Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 07 Juni 2024

PRASYARAT MENUJU UMROH YANG DIKEHENDAKI ALLAH SWT (PART 2 of 3)

 

  

Untuk itu mari kita perhatikan hikmah-hikmah yang hakiki yang terdapat di balik diperkenankannya diri kita melaksanakan ibadah umroh, sebagaimana berikut ini:   

 

1.   Untuk Menyelamatkan Ruh Sehingga Ruh Mampu Datang Fitrah Kembali Fi-trah Agar Bisa Bertemu Dengan Dzat Yang Maha Fitrah.

 

Salah satu hikmah dari pelaksanaan ibadah umroh adalah untuk menyelamatkan ruh yang tidak lain adalah jati diri manusia yang sesungguhnya. Ruh harus diselamatkan dari pengaruh buruk ahwa (hawa nafsu) dan juga setan yang mengakibatkan kualitas ruh menjadi tidak fitrah lagi (menjadikankan  jiwa kita menjadi jiwa fujur). Ruh asalnya fitrah dan harus kembali dalam kondisi yang fitrah (jiwa muthmainnah) agar bisa bertemu dengan Allah SWT Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah (maksudnya surga).

 

Sebagai jamaah umroh yang berkehendak untuk menyelamatkan ruh akibat pengaruh buruk dari ahwa (hawa nafsu) dan juga setan maka kita harus merubah pola berpikir terhadap ibadah yang kita laksanakan dengan mencanangkan program baru. Sehingga ruh akan selalu fitrah (berjiwa muthmainnah) yang  konsisten dan berkualitas selama hayat masih di kandung badan. Untuk itu ruh harus selalu memperoleh asupan energi keimanan melalui pelaksanaan ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT melalui pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah (secara menyeluruh), dengan catatan bahwa :

 

1.    Ibadah  yang  kita  laksanakan bukanlah untuk mencari pahala, atau memba-talkan sebuah kewajiban. Ibadah adalah kebutuhan yang hakiki bagi diri dan jiwa kita.

 

2.     Ibadah merupakan sarana dan alat bantu terbaik untuk memberi asupan ma-kanan atau energi guna pertumbuhan keimanan, atau untuk mempertahankan kualitas keimanan yang sangat dibutuhkan oleh ruh atau jiwa kita.

 

3.   Ibadah merupakan sarana dan alat bantu untuk memantapkan iman dalam jiwa, sehingga jiwa kita berada di dalam kelompok jiwa taqwa, dalam hal ini jiwa muthmainnah.

 

4.   Ibadah merupakan sarana dan alat bantu untuk memperbaharui sumber ke-kuatan guna memperoleh pertolongan Allah SWT yang sangat diperlukan untuk mensukseskan tugas manusia sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.

 

5.     Ibadah  adalah  sarana  dan  alat bantu untuk menggarap hati kita agar men-jadi lebih peka terhadap lingkungan, lebih teguh terhadap perintah dan larangan Allah SWT.

 

6.   Ibadah  adalah  sarana  dan alat bantu untuk membina pribadi-pribadi ma-nusia dalam kerangka mempertahankan dan memelihara serta mengembangkan dan meningkatkan apa apa yang telah diberikan Allah kepada diri kita.

 

7.    Ibadah adalah sarana dan alat bantu untuk mensukseskan tugas kita sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi serta untuk mencari keridhaan Allah.

 

 

Selain dari itu, masih ada ketentuan lain yang harus kita pahami dengan baik dan benar yaitu tentang adanya ketentuan dasar tentang ruh dan juga tentang jasmani, yaitu:

 

a.   Ruh memiliki ketentuan datang fitrah kembali harus fitrah maka ruh sangat membutuhkan pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah (menyeluruh dalam satu kesatuan).

 

b.    Kemampuan jasmani sangat berhubungan erat dengan posisi usia seseorang. Semakin tua usia seseorang maka jasmani pasti akan mengalami penurunan kemampuan. Inilah sunnatullah yang pasti berlaku kepada jasmani.

 

c.  Kemampuan ruh tidak berhubungan langsung dengan tua atau mudanya  seseorang, melainkan sejauh mana kita mampu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah. Semakin kaffah (khusyu’) kita melaksanakan Diinul Islam maka semakin berkualitas atau semakin fitrah ruh seseorang.

 

d.  Untuk itu jangan pernah menjadikan ruh mengikuti sunnatullah yang ber-laku bagi jasmani. Semakin tua semakin berkurang kemampuannya. Cukup jasmani saja yang menjadi tua atau berkurang kemampuannya namun ruh haruslah tetap muda (maksudnya tetap berkualitas atau tetap fitrah sesuai dengan kehendak Allah SWT).

 

e.     Sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi jangan sam-pai tuanya jasmani diikuti dengan tuanya ruh (maksudnya jangan sampai penurunan kualitas jasmani diikuti dengan menurunnya kefitrahan ruh) dan jika sampai ini terjadi maka sesuailah diri kita dengan kehendak setan.

 

f.   Ruh yang tetap dalam kondisi fitrah akan sangat membantu kondisi dan keadaan jasmani yang sedang mengalami penurunan kemampuan, sehingga kita tetap mampu hidup berkualitas dari waktu ke waktu serta mampu bermanfaat bagi orang banyak. 

 

Ingat, ruh dengan keimanan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dikarenakan makanan ruh adalah keimanan yang didapat dari pelaksanaan ibadah sebagai buah dari  kebutuhan kita saat melaksanakan ibadah. Adanya keimanan yang berkualitas akan menjadikan ruh kuat. Keimanan juga akan menjadi benteng (pelindung) bagi ruh dari gangguan ahwa (hawa nafsu) dan juga setan serta menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT. Untuk itu jangan pernah menyianyiakan kesempatan menunaikan ibadah umroh oleh sebab apapun juga.

 

2.       Merasakan Nikmatnya Bertuhankan Allah Di Tempat Yang Terbaik.

 

Setiap manusia pasti akan menghadapi monster-monster kehidupan yang memang sudah menjadi skenario Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang yang sabar. (surat Al Baqarah (2) ayat 155).” Inilah monster-monster kehidupan yang harus kita hadapi  dan kitapun harus mampu mengalahkannya. Lalu bagaimana kita bisa mengalahkannya?

 

Allah SWT selaku pembuat skenario kehidupan manusia, sudah memiliki skenario pula untuk mengatasinya, yaitu salah satunya adalah melalui hikmah dari pelaksanaan ibadah umroh dimana Allah SWT berkehendak kepada diri kita agar kita mampu merasakan langsung nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT terutama saat diri kita berada di tempat yang terbaik yang ada di muka bumi ini, yaitu di Masjidil Haram yang ada di kota Makkah Al Mukaramah dan juga di Masjid Nabawi yang ada di kota Madinah.

 

Di Masjidil Haram kita bisa melaksanakan shalat wajib dan sunnah yang nilainya melebihi nilai shalat jika didirikan di luar Masjidil Haram, sebagaimana hadits berikut ini: “Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya. (Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Majah).”. Selain shalat wajib dan shalat sunnah, di Masjidil Haram kita juga bisa melaksanakan thawaf sunnah tanpa ihram dan tanpa miqat, memperbanyak membaca dan menghayati AlQuran. Di Masjidil Haram kita bisa berdoa, bertasbih dan bertahmid kepada Allah SWT yang langsung digerakkan oleh orang yang melaksanakan Thawaf.

 

Adanya fasilitas yang hanya berlaku di Masjidil Haram  dan juga di Masjid Nabawi ditambah dengan sebuah perasaan yang terasa begitu nikmat saat diri kita diterima kehadirannya oleh Allah SWT yang begitu luar biasa bisa kita jadikan sebagai oleh-oleh atau kenang-kenangan atau pembelajaran yang tidak terlupakan dalam perjalanan hidup kita sehingga mampu menjadi pelajaran kehidupan yang sangat berharga sampai diri kita bertemu dengan Allah SWT kelak di syurga.

 

Inilah pelajaran dan pengajaran yang berasal dari Allah SWT dari ibadah umroh yang kita laksanakan sehingga bisa menjadi faktor kekuatan bagi diri kita saat menjadi hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini. Lalu diri kita mampu berdiri tegar, tegas, sabar, kuat di dalam  menghadapi segala ujian dan cobaan hidup yang pasti terjadi sebagaimana surat Al Baqarah (2) ayat 155  di atas dan akhirnya kita mampu menjadi pemenang. Sungguh luar biasa skenario Allah SWT untuk kepentingan umat manusia, termasuk untuk kepentingan diri kita, sepanjang kita mau menyadarinya dan mau melaksanakannya dengan baik dan benar yang dilandasi dengan niat yang ikhlas.

 

3.   Turut Serta Dalam Menggerakkan Energi Pengagungan dan Doa Kepada Allah SWT Melalui Prosesi Thawaf.

 

Hikmah lain yang sangat luar biasa dari melaksanakan ibadah haji (ibadah umroh) adalah Allah SWT berkehendak agar diri kita terlibat langsung di dalam proses menggerakkan energi-energi  yang diarahkan oleh umat manusia ke satu titik tertentu, dalam hal ini ke Ka’bah. Adapun energi yang diarahkan dan yang fokuskan ke satu titik itu adalah energi dari shalat. Di dalam shalat terdapat dua energi besar yaitu energi pengagungan atas kebesaran dan kemahaan Allah SWT dan juga adanya energi doa dan harapan manusia yang dipanjatkan dan yang dimohonkan baik melalui ibadah shalat maupun yang diluar ibadah shalat.

 

Adanya energi yang terkumpul dalam satu titik, maka energi ini harus digerakkan dimana penggeraknya adalah adanya gerakan berlawanan arah dengan arah jarum jam sehingga gerakan ini berkeseuaian dengan teori energi yang mengatakan setiap energi yang digerakkan berlawanan arah dengan arah jarum jam maka energi yang ada akan naik ke atas. Proses ini ada pada prosesi Thawaf yang dilakukan oleh jamaah haji dan juga oleh jamaah umroh. 

 

Jika saat ini diri kita sedang menunaikan ibadah haji (atau sedang menunaikan ibadah umroh) maka kita termasuk orang orang yang turut terlibat langsung di dalam menggerakkan energi yang sudah terkumpul di Ka’bah sehingga terangkatlah atau naiklah energi-energi tersebut ke atas untuk menuju kepada Allah SWT melalui prosesi Thawaf yang kita lakukan. Begitu luar biasanya Allah SWT di dalam membuat scenario- skenario ibadah yang telah diperintahkannya kepada diri kita. Lalu pernahkah mencoba mempelajari dan menghayatinya sampai sedemikian rupa sehingga kita sangat membutuhkan ibadah haji? Semoga kita yang telah diperintahkan oleh Allah SWT menunaikan ibadah haji atau ibadah umrog tidak mengecewakan Allah SWT.

 

4.       Pembuktian Hasil Dari Menjadi Tuan Rumah Bagi Bulan Ramadhan.

 

Salah satu ajaran Islam adalah wajib hukumnya untuk menghormati tamu yang datang. Setiap tahun kita selalu didatangi oleh tamu yang agung, yaitu Ramadhan bulan yang mulia. Jika bulan Ramadhan adalah tamu yang mulia maka yang menjadi tuan rumah bagi tamu yang mulia adalah diri kita. Bulan Ramadhan sebagai bulan yang mulia yang datang setiap tahun kepada diri kita maka kemuliaan tamu yang datang sangat tergantung kepada kemuliaan diri kita selaku tuan rumah bagi bulan Ramadhan. Dan alangkah ruginya diri kita jika kemuliaan tamu yang datang tercoreng oleh ulah diri kita yang berperilaku buruk lagi tidak memuliakan kepada tamu yang datang tersebut. Padahal tamu yang mulia itu datang tidak memiliki kepentingan bagi dirinya, namun untuk kebaikan diri kita selaku tuan rumah.

 

Adanya kehadiran bulan Ramadhan kepada diri kita setiap setahun sekali berarti setiap tahun kita sedang mengalami proses belajar dan pengajaran yang dilakukan oleh Allah SWT untuk menjadi tuan rumah yang mulia bagi Ramadhan yang mulia. Sekarang proses pembelajaran melalui ibadah puasa di bulan Ramadhan kepada diri kita sudah berlangsung sekian kali selama kita hidup maka kondisi ini seharusnya akan memudahkan diri saat kita menunaikan ibadah haji atau ibdah umroh karena kita sudah belajar bagaimana menjadi tuan rumah yang mulia bagi tamu yang mulia.

 

Adalah sebuah kebaikan yang tidak terhingga jika kita bisa memanfaatkan momentum ini hanya dengan merubah posisi dan konsep diri kita dari yang sebelumnya sudah mampu menjadi tuan rumah yang mulia bagi Ramadhan yang mulia menjadi  tamu yang mulia dihadapan Allah SWT Dzat Yang Maha Mulia saat melaksanakan ibadah umroh di Baitullah. Sadarkah kita dengan kondisi dan keadaan ini? Hampir sebahagian orang tidak menyadarinya atau bahkan tidak tahu dengan keadaan ini.

 

Inilah hikmah yang ada dibalik perintah menunaikan ibadah haji atau ibadah umroh yang kita hubungkan dengan perintah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Sungguh luar biasa Allah SWT yang begitu sempurna membuat sebuah skenario ibadah bagi kepentingan hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini. Jadi semakin cepat kita menunaikan ibadah haji atau ibadah umroh semakin cepat pula kita mendapatkan pelajaran berharga dari Allah SWT yaitu bagaimana bersikap menjadi tamu yang mulia sehingga kita bisa berbuat yang mulia pula kepada sesama selama hayat masih di kandung badan.

 

5.       Belajar Toleransi Dalam Keberagaman.

 

Hikmah lain dari ibadah haji atau ibadah umroh yang kita laksanakan adalah Allah SWT berkehendak agar diri kita mampu mengambil hikmah tentang keberagaman yang ada di muka bumi ini saat berada di Baitullah. Allah SWT di tengah keberagaman atas ciptaan-Nya memiliki parameter sendiri untuk menilai tamu yang hadir melaksanakan ibadah haji atau ibadah umroh.

 

Allah SWT dengan tegas di dalam pelaksanaan ibadah haji atau ibadah umroh tidak memandang warna kulit tamunya; Allah SWT juga tidak memandang suku bangsa tamunya; Allah SWT juga tidak memandang bahasa tamunya; Allah SWT tidak memandang budaya tamunya; Allah SWT juga tidak memandang pangkat, jabatan, kekayaan serta keturunan yang dimiliki tamunya. Allah SWT hanya memandang dan menilai tamunya dari sisi niatnya, dari sisi keimanan dan ketaqwaannya, dari sisi tujuan yang hakiki saat menunaikan ibadah  umroh.  

 

Saat diri kita berada di Masjidil Haram, saat kita berada di Masjid Nabawi, Allah SWT begitu jelas memperlihatkan dan mempertontonkan sesuatu yang bisa dilihat langsung dan dirasakan langsung bahwa keberagaman bukanlah pesan utama yang hendak Allah SWT perlihatkan kepada kita. Pesan nyata Allah SWT dari pelaksanaan ibadah umroh adalah di tengah keberagaman umat manusia yang begitu banyak yang hadir menunaikan ibadah umroh yaitu adanya kesamaan tujuan dan adanya kesamaan niat yaitu semuanya menuju kepada yang satu yaitu Allah SWT. Sebuah pertunjukkan yang spektakuler yang dipertontonkan lewat ibadah haji atau ibadah umroh oleh Allah STW kepada seluruh umat manusia.

 

Untuk itu, setelah kita kembali dari menunaikan ibadah haji atau ibadah umroh jangan pernah banggakan suku bangsa kita yang kita miliki. Jangan pernah membanggakan asal usul keturunan kita. Jangan pernah banggakan budaya kita. Jangan pernah pula membanggakan pangkat, jabatan, kedudukan, gelar, apalagi harta kekayaan yang kita miliki. Hal itu bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan dihadapan Allah SWT. Apalagi membanggakan diri bahwa kita telah mampu menunaikan ibadah haji atau ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT baik kepada manusia apalagi kepada Allah SWT. Sekali lagi, jangan pernah lakukan hal ini.

 

Agar diri kita mampu menjadi tamu, atau menjadi hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang dibanggakan oleh Allah SWT setelah menunaikan ibadah haji atau umroh maka buatlah Allah SWT  tersenyum bangga melalui ibadah ikhsan yang kita lakukan dalam kerangka pembuktian bahwa kita telah mampu menjadi tamu yang mulia dihadapan Allah SWT Dzat Yang Maha Mulia. Laksanakan secara perlahan namun pasti. Laksanakan dari yang kecil menuju yang besar tanpa harus buru-buru. Jangan pernah takut dan ragu membuktikan hasil menunaikan ibadah haji atau ibadah umroh, tetapi takutlah jika tidak mampu membuktikan bahwa kita pernah menunaikan ibadah haji atau ibadah umroh.

 

D. MAMPU MEMAHAMI SIAPA TAMU DAN SIAPA TUAN RUMAH SAAT MENUNAIKAN IBADAH UMROH.

 

Setiap jamaah yang akan menunaikan ibadah haji atau ibadah umroh harus mengerti siapa yang menjadi tamu dan siapa yang menjadi tuan rumah. Dalam pelaksanaan ibadah haji atau ibadah umroh yang akan kita laksanakan maka ketahuilah yang menjadi tamu adalah diri kita sedangkan yang menjadi tuan rumah adalah Allah SWT dan Allah SWT juga selaku pengundang dari tamu yang datang sebagaimana hadits berikut ini:  Nabi SAW bersabda: “Tamu Allah ada tiga: Orang yang berhaji, orang yang berumroh, dan orang yang berperang sabil. (Hadits Riwayat An Nassa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari Abu Hurairah ra,).”

 

Hal ini penting kita pahami karena dengan diri kita paham siapa diri kita dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya sehingga mengharuskan kita untuk tahu diri, bukan untuk unjuk diri seperti layaknya Tuan Rumah. Tamu bukanlah sesuatu yang bisa mensejajarkan diri selayaknya Tuan Rumah.

 

Sebagai tamu yang datang ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji atau umroh sudah sepantasnya dan sepatutnya kita mempelajari, mentaati, melaksanakan segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuan Rumah. Jangan sampai kita selaku tamu yang diundang ke Baitullah justru mengatur Tuan Rumah dengan membuat aturan-aturan baru yang berseberangan dengan apa apa yang telah ditetapkan oleh Tuan Rumah, terkecuali jika kita ingin dinilai sebagai tamu yang tidak tahu diri saat berhaji atau umroh.  

 

Allah SWT selain Tuan Rumah saat pelaksanaan ibadah haji atau umroh adalah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi, termasuk yang menciptakan diri kita. Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas siapakah diri kita yang sebenarnya dan siapakah Allah SWT yang sesungguhnya. Kita bukanlah apa-apa dibandingkan dengan Allah SWT. Kita ada karena diciptakan oleh Allah SWT. Kita ada di muka bumi karena dijadikan Allah SWT sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang menumpang di muka bumi tentu kita harus melaksanakan segala perintah, atau melaksanakan segala ketentuan yang berlaku di muka bumi termasuk menunaikan ibadah haji atau umroh.

 

Saat ini perintah menunaikan ibadah haji yang mabrur yang pahalanya adalah syurga atau ibadah umroh sebagai penghapus dosa-dosa sudah berlaku di muka bumi sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Antara Umroh yang pertama dengan Umroh yang kedua penghapus dosa dosa (yang dilakukan antara keduanya) dan haji mabrur tiada pahala kecuali syurga. (Hadits Riwayat Bukhari).” Adanya ketentuan ini berarti jika kita ingin menjadi tamu yang baik lagi dibanggakan oleh Tuan Rumah, maka kita harus melaksanakan ibadah haji atau ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sudahkah diri kita memiliki ilmu dan juga pemahaman tentang itu semua termasuk sudahkah kita mengenal diri untuk tahu diri? Semoga kita yang diberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji atau umroh mampu mengenal diri dan mengenal Allah SWT sehingga kesempatan untuk menjadi tamu yang tahu diri terbuka bagi diri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar