2. Allah
SWT adalah Pencipta dan Pemilik dari Keberadaan Manusia di muka bumi. Sekarang bagaimana dengan keberadaan manusia
yang ada di muka bumi, atau bagaimana dengan keberadaan diri kita yang saat ini
ada di muka bumi, apakah ada dengan sendirinya, ataukah ada karena ada yang
mengadakan? Jika kita berpedoman bahwa sesuatu ada karena ada yang mengadakan
(ada yang menciptakan) berarti seluruh manusia yang ada di muka bumi, ada pasti
ada yang mengadakan dan juga berarti yang mengadakan, atau yang menciptakan
manusia di muka bumi wajib memiliki ilmu, wajib memiliki kehendak dan wajib pula
memiliki kemampuan yang sangat hebat dalam satu kesatuan. Lalu untuk apakah
Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi?
Pertama, setiap manusia
siapapun orangnya adalah seorang abd’ (hamba)Nya yang harus mengabdi kepada
Allah SWT selaku Rabb bagi setiap umat manusia. Adanya peran sebagai seorang
abd’ (hamba) menunjukkan bahwa seorang abd’ (hamba) terikat dengan ketentuan
penghambaan seorang hamba kepada Allah SWT selaku Tuhan bagi dirinya.
Kedua, seluruh manusia,
termasuk diri kita, diciptakan oleh Allah SWT untuk dijadikan khalifahNya di
muka bumi, atau untuk dijadikan perpanjangan tangan Allah SWT (agen agen Allah)
di muka bumi sehingga dengan adanya kekhalifahan di muka bumi terperiharalah,
terjagalah segala apa-apa yang telah diciptakan Allah SWT. Dan dengan adanya kekhalifahan di muka bumi maka
diharapkan terciptalah apa yang dinamakan dengan ketenteraman,
ketertiban, serta terpeliharanya apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT di muka
bumi sehingga terciptalah kehidupan “toto tenterem, gemah ripah loh jinawi”
oleh sebab keberadaan khalifah di muka bumi, dan semoga kita mampu menjadi
khalifah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Dan berdasarkan uraian
yang kami kemukakan di atas, Allah SWT berkehendak kepada setiap manusia,
termasuk kepada diri kita, yang ada di muka bumi ini untuk menjadi makhluk yang
memiliki peran dwifungsi, yaitu mampu menjadi abd’ (hamba)Nya dan juga mampu
menjadi khalifahNya di muka bumi. Lalu sudahkah kita tahu dan memahami konsep
dasar ini saat hidup di muka bumi ini!
Selanjutnya untuk lebih memperjelas kedudukan manusia sebagai abd’
(hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi, perkenankan kami memberikan
sebuah ilustrasi berikut ini: Menjadi seorang abd’ (hamba)Nya yang juga adalah
seorang khalifahNya di muka bumi dapat kami ibaratkan diri kita adalah seorang
duta besar dari negeri ini untuk negara sahabat tertentu. Sebagai seorang duta
besar maka kita wajib memiliki ilmu serta mampu memahami kondisi dari negara
yang mengutus diri kita untuk menjadi duta besar di negara tertentu, seperti
budayanya, ekonominya, sejarahnya, bahasanya, keberagaman suku dari penduduknya
serta mampu pula menampilkan budaya negeri ini di negara yang ia menjadi duta
besarnya. Sehingga dengan adanya keduataan besar negara ini maka negara lain mampu mengetahui
dan memahami tentang negeri ini dari duta besarnya sendiri.
Sebagai seorang duta
besar dari negeri ini ketahuilah bahwa dalam diri duta besar akan melekat dua
hal, yaitu yang pertama, sebagai abdi negara yang harus menunjukkan
sebagai patriot bangsa sehingga kedaulatan bangsa ini bisa dihargai oleh negara
negara lain dan siap melaporkan segala sesuatu yang terjadi sehingga negara
siap membantu duta besarnya jika mengalami hambatan dan gangguan dalam hubungan
diplomatik. Dan yang kedua, pada setiap diri duta besar secara otomatis
adalah utusan bagi negara ini untuk memperjuangkan kepentingan negara di negara
lain yaitu di tempat tugasnya sehingga negara ini tidak dilecehkan dalam kancah
international serta terciptalah perdamaian dunia oleh sebab keberadaan kedutaan
besar dan juga mampu menunjukkan nilai nilai kebangsaan dari negara ini kepada
bangsa bangsa lainnya.
Sekarang bisakah
kondisi manusia yang telah dijadikan sebagai abd’ (hamba)Nya dan yang juga
sebagai khalifahNya di muka bumi dianalogikan dengan mempergunakan konsep di
atas? Konsep di atas juga bisa diaplikasikan kepada diri kita sehingga setiap
manusia, laki laki ataupun perempuan,
tidak lain adalah duta besar duta besar Allah SWT di muka bumi yang mengemban
tugas sebagai abd’ (hamba)Nya dan juga bertugas sebagai khalifahNya di muka
bumi ini. Sebagai abd’ (hamba)Nya maka kita wajib mengabdikan diri kepada Allah
SWT selaku Tuhan bagi seluruh alam. Adanya pengabdian kepada Allah SWT akan
menjadikan diri kita pasif, tunduk dan patuh kepada apa apa yang dikehendaki
Allah SWT.
Sedangkan sebagai
khalifahNya di muka bumi berarti kita adalah perpanjangan tangan Allah SWT di
muka bumi dengan catatan kita tetap menjadi abd’ (hamba)Nya yang taat dan patuh
kepada Allah SWT walaupun bertugas sebagai khalifahNya di muka bumi. Dan
melalui tugas kekhalifahan di muka bumi ini maka terpeliharalah, terjagalah
segala apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT dari kerusakan, kepunahan,
pencemaran dan lain sebagainya. Selain daripada
itu melalui konsep kekhalifahan di muka bumi ini maka setiap manusia
wajib aktif di dalam menampilkan penampilan penampilan Allah SWT (menampilkan
perilaku yang sesuai dengan konsep asmaul husna) saat diri kita hidup di dunia
ini dan untuk menjalankan segala apa apa yang dihekendaki Allah SWT serta wajib
mempelajari, memahami, mengajarkan, menyebarluaskan ilmu tentang Allah SWT
sehingga melalui aktivitas mengajar banyak orang yang memiliki ilmu mengenal
Allah SWT (ma’rifatullah) secara berkesinambungan.
Adanya
konsep dwifungsi manusia yaitu sebagai abd’ (hamba)Nya dan juga sebagai
khalifahNya di muka bumi maka derajat laki-laki dan perempuan bukan terletak
pada diri mereka sendiri, tidak didasarkan jenis kelamin, melainkan dilihat
dari segi kepasrahan dan kepatuhan serta derajat pengabdiannya kepada Allah SWT
serta peran aktifnya di dalam melaksanakan fungsi kekhalifahan yang ada di muka
bumi. Selanjutnya untuk
menunjukkan, untuk memperlihatkan perilaku diri kita yang mencerminkan perilaku
dan perbuatan Allah SWT yang kita wakilkan sehingga tindak tanduk diri kita
sesuai dengan perbuatan Allah SWT yang termaktub dalam konsep asmaul husna saat
diri kita menjadi abd’ (hamba)Nya dan yang juga menjadi khalifahNya di muka bumi. Apa maksudnya? Sekarang jika
yang mengutus diri kita adalah Allah SWT yang memiliki perbuatan Yang Maha
Pengasih dan Yang Maha Penyayang, berarti saat diri kita menjadi abd’
(hamba)Nya dan yang juga khalifahNya di muka bumi maka kita harus bisa
memperlihatkan, harus bisa menunjukkan, dan harus bisa membuktikan dalam
perilaku diri kita yang sesuai dengan perbuatan Allah SWT Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang.
Jika sampai apa yang
kami kemukakan di atas belum bisa kita laksanakan berarti diri kita belum sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, yaitu sebagai seorang abd’
(hamba)Nya dan seorang khalifahNya yang sesuai dengan konsep awal penciptaan
manusia. Hal yang samapun berlaku jika kita menjadi wakil (perpanjangan tangan)
Allah SWT yang memiliki perbuatan Maha Permberi Petunjuk, maka kitapun harus
pula memberikan petunjuk kepada yang membutuhkan petunjuk dari diri kita
sehingga dengan adanya petunjuk dari diri kita maka terbantulah masyarakat
luas. Demikian seterusnya, sesuai dengan nama nama Allah SWT yang indah lagi
baik.
Selanjutnya jika Allah
SWT adalah pencipta dari seluruh manusia yang telah dijadikannya sebagai
hambaNya dan juga sebagai khalifahNya di muka bumi maka hanya Allah SWT sajalah
yang paling ahli, hanya Allah SWT yang paling mengetahui, hanya Allah SWT
sajalah yang paling paham tentang segala urusan manusia yang ada di muka bumi,
termasuk di dalamnya yang paling tahu, yang paling mengerti tentang diri kita
dan anak keturunan kita, tentang musuh kita apakah itu ahwa (hawa nafsu) dan
juga syaitan. Selanjutnya jika kita menelaah lebih mendalam lagi tentang Allah
SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini, termasuk di dalamnya
pencipta dan pemilik keberadaan manusia yang ada di muka bumi, maka akan
didapat beberapa keterangan yang harus kita jadikan pedoman saat diri kita
menjadi abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya di muka bumi, yaitu :
Pertama, Pencipta harus lebih dahulu ada
dibandingkan dengan ciptaan dan jika ini adalah ketentuan yang berlaku umum
maka Allah SWT sebagai pencipta dapat dipastikan sudah ada terlebih dahulu
sebelum langit dan bumi diciptakan. Allah SWT pasti ada sebelum manusia yang
ada di muka bumi diciptakan sebab mustahil diakal jika ciptaan ada terlebih
dahulu dibandingkan dengan penciptanya. Sekarang jika ada Tuhan-Tuhan lain
selain daripada Allah SWT yang keberadaannya ada setelah langit dan bumi
diciptakan maka dapat dipastikan Tuhan tersebut bukanlah Allah SWT, tetapi
makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Kedua, Setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah
SWT, apakah itu langit dan bumi beserta isinya, apakah itu manusia, apakah itu
diri kita, apakah itu anak dan keturunan kita sendiri, jika ditelaah secara mendalam bukanlah hanya
sebatas ciptaan Allah SWT. Akan tetapi semuanya adalah Tanda-Tanda Kebesaran
dan Kemahaan Allah SWT dan secara tersembunyi Allah SWT ada dibalik ciptaan
yang telah diciptakan oleh Allah SWT sehingga semuanya tidak bisa dipisahkan
dengan Allah SWT. Adanya kondisi ini maka kita harus bisa menempatkan dan
meletakkan Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT yang selalu ada bersama ciptaan
Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Ketiga, Jika langit dan bumi beserta isinya
diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT berarti seluruh manusia yang ada di muka
bumi, siapapun orangnya, apapun pangkat dan jabatannya, kaya atau miskin, tua
atau muda, laki-laki atau perempuan, bukanlah pencipta dan pemilik dari langit
dan bumi beserta isinya. Selanjutnya jika ini kondisi dasar dari setiap
manusia, termasuk di dalamnya diri kita, berarti kita hanyalah orang-orang yang
diberi hak untuk menikmati, atau orang yang sedang menumpang di langit dan di
bumi, atau tamu yang sedang menumpang di langit dan di
bumi yang tidak selamanya bisa menjadi tamu, dalam rangka melaksanakan tugas
sebagai abd’ (hamba)Nya dan yang juga khalifahNya di muka bumi.
Keempat, Sebagai orang yang sedang menumpang, atau
sebagai orang yang sedang menjadi tamu di langit dan di muka bumi yang
diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT, tentu kita tidak bisa seenaknya saja
menumpang, atau tentu kita tidak bisa menjadi tamu yang tidak tahu diri. Untuk
itu kita harus mematuhi segala undang-undang, segala hukum, segala peraturan,
segala ketentuan yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT, terkecuali jika
kita ingin memperoleh predikat tamu yang tidak tahu diuntung, atau tamu yang
tidak tahu diri, yaitu sudahlah menumpang Tuan Rumah kita lawan atau bahkan
kita mengatur Tuan Rumah di rumahNya sendiri.
Kelima, Kemutlakan yang
dimiliki oleh Allah SWT kepada seluruh ciptaanNya, akan tetap kekal selamanya sesuai dengan
kondisi Allah SWT yang Maha Kekals, hubungan Allah SWT kepada manusia, termasuk
kepada diri kita, akan terus terjadi sampai kapanpun walaupun kita telah
melupakan Allah SWT, atau walaupun kita telah memutuskan hubungan dengan Allah
SWT. Allah SWT akan tetap memperhatikan diri kita, Allah SWT tetap menghadapi
diri kita. Sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW
bersabda: Allah ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika engkau ingat kepada-Ku,
Aku Ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku, Akupun ingat kepadamu. Jika
engkau taat kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku
berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan da-Ku. Engkau berpaling
daripada-Ku padahal aku menghadap kepadamu, Siapakah yang memberimu makan
dikala engkau masih di dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan
memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku
keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian
seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu?. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nasher Rabi'ah bin
Ali Al Ajli dan Arrafi'ie; 272:182).
Berdasarkan hadits di
atas ini, hubungan Allah SWT kepada manusia, termasuk kepada diri kita, akan terus terjadi
sampai kapanpun walaupun kita telah melupakan Allah SWT, atau walaupun kita
telah memutuskan hubungan dengan Allah SWT. Allah SWT akan tetap memperhatikan
diri kita, Allah SWT tetap menghadapi diri kita. Sekarang apakah akan kita
sia-siakan Allah SWT yang sudah begitu sayang kepada diri kita? Jangan sampai
hal ini terjadi pada diri kita, keluarga dan anak keturunan kita. Amiin.
Itulah 5 (lima) buah
ketentuan yang berhubungan Allah SWT selaku pencipta dan selaku pemilik alam
semesta ini beserta isinya termasuk di dalamnya pencipta manusia. Lalu sudahkah
kita memahaminya dengan baik dan benar!
B. IMANI BAHWA SIFAT DAN
PERBUATAN ALLAH SWT ITU AKTIF.
Hal
yang kedua yang harus kita imani dari Allah SWT adalah Allah SWT adalah
pencipta dan juga pemilik dari segala apa apa yang ada di langit dan apa apa
yang ada di muka bumi, termasuk di dalamnya seluruh umat manusia yang akan
dijadikanNya sebagai abd’ (hamba)Nya dan yang juga adalah khalifahNya di muka
bumi. Lalu apakah hanya ini saja yang melatarbelakanginya? Inilah jawabannya. Sebelum Nabi Adam as, diciptakan,
seluruh kehidupan dalam keadaan tenang
dan tentram di dalam syurga, tidak ada gejolak, semua makhluk ciptaan Allah SWT
yang pada waktu itu hanya ada malaikat baik yang diciptakan dari unsur nur
(cahaya) dan unsur naar (api). Mereka semuanya patuh dan taat kepada Allah SWT
dan mereka selalu bertasbih untuk selalu memuji dan mensucikan Allah SWT. Adanya kondisi ini
berarti bahwa kehidupan pada saat sebelum Nabi Adam as, diciptakan dalam
kondisi monoton, semuanya tunduk patuh, bertasbih serta taat kepada Allah SWT.
Selanjutnya, ada makhluk
apa sajakah sebelum Nabi Adam as, diciptakan oleh Allah SWT? Sebelum Nabi Adam
as, diciptakan ada dua ciptaan, yaitu: pertama, malaikat yang
terdiri dari malaikat diciptakan dari unsur nur (cahaya) dan malaikat yang
diciptakan dari unsur naar (api), yang kesemuanya adalah para abdi dalam Allah
SWT. Hal sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 30 berikut
ini: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal
Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (surat Al Baqarah (2) ayat 30). Dimana para malaikat baik yang diciptakan
dari unsur nur (cahaya) dan juga para malaikat dari unsur naar (api) kesemuanya
menyatakan “kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau” Adanya kondisi ini menunjukkan ibadah yang ada pada saat itu adalah
ibadah yang bersifat satu arah yaitu bertasbih kepada Allah SWT semata.
Kedua, langit dan bumi beserta isinya telah
diciptakan terlebih dahulu sebelum Nabi Adam as, diciptakan Allah SWT. Dan
semua yang diciptakan oleh Allah SWT juga melakukan tasbih kepada Allah SWT
sebagaiman dikemukakan dalam surat Al Hadiid (57) ayat 1 berikut ini: “semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” Adanya
kondisi seperti ini terlihat sangat jelas bahwa seluruh yang diciptakan oleh
Allah SWT hanya melakukan ibadah bertasbih yang menunjukkan ibadah satu arah
kepada Allah SWT semata.
Timbul pertanyaan, dapat
aktifkah sifat dan perbuatan (af’al)) yang dimiliki oleh Allah SWT jika
ibadahnya (tasbihnya) segala yang diciptakan oleh Allah SWT bersifat satu arah
tanpa ada pembeda diantara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan kita tahu
bahwa seseorang baru akan dikatakan dia kaya, jika ada orang yang miskin.
Seseorang baru dapat
dikatakan patuh dan taat,
jika ada orang
yang membandel dan ingkar janji. Inilah salah satu
bentuk rumus kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Akhirnya dengan adanya pembeda
akan diketahui mana makhluk yang sesuai dengan kehendak-Nya atau yang tidak
sesuai dengan kehendak-Nya.
Sekarang
bagaimana dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT apakah aktif apakah pasif?
Pasif atau aktifnya kebesaran dan kemahaan Allah SWT sangat tergantung kepada
apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan jika kita mengacu kepada
ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 30 dan surat Al Hadiid (57) ayat 1 di atas,
yang mana seluruh makhluk yang diciptakan sebelum Nabi Adam as, diciptakan yang
kesemuanya melakukan kesamaan aktifitas dalam hal ini adalah bertasbih kepada
Allah SWT. Hal ini bukanlah sebuah kesalahan namun tidak bisa dijadikan tolak
ukur untuk menunjukkan aktifnya kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Sedangkan
aktif atau pasifnya sesuatu harus dimulai dari adanya perbedaan, seperti kaya
dan miskin, taat dan patuh dengan membandel dan ingkar janji dan lain
sebagainya.
Adanya penciptaan manusia yang akan dijadikannya
abd’ (hamba)Nya dan yang juga khalifahNya di muka bumi merupakan cara dan
metode dari Allah SWT untuk menunjukkan, untuk memperlihatkan dan
mempertontonkan kemampuan dan kehebatan dari DzatNya Allah SWT, dari SifatNya Allah SWT dan dari perbuatan (af’al) Allah
SWT sehingga dengan demikian Aktiflah segala apa -apa yang dimiliki oleh Allah
SWT. Apa contohnya?
Berikut ini akan kami
kemukakan pelajaran dari aktif-Nya sifat dan perbuatan (af’al) yang dimiliki
oleh Allah SWT yang dipertunjukkan kepada umat umat terdahulu yang telah dihancurluluhlantakkan oleh Allah SWT karena ulahnya yang
tidak mau menerima risalah (ingkar dari kebenaran) yang disampaikan oleh Nabi
dan Rasul-Nya, sehingga mereka menjadi orang oang yang dimurkai oleh Allah SWT,
berikut ini:
1. Kaum Nabi Nuh as,. Nabi Nuh as,
berdakwah selama 950 tahun, namun yang beriman hanyalah sekitar 80 orang.
Kaumnya mendustakan dan memperolok-olok Nabi Nuh. Lalu, Allah mendatangkan
banjir yang besar, kemudian menenggelamkan mereka yang ingkar, termasuk anak
dan istri Nabi Nuh as, itu sendiri. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Dan
sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tingga bersama mereka
selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir
besar, sedangkan mereka adalah orang orang yang zalim.(surat Al-Ankabut (29)
ayat 14).
2. Kaum Nabi Hud as,. Nabi Hud diutus untuk
kaum 'Ad. Mereka mendustakan kenabian Nabi Hud. Allah lalu mendatangkan angin
yang dahsyat disertai dengan bunyi guruh yang menggelegar hingga mereka
tertimbun pasir dan akhirnya binasa, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Kaum
‘Ad pun telah mendustakan. Maka betapa dahsyatnya azabKu dan peringatanKu.
Sesungguhnya kami telah menghembuskan angina yang sangat kencang kepada mereka pada hari nahas yang terus
menerus, yang membuat manusia bergelimpangan, bagaikan pohon pohon kurma yang
tumbang dengan akar akarnya. (surat Al Qamar (54) ayat 18, 19, 20)
3. Kaum Nabi Saleh as,. Nabi Saleh diutuskan
Allah kepada kaum Tsamud. Nabi Saleh diberi sebuah mukjizat seekor unta betina
yang keluar dari celah batu. Namun, mereka membunuh unta betina tersebut
sehingga Allah menimpakan azab kepada mereka, sebagaimana Allah SWT berfirman
berikut ini: “Kemudian suara yang mengguntur menimpa orang orang zalim itu, sehingga
mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah olah mereka belum pernah tinggal
di tempat itu. Ingatlah, kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah,
binasalah kaum Tsamud. (surat Huud (11) ayat 67, 68)
4. Kaum Nabi Luths as,. Salah satu kisah
dalam AlQuran yang harus menjadi pelajaran umat manusia adalah kisah umat Nabi
Luth as,. Sebagaimana dijelaskan dalam AlQuran, umat Nabi Luth as, dihancurkan
karena mereka melakukan perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah SWT, yakni melakukan
hubungan seksual dengan sesama jenis (homoseksual). Walaupun sudah
diperingatkan oleh Nabi Luth, namun umatnya tak mau menuruti perintah tersebut,
hingga Allah menimpakan azab terhadap mereka. Kisah diazabnya umat Nabi
Luth AS terdapat dalam surat surat Hud
(11) ayat 82-83 sebagaimana berikut ini:
“Maka
ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan kaum Luth, dan kami
hujani mereka bertubi tubi dengan batu dari tanah yan terbakar.”
5. Kaum Nabi Syuaib as,.Nabi Syuaib diutuskan
kepada kaum Madyan. Kaum Madyan ini dihancurkan oleh Allah karena mereka suka
melakukan penipuan dan kecurangan dalam perdagangan. Bila membeli, mereka minta
dilebihkan dan bila menjual selalu mengurangi. Sedangkan perintah Allah SWT
adalah sempurnakanlah takaran dan timbangan dan jangan merugikan orang lain
serta janganlah membuat kerusakan. Sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan
pemuka pemuka dari kaumnya Syuaib yang kafir berkata (kepada sesamanya),
“Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syuaib, tentu kamu menjadi orang orang yang
rugi. Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan merekapun mati bergelimpangan di
dalam reruntuhan rumah mereka. (surat Al A’raaf (7) ayat 90,91).
6. Fir’aun dan
Balatentaranya. Kaum
Bani Israil sering ditindas oleh Firaun. Allah mengutus Nabi Musa dan Harun
untuk memperingatkan Firaun akan azab Allah. Namun, Firaun malah mengaku
sebagai tuhan. Ia akhirnya tewas di Laut Merah dan jasadnya berhasil
diselamatkan sebagaimana termaktub dalam surat Yunus (10) ayat 92 berikut ini:
Allah SWT berfirman: “Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu
agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang yang datang setelahmu, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda tanda (kekuasaan) Kami. (surat
Yunus (10) ayat 92). Hingga kini
jasad Firaun yang ditenggelamkan oleh Allah SWT masih bisa disaksikan di museum
mumi di Mesir. Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut
untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Firaun dan)
pengikut pengikut Firaun, sedang kamu menyaksikan. (surat Al Baqarah (2) ayat
50)
7. Ashab Al Sabt. Mereka adalah
segolongan fasik yang tinggal di Kota Eliah, Elat (Palestina). Mereka melanggar
perintah Allah untuk beribadah pada hari Sabtu. Allah menguji mereka dengan
memberikan ikan yang banyak pada hari Sabtu dan tidak ada ikan pada hari
lainnya. Sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan tanyakanlah kepada Bani
Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan
apda hari Sabat (yaitu) ketika datang kepada mereka ikan ikat (yang berada di
sekitar) mereka terapung apung di permukaan air, padahal pada hari hari yang
bukan Sabat ikan ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami menguji
mereka disebabkan mereka berlaku fasik (surat Al A’raaf (7) ayat 163).” Mereka meminta rasul Allah untuk
mengalihkan ibadah pada hari lain, selain Sabtu. Mereka akhirnya dibinasakan
dengan dilaknat Allah menjadi kera yang hina, sebagaiman firman Allah SWT
berikut ini: “Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang
Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” (surat Al A’raaf (7)
ayat 166)
8. Ashab Al Rass. Rass adalah nama
sebuah telaga yang kering airnya. Nama Al-Rass ditujukan pada suatu kaum.
Konon, nabi yang diutus kepada mereka adalah Nabi Saleh. Sebagaimana firmanNya
berikut ini: “Sebelum mereka, kaum Nuh, penduduk Rass dan Samud telah mendustakan
(rasul rasul). (surat Qaf (50) ayat 12).”
Allah SWT juga berfirman: “dan (telah kami binasakan) kaum ‘Ad dan
Samud dan penduduk Rass serta banyak lagi generasi di antara (kaum kaum) itu.
(surat Al Furqaan (25) ayat 38).” Namun, ada pula yang menyebutkan Nabi
Syuaib. Sementara itu, yang lainnya menyebutkan, utusan itu bernama Handzalah
bin Shinwan (adapula yang menyebut bin Shofwan). Mereka menyembah patung. Ada
pula yang menyebutkan, pelanggaran yang mereka lakukan karena mencampakkan
utusan yang dikirim kepada mereka ke dalam sumur sehingga mereka dibinasakan
Allah SWT.
9. Ashab Al Ukhdudd. Ashab Al-Ukhdud
adalah sebuah kaum yang menggali parit dan menolak beriman kepada Allah,
termasuk rajanya. Sementara itu, sekelompok orang yang beriman diceburkan ke
dalam parit yang telah dibakar, termasuk seorang wanita yanga tengah
menggendong seorang bayi. Mereka dikutuk oleh Allah SWT, sebagaiman firman
Allah SWT berikut ini: “Binasalah orang orang yang membuat parit
(yaitu para pembesar Najran di Yaman), yang berapi (yang mempunyai kayu bakar),
ketika mereka duduk disekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka
perbuat terhadap orang orang mukmin. Dan mereka menyiksa orang orang mukmin itu
hanya karena (orang orang mukmin itu) beriman kepada Allah yang Mahaperkasa,
Mahaterpuji, yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Mahamenyaksikan
segala sesuatu. (surat Al Buruuj (85) ayat
4-9).
10. Ashab Al Qaryah. Menurut sebagian ahli
tafsir, Ashab Al-Qaryah (suatu negeri) adalah penduduk Anthakiyah. Mereka
mendustakan rasul-rasul yang diutus kepada mereka. Allah membinasakan mereka
dengan sebuah suara yang sangat keras, sebagaimana termaktub dalam surat
Yaasiin (36) ayat 13, “Dan buatlah, suatu perumpamaan bagi mereka,
yaitu penduduk suatu negeri (ashabal qaryah), ketika utusan utusan datang
kepada mereka.”
11. Kaum Tubba. Tubaa' adalah nama seorang raja bangsa Himyar
yang beriman. Namun, kaumnya sangat ingkar kepada Allah hingga melampaui batas.
Maka, Allah menimpakan azab kepada mereka hingga binasa. Peradaban mereka
sangat maju. Salah satunya adalah bendungan air. Sebagaimana dikemukakan Allah SWT dalam firmanNya berikut ini; “Apakah mereka (kaum musyrikin) yang lebih
baik atau kaum Tubba’ dan orang orang yang sebelum mereka yang telah kami
binasakan karena mereka adalah orang orang yang sungguh berdosa. (surat Adh
Dukhan (44) ayat 37).”
Sebagai umat Nabi Muhammad SAW yang datang
sesudah pelajaran yang dikemukakan Allah SWT di atas ini yang terdapat di dalam
AlQuran, apakah hal ini tidak bisa kita jadikan sebagai pelajaran bahwa segala
kebesaran dan kemahaan Allah SWT itu aktif adanya. Lalu apakah kebesaran dan
kemahaan Allah SWT hanya ditujukan kepada umat umat yang terdahulu saja,
ataukah berlaku juga kepada diri kita saat ini dan juga sampai hari kiamat
tiba? Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi ini kita harus
bisa mengimani bahwa segala kebesaran dan kemahaan Allah SWT akan terus kekal
selamanya sehingga dapat dikatakan segala kebesaran dan kemahaanNya akan terus
aktif tidak mengenal jarak, ruang dan waktu. Jadi apakah hal ini tidak cukup
menghantarkan diri kita untuk beriman kepada Allah SWT.
Sekarang, katakan yang terjadi adalah seluruh manusia yang ada di muka bumi ini semuanya kaya, tidak ada yang miskin, bagaimanakah dengan perbuatan Allah SWT yang termaktub dalam namanya Al-Ghani (Maha Kaya)-Nya Allah SWT? Jika makhluk sudah tidak membutuhkan dan memerlukan Allah SWT, dimana letak Keesaan Allah SWT dan dimana letak bahwa Allah SWT dibutuhkan oleh makhluknya, dimana letak aktifnya kebesaran dan kemahaan Allah SWT? Adanya perbedaan kaya dan miskin disinilah terjadi aktifnya kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui proses meminta sesuatu kepada Allah SWT terutama bagi yang mengalami kekurangan. Kondisi ini dipertegas oleh Allah SWT sendiri melalui surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” Yang mana Allah SWT sendiri yang memperkenankan doa kepadaNya. Dan yang juga berarti bahwa kebesaran dan kemahaan Allah SWT itu aktif adanya.
Saat ini kita sudah mengetahui dan juga telah memahami bahwa Allah SWT adalah pencipta dari keberadaan manusia di muka bumi maka sebagai abd’ (hamba)Nya dan juga sebagai khalifahNya ketahuilah bahwa segala undang-undang, segala hukum, segala peraturan, segala ketentuan yang berlaku untuk mengatur segala kepentingan manusia yang ada di muka bumi dapat dipastikan adalah undang-undang, hukum, peraturan dan ketentuan yang berasal dari Allah SWT semata. Dan alangkah lucunya, alangkah anehnya jika manusia yang telah diangkat sebagai abd’ (hamba)Nya dan yang khalifahNya di muka bumi oleh Allah SWT justru tidak mau menerima, tidak mau melaksanakan segala ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan berlaku di muka bumi ini serta alangkah keterlaluannya jika sampai manusia mengganti ketentuan, hukum Allah SWT yang berlaku di muka bumi. Adanya kondisi ini maka berlakulah ketentuan hadits berikut ini: “Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa tidak rela dengan ketentuan dan taqdirKu, maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Baihaqi dari Ibnu Umar; serta Ath Thabrani dan Ibnu Hibban dari Abi Hind: 272:153)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar