C. MIQAT.
Miqat artinya Waktu, atau dapat juga bermakna Tempat. Adanya pengertian
ini maka Miqat Haji artinya waktu melakukan ihram haji, atau tempat mulai
melakukan ihram haji atau ihram umroh. Miqat haji atau umroh ada dua macam,
yaitu:
1. Miqat Zamani, yakni masa di
mana harus dikerjakan manasik (amalan-amalan) Haji, sedangkan waktu Haji itu
adalah bulan Syawal-Zulqaidah dan hari ke Sembilan dari bulan Zulhijjah;
2. Miqat Makani, yakni tempat
memulai Ihram. Rasulullah SAW telah menetapkan tempat-tempat mengambil miqat,
sebagai berikut:
a. Miqat Dzul al Khulaifah (Masjid Bir Ali): bagi orang yang menuju Makkah dari kota Madinah.
b.
Miqat Al Juhfah: bagi oraang yang menuju Makkah dari
arah Syam.
c.
Miqat Rabigh: bagi orang yang menuju Makkah dari
arah Mesir dan Syiria.
d.
Miqat Qarn al Manazil: bagi orang yang menuju Makkah
dari arah Najd.
e.
Miqat Zatul Irqin: bagi orang yang menuju Makkah
dari arah Iraq.
f. Miqat Yalamlam: bagi orang yang menuju Makkah dari
arah Yaman dan Indonesia.
Tempat-tempat mengambil Miqat sebagaimana
yang kami kemukakan di atas ini, merupakan berasal dari 2 (dua) buah ketentuan
hadits yang kami kemukakan berikut ini:
“Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah telah menentukan Miqat, yaitu
untuk ahli Madinah; Dzu Al Khulaifah, untuk ahli Syam; Juhfah, untuk ahli
Yaman: Yalamlam, dan untuk ahli Nejd; Qarn al Manazil. Ia berkata: Tempat
tempat itu adalah Miqat bagi penduduk disana dan bagi orang yang lewat tempat
tempat itu untuk selain penduduk di tempat tempat itu, yaitu bagi yang
bermaksud Haji dan Umroh, maka barangsiapa yang tempatnya di belakang Miqat
Miqat itu, maka ihramnya darimana ia berada. Demikian juga penduduk Makkah
berihram dari tempat mereka berada/tinggal”. (Hadits Riwayat Ahmad)
Dari Abu Hurairah ra, ia
berkata: “Sesungguhnya Nabi SAW telah menentukan Miqat untuk ahli Madinah: Dzul
Al Khulaifah, untuk ahli Syam; Juhfah, untuk ahli Nejd; Qarn al Manazil, dan
untuk ahli Yaman; Yalamlam. Tempat tempat itu adalah Miqat bagi mereka yang
tinggal disana atau orang orang yang datang melewati tempat tempat itu bagi
orang yang bermaksud untuk Haji dan Umroh, sedangkan bagi orang yang berada di
luar batas itu, maka darimana saja ia berada termasuk orang orang penduduk
Makkah adalah dari Makkah. (Hadits Riwayat Bukhari).”
Mengambil Miqat adalah hal mutlak yang harus dilakukan bagi setiap jamaah
umroh yang pelaksanaannya tidak bersamaan dengan ibadah haji. Siapapun
jamaahnya tanpa terkecuali wajib mengambil Miqat.
Mengambil Miqat berarti kita akan mulai melaksanakan rangkaian ibadah
Umroh yang tidak bersamaan dengan ibadah haji dan juga mulai saat itulah diri
kita terikat dengan ketentuan ketentuan Ihram. Jika jamaah Umroh tidak
mengambil Miqat akan mengakibatkan tidak sahnya ibadah umrohnya. Miqat tidak
bisa digantikan dengan ibadah lainnya atau tidak bisa diganti dengan uang.
Miqat merupakan rukun dari ibadah umroh yang dilakukan di luar ibadah haji.
Miqat sebagai bagian dari Rukun Umroh, tidak mengenal apa yang dinamakan
dengan Miqat wajib ataupun Miqat sunnah sehingga mengambil Miqat tidak diiringi
dengan ibadah lain untuk menyempurnakannya. Rukun tetaplah Rukun, jika tidak
dilaksanakan maka tidak sah ibadah haji seseorang atau tidak sah ibadah umroh
seseorang. Jika Miqat tidak mengenal apa yang dinamakan dengan Miqat Wajib
ataupun Miqat Sunnah berarti tidak ada pula rentetan ibadah lain yang
menyertainya seperti Thawaf Sunnah, Sa’i Sunnah apalagi Tahallul Sunnah.
Sedangkan Thawaf Sunnah dilaksanakan tanpa Miqat, tanpa Ihram, bisa
dilaksanakan selama jamaah berada di Masjidil Haram kapan saja sepanjang syarat
dan ketentuan Thawaf kita penuhi seperti dalam keadaan suci atau berwudhu.
Sebagai tamu yang datang ke Baitullah untuk menunaikan ibadah umroh jangan
sampai kita membuat aturan-aturan baru yang tidak pernah ada sebelumnya atau
membuat tuntunan baru yang tidak pernah ada sebelumnya seperti melaksanakan
sesuatu ibadah yang sering dinamakan dengan istilah “Umroh Sunnah” baik untuk kepentingan
diri sendiri ataupun untuk kepentingan orang lain yang diistilahkan dengan “Ba’dal
Umroh”.
Agar diri kita tidak melakukan sesuatu ibadah yang tidak ada tuntunannya atau
melaksanakan ibadah karena ikut-ikutan hanya karena banyak yang melaksanakannya
lalu kita melaksanakannya pula. Ingat, apakah sesuatu yang banyak dilakukan
(maksudnya banyak yang melakukan apa yang dinamakan umroh sunnah atau ba’dal
umroh) itu sudah pasti benar dan sesuai dengan tuntunan yang berlaku? Ayo
belajar, belajar dan belajar sebelum kita menunaikan ibadah umroh). Jangan
sampai akibat kebodohan kita yang tidak mau belajar akhirnya kita ikut-ikutan
di dalam melaksanakan ibadah yang tidak ada ketentuannya. Semoga hal ini tidak
terjadi pada diri kita saat menunaikan ibadah haji dan umroh.
Selanjutnya sebelum diri kita memasuki Miqat, yang merupakan titik awal
dari sebuah perubahan besar yang harus kita lakukan untuk memulai sebuah
pertunjukkan ibadah umroh yang kesemuanya harus dinyatakan dengan niat yang
ikhlas. Lalu apa yang harus kita nyatakan dalam niat itu, jika kita hanya
menunaikan umroh saja diluar pelaksanaan ibadah haji. Jika kita ingin umroh
lalu nyatakan bahwa kita akan umroh dengan menyatakan: “Labbaika Allaahumma umrotan” atau “Nawaitul 'umrota
wa ahromtu bihaa lillaahi ta'aalla”. Artinya: Aku sambut panggilan-Mu Ya
Allah untuk ber Umroh atau Aku niat Umroh dengan berihram
karena Allah Ta’ala. Dan jika Miqat
sudah kita nyatakan dalam niat umroh yang tidak bersamaan dengan ibadah haji
berarti pada saat itu juga kita harus menyatakan hal hal sebagai berikut:
1. Kita telah
meninggalkan rumah untuk menuju Baitullah;
2. Kita telah
meninggalkan kesibukan dunia untuk memperoleh cinta Allah SWT;
3. Kita telah
meninggalkan keakuan atau ego untuk berserah diri kepada Allah SWT;
4. Kita telah
meninggalkan penghambaan untuk memperoleh kemerdekaan;
5. Kita telah
meninggalkan diskriminasi rasial untuk mencapai persamaan, ketu-lusan dan
kebenaran;
6. Kita telah
meninggalkan pakaian untuk bertelanjang;
7. Kita telah
meninggalkan hidup sehari-hari untuk memperoleh kehidupan yang abadi;
8. Kita telah
meninggalkan sikap mementingkan diri sendiri dan hidup tidak ter-arah untuk
menjalani kehidupan yang penuh bakti dan tanggung jawab;
9. Kita telah
meninggalkan dan menanggalkan jiwa fujur menuju jiwa taqwa dan seterusnya yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Setelah berniat dan memasuki Miqat berarti pertunjukan ibadah umroh
dimulai, dimana kita sudah berganti pakaian dari pakaian sehari-hari menjadi ihram
untuk segera menuju kepada yang satu, Allah SWT.
Untuk itu ketahuilah bahwa pakaian sehari-hari yang kita kenakan
melambangkan pola, preferensi, status dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian
menciptakan batas palsu yang menyebabkan perpecahan, perbedaan diantara umat
manusia, yang pada akhirnya melahirkan diskriminasi serta melahirkan konsep
aku, bukan kami sehingga lahirlah rasku, kelasku, kelompokku, golonganku,
keluargaku, nilai-nilaiku, dan aku sebagai manusia. Kini lepaskanlah pakaianmu
dan tinggalkanlah semuanya di Miqat, lalu pakailah dua helai kain putih yang
tidak berjahit yang sederhana, yang dikenakan adalah pakaian yang sama seperti
yang dikenakan oleh orang-orang lainnya.
Saat Miqat, apapun ras dan suku, apapun kedudukan dan pangkat, apakah
kaya ataupun miskin, lepaskanlah dan tanggalkanlah segala pakaian yang kita
kenakan sebagai: Srigala yang melambangkan kekejaman dan penindasan; tikus yang
melambangkan kelicikan; anjing yang melambangkan tipu daya; domba yang
melambangkan penghambaan.
Tinggalkan dan hilangkan semua pakaian itu di Miqat dan jadikan diri kita
yang sesungguhnya adalah ruh dan gunakan taqwa sebagai pakaian utama
kita.Kenakanlah dua helai kain.Yang sehelai taruhlah di atas bahumu dan yang
sehelai lagi lilitkanlah ke pinggangmu. Disini tidak ada gaya atau bahan-bahan
yang khusus karena kain yang kita kenakan dari bahan yang sederhana.
Lalu saksikanlah dan renungkanlah betapa keseragaman telah terjadi, yaitu
putih-putih dan semua yang putih-putih itu bergerak untuk menuju Allah SWT Dzat
Yang Maha Suci dalam satu niat dan satu tujuan. Untuk itu janganlah tinggi hati
karena kita disini bukan untuk mengunjungi seorang manusia, tetapi hendaklah
rendah hati karena kita akan menjadi tamu Allah SWT. Karena kita akan bertemu
dengan Allah SWT dan merasakan rasa diterima oleh Allah SWT karena kita sudah
ditunggu kedatangannya oleh Allah SWT di Baitullah.
Setiap orang mengenakan kain ihram yang sama sehingga tidak terlihat
perbedaan diantara seseorang dengan yang lainnya. Setelah menanggalkan pakaian
beserta semua tanda-tanda yang membedakan seseorang dari yang lain-lainnya,
barulah kita boleh dan diperbolehkan untuk bergabung dengan orang banyak,
dengan tamu-tamu yang lainnya yang kehadirannya sudah ditunggu oleh Allah SWT
di Baitullah.
Di dalam keadaan ihram lupakanlah segala sesuatu yang mengingatkan kita
kepada kehidupan dunia. Ingat Allah SWT dimanapun, dalam kondisi apapun karena
kita sedang menjadi tamu Allah SWT dan Allah SWT pasti menghormati tamunya
serta Allah SWT pasti bertanggungjawab kepada tamunya sepanjang tamunya tidak
memalingkan diri dari Allah SWT.
Setiap manusia adalah sama. Setiap orang yang melaksanakan ibadah umroh telah
berpaling dari dirinya sendiri dan hanya menghadap kepada Allah SWT semata.
Jika sebelum menunaikan ibadah umroh kita lupa kepada persamaan diantara
sesama. Kita tercerai-berai karena kekuatan, kekayaan, keluarga, tanah dan ras
serta pangkat dan jabatan. Tetapi melalui pengalaman umroh harus membuat kita
menemukan pandangan baru bahwa diri kita semua adalah satu dan hanya seorang
manusia biasa, miskin, hina, orang yang menumpang, yang tidak bisa apa-apa,
yang tidak bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT sehingga kita harus tunduk
patuh kepada Allah SWT baik di “Tanah Haram” maupun di “Tanah Halal”. Kondisi
ini harus bisa kita pertahankan tidak hanya saat menunaikan ibadah umroh, melainkan
juga setelah pulang dari melaksanakan ibadah umroh sepanjang hayat masih di
kandung badan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar