Agar AlQuran yang
diturunkan oleh Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT, ada baiknya hal-hal
sebagai berikut kita hindari, yaitu: (a)
Jangan pernah memilih milah ayat yang memberi harapan dan peruntungan; (b)
Jangan menjadikan mushaf sebagai perisai diri; (c) Jangan membaca AlQuran demi
bayaran tertentu dan lain sebagainya.
Dan sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang sedang menjalankan tugas di muka
bumi, jika sampai kita berbuat hal-hal yang dilarang keras oleh Allah SWT
kepada AlQuran berarti kita telah membalas air susu dengan air tuba yaitu
dengan menukar atau membeli petunjuk dengan kesesatan serta menukar ampunan
dengan siksa dan juga telah menukar syurga dengan neraka.
Selanjutnya adakah sanksi yang akan diberikan
Allah SWT kepada orang-orang yang melakukan hal-hal yang dilarang keras oleh
Allah SWT? Inilah hadiah dan penghargaan yang akan Allah SWT berikan kepada
manusia yang tidak mau menerima AlQuran sebagai buku pedoman yang berlaku di
muka bumi ini serta inilah bentuk hukuman kepada orang yang menyembunyikan atau menutup-nutupi
AlQuran dan juga inilah sanksi kepada orang yang memperjualbelikan AlQuran
dengan harga murah untuk kepentingan sesaat, yaitu:
1. Allah SWT mengutuk mereka dan menjadikan hati mereka
keras membatu sehingga orang tersebut sudah tidak memiliki Af’idah (perasaan)
lagi yang pada akhirnya ia tidak memiliki rasa malu lagi, yang ada hanyalah
mempermalukan orang lain. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Maaidah (5) ayat 13 yang kami
kemukakan berikut ini: “(tetapi) karena mereka
melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras
membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya[407], dan
mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan
dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka
kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka
dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
[407] Maksudnya: merobah arti
kata-kata, tempat atau menambah dan mengurangi.
Sekarang hati sudah
menjadi keras dan membatu, lalu bagaimanakah perasaan kita? Apakah masih
berfungsi sesuai dengan aslinya? Af’idah (perasaan) sudah hilang sehingga
fungsinya sudah tidak sesuai dengan aslinya, hilang bersama keras dan membatunya
hati nurani dan jika ini yang terjadi pada diri kita maka jiwa kita dapat
dipastikan berada di dalam kondisi jiwa fujur yang sesuai dengan kehendak
syaitan sang laknatullah.
2. Orang yang menambah-nambahi ayat ayat Allah SWT yang
mengakibatkan AlQuran berubah dari aslinya maka orang tersebut akan dikutuk
oleh Allah SWT, oleh Nabi dan juga oleh seluruh Nabi, yang pada akhirnya
Nerakalah tempat kembalinya, sebagaimana hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: Ada enam golongan manusia yang aku kutuk dan
Allah pun mengutuk mereka. Setiap Nabi yang doanya diijibah juga mengutuk
mereka. Mereka yang dikutuk itu adalah: Orang yang menambah-nambahi (ayat)
dalam kitab Allah ta’ala; orang yang mendustakan ketentuan Allah; penguasa yang
otoriter, sehingga dia memuliakan orang yang dihinakan Allah dan menghinakan
orang yang dimuliakan Allah; orang yang menghalalkan perbuatan yang telah
diharamkan Allah terhadap ahli baitku; dan orang yang meninggalkan sunnahku.
Maka pada hari kiamat nantiu Allah tidak akan melihat mereka dengan pandangan
rahmat. (Hadits Riwayat Tarmidzi dan Hakim) orang yang
menambah-nambahi ayat ayat Allah SWT yang mengakibatkan AlQuran berubah dari
aslinya maka orang tersebut akan dikutuk oleh Allah SWT, oleh Nabi dan juga
oleh seluruh Nabi, yang pada akhirnya Nerakalah tempat kembalinya.
3. Dimasukkan ke dalam neraka jahannam untuk menjadi
tetangga, sahabat, teman seperjuangan yang baik bagi syaitan sang laknatullah.
Dan Allah SWT tidak akan pernah berbicara secara sopan atau Allah SWT tidak
akan bersikap kasih sayang kepada mereka pada waktu hari kiamat melainkan
dengan kata-kata yang tidak menyenangkan.
4. Akan disesatkan, tidak akan memperoleh jalan keluar dari
siksaan, sebagaimana dikemukakan dalam surat Asy Syuura (42) ayat 35 yang kami
kemukakan berikut ini: “dan supaya orang-orang yang
membantah ayat-ayat (kekuasaan) Kami mengetahui bahwa mereka sekali-kali tidak
akan memperoleh jalan ke luar (dari siksaan).
Sebagai hamba-Nya
dan juga sebagai khalifah-Nya di muka
bumi, alangkah tidak tahu dirinya kita, jika sampai kita tidak mau menjadikan
AlQuran sebagai buku panduan, sebagai buku pedoman yang berasal dari Allah SWT
saat menjalankan tugas di muka bumi. Padahal
Allah SWT lah yang menciptakan diri kita, padahal Allah SWTlah yang mengutus diri kita ke muka bumi ditambah
kita menumpang pula di langit dan di bumi Allah SWT ini serta memakai dan
mempergunakan tanah, air dan udara yang dimiliki oleh Allah SWT. Semoga
diri kita, keluarga, anak dan keturunan kita tidak pernah melakukan hal ini
saat hidup di dunia ini.
Dan setelah diri kita mengetahui keberadaan
AlQuran yang begitu penting bagi kehidupan umat manusia, maka kita diharapkan
untuk selalu aktif memelihara diri agar jangan sampai keluar dari kehendak Allah
SWT yang mengakibatkan jiwa kita menjadi jiwa fujur karena pengaruh ahwa (hawa
nafsu) dan syaitan sehingga kita menjadi pecundang sedangkan syaitan menjadi
pemenang. Untuk itu kita harus bisa keluar dari hal-hal sebagai berikut, yaitu:
1. Kasal (malas), malas
mengerjakan ibadah kepada Allah SWT padahal sebenarnya kita sanggup untuk
melaksanakan ibadah dimaksud.
2. Futur (bimbang, lemah
pendirian), tidak memiliki tekad yang kuat karena terpengaruh oleh kehidupan
duniawi.
3. Malal (pembosan), cepat
merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan ibadah karena merasa terlalu sering
dilakukan padahal tujuan belum tercapai.
4. Riya (pameran), sengaja
mempertontonkan, menampak-nampakkan ibadah dan amalnya kepada orang lain atau
ada maksud tertentu selain daripada Allah SWT
misalnya beramal karena mengharapkan sesuatu.
5. Sum’ah
(memperdengar-dengarkan), sengaja mencerita-ceritakan tentang amal ibadahnya
kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ikhlas karena Allah SWT dengan suatu
maksud dan tujuan agar orang lain memberikan pujian dan sanjungan kepadanya.
6. Takliq buta, merasa diri
sendiri saja yang benar orang lain salah, atau hanya kelompoknyalah yang benar
orang lain salah sehingga tidak mau membuka diri bagi orang lain atau juga
tidak mau menerima penjelasan orang lain.
7. Ujub (membanggakan
diri), merasa hebat yang timbul dari dalam hatinya karena banyak amal
ibadahnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu adalah semata-mata karena karunia
dan rahmat Allah SWT.
8. Lemah di dalam teknologi, padahal ayat-ayat Allah SWT tidak hanya bersifat ayat-ayat kauliyah semata,
melainkan juga ayat-ayat kauniyah.
9. Hajbun (hijab/dinding), dinding yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan
amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya kepada kekaguman itu semata-mata,
atau dengan kata lain terpengaruh kepada keindahan amal ibadahnya sendiri tidak
dirasakannya bahwa semuanya itu adalah karunia Allah SWT.
Timbulnya hal-hal
yang kami kemukakan di atas disebabkan oleh kurangnya rasa keimanan, kurang
mantapnya keyakinan, dan banyak terpengaruh oleh gangguan ahwa (hawa nafsu) dan
syaitan. Oleh sebab itu, agar kita dapat
terlepas dari hal-hal yang kami kemukakan di atas, maka tidak ada jalan lain
kecuali mulai saat ini juga untuk memantapkan pandangan bathin (musyahadah)
dengan penuh keyakinan bahwa kitalah yang sangat membutuhkan Allah SWT melalui
petunjuk AlQuran dan untuk itu kitalah yang harus aktif menggali, mempelajari,
mengamalkan isi dan kandungan AlQuran mulai dari diri sendiri. Selanjutnya jika
saat ini kita masih hidup berarti saat ini kita sedang menjadi hamba-Nya yang
sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sehingga kita wajib pula melaksanakan
Diinul Islam secara kaffah (menyeluruh) yang berarti pula kita wajib menjadikan
Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT di muka bumi ini sebagai bagian dari
pelaksanaan Rukun Iman yang Enam dalam satu kesaatuan pelaksanaan Diinul Islam
yang kaffah.
Adanya ketentuan
ini berarti kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan, sebagai
suri tauladan bagi diri kita saat melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka
bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan jika sekarang Nabi Muhammad SAW
selaku panutan dan suri tauladan memiliki akhlak adalah AlQuran berarti kita
yang saat ini hidup di muka bumi wajib pula menjadikan diri kita, keluarga,
anak dan keturunan kita memiliki akhlak seperti akhlak Nabi Muhammad SAW yaitu
AlQuran. Sehingga tidak ada kewajiban bagi diri kita untuk menampilkan
penampilan phisik Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari (maksudnya
berpenampilan seperti penampilan Nabi Muhammad SAW).
Hal ini karena
tidak ada perintah yang berasal dari Allah SWT selaku pencipta dan pemilik
kekhalifahan di muka bumi ini serta penampilan akhlak seseorang lebih tinggi
kedudukannya dibandingkan dengan penampilan phisik seseorang serta penampilan
akhlak inilah yang dapat mencerminkan agama Islam sebagai rahmat bagi seluruh
alam. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari konsep penghambaan dan kekhalifahan
yang ada di muka bumi, memiliki parameter tersendiri di dalam menilai konsep
penghambaan dan kekhalifahan yang diciptakannya.
Allah SWT tidak
memandang penampilan phisik seseorang. Allah SWT tidak memandang warna kulit
seseorang. Allah SWT tidak memandang kekayaan seseorang. Allah SWT tidak
memandang kedudukan dan jabatan seseorang. Allah SWT juga tidak memandang dari
mana seseorang berasal serta tidak memandang keturunan seseorang. Lalu
parameter apakah yang dipergunakan Allah SWT untuk menilai manusia?
Allah SWT mempergunakan parameter tersendiri yaitu
beriman dan beramal shaleh; beriman dan bertaqwa; parameter mukmin; parameter
mukhlis yang kesemuanya akan melahirkan akhlak (ketaqwaan) sehingga Allah SWT
hanya akan memandang akhlak (ketaqwaan) seseorang sehingga akhlak (ketaqwaan)
inilah yang menjadi parameter di dalam menilai keberhasilan atau kegagalan diri
kita, sebagaimana hadits yang kami kemukakan berikut
ini: Rasulullah
SAWT bersabda: “Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan
seseorang diganjar sesuai dengan niatnya. (Hadits Riwayat Bukhari,
Muslim) dan juga berdasarkan
hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Allah tidak
melihat fisik dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan perbuatan kalian.(Hadits Riwayat Muslim, Ibnu Majah, dan
Ahmad).”
Semakin tinggi
(berkualitas) tingkat akhlak (ketaqwaan) kita maka semakin tinggi (berkualitas)
pula penilaiaan Allah SWT kepada diri kita serta semakin tinggi pula derajat
dan kedudukan diri kita. Semakin rendah tingkat akhlak (ketaqwaan) diri kita
semakin rendah pula penilaiaan Allah SWT kepada diri kita serta semakin
terpuruk pula derajat dan kedudukan diri kita. Dan ingat, akan sangat lucu dan
tidak tahu diri, kita yang akan dinilai oleh Allah SWT justru mempergunakan
parameter lain yang berasal dari diri sendiri, atau dari kelompok tertentu saat
hidup di muka bumi ini.
Sebagai makhluk yang akan dinilai akhlaknya
(ketaqwaannya) oleh Allah SWT berdasarkan parameter yang kami kemukakan di
atas, maka mau atau tidak mau kita harus bisa menjadikan parameter akhlak
(parameter taqwa) sebagai barometer di dalam melaksanakan tugas sebagai abd’
(hamba) yang juga khalifah di muka bumi ini, terkecuali jika kita telah mampu
menciptakan langit dan bumi seperti langit dan bumi yang diciptakan oleh Allah
SWT sehingga kita mampu menciptakan parameter sendiri untuk kepentingan diri
kita sendiri.
Sebagaimana hadits
berikut ini: Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak melihat tampang-tampangmu, tidak juga tubuhmu,
melainkan Dia melihat kepada hatimu dan amal shalehmu”. Lalu Nabi menunjuk
dadanya dan bersabda: “Di dalam ini letaknya kesalehan” Ini beliau ulang tiga
kali!. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ath Thirmidzi).” Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita, apakah mau menjadi tamu
yang dapat menyenangkan hati tuan rumah ataukah mau menjadi tamu yang tidak
tahu diri, sudah menumpang lalu tuan rumah kita lawan. Semoga kita mampu menjadikan diri kita, keluarga kita, anak keturunan
kita menjadi tamu yang paling dikehendaki keberadaannya di muka bumi oleh Allah
SWT melalui petunjuk AlQuran yang pada akhirnya bisa pulang kampung ke kampung
kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar