C. UMROH ADALAH MEMPERKOKOH
KEBERADAAN KA’BAH SEBAGAI KIBLAT UMAT MANUSIA.
Ibadah
haji atau ibadah umroh adalah ibadah dalam rangka untuk memperkokoh keberadaan
Ka’bah yang ada di tengah-tengah Masjidil Haram sebagai kiblat umat manusia
yang ada di muka bumi ini. Ibadah haji atau umroh merupakan ibadah untuk
memperkokoh keberadaan Kiblat sebagai satu-satunya arah saat mendirikan shalat
dan juga Kiblat sebagai petunjuk arah untuk menuju kepada yang satu, dalam hal
ini Allah SWT. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam surat Ali Imron (3) ayat 95-96 yang kami kemukakan berikut
ini: “Katakanlah:
"Benarlah (apa yang difirmankan) Allah". Maka ikutilah agama Ibrahim
yang lurus, dan bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah
yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
dan
juga berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 150 sebagaimana yang kami kemukakan
berikut ini: “dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah
wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali
orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan
supaya kamu mendapat petunjuk.”
Ingat, Ka’bah adalah porosnya bumi, atau titik tengah
dari bumi yang posisinya tegak lurus dengan Arsy (tempat bertahtanya Dzat Allah
SWT) sehingga jika kita berada di lingkungan atau diseputaran Ka’bah akan
terasa sesuatu yang sangat menyejukkan hati, akan terasa adanya ketenangan
serta dapat merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT karena pancaran
dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT lebih terfokus di Baitullah. Sehingga
ketika berada di Baitullah setiap kali kita ibadah pasti terasa begitu nyaman
dan indah.
Dengan diri kita melaksanakan ibadah haji atau umroh
berarti kita telah berusaha untuk terus menjadikan Masjidil Haram yang ada di
Makkah sebagai perlambang dari ketauhidan, atau perlambang akan kebesaran dan
kemahaan Allah SWT yang ditunjukkan dengan adanya kesamaan arah untuk menuju
kepada yang satu, dalam hal ini menuju kepada Allah SWT yang direpresentasikan ke
arah Ka’bah. Selanjutnya dengan diri kita melaksanakan ibadah haji atau umroh
berarti kita memiliki kesempatan untuk melihat langsung Ka’bah yang selama ini
hanya kita tahu dari gambarnya saja atau dari arahnya saja dan bisa pula
merasakan langsung betapa hebatnya pemilik dari Ka’bah itu, dalam hal ini Allah
SWT.
Untuk itu mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh KHM
Ali Usman, dalam bukunya “Pelanggaran Kesucian Masjidil Haram, Bulan
Bintang, 1979, Jakarta, yang
mengemukakan beberapa hikmah dan rahasia mengapa Allah SWT mengadakan kiblat,
sehingga memper-tegas tentang kedudukan Ka’bah yang menjadi kiblat bagi umat
manusia, yaitu:
1. Diadakannya kiblat (arah) menghadap dalam shalat, agar
setidak tidaknya pada lima waktu dalam sehari semalam, seorang hamba wajib
menghadapkan diri kepada Allah SWT, menyesuaikan semua bacaan dan pujian kepada-Nya,
menunjukkan pengham-baan dirinya kepada Allah SWT, ruku’ dan sujud hanya kepada-Nya
serta agar selalu ingat tujuan hidupnya hanya satu menuju kepada Allah SWT. Sebagaimana
firman-Nya: “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (surat Al An’am
(6) ayat 162)
2. Barulah seseorang itu
mendapatkan faedah dan kegunaan shalat dan merasakan pengaruh bathinnya apabila
ia melakukan khusyu’ dalam shalatnya. Salah satu cara mendapatkannya ialah
menghadapkan diri sepenuhnya kepada satu arah yang telah ditentukan-Nya dalam hal
ini Kiblat, lalu tenang dan hening, tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri.
3. Kiblat mengandung
unsur pendidikan yaitu menuntun orang-orang mu’min ke arah senantiasa berkasih
sayang, bergaul dengan harmonis dan senantiasa ingat akan tujuan hidup, dalam
hal ini ingat tempat kembali yaitu kepada Sang Maha Pencipta serta membimbing ke arah permupakatan dan
persatuan.
4. Ka’bah dijadikan arah
(kiblat) bagi orang yang mendirikan
shalat ialah untuk memberikan pengaruh dan bekas terhadap bathin orang muk’min
yang menghadap kepadaNya dalam shalat dan dalam arahnya serta pengaruh sifat
sifat Allah SWT yang juga telah menjadi modal dasar diri kita saat menjadi hamba-Nya
yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, seperti : (a). Qudrat (kekuasaan); (b). Iradat (kemauan dan kehendak); (c). Ilmu
(keluasan ilmu pengetahuan); (d). Hayat (ketabahan) menempuh gelombang
gelombang hidup; (e). Sama’ (pendengaran) dan mendengarkan segala yang baik;
(f). Bashar (penglihatan) dan melihat segala yang menimbulkan suritauladan yang
baik; dan (g). Kalam (perkataan) dan mengucapkan kata kata yang bermanfaat.
5. Menurut ahli falak
bahwa ruang angkasa ini penuh dengan sinar-sinar yang berasal dari semua
makhluk antara lain juga sinar yang berasal dari manusia dan sinar yang berasal
dari Ka’bah. Hal ini dikarenakan Allah SWT mengarahkan sinar manusia (energi
positif dari doa, harapan dan pengagungan manusia kepada Allah SWT) itu ke satu
arah yaitu ka’bah, agar manusia
senantiasa mendapat pantulan sinar dari Ka’bah (maksudnya adalah dari Allah
SWT).
6. Orang yang sedang
mendirikan shalat berarti orang itu sedang menghadap dan menerima cahaya dan
pantulan sinar (energi positif) yang terdapat di Ka’bah. Allah SWT juga telah
memerintahkan kepada para jamaah haji atau umroh dari seluruh dunia agar
berduyun duyun, sambil berpakaian ihram, satu warna, satu corak dan satu tujuan
untuk mengunjungi arah sumber sinar dan nur yang terpusat di Ka’bah. Apalagi
ditambahkan oleh Allah SWT kepada Masjidil Haram yaitu tempat yang terhormat
dan yang tersuci.
Allah
SWT berfirman: “Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(surat An Nur (24) ayat 35)
[1039] Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu
lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya
digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.
[1040] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat
sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan
terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.
Orang yang pernah mengunjungi Ka’bah, selain
akan mendapat sinar Allah SW yang lebih kuat dan keras voltasenya. Juga akan
mendapat cahaya iman yang lebih terang. Bayangkan saja: Kaum muslimin yang
melakukan shalat berjamaah di Masjidil Haram. Mereka itu berbaris-baris,
bershaf-shaf mengelilingi Ka’bah sumber nur itu. Mulai dari yang terdekat di
belakang imam, terdekat kepada Ka’bah. Semakin jauh dari Ka’bah semakin besar
lingkaran shaf yang mengililingi Ka’bah. Begitu yang terjadi di dalam Masjidil
Haram dan juga yang di luarnya hingga meluas dan melebar lingkaran shaf kaum
muslimin berkeliling menghadapi Ka’bah yang terletak pada pusat daratan bumi
ini.
Keadaan ini benar-benar laksana orang yang
melemparkan batu ke tengah-tengah sungai atau danau. Jatuhnya batu itu ke air
menimbulkan lingkaran ombak (gelombang). Gelombang yang terbesar ialah yang
terdekat dengan jatuhnya batu itu. Lalu lingkaran gelombang-gelombang itu
semakin jauh dari jatuhnya batu tadi semakin meluas dan mengecil hingga
menghilang sama sekali, sekalipun hakikatnya tidak hilang.
Begitulah halnya orang yang berdiri dekat
dengan Ka’bah akan mendapat gelombang nur (cahaya) Allah SWT yang lebih besar
dan mendapat gelombang sinar (cahaya) yang lebih keras. Begitupun orang yang
berdiri jauh dari Ka’bah seperti halnya kita di Indonesia. Kesimpulannya adalah
Ka’bah dapat dikatakan sebagai sumber Nur dan Sinar (cahaya) atau sumber energi
positif yang tidak kelihatan. Orang yang baru datang dan dekat dengan Ka’bah
adalah orang yang mempunyai nur dan sinar yang keras apalagi kalau ia mendapat
haji yang mabrur (atau umroh yang diberkahi Allah SWT).
Menurut ilmu pengetahuan terbaru bahwa
manusia adalah laksana suatu alat pengirim dan penerima sinar. Kemanapun
manusia menghadap tidak akan terlepas dari ukuran 360 derajat. Bila kita
menghadap ke arah Ka’bah yang lebih dekat maka kita akan lebih cepat menerima
cahaya yang bersumber dari Ka’bah sehingga akan menerima cahaya dan sinar yang
lebih keras lagi. Oleh sebab itu sinar atau cahaya orang yang beriman, orang
yang suka berwudhu, orang yang shalat khsusyu’ dan taat melaksanakan perintah
Allah SWT dan menjauhi larangannya, lebih kuat lebih keras, lebih bersemarak
dan berseri dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan hal tersebut di
atas.
7. Adanya pengaruh
tempat dan pengaruh arah bagi hati dan jiwa manusia:
a. Pengaruh
tempat bagi jiwa, dapat kita rasakan sendiri bila saja kita di dalam rumah
sendiri berbeda dengan di dalam rumah orang lain. Begitu juga Ka’bah. Ia
mempunyai pengaruh yang unik kepada jiwa dan raga manusia. Masjidil Haram,
Masjid Nabawi, dan Baitul Maqdis, masing masing mempunyai pengaruh yang unik
pula. Kota Makkah dan kota Madinah juga mempunyai pengaruh yang sangat unik
terhadap jiwa orang mukmin atau orang muslim. Pengaruh masjid atau mushalla
lain lagi dengan pengaruh rumah biasa. Pengaruh taman yang indah lain pula
dengan pengaruh perkuburan. Perkuburan bisa lain dengan pengaruh perkuburan
orang orang shaleh seperti Ma’la, Baqi dan perkuburan para syuhada perang Badar
seumpanya. Kota Makkah, Masjidil Haram, dekat Ka’bah nyatalah kepada orang
orang yang pernah berkunjung kesana, mempunyai pengaruh yang hebat untuk
beribadah, memiliki pengaruh saat mendekatkan diri kepada Allah SWT serta
berpengaruh saat menggembleng jiwa serta membersihkan akhlak dan budi pekerti.
b. Pengaruh arah juga
demikian, segala sesuatu mengarah untuk mengikuti daya tarik bumi yang
mengakibatkan benda jatuh ke bawah. Sekarang Allah SWT sudah menentukan arah
yang paling baik adalah Ka’bah. Dimanapun kita berada, maka arah yang paling
baik buat umat manusia adalah arah Ka’bah, menghadap Kiblat.
Hal yang harus kita perhatikan setelah diri
kita memperoleh kesempatan melihat Ka’bah secara langsung, jangan pernah
terpesona dengan bangunan yang bernama Ka’bah. Ka’bah hanya batu hitam. Akan
tetapi berusahalah untuk bertemu dengan pemilik Ka’bah itu, karena pemilik
Ka’bah itulah yang menjadi tujuan kita datang melaksanakan ibadah umroh.Lalu
jadikan diri kita menjadi tamu yang sudah ditunggu-tunggu kedatangannya oleh Tuan
Rumah, atau jadikan diri kita menjadi pribadi-pribadi yang sangat dibanggakan
oleh Tuan Rumah, dengan berperilaku yang sesuai dengan kehendak Allah SWT baik
di Baitullah maupun setelah pulang melaksanakan ibadah umroh.
Semoga kita yang telah diberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah umroh
mampu merasakan, mampu menikmati, mampu menunjukkan hasil dari perjalanan atau ibadah
lahir dan bathin ini saat menjadi hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka
bumi ini. Bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan
keluarga, anak keturunan, masyarakat, bangsa dan juga negara bahkan untuk
generasi yang datang di kemudian hari sehingga kita memperoleh apa yang
dinamakan umur panjang, yaitu mampu dikenang dalam kebaikan oleh generasi yang
datang di kemudian hari. Akhirnya semoga apa yang kami kemukakan tentang ibadah
umroh mampu memotivasi diri kita menjadi manusia manusia teladan seperti
teladannya Nabi Ibrahim as, beserta keluarganya yang berkarya besar untuk
generasi yang datang di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar