Agar Konsep Tahu Diri dan Tahu Aturan Main serta
Tahu Tujuan Akhir yang telah kita miliki berhasil guna, maka langkah berikutnya
adalah kita harus memiliki visi, yaitu kompas hidup yang membuat kita tahu hal
terbesar yang harus kita lakukan, yang akan membuat kita dikenang karena
prestasi yang luar biasa dalam kebaikan dalam kerangka ibadah ikhsan. Sekalipun
visi adalah kompas hidup, tetapi kita tidak hanya berusaha menggapainya hanya
dengan sebelah mata. Visi adalah kemampuan melihat tujuan hidup dengan ke dua
mata, yakni mata akhirat dan mata dunia. Kita tidak bisa hanya memiliki visi
akhirat tanpa prestasi luar biasa di dunia yang akan memudahkan kita mencapi
visi akhirat. Demikian pula sebaliknya, kita tidak bisa hanya terobsesi pada
pencapaian prestasi visi dunia dengan mengesampingkan prestasi visi akhirat.
Visi hidup haruslah mencakup prestasi visi dunia yang akan memudahkan kita
mencapai visi terbesar di akhirat kelak.
Visi hidup adalah arah tujuan utama dari
kehidupan kita. Sebaik baik visi hidup adalah yang mengikutkan Allah SWT dan
mempersangkutkan akhirat di dalamnya. Visi akhirat akan tercapai kala visi
dunia terpenuhi. Sehingga visi akhirat hanya bisa dicapai dengan raihan
prestasi luar biasa di dunia. Prestasi di dunia inilah yang akan membuat sosok
diri kita begitu dibanggakan, kehadiran akan begitu dirindukan karena banyak
manusia merasakan manfaat kebaikan dari kehadiran dan karya karya diri kita.
Lalu apa yang sudah kita hasilkan sebagai bentuk karya nyata diri kita saat
hidup di muka bumi ini? Jika belum ada lalu bagaimana kita akan berhasil
mencapai visi akhirat? Untuk itu buatlah
visi hidup yang akan selalu membuat kita dirindukan, karena setelah kematian
tiba bukan hanya penduduk bumi yang merasa ditinggalkan, bahkan para penduduk
langit pun menangis sedih karena merasa kehilangan. Milikilah visi akhirat
yang unik dan mencerminkan diri kita sendiri. Apa contohnya? Contohnya ingin
memeluk Nabi Muhammad SAW beserta sahabat sahabatnya di syurga, ingin berkumpul
di syurga bersama keluarga besar serta anak dan keturunan, ingin menggendong
orang tua melewati jembatan sirathal mustakim, dan lain sebagainya.
Jika kita sudah mampu membuat prestasi dunia
yang membanggakan bagi penduduk dunia dan juga penduduk langit serta memiliki
visi akhirat yang jelas berarti kesempatan untuk merasakan mati senang sudah
kita persiapkan. Hidup senang di dunia tidak akan menjamin kita mati tenang,
apalagi mati senang. Betapa banyak
manusia yang dikelilingi rasa senang berlimpah harta ataupun popularitas tapi
mati dalam kondisi was was atau ketakutan seperti fir’aun. Mati senang
bukan berarti mati dalam keadaan tersenyum atau ketika sakratulmaut manusia
tersebut tertawa. Mati senang karena para malaikat mengatakan kepada diri kita
“salaamun alaikum” masuklah kamu ke dalam syurga seperti yang tertuang dalam
surat An Nahl (16) ayat 32 berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam
Keadaan baik oleh Para Malaikat dengan mengatakan (kepada mereka):
"Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam syurga itu disebabkan apa yang
telah kamu kerjakan". Mati dalam keadaan senang adalah kala
mendapat kabar dari Malaikat bahwa diri kita akan masuk Syurga seperti yang
tertuang dalam surat Al Fajr (89) ayat 27 sampai 30 berikut ini: “Hai
jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,masuklah ke dalam
syurga-Ku. (surat Al Fajr (89) ayat 27, 28,29,30)
Mati senang bisa diraih dengan berbagai sukses
tetapi tidak dapat diukur dari garis bibir yang melengkung ke atas saat mata
terpejam. Mati senang adalah suatu kondisi saat di hari berhisab kita menerima
buku laporan terakhir dari sisi sebelah kanan sehingga kita termasuk di dalam
golongan kanan. Allah SWT berfirman: “Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya
golongan kanan itu. dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
dan orang-orang yang beriman paling dahulu,mereka Itulah yang didekatkan kepada
Allah.berada dalam jannah kenikmatan. (surat Al Waaqiah (56) ayat 8, 9, 10, 11,
12). Allah SWT berfirman: “(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu)
Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan
mereka tidak dianiaya sedikitpun. (surat Al Israa’ (17) ayat 71)
Jika ada mati senang tentu ada pula mati
sengsara atau mati susah, jika hal ini yang terjadi maka kita akan
dikelompokkan menjadi golongan kiri yang pulang kampungnya ke Neraka seperti
yang tertuang dalam surat Al Waaqiah (56) ayat 9, 10, 11, 12 di atas.
Sebagai orang yang telah bertekad dan bercita-cita untuk pulang kampung
ke syurga ketahuilah bahwa masuk ke syurga tidak bisa hanya bermodalkan pahala,
akan tetapi dengan rahmat dan kasing sayang Allah SWT semata, sebagaimana
hadits berikut ini: “Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: “Terdengarlah seruan pada hari kiamat dari tengah Arsy: Wahai
umat Muhammad! Sesungguhnya Allah SWT berfirman: Aku telah hibahkan kepada
kalian hak hak Ku yang menjadi kewajibanmu dan tersisalah akibat akibat yang
harus dipertanggungjawabkan, maka saling berhibahlah kalian dan masuklah
syurga dengan rahmat-Ku” Adanya kondisi ini meng-haruskan diri kita
untuk berbuat sesuatu secara konsisten (istiqamah) yang membuat Allah SWT mau
memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada diri kita sehingga kita mampu
masuk syurga. Rahmat dan kasih sayang Allah SWT tidaklah sama dengan pahala,
apalagi disejajarkan dengan pahala. Pahala bukan alat bantu (alat tukar laksana
uang) untuk membeli rahmat dan kasih sayang Allah SWT dan semoga kita mampu
memperoleh rahmat dan kasih sayang Allah SWT saat hidup di dunia ini.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita mengetahui
bahwa tujuan akhir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT hanya ada 2 (dua)
yaitu: syurga sebaik-baik tempat kembali dan neraka seburuk-buruknya tempat
kembali. Syurga dan neraka bukanlah sesuatu yang kita ciptakan melainkan Allah
SWT yang menciptakan dan Allah SWT juga yang akan menetapkan siapa-siapa saja
yang berhak menempati syurga dan siapa-siapa saja yang berhak menempati neraka.
Dan sebagai orang
yang akan menempati syurga ataukah neraka kelak, kita tidak bisa menentukan
sendiri bahwa syurga adalah tempat kembali diri kita karena tidak ada satupun
manusia yang akan mau pulang kampung ke neraka. Namun ingat diri kita
sendirilah yang menentukan kemana kita akan pulang kampung dengan segala
fasilitas yang ada baik di syurga maupun di neraka.
Untuk itu mari kita
perhatikan sebuah cerita yang berjudul “Api Dibawa dari Dunia”. Ada seorang waliyullah bernama Bahlul Daanaa
(abad VIII) yang hidup di masa khalifah Harun Al Rasyid. Bahlul terkenal dengan
sikapnya yang sering kali di luar sikap manusia pada umumnya. Sehingga orang
orang seringkali menganggapnya sebagai orang gila. Meski sebenarnya sikap
anehnya ini dilakukannya dengan sengaja. Bahlul selalu mencari kesempatan untuk
bisa dekat dengan khalifah Harun Al Rasyid guna memberi peringatan kepadanya
tentang suatu hal.
Suatu hari Bahlul mendatangi khalifah dengan
sekujur tubuhnya lusuh penuh dengan kotoran tanah; menunjukkan kalau dirinya baru
saja kembali dari melakukan perjalanan panjang. Mendapati keadaan yang sepeti
ini khalifah Harun Al Rasyid bertanya: “Bahlul kenapa keadaanmu seperti itu,
darimana saja engkau?’ “Saya baru saja kembali dari neraka Jahannam, wahai
Khalifah!’. “Dari neraka Jahannam? Untuk apa engkau kesana?” “Saya datang
kesana untuk mengambil api”. “Jika engkau butuh api kenapa harus kesana? Lalu
apakah engkau sudah mengambil apinya?” “Tidak, wahai khalifah. Sesampainya di
pintu neraka Jahannam saya bertemu dengan para penjaga. Mereka mengatakan bahwa
‘Di
neraka tidak ada api seperti yang disangka semua orang. Yang benar adalah semua
orang membawa apinya sendiri sendiri dari dunia ke sini”. Baik apinya neraka Jahannam maupun
gemerlapnya istana di syurga, semuanya adalah disiapkan di dunia ini. Karena
itu manakah yang ingin engkau persiapkan? Untuk itu perhatikanlah amal amal
perbuatanmu!
Berdasarkan cerita di
atas, bertanyalah kepada diri kita masing-masing apa yang sudah kita persiapkan
untuk bekal pulang kampung kelak. Hal ini menjadi penting karena baik dan
berkualitasnya syurga atau buruknya kualitas neraka yang akan kita tempati kelak,
bukan orang lain yang mempersiapkannya melainkan diri kita sendirilah
menjadikannya istimewa. Sudahkah kondisi ini kita pahami!.
Sebagai penutup dari
buku ini, mari kita bermunajat kepada Allah SWT dan semoga Allah SWT melindungi
dan menjaga diri kita.
YA ALLAH! YA ALLAH! YA ALLAH! JADIKAN INI MUNAJATKU KEPADA-MU
Ya Allah! Aku memohon
padamu, sebuah permohonan yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
kemahaan dan kebesaran-Mu. Seperti halnya diriku yang juga tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan Engkau, Ya Allah.
Semua makhluk yang
ada di langit dan di bumi semuanya hanya meminta kepada-Mu. Engkau setiap waktu
dalam kesibukan, dalam mengurus seluruh makhluk, tetaplah urus kami Ya Allah!.
Ketika badai mengamuk
dan laut terasa ganas, para penumpang kapal dan perahu akan berteriak, “Ya
Allah!”
Ketika penunggang
unta dan kafilahnya tersesat di tengah padang pasir, mereka akan berteriak, “Ya
Allah!”
Ketika bencana dan malapetaka menimpa baik di daratan maupun
di lautan, si korban akan berteriak, “Ya Allah!”
Ketika pintu pintu
tertutup bagi orang orang yang mencoba masuk, dan penghalang menutupi orang
orang yang sedang membutuhkan, mereka semuanya berteriak, “Ya Allah!”
Ketika semua rencana
berakhir dengan kegagalan, semua harapan hilang, dan jalanpun tertutup,
sebutlah, “Ya Allah!”
Ketika bumi, seluas
apa pun, terasa sumpek bagi Anda, dan menyebabkan jiwa Anda tertekan, maka
berteriaklah, “Ya Allah!”
Kepada Allah lah naik
segala kata-kata yang baik, doa yang tulus, air mata orang orang yang tidak
berdosam dan rintihan para korban musibah. Tangan dan mata dipanjatkan
kepada-Nya di sat kesulitan dan ketidakmujuran melanda.
Lidah melantunkan
kata, menjerit, dan memanggil nama-Nya. Hatipun mendapatkan kedamaian, jiwa
mendapatkan ketenangan, urat syaraf menjadi rileks, dan pikiran menjadi
bangkit, ini semua bisa dicapai ketika kita mengingat Allah, betapa
sempurnanya Allah dan hanya Dialah Yang Maha Kuasa.
Allah; sebuah nama
yang paling indah, mengandung kumpulan huruf-huruf yang paling sempurna dan
kata-kata yang paling bernilai;
Allah; Dia selalu
diingat ketika kekayaan yang mutlak, kekuatan, keagungan, dan kebijaksanaan
yang disadari hanya milik-Nya.
Allah: Dia selalu
diingat ketika kebaikan, perhatian, kesembuhan, dan kasih sayang saat
diperlukan.
“Ya Allah, Pemilik
kekayaan, kesempurnaan, dan kekuatan, izinkanlah kenyamanan menggantikan
derita, buatlah kebahagiaan datang setelah kesedihan, dan biarkanlah rasa aman
menggantikan rasa takut.
Ya Allah,
dinginkanlah hati yang terbakar dengan kesejukan iman”. “Wahai Tuhan kami,
anugerahkanlah istirahat yang tenang bagi orang yang gelisah dan ketenangan
bagi jiwa yang terganggu”.
“Wahai Tuhan kami,
bimbinglah orang-orang yang bigung agar menuju cahaya-Mu dan mereka yang
tersesat agar mendapat petunjuk-Mu.
Ya, Allah,
hilangkanlah bisikan bisikan syaitan dari hati kami dan gantikanlah dia dengan
cahaya, hancurkanlah kepalsuan dengan kebenaran, patahkanlah rencana jahat
syaitan dengan pasukan malaikat-Mu.”
Ya Allah, hapuskanlah
dari diri kami kekikiran, derita, dan kekhawatiran. Kami berlindung kepada-Mu
untuk tidak menakuti apa pun selain Engkau, dari bergantung kepada siapapun
selain Engkau, dari menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada siapapun selain
kepada-Mu, dan dari meminta selain kepada-Mu. Engkaulah sebaik baik penolong
dan pelindung kami dan terimalah munajat kami. Amiin.
Pembaca, jamaah serta
para wargabinaan yang kami hormati, hanya inilah yang mampu kami tulis, hanya
inilah yang mampu kami ungkapkan, hanya inilah yang mampu kami berikan sebagai ibadah
serta sumbangsih kami kepada diri, keluarga, anak dan keturunan, masyarakat,
bangsa dan juga negara dan juga untuk generasi yang datang di kemudian hari
dimanapun mereka berada.
Selain daripada
itu, kami sangat berharap dengan adanya buku ini, mampu menjadi penyemangat
ataupun mampu mengundang para pewakaf-pewakaf waktu untuk mengajarkan ilmu yang
dimilikinya kepada sesama, yang tidak terbatas ilmu agama semata, yang tidak
terbatas kepada wargabinaan semata, akan tetapi kepada umat manusia pada
umumnya. Sehingga umat menjadi tercerahkan melalui peran aktif para pewakaf-pewakaf
waktu di dalam melaksanakan konsep setelah belajar tidak lupa mengajar. Jika
bukan sekarang kapan lagi!
Dan tak lupa dalam
kesempatan ini, kami ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada
siapapun juga yang turut membantu kami di dalam menulis buku ini hingga sampai
ke tangan pembaca dan semoga Allah SWT menjadikan hal ini sebagai ibadah yang
pahalanya terus dan terus mengalir sepanjang buku ini ada, dipelajari oleh
banyak jamaah dan diajarkan kembali oleh jamaah kepada yang lainnya.
Mohon maaf jika ada
kata-kata yang tidak berkenan di hati. Semoga Allah SWT menambah Ilmu kita,
semoga Allah SWT memberikan pemahaman yang sesuai dengan kehendak-Nya, semoga
kita mampu melaksanakan apa-apa yang telah kita pelajari serta semoga Allah SWT
mengabulkan harapan dan doa yang kita panjatkan kepada-Nya dan kita semua
selalu di dalam lindungan-Nya.
Dan tidak ada
kata-kata penutup yang paling indah selain kata, “Alhamdulillahi Rabbil Alamin” Inilah kata yang berisi ungkapan
syukur yang sangat luar biasa kepada Allah SWT. Rasa bersyukurlah merupakan
cara pamungkas agar segala nikmat yang kita peroleh dan selalu ditambah oleh
Allah SWT dari waktu ke waktu sampai kita bertemu dengan Allah SWT kelak di
syurga-Nya. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar