Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 02 Juni 2024

AYO BERDZIKIR: LISAN, HATI DAN PERILAKU (PART 2 of 2)

 

 

Setelah mengetahui rahasia yang terdapat di balik dzikir, timbul pertanyaan bagaimana caranya kita harus berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT? Hal ini penting kita ketahui karena sebagai orang yang membutuhkan dzikir maka kita tidak bisa sembarangan untuk berdzikir karena kita harus tahu bentuk dan caranya yang terbaik untuk berdzikir. Sekarang mari kita pelajari tentang bentuk dan cara berdzikir itu. Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 152 berikut ini: “Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku”. serta berdasarkan hadits qudsi riwayat Ath Thabrani berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku berdzikir (ingat) kepada-Ku sendiri, maka Aku dzikir padanya sendirian. Dan apabila ia ingat (berdzikir) pada-Ku di tengah khalayak ramai, niscaya Aku dzikir padanya di tengah kumpulan yang jauh lebih baik dari kumpulan yang ia berdzikir  kepada-Ku itu”.  Berdasarkan dua ketentuan di atas, Allah SWT telah menyatakan dengan tegas apabila seorang hamba mengingat (berdzikir kepada) Allah SWT dengan segala tingkatannya maka Allah SWT pun akan mengingat diri kita lebih baik dari tingkatan dzikir yang dilakukannya.

 

Dzikir kepada Allah SWT atau mengingat Allah SWT dapat pula dikatakan sebuah kehendak dari diri kita untuk menemui Allah SWT sebagaimana dikemukakan di dalam hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hambaku ingin menemuiKu, Aku pun ingin menemuinya. Tetapi bila ia enggan menemuiKu, Aku pun enggan menemuinya. (hadits qudsi riwayat Bukhari, Malik dan An Nasa’i).” Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk terus menerus berdzikir, mulai dari hendak tidur, bangun tidur, masuk dan keluar kamar mandi, memakai baju, naik kendaraan, di perjalanan, melihat petir ataupun kejadian di jalan, mau makan dan minum, selesai makan dan minum, dan di segala aktifitas lainnya. Kenapa hampir tidak ada sedikitpun kegiatan kita yang luput dari berdzikir kepada-Nya? Hal itu tak lain karena sesungguhnya rumah rumah, rawa rawa, gunung gunung, dan bumi ini akan menjadi saksi bagi orang orang yang berdzikir, pada hari kiamat kelak, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya. (surat Az Zalzalah (99) ayat 4,5)

 

Kegiatan mengingat Allah SWT (berdzikir) itu dapat dilakukan dengan tiga cara, dengan catatan ketiganya tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, namun harus dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yang terdiri dari:

 

1.   Dzikir dengan Lisan atau Ucapan. Dzikir dengan lisan (ucapan), yaitu dengan cara mengucapkan lafazh-lafazh dzikir tertentu, baik dengan suara keras maupun dengan suara yang hanya dapat didengar oleh orang yang berdzikir itu sendiri. Lafaz dzikir yang baku itu harus dari AlQuran dan Al Hadits di antaranya adalah tasbih, tahlil, tahmid, membaca AlQuran, istighfar, doa, dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman: “(Zakaria) berkata,, “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Allah berfirman, “Tanda bagimu adalah bahwa engkau tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu banyak banyak, dan bertasbihlah (memujiNya) pada waktu petang dan pagi hari.” (surat Ali Imran (3) ayat 41)

 

Dzikir lisan adalah salah satu upaya untuk melindungi mulut dari berkata-kata yang tidak baik dan tidak bermanfaat. Dengan berdzikir diharapkan lisan dan hati kita selalu terjaga, bukanlah Rasulullah SAW telah mengingatkan kita, “Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang, yaitu mulut dan farji (kemaluan).” (hadits riwayat Ath Thirmidzi).” Dzikir melalui lisan bisa kita laksanakan di manapun dan dalam kondisi apapun. Dzikir  dengan lisan dapat kita gunakan untuk mengisi waktu luang di tengah kemacetan atau di tengah antrian panjang sehingga dengan dzikir lisan ini mampu menghilangkan kesempatan untuk mengucapkan sumpah serapah. Akhirnya di tengah kemacetan dan antrian panjang kita bisa menikmati apa yang dinamakan dengan ketenangan bathin. Dzikir dengan lisan ini juga dapat menjadi alat bantu bagi kita untuk menghindarkan diri dari membicarakan aib orang lain (ghibah), untuk tidak menyebarkan berita bohong dan lain sebagainya. 

 

Ingat, setiap lisan yang keluar dari mulut merupakan parameter akhlak bagi si pengguna lisan itu. Misalnya, lisan yang keluar dari mulut orang yang banyak omong dan sedikit berdzikir, maka dzikirnya pun dapat berubah menjadi omongan. Sedangkan lisan yang keluar dari pribadi yang berdzikir dan sedikit bicara maka bicaranya adalah dzikir.

 

Seorang pedzikir tentu tidak pernah menganggap remeh rendah peran mulut sebagai sarana dzikirnya. Itu sebabnya ketika akan berdzikir, dia membersihkan mulutnya melalui proses wudhu. Dia sucikan mulutnya secara lahiriah, sebelum menyucikan secara bathiniah.

 

Penyakit masuk melalui mulut, malapetaka keluar dari mulut.

(the best of Chinese Sayings)

 

Disamping menjaga lisannya, dia pun akan menjaga mulutnya dari mengkonsumsi makanan yang haram, jika ditinjau dari sisi dzatnya dan juga berhati hati dalam mengkonsumsi barang barang yang termasuk dalam kondisi syubhat. Dia juga menjaga agar makanan yang dikonsumsinya diperoleh dengan cara cara yang halal.Sebagai pezikir jangan sampai kita terjebak ke dalam kancah perhitungan pahala. Sehingga kita selalu menghitung  hitung pahala dzikinya, shalatnya, puasanya, sedekah dan zakatnya, umroh dan hajinya. Pezikir yang seperti ini masih terjebak ke dalam parameter fikih. Dzikir yang dilakukannya untuk mengejar pahala, bukan untuk menjadi sebuah kebutuhan bagi dirinya dalam kerangka mencari rahmat dan ridha-Nya.

 

2.   Dzikir dengan Hati atau Kalbu. Dzikir dengan hati adalah dzikir yang memiliki ke-utamaan yang paling tinggi karena si pelaku dzikir terus menerus berpikir tentang keangungan Allah, kegagahan-Nya, keindahan ciptaan-Nya, dan ayat ayat-Nya di langit dan di bumi. Praktik dzikir ini tanpa suara dan tanpa kata-kata. Allah SWT berfirman: “Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang orang yang lengah. (surat Al A’raf (7) ayat 205).” Melalui dzikir hati atau kalbu ini mereka ingin memenuhi kalbu mereka dengan kesadaran yang sangat dekat dengan Allah SWT, seirama dengan detak jantung serta mengikuti keluar masuknya napas. Mereka meyakini bahwa keluar masuknya napas yang dibarengi dengan kesadaran akan kehadiran Allah merupakan pertanda bahwa kalbu ini hidup dan berkomunikasi langsung dengan Allah SWT.

 

3.   Dzikir Perilaku (perbuatan) atau Amal Shaleh. Dzikir perilaku adalah patuh dan taat kepada Allah SWT dalam segala tindakan dan ucapan. Inilah yang disebut dengan taqwa. Dzikir yang seperti ini merupakan dzikir yang paling agung. Hal ini disebabkan seorang Muslim harus sudah berada dalam posisi melaksanakan apa apa yang diperintahkan oleh Allah serta menjauhi segala yang haram dan syubhat. Pedzikir ini telah mencapai puncaknya dzikir yakni ketaqawaan, yang dibuktikan dengan amal shalehnya, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertwaqwa di antara kamu. (surat Al Hujuraat (49) ayat 13)

 

Untuk menambah wawasan tentang dzikir perilaku dapat kami ilustrasikan sebagai berikut: Katakan kita ingat bahwa Allah SWT adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Jika ini yang kita ingat tentang Allah maka perilaku kita harus sesuai dengan apa apa yang kita ingat dari Allah SWT sehingga kitapun berperilaku kasih dan sayang kepada sesama manusia. Demikian pula jika kita mengingat Allah SWT adalah Yang Maha Pemberi Rezeki maka perilaku kitapun setelah memperoleh rezeki harus siap membahagiakan orang lain melalui rezeki yang kita terima dengan menunaikan infaq ataupun sedekah yang tidak lain adalah perbuatan amal shaleh. Demikian seterusnya.

 

Sekarang mari kita bandingkan antara pedzikir sejati dengan pedzikir munafik. Dzikirnya pedzikir sejati akan sangat berbeda dengan perilaku pedzikir orang orang munafik. Orang munafik berdzikir mengingat Allah dengan lisannya hanya karena ingin memamerkan aktivitas dzikirnya pada orang lain. Padahal, di hati mereka tidak ada aktivitas dzikir itu, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya orang orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud ria (dengan shalatnya itu) di hadapan orang lain dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (surat An Nisa’ (4) ayat 142).”

 

Usai berdzikir, mereka gunakan anggota tubuh mereka untuk melakukan hal hal yang tidak diridha Allah. Dengan mulut yang sama, usai berdzikir mereka gunakan pula untuk berbohong, menipu, membicarakan aib orang lain, mengeluarkan kata kata yang tidak bermanfaat. Bahkan mereka tidak sungkan sungkan menerima sesuatu yang bukan haknya, pikiran mereka berkata itu perbuatan dosa, tetapi hati mereka tak sanggup menolaknya. Nabi SAW bersabda: “Celaka, celaka, celaka, orang yang banyak berdzikir dengan lidahnya, tetapi bermaksiat terhadap Allah dengan perbuatannya. (hadits riwayat Adh Dailami)

 

Orang orang yang beriman berdzikir dengan hatinya. Lisannya hanya menjadi jalan untuk dzikirnya. Lisannya ikhlas berdzikir karena Allah, tak ada maksud tersembunyi, sehingga hasil dari dzikirnya akan sampai pada hatinya. Saat itulah sesungguhnya, aktifitas dzikirnya menjadi sangat banyak, karena hatinya mampu menterjemahkan dzikir lisannya menjadi dzikir perilaku dalam bentuk amal shaleh. Akhirnya mereka menjadi orang orang yang ringan tangan dalam membantu saudara saudaranya atau tetangga tetangganya yang susah. Air matanya mudah menetes melihat penderitaan dan kedzaliman yang berlangsung di sekitarnya. Hidupnya didedikasikan untuk umat, dia ingin berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak melalui aktifitas wakaf waktu atau mewakafkan sebahagian waktunya untuk kemaslahatan umat. Selalu merasa berdosa atas sikap dan perkataan yang dikeluarkannya, dia selalu melakukan kebaikan dan perbaikan dalam hidupnya.

 

Secara umum jika kita mampu berdzikir (baik lisan, hati dan perilaku) yang sesuai dengan kehendak Allah SWT akan melahirkan sifat Al Muraqabah (perasaan selalu diawasi oleh Allah) sehingga akan memasukkan pelakunya  ke pintu Al Ikhsan. Orang orang yang lalai tentu tidak akan sampai ke derajat Al Ikhsan. Dzikir juga akan melahirkan sifat Al Inabah (dorongan jiwa ingin selalu kembali kepada Allah) sehingga Allahlah yang ditakuti dan tempat kembali serta tempat untuk berlindung.Seorang pedzikir sejati tak pernah mengaku cinta kepadaNya jika tak pernah merasa rindu denganNya. Dia tak akan pernah mengaku rindu kalau tak pernah mengingatNya. Dan dia tak pernah merasa berdzikir apabila belum meneteskan air matanya. Air mata rahmat, air mata yang menjaga dan melindungi dirinya pada Hari Kiamat kelak. Insya Allah!.

 

Matinya hati adalah sebuah tragedi bagi seorang manusia. Benar secara lahiriah dia hidup, fisiknya sehat dan bugar, serta fikirannya cerdas. Tetapi di sisi lain, syahwatnya menggebu gebu, nafsu berkuasanya tinggi, takabur dan ria dalam beramal, dan sepak terjang bisnisnya menghalalkan segala cara. Inilah manusia yang hatinya telah mati. Karena itu, pepatah Barat yang mengatakan, “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”, tidak cocok diberlakukan bagi orang yang beriman. Paradigma yang begitu merasuk selama beberapa dekade di negeri ini memang sangat tidak cocok bagi orang orang mukmin.

 

Untuk apa kita memiliki tubuh yang sehat jika hatinya sakit atau hatinya telah mati. Hidup yang kita jalani ternyata dapat membuat kita menjadi mati. Maka sebelum mati itu datang menjemput. Jangan sia siakan manis dan lezatnya kehidupan ini. Ayo berdzikir dan berpikir akan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Tak ada yang lebih indah di dunia ini melainkan menjadi orang yang cerdas menurut kriteria sang Pencipta berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (yaitu) orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (surat Ali Imran (3) ayat 190, 191).”

 

Celakalah orang yang hidup tetapi hatinya sakit sebab di hidup di arena kemaksiatan. Dan sia sialah orang yang hidup tetapi memiliki hati yang mati sebag orang yang demikian hidup dalam kekufuran. Hatinya dikunci mati oleh Allah, sama saja bagi mereka diberi petunjuk atau tidak. Inilah hati orang kafir. Dan jangan biarkan hidup ini diwarnai dengan semerbak wangi bunga kematian dan jangan biarkan hati kita menjadi taman bagi sekuntum bunga kematian.

 

Sekarang mari kita pelajari secara lebih mendalam lagi tentang dzikir. Dimana dzikir kepada Allah SWT ada dua macam, yaitu dzikir wajib dan dzikir sunnah. Kita wajib berdzikir (mengingat) Allah SWT dalam tiga situasi, yaitu:  

 

1.       Yang pertama, kita melihat adanya makhluk maka kita harus mengingat khalik-Nya.

2.    Yang kedua, apabila kita melihat ciptaan, maka kita harus bisa menyadari kekuatan dan kebijaksanaan Tuhan yang tidak terbatas karena telah memperlihatkan karya nyata berupa alam semesta ini.

3.   Yang ketiga, kita  harus  memandang Allah sebagai sumber anugerah dan seharus-nyalah kita tidak menyianyiakan cintaNya yang ditanamkan ke hati kita.

 

Sebagai tingkatan pertama mengenal Allah SWT, dzikir seperti ini adalah sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Apabila manusia telah mengenal Allah SWT pada tingkat wajib dan mulai mencintai-Nya dan mengabdi kepada-Nya maka dzikir yang terus dilakukannya menjadi sunnah baginya. Artinya, disunahkan kepadanya agar setiap kali melihat makhluk, ia selayaknya mengingat penciptanya. Setiap kali ia melihat suatu karunia, haruslah ia menganggapnya sebagai hadiah dari Allah SWT. Dan dengan begitu, ia tak akan melupakan Allah SWT selama hayat masih di kandung badan. Dzikir semacam ini tergolong ibadah yang paling baik. Selain dzikir wajib dan dzikir sunnah yang kami kemukakan di atas, masih ada pilihan berdzikir kepada Allah SWT dalam bentuk yang lainnya, yaitu:

 

1.   Dzikir yang dikaitkan dengan Ingat kepada hasil ciptaan-Nya, kebesaran-Nya, kema-haan-Nya. Jika dzikir ini yang kita lakukan terdapat pemisah antara diri kita selaku abd’ (hamba) dengan Allah SWT selaku Rabb.  

 

2.   Dzikir yang dikaitkan dengan Ingat langsung kepada Allah SWT. Jika ini yang kita lakukan tidak ada lagi tirai, perantaraan, hijab atau penghalang antara diri kita selalu abd’ (hamba) dengan Allah SWT selaku Rabb.

 

Selanjutnya agar kita mampu berdzikir seperti yang kami kemukakan diatas ini, berikut ini akan kami berikan sebuah ilustrasinya. Sewaktu kita mengingat presiden pertama dan kedua Indonesia, yaitu Ir Soekarno dan Jenderal Soeharto, secara utuh. Tentu kita tidak bisa hanya mengingat sosok dan penampilan dari penampilan phisik belaka. Jika ini yang kita lakukan kepada Ir Soekarno dan Jenderal Soeharto, tidak cukup bagi kita untuk mengingat secara baik dan benar. Kita juga wajib mengetahui sejarah perjuangan keduanya, kita juga wajib mengetahui dan memahami hasil dan karya nyata yang telah ditorehkannya baik yang tampil ke permukaan (told story) maupun yang tidak tampil ke permukaan (untold story). Barulah kita bisa mengenang mereka sebagai seorang yang berjiwa besar dan pahlawan bagi bangsa Indonesia.

 

Kita tidak akan bisa mengucapkan rasa kagum dan menaruh hormat kepada Ir Soekarno dan Jenderal Soeharto selaku presiden Republik Indonesia, jika hanya mengandalkan lisan semata. Kita harus mempergunakan segala elemen yang ada di dalam diri seperti mempergunakan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, ilmu untuk berpikir, hati untuk merasakan karya nyata mereka berdua, yang dipergunakan secara utuh satu kesatuan, maka barulah kita bisa mengingat kedua presiden Indonesia ini dengan baik dan benar.

 

Jika kepada manusia saja kita harus seperti itu, lalu bagaimana kita bisa mengingat Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT jika hanya melalui lisan semata? Agar kita mampu melakukan dzikir wajib kepada Allah SWT seperi yang kami kemukakan di atas, maka kita tidak bisa melakukannya hanya sebatas lisan semata. Namun kita harus mempergunakan ilmu dan pengetahuan yang diiringi dengan mata, telinga, hati kita untuk merasakan langsung tentang Allah SWT.

 

Akhirnya dzikir harus kita maknai bukanlah sebagai titik, melainkan sebagai koma. Sehingga tidak boleh berhenti di situ. Jika dzikir dipahami sebagai titik, kita akan terjebak ke dalam ritual ibadah. Tak ubahnya seperti orang orang Nasrani, Yahudi atau Majusi dalam melakukan ritual. Mereka mengingat dan menangis saat beribadah, mereka pun merasa berada di titik nol, mereka pun merasa berdosa dan memohon kepada tuhan mereka.

 

Kalau kita dapat memahami hal itu, maka orang orang yang berdzikir sejatinya adalah orang orang yang dapat melahirkan kesalehan individu yang tercermin dalam kesalehan sosial dalam dirinya. Inilah salah satu tujuan paling mulia yang dimaksud dari pelaksanaan ibadah dzikir kepada Allah. AllahSWT berfirman: “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut nyebut (membangga banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka diantara manusia ada yang berdoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia”, dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. (surat Al Baqarah (2) ayat 200).” 

 

Berikut ini akan kami kemukakan 3 (tiga) kegiatan dan sikap atau pandangan spiritual yang bisa kita lakukan selama hayat di kandung badan sebagai bentuk pengungkapan “hidup adalah bukanlah titik, melainkan koma” dikarenakan jika hidup dimaknai sebagai titik berarti kita telah mati. Inilah yang bisa kita lakukan, yaitu: 

 

1.   Mawas Diri. Mawas diri berarti pengenalan atau pencarian, atau penemuan jati diri seseorang dan kedalam spiritualnya, serta latihan kemampuan spiritual dan intelektual untuk memperoleh  nilai nilai kemanusiaannya untuk membangun nurani, membantu, dan memelihara dirinya. Ini adalah proses bagaimana seseorang membedakan baik dan buruk, amal dan dosa, dan bagaimana menjaga hati nurani. Lebih jauh lagi mawas diri adalah memberikan waktu kepada kita untuk mengevaluasi apa yang terjadi serta merencanakan sesuatu untuk masa depan.

 

Bertafakur adalah kesempatan bagi kita untuk menyadari kesalahan kesalahan masa lalu dan menyadari Allah SWT selalu mengawasi setiap langkah yang kita jalani, ini berarti pula kesadaran tanpa henti untuk selalu memperbaharui diri dalam jiwa seseorang. Kondisi tersebut adalah untuk mencapai hubungan yang harmonis dengan Allah SWT, dimana hubungan ini tergantung kepada kemampuan seseorang dalam menjalani kehidupan spiritualnya dan waspada terhadap keinginan keinginan yang berlebihan dalam jiwanya. Kesuksesan hidup berarti dapat memelihara hubungan yang langgeng dengan alam sebagaimana dia mempertahankan jiwa raganya.

 

2.   Berdzikir (Reflection). Berdzikir adalah langkah penting untuk menyadari apa yang sedang terjadi di sekitar kita dan menyimpulkan daripadanya. Berdzikir adalah kunci emas untuk membuka pintu pengalaman, suatu tanah persemaian bagi pohon kebenaran, dan merupakan titik awal bagi terbukanya mata hati. Karena itu, wakil manusia yang paling agung, yang paling utama dalam berdzikir, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tiada satu amalan ibadah pun yang nilainya menyamai berdzikir. Maka berdzikirlah tentang karunia Allah dan hasil perbuatan-Nya, namun jangan engkau mencoba untuk memikirkan akan dzat-Nya, karena engkau tidak akan pernah bisa melakukannya.” Hadits tersebut menggambarkan pahala dan kebaikan dari berdzikir, manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW, menentukan, serta mengingatkan batas batas pemikiran dan kemampuan kita.

 

3.    Bersyukur. Bersyukur yang sesungguhnya berada di dalam hati seseorang akan tercer-min dalam sikap dan tingkah lakunya bahwa semua berasal dari Allah SWT dan memengaruhi kehidupan sehari harinya. Allah SWT berfirman: “Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (surat Ibrahim (14) ayat 34).’ Seseorang dapat bersyukur kepada Allah secara lisan atau melalui ibadahnya jika ia merasa yakin untuk mengakui dengan sungguh sungguh bahwa seluruh hidupnya, keberadaannya, dirinya, penampilan phisiknya, seluruh kemampuannya, dan seluruh prestasinya adalah semuanya karena Allah SWT. Sebagai pribadi-pribadi yang mampu berdzikir (lisan, hati, dan perilaku) dalam satu kesatuan adalah pribadi-pribadi yang mengerti dan memahami makna bersyukur.

 

Dia mensyukuri apa apa yang telah diberikan Allah SWT kepadanya, seperti bersyukur atas pendengaran, bersyukur atas penglihatan, bersyukur atas ilmu, bersyukur atas iradat, bersyukur atas kekuatan dan kemampuan (qudrat), bersyukur atas hayat, bersyukur atas sehatnya jasmani, dan lain sebagainya.

 

“Abu Darda ra, berkata: “Setiap sesuatu itu mempunyai kilapan dan kilapan hati itu adalah dengan berdzikir kepada Allah SWT.

 

“Ibnu Al Qayyim Al Jauziyah juga berkata, “Sesungguhnya hati itu bisa berkarat seperti halnya tembaga dan perak. Maka untuk membersihkan karat tersebut adalah dengan berdzikir, sebab ia akan membuantnya mengkilap seperti cermin putih. Apabila hari dibiarkan, maka ia akan berkarat dan apabila dibawa berdzikir, maka ia akan cemerlang. Hati berkarat itu disebabkan oleh dua hal, kelaiaan dan dosa. Sedangkan cara membuatnya mengkilap adalah dengan istighfar dan dzikir.

 

“Ibnu Taimiyah pernah berkata, “Sesungguhnya kelezatan, kebahagiaan, dan keindahan yang tak bisa diungkapkan dengan kata kata, hanya terdapat pada saat mengenal Allah SWT, mengesakan-Nya, dan beriman kepada-Nya, serta saat mengambil manfaat lewat hakikat keimanan dan pengetahuan AlQuran.

 

Seseorang yang senantiasa berdzikir (mengingat Allah SWT) pasti tidak akan menyianyiakan atas apa apa yang telah diberikan Allah SWT sehingga hidupnya tidak akan digunakan untuk mendatangkan dosa dan bencana bagi dirinya, bagi keluarga, bagi masyarakat, bagi bangsa dan negaranya. Pribadi yang berdzikir tentu memiliki mata, telinga, hidung, perasaan, mulut, tangan, kaki yang juga berdzikir. Hal ini karena semuanya selalu terjaga dan dijaga oleh Allah SWT.

 

Tetesan air matanya mudah jatuh dan hatinya mudah tergetar ketika telinga, mata, perasaannya menangkap lantunan ayat suci AlQuran atau ketika melihat ada orang yang didekatnya mengalami kesusahan atau mudah mendoakan orang lain tanpa diketahui oleh orang yang bersangkutan. Hatinya selalu berbisik kepada matanya, kepada telinganya, kepada tangan dan kakinya agar ia selalu mampu menampilkan penampilan Allah SWT dalam hidupnya selama hayat masih di kandung badan. Sungguh Allah Maha Besar, lalu nikmat mana lagi yang kita dustakan!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar