Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 11 April 2024

HIKMAH DITURUNKANNYA ALQURAN BAGI UMAT MANUSIA (PART 1 of 5)


Saat ini sampai dengan hari kiamat kelak, AlQuran adalah satu-satunya buku pedoman yang berlaku bagi hamba-Nya dan yang juga bagi khalifah-Nya yang ada di muka bumi ini karena berasal dari Allah SWT. Dan jika saat ini kita masih hidup di dunia, berarti saat ini kita sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT dalam rangka melaksanakan sebagai hamba dan juga tugas sebagai khalifah di muka bumi. Dan sebagai orang yang menumpang, atau menjadi tamu berarti kita harus mematuhi dan harus pula melaksanakan segala ketentuan, segala hukum, segala undang-undang yang telah ditetapkan oleh “Tuan Rumah” jika kita tidak mau dianggap sebagai penumpang atau tamu yang tidak tahu diri.

 

Selanjutnya jika kumpulan dari segala ketentuan, segala hukum, segala undang-undang yang telah ditetapkan oleh “Tuan Rumah” adalah AlQuran. Ini berarti kita yang sedang menumpang, atau kita yang sedang menjadi tamu di langit dan di muka bumi ini harus mematuhi dan melaksanakan segala ketentuan, segala hukum, segala undang-undang yang telah ditetapkan oleh “Tuan Rumah” yang tertuang di dalam AlQuran sesuai dengan kehendak “Tuan Rumah”.

 

Untuk itu ketahuilah bahwa Allah SWT selaku “Tuan Rumah” di langit dan di bumi ini, tidak akan diam saja dengan diri kita. Allah SWT siap memberikan sesuatu yang paling bermanfaat (memberikan hikmah) bagi diri kita, bagi keluarga dan anak keturunan jika kita mampu mematuhi dan mampu melaksanakan apa-apa yang ada di dalam AlQuran, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Alkitab (AlQuran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk Maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka.” (surat Az Zumar (39) ayat 41).

 

Hal yang harus kita pahami dengan benar tentang ketentuan surat Az Zumar (39) ayat 41 di atas, AlQuran adalah petunjuk Allah SWT yang telah ditunjukkan kepada diri kita agar diri kita memperoleh petunjukNya yang masih berada di Allah SWT berdasarkan petunjuk Allah SWT yang tertuang di dalam AlQuran. Dan dengan petunjuk yang dari Allah SWT inilah pintu segala hikmah terbuka lebar lebar untuk diri kita. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa petunjuk Allah SWT yang ada di dalam AlQuran tidaklah sama kedudukannya dengan petunjuk yang berasal langsung dari Allah SWT melalui petunjuk AlQuran.

 

Selain daripada itu AlQuran adalah cahaya dan juga petunjuk kepada jalan yang lurus yang keduanya akan diberikan kepada diri kita sepanjang kondisi dan keadaan diri kita masih sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Asy Syuura (42) ayat 52 yang kami kemukakan berikut ini: “dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu  (AlQuran) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Alkitab (AlQuran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan AlQuran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. Dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”  

 

Ayat ini menegaskan bahwa AlQuran sebagai cahaya dan petunjuk tidak akan memberikan dampak yang positif kepada diri kita jika kita sendiri tidak mau mengimani AlQuran sebagai satu satunya buku manual (manual handbook) yang diturunkan Allah SWT untuk  kepentingan umat manusia. 

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sangat membutuhkan cahaya, petunjuk dan arahan langsung dari Allah SWT, maka kita harus berusaha dari waktu ke waktu untuk selalu memperoleh dan mendapatkan cahaya, petunjuk dan arahan dari Allah SWT yang berasal langsung dari Allah SWT. Hal ini penting kami kemukakan agar jangan sampai kita merasa hebat telah memperoleh petunjuk dari AlQuran padahal AlQuran bukanlah cerminan langsung dari cahaya, petunjuk dan arahan Allah SWT yang sesungguhnya. AlQuran berfungsi untuk menunjukkan jalan kepada diri kita guna memperoleh cahaya, petunjuk dan arahan yang masih berada di Allah SWT dan yang akan diberikan langsung kepada diri kita.

 

Untuk itu mari kita perhatikan perumpamaan berikut ini: Katakan saat ini kita memiliki handphone, dimana saat diri kita membelinya kita sudah pasti diberikan buku manual yang berasal dari pabrikan. Jika kita merasa sangat membutuhkan segala fasilitas yang ada pada handphone maka kita harus mematuhi segala apa-apa yang telah dikemukakan di dalam buku manual, yang dilanjukan dengan mengaktifasi kartu perdana, menjaga battery serta mengisi pulsa maka barulah segala apa-apa yang dijanjikan oleh operator telephone dapat kita peroleh dan melalui buku petunjuk itu pula kita bisa memperoleh informasi langsung dari pabrikan selaku pembuat handphone.

 

Hal yang samapun berlaku jika kita ingin memperoleh apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT (dalam hal ini cahaya, petunjuk dan arahan dari Allah SWT) maka kita harus mematuhi dan melaksanakan segala ketentuan yang ada di dalam AlQuran yang dilanjutkan dengan mengaktifasi keimanan serta selalu mengerjakan segala apa yang diperintahkan-Nya dan juga harus selalu berbuat kebaikan kepada sesama.

 

Dan adalah suatu yang mustahil terjadi pada diri kita, jika kita abai dan jika kita tidak mau melaksanakan segala ketentuan yang kami kemukakan di atas lalu Allah SWT mau memberikan janji-janji-Nya kepada diri kita (dalam hal ini cahaya, petunjuk dan arahan dari Allah SWT). esameLLAH SWT adalah segalanya.Untuk itu jika merasa tamu yang sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT ini, sudah seharusnya kita yang menumpang tahu diri bahwa orang yang menumpang harus mengakui, harus melaksanakan segala ketentuan yang ada di dalam AlQuran, terkecuali jika kita ingin hidup bertetangga dengan syaitan sang laknatullah di neraka. Allah SWT tidak akan pernah rugi, atau berkurang kemahaan dan kebesaran-Nya jika kita tidak mau melaksanakan segala ketentuan yang ada pada AlQuran serta bersiaplah menanggung segala resiko akibat ulah diri kita sendiri yang tidak mau menjadikan AlQuran sebagai buku manual saat diri kita menjadi khalifah di muka bumi ini dan kondisi inilah yang paling dikehendaki oleh syaitan.

 

Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hikmah dan manfaat yang siap diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita yang mampu menjadikan AlQuran sebagai buku pedoman (manual handbook) saat melaksanakan tugas di muka bumi ini baik sebagai hamba-Nya maupun sebagai khalifah-Nya, yaitu :

 

A. MAMPU MELAKSANAKAN KONSEP MENGENAL ALLAH DAN MENGENAL DIRI. 

 

Adanya AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT akan memudahkan diri kita di dalam mempelajari Ilmu Tauhid, atau Ilmu mengenal Allah SWT, atau Ilmu berkomunikasi langsung dengan Allah SWT dimanapun dan kapanpun tanpa melalui perantara siapapun juga serta apa-apa yang akan diberikan oleh Allah SWT tidak bisa dicegah, atau dihalangi oleh siapapun juga. Inilah salah satu hikmah dari diturunkannya AlQuran kepada diri kita, yaitu mampu mengenal Allah SWT yang sesuai dengan kehendak Allah SWT itu sendiri, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah". Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. dan AlQuran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai AlQuran (kepadanya). Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).” (surat Al An’am (6) ayat 19).” Sekarang coba kita bayangkan jika Allah SWT tidak pernah menurunkan AlQuran ke muka bumi ini, lalu apa yang terjadi? Kita tidak tahu apa itu Allah SWT. Kita tidak mengerti dan paham siapa dan bagaimana Allah SWT. Kita tidak akan mengetahui bagaimana caranya berkomunikasi dengan Allah SWT dan juga kita tidak akan mampu merasakan nikmatnya bertuhan kepada Allah SWT dan seterusnya.

 

Saat ini, AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT sudah ada dihadapan diri kita, lalu sudahkah AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT memudahkan diri kita mengenal dan berkenalan dengan Allah SWT lalu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT? Jika belum berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita di dalam menyikapi keberadaan AlQuran. Karena kitalah yang sangat membutuhkan Allah SWT sedangkan Allah SWT tidak membutuhkan kita.

 

Dan setelah kita mulai mengetahui siapa Allah SWT yang sesungguhnya, langkah berikutnya adalah kita harus tahu diri karena hal ini merupakan salah satu kunci sukses di dalam menjalani kehidupan ini. Selain itu dengan tahu diri kita maka kita akan mengetahui ada hubungan apa antara diri kita dengan Allah SWT sehingga kita akan mengetahui siapa diri kita sesungguhnya dan siapa Allah SWT yang sebenarnya. Adanya kondisi ini maka kita akan dapat mengetahui dengan pasti  apa hak hak Allah SWT yang berlaku kepada diri kita sehingga hal itu menjadi kewajiban bagi diri kita kepada Allah SWT dan jika ini terjadi terjalinlah hubungan yang harmonis antara diri kita dengan Allah SWT.

 

Adanya kondisi di atas ini, mengharuskan diri kita untuk megetahui betapa pentingnya kita mengenal diri sebagaimana yang dikemukakan oleh Ali bin Thalib ra, berikut ini:

 

1.       Mengenal diri adalah ilmu yang paling berguna;

2.    Aku heran dengan orang yang mencari barangnya yang hilang padahal (di saat yang sama) ia kehilangan dirinya namun ia tidak (berupaya) mencarinya;

3.   Aku heran dengan orang yang tidak mengenali dirinya bagaimana ia akan dapat mengenal Tuhannya?;

4.       Puncak makrifat adalah pengenalan seseorang atas dirinya;

5.     Prestasi terbesar (bagi seseorang) adalah manakala ia berjaya dalam mengenal dirinya;

6.  Setiap kali bertambah pengetahuan seseorang, maka akan bertambah pula perhatiannya kepada dirinya dan ia akan mengerahkan segenap upayanya untuk mengasah dan memperbaikinya.

 

Di lain sisi, saat ini kita hidup di muka bumi ini, ketahuilah bahwa bumi tempat kita hidup bukan kita yang ciptakan dan buka pula kita yang miliki. Ini berarti:

 

1. kita hanyalah orang yang sedang menumpang yang tidak selamanya menumpang karena kita harus keluar dari muka bumi;

2.    kita adalah obyek yang diciptakan oleh Allah SWT sehingga kedudukan obyek tidak sama dengan kedudukan subyek;

3.    kita adalah tamu yang tidak selamanya menjadi tamu sehingga tamu tidak bisa mensejajarkan diri dengan tuan rumah dan tidak bisa berperilaku seperti layaknya tuan rumah di langit dan di bumi ini.

 

Sebagai orang yang menumpang, atau sebagai obyek, atau sebagai tamu di muka bumi ini, maka kita tidak bisa menentukan sendiri hukum, ketentuan, peraturan, aturan yang berlaku di muka bumi ini. Kita hanyalah orang yang harus melaksanakan ketentuan dan juga orang yang akan dinilai atas pelaksanaan dari ketentuan yang telah ditetapkan berlaku.

 

Dan sebagai orang yang telah tahu diri, jangan pernah bertindak seolah-olah menjadi tuan rumah di rumah orang lain, atau bahkan yang mengatur tuan rumah di rumah tuan

rumah yang tidak pernah kita miliki atau dengan kata lain kita hanyalah obyek yang tidak bisa mengatur subyek. “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.” (Al Hadits). Dan hanya orang yang tahu dirilah yang bisa menempatkan posisinya dihadapan Allah SWT sebagai tuan rumah, sehingga apabila ini terjadi maka keharmonisan hidup di muka bumi ini dapat terlaksana dengan baik. Untuk itu jadilah orang yang menumpang, atau jadilah tamu yang menyenangkan lagi membanggakan tuan rumah (Allah SWT) saat kita hidup di muka bumi ini dengan mengetahui aturan main yang berlaku di muka bumi ini dengan sebaik baiknya yang tertuang dalam AlQuran.

 

Lalu apakah dengan kita tahu diri, lalu kita tahu tentang Allah SWT sudah cukup bagi diri kita? Tahu diri dan Tahu Allah SWT belum sempurna jika belum dilengkapi dengan tahu tentang Nabi Muhammad SAW yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan juga tahu tentang orang tua yang melahirkan kita dan juga mertua kita yang melahirkan suami/istri kita, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” (surat Al-Israa’ (17) ayat 23-24)

 

Allah SWT adalah pembuat skenario rencana besar kekhalifahan di muka bumi yang sangat sempurna mempersiapkan rencananya. Hal ini bisa kita rasakan langsung kesempurnaannya. Salah satunya adalah jika sampai Nabi Muhammad SAW tidak diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini tentu kita tidak tahu bagaimana cara melaksanakan hak hak Allah SWT dalam kerangka melaksanakan hubungan yang harmonis antara diri kita dengan Allah SWT. Dan, diutusnya Nabi Muhammad SAW merupakan suri tauladan bagi diri kita, sebagaimana firmanNya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak meningat Allah. (surat Al Ahzab (33) ayat 21).”

 

Adanya ketentuan Nabi Muhammad SWT sebagai suri tauladan bagi manusia maka kita sekarang memiliki contoh, cara, metode yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui perkataannya, melalui perbuatan (perilaku)nya serta melalui taqrir (perbuatan sahabat) yang disetujui oleh Nabi Muhammad SAW dan inilah yang disebut dengan hadits.

 

Hal terakhir dari tahu diri adalah keberadaan diri kita di muka bumi ini tidak bisa terlepas dari keberadaan ke dua orang tua kita dan juga keberadaan ke dua orang mertua kita, tanpa mereka kita tidak mungkin ada di muka bumi serta tanpa mereka kita tidak akan menjadi seorang suami/istri seseorang, atau menjadi bapak/ibu dari anak keturunan kita. Adanya hal ini maka tidak akan sempurna bakti kita kepada Allah SWT jika tidak diimbangi dengan bakti kepada ke dua orang tua dan juga kepada ke dua mertua kita, secara berkesinambungan selama hayat masih di kandung badan, melalui apa apa  yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dari Abdullah bin ’Amru ra, Rasulullah SAW bersabda,“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi, Al Hakim, Ath Thabrani dan Al-Bazzar).”  

 

Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari kekhalifahan di muka bumi, sangat menghormati kedudukan kedua orang tua (dan juga kedua orang mertua kita) sehingga Allah SWT meletakkan ridha dan murka-Nya tergantung kepada ridha dan murka mereka berdua. Sebagai orang yang berjiwa muthmainnah, sudah selayaknya dan sepatutnya mampu berbakti kepada mereka sampai kapanpun juga dan juga mengajarkan kepada anak dan keturunan kita mengenai hal ini sejak mereka masih kanak kanak.

 

Di lain sisi, dengan diri kita tahu siapa orang tua kita (dan juga siapa mertua kita) maka secara langsung kita terikat dengan kehormatan yang dimiliki oleh kedua orang tua kita dan juga oleh kedua orang mertua kita serta diri kita terikat pula dengan harapan dan cita cita mereka berdua kepada anak dan keturunannya. Untuk itu jika kita telah tahu diri, maka sudah sepatutnya kita berperilaku yang tidak mencoreng kehormatan mereka berdua saat kita hidup di muka bumi ini. Hal yang samapun berlaku jika kita telah tahu diri dan tahu tentang Allah SWT maka kita pun terikat dengan akhlak Allah SWT yang sesuai dengan Nama NamaNya Yang Indah (asmaul husna). Sehingga segala perbuatan dan tindak tanduk kita harus berkesesuaian dengan akhlak Allah SWT tersebut jika kita telah tahu diri.  

 

Sebagai orang yang telah tahu diri, maka kita harus bisa menempatkan diri secara patut dan pantas dihadapan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan di muka bumi ini. Dan kita harus bisa memahami bahwa kita bukanlah siapa siapa, bukan apa apa dibandingkan dengan Allah SWT sehingga kita tidak bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT. Kita hanyalah obyek yang tidak bisa melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT selaku subyek dari rencana besar penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi ini. Sebagai obyek maka sudah sepantasnya dan sepatutnya tahu dan mengerti aturan main yang ditetapkan berlaku di muka bumi, dalam hal ini adalah AlQuran jika kita memang orang yang telah tahu diri. Dan agar diri kita ini termotivasi untuk segera belajar dan memiliki ilmu terutama tentang mengenal Allah SWT dan mengenal diri sendiri yang dilanjutkan dengan mengetahui akan menjadi seperti apa diri ini kelak, apakah yang berjiwa taqwa ataukah yang berjiwa fujur.

 

Hal yang harus kita lakukan adalah memaksa diri ini untuk mempelajari AlQuran minimal 30 (tiga puluh) menit setiap pagi. Ayo paksa diri ini karena memaksa diri ini hanya bisa dilakukan oleh diri sendiri. Dan ingat,  ada sebuah konsekuensi yang harus kita hadapi jika kita tidak mengenal Allah SWT dan tidak mengenal diri yaitu akan mempengaruhi proses kematian yang akan kita hadapi kelak. Dan bagi orang yang mampu beriman kepada Allah SWT atau bagi berjiwa taqwa akan menghantarkan dirinya ke husnul khatimah, sedangkan bagi orang yang kafir, musyrik atau bagi yang berjiwa fujur (berjiwa sesat) akan menghantarkan dirinya ke suul khatimah. Sedangkan kita tahu bahwa kematian itu adalah sesuatu yang pasti terjadi sehingga segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan matang jauh sebelum kematian itu tiba.

 

Alangkah indahnya hidup dan kehidupan ini, apalagi saat berada di persimpangan jalan, jika kita sudah mengetahui, sudah memahami, sudah menghayati dan sudah pula mengenal Allah SWT dan mengenal diri yang paling hakiki (memiliki jiwa muthmainnah) lalu tinggal meraih dan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT yang tercermin dalam perilaku kehidupan yang bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat luas, atau menampilkan kesalehan diri yang tercermin dalam kesalehan sosial. Lalu apa pentingnya kita mempelajari dan memahami serta memiliki ilmu tentang diri sendiri (tahu diri)? Banyak manfaat yang melekat jika kita memiliki ilmu tentang diri sendiri. Berikut ini akan kami kemukakan manfaat yang akan kita peroleh dari mengenal diri sendiri, terutama jati diri kita yang sesungguhnya adalah ruh. Sekali lagi kami ingatkan bahwa jati diri kita yang sesungguhnya bukanlah jasmani melainkan ruh yang asalnya dari Nur Allah SWT. 


Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, apa yang anda pikirkan setelah membaca konsep tahu diri, yang diikuti dengan merenungi tentang pentingnya mengenal diri. Lalu sudah sampai di posisi manakah kita mengenal diri sendiri? Apakah hanya sebatas jasmani dan ruhani semata? Jika kita hanya tahu sebatas itu, maka sebatas itu pula kita tahu diri sendiri. Padahal ilmu tentang jasmani dan ruh sangatlah luas cakupannya dikarenakan banyak hal yang menyertai keduanya. Dan ingat, adanya jasmani dan ruh pada diri kita, baru menghantarkan diri kita sebagai manusia biasa. Akan tetapi untuk menjadikan diri kita sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, yang mampu pulang kampung ke syurga, tidak cukup hanya mengandalkan serta bermodalkan jasmani dan ruh semata, akan tetapi harus mampu pula melaksanakan Diinul Islam secara kaffah (secara keseluruhan). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar