat dan perhatikan rambu lalu lintas
yang telah dibuat oleh aparat kepolisian, apakah keberadaan rambu lalu lintas
itu ada karena adanya aparat kepolisian ataukah karena adanya pengguna jalan?
Rambu lalu lintas dibuat bukanlah karena adanya aparat kepolisian semata, akan
tetapi aparat kepolisian membuat rambu lalu lintas dikarenakan adanya pengguna
jalan yang mempergunakan jalan secara bersama-sama untuk menuju suatu tujuan
dengan selamat tanpa mengalami kemacetan. Adanya kondisi seperti ini maka aparat
kepolisian sebagai pihak yang bertanggung jawab mengatur lalu lintas perlu
menetapkan dan membuat rambu lalu lintas agar terjadi ketertiban dan
keselamatan di jalan raya.
Lalu siapakah yang menjadikan rambu lalu lintas itu berlaku, apakah aparat
kepolisian ataukah diri kita sebagai pengguna jalan? Berlaku atau tidaknya
rambu lalu lintas setelah dibuat oleh aparat Kepolisian sangat tergantung mau
atau tidaknya diri kita sebagai pengguna jalan untuk mentaati rambu lalu lintas
tersebut. Jika semua pengguna jalan mau mentaati maka terjadilah ketertiban di
jalan raya serta keselamatan pengguna jalan raya. Sekarang bagaimana dengan petunjuk
Allah SWT yang telah ada di dalam AlQuran, apakah kita akan memanfaatkannya
ataukah akan mencampakkannya ataukah hanya membiarkan nya saja tersimpan di rak
buku?
Allah SWT selaku
narasumber tunggal AlQuran sudah mengingatkan dalam firman-Nya kepada umat
manusia sebagaimana berikut ini: “dengan kitab Itulah Allah menunjuki
orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan
kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus. (surat Al Maa-idah (5) ayat 16).” Dalam permasalahan
ini yang jelas adalah Allah SWT tidak membutuhkan sama sekali petunjuk yang ada
di dalam AlQuran, jika ini adalah keadaan Allah SWT, bagaimana dengan diri
kita? Sikap yang kita ambil dengan adanya petunjuk yang ada di dalam AlQuran,
akan mencerminkan keadaan diri kita sendiri, yaitu apabila kita telah merasa
cukup sehingga tidak membutuhkan lagi AlQuran sebagai petunjuk dari Allah SWT
dapat dipastikan diri kita termasuk jiwa fujur.
Demikian pula sebaliknya yaitu jika kita merasa sangat membutuhkan
AlQuran, yang merupakan petunjuk dari Allah SWT maka diri kita dapat dipastikan
berada di dalam jiwa taqwa. Lalu, samakah atau berbedakah antara petunjuk Allah
SWT yang ada di dalam AlQuran dengan petunjuk yang berasal langsung dari Allah
SWT (maksudnya petunjuk yang masih ada pada Allah SWT) yang didapatkan dari
petunjuk yang terdapat di dalam AlQuran? Untuk menjawab pertanyaan ini mari
kita perhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Allah SWT memiliki sifat kalam (berkata kata) dimana
sifat kalam tersebut bersifat “Baqa” dan juga bersifat “Mukhalafah Lil Hawadish”.
Allah SWT juga memiliki asma Al Haadii yang juga bersifat “Baqa” dan juga
bersifat “Mukhalafah Lil Hawadish”. Adanya kondisi ini berarti baik sifat kalam
maupun asma Al Haadii yang dimiliki oleh
Allah SWT akan tetap utuh selamanya dan akan tetap ada pada Allah SWT.
2. Untuk menunjukkan sifat kalam yang dimiliki-Nya maka
Allah SWT menzhahirkan sifat kalam tersebut sehingga jadilah AlQuran sebagai
kumpulan dari kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
perantaraan Malaikat Jibril as. Demikian pula dengan asma Al Haadii yang
dimiliki Allah SWT maka Allah SWT menzhahirkan asma Al Haadii (Maha Pemberi
Petunjuk) yang dimiliki-Nya tersebut dengan menjadikan AlQuran sebagai petunjuk
bagi umat manusia.
Adanya 2(dua) buah keterangan yang kami kemukakan di atas, dapat
dikatakan bahwa petunjuk yang ada di dalam AlQuran sangat berbeda dengan petunjuk
yang berasal langsung dari Allah SWT. Petunjuk
yang ada di dalam AlQuran merupakan bentuk penzhahiran dari Sifat Kalam dan
Asma Al Haadii sedangkan Sifat Kalam dan Asma Al Haadii yang masih dimiliki
oleh Allah SWT masih tetap utuh masih ada pada
Allah SWT walaupun sudah dizhahirkan. Jika ini adalah keadaanya
maka kita harus dapat meletakkan dan menempatkan kondisi ini dengan
sebenar-benarnya yaitu dengan menjadikan petunjuk yang ada di dalam AlQuran
untuk memperoleh dan mendapatkan petunjuk yang berasal langsung dari Allah SWT.
Jika kita hanya berpedoman dan berpatokan kepada AlQuran adalah segalanya
berarti kita telah menempatkan AlQuran lebih tinggi daripada Allah SWT.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sedang menjalankan
tugas di muka bumi, yang manakah yang sering kita dapatkan, apakah petunjuk
yang berasal dari AlQuran ataukah petunjuk yang berasal langsung dari Allah SWT
melalui petunjuk yang berasal dari AlQuran? Kami sangat berharap jamaah
sekalian adalah orang-orang yang telah dapat menjadikan AlQuran sebagai alat bantu,
atau media untuk memperoleh dan mendapatkan petunjuk yang berasal langsung dari
Allah SWT melalui hati nurani. Dan untuk memperoleh dan merasakan petunjuk dari
Allah SWT maka kita harus mempersiapkan tempat diletakkannya petunjuk itu
terlebih dahulu, dalam hal ini adalah hati nurani, barulah petunjuk dari Allah
SWT akan kita dapatkan. Sepanjang hati
nurani sebagai tempat diletakkannya petunjuk Allah SWT belum sesuai dengan
apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT selaku pemberi petunjuk maka petunjuk
dari Allah SWT tidak akan diberikan. Agar diri kita selalu memperoleh petunjuk
Allah SWT yang masih di Allah SWT, penuhilah syarat yang dikehendaki oleh Allah
SWT yaitu jadikan diri kita dan juga hati nurani kita masuk dalam kategori mukmin
yaitu beriman dan beramal Shaleh, sebagaimana hadits berikut ini: “Wahab bin Munabbih berkata, Allah ta'ala berfirman: Sesungguhnya
langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku namun Aku telah dijangkau
oleh hati seorang mukmin. (Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272:32).”
Hal yang harus kita pahami adalah petunjuk yang berasal dari Allah SWT
bukanlah petunjuk yang dapat dikalkulasi atau bisa dikonversi dengan bilangan
atau nilai tertentu. Petunjuk dari Allah
SWT tidak dapat dinilai atau tidak dapat dikalkulasi ke dalam bentuk bilangan atau dalam bentuk
angka-angka sebab petunjuk dari Allah SWT dapat berupa:(1) Diberikannya
firasat yang baik melalui Hati Ruhani atau dibukanya pintu Ilham atau ide dan
pemikiran yang brilian tanpa disangka-sangka; (2) Diberikannya pemahaman
dan kemantapan hati di dalam mempelajari Diinul Islam, termasuk hal-hal
lainnya; (3) Diturunkannya Maunah atau Pertolongan di
luar jangkauan kemampuan atau nalar manusia yang digetarkan melalui hati
nuraninya. Sekarang bagaimana dengan petunjuk yang berasal dari syaitan?
Untuk memperoleh petunjuk dari syaitan syaratnya sangat mudah dan murah,
yaitu cukup dengan konsisten dari waktu ke waktu berada di luar kehendak Allah
SWT, atau jadikan ahwa/hawa nafsu sebagai Tuhan pengganti selain Allah SWT, atau jangan pernah terima Diinul Islam sebagai
agama yang haq dari Allah SWT, atau jangan pernah laksanakan Rukun Iman, Rukun
Islam dan Ikhsan dalam satu kesatuan, atau saat belajar agama lakukan tindakan
ngobrol atau sibuk dengan hp saat belajar agama atau mendengarkan nasehat. Jika
kita mampu melaksanakan hal-hal yang kami sebutkan di atas secara konsisten
maka syaitan akan konsisten pula memberikan petunjuk kepada diri kita dari
waktu ke waktu dan ingat konsekuensinya adalah kita diajak oleh syaitan untuk
pulang kampung ke kampung kesengsaraan dan kebinasaan yaitu neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar