Berikut ini akan kami kemukakan beberapa renungan yang bisa kita jadikan
acuan bagi jamaah yang sudah berniat untuk menunaikan ibadah haji atau umroh,
yaitu:
a. Sekarang bagaimana mungkin kita akan dapat
menunaikan ibadah haji atau umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT jika
kita tidak tahu dan tidak mengerti tentang Tuan Rumah karena kita tidak
memiliki ilmu tentang Allah SWT. Padahal Allah SWT yang menjadi Tuan Rumah di
“Tanah Haram” dan yang juga harus kita temui dan yang menjadi tujuan kita saat
di Baitullah maupun setelah kembali ke tanah air karena Allah SWT juga tuan
rumah di “Tanah Halal”!
b. Sekarang bagaimana mungkin kita akan dapat
menunaikan ibadah haji atau umroh jika kita tidak tahu bagaimana cara
berkomunikasi dengan Allah SWT. Padahal Allah SWT adalah Tuan Rumah di “Tanah
Haram” dari pelaksanaan ibadah haji atau umroh dan juga Tuan Rumah di “Tanah Halal” sehingga
Allah SWT lah yang harus menjadi tujuan
kita!
c. Sekarang bagaimana mungkin doa akan dikabulkan oleh
Allah SWT jika kita tidak tahu, tidak paham, tidak mengerti cara berdoa kepada
Allah SWT, padahal kita berada di tempat yang terbaik yang ada di muka bumi
ini?
d. Sekarang bagaimana mungkin kita akan menjadi tamu
yang baik lagi dibanggakan Allah SWT jika kita hanya memahami ibadah haji atau
umroh hanya sebatas melaksanakan sebuah rangkaian ibadah di Baitullah semata.
Padahal inti dari memenuhi undangan adalah bertemu dengan Allah SWT lalu
ditemui oleh Allah SWT dan diberi sesuatu yang berharga oleh Allah SWT.
Sekali lagi kami tegaskan, jangan sampai kita yang menjadi tamu yang
sudah datang jauh- jauh dengan biaya yang mahal, akan tetapi setelah sampai di
Baitullah kita tidak pernah bertemu dengan Tuan Rumah atau bahkan Tuan Rumah tidak mau menemui diri
kita akibat diri kita lalai, diri kita tidak paham siapa Allah SWT sesungguhnya.
Padahal inti dari memenuhi undangan, bukanlah semata mata hadir di Baitullah
melainkan bisakah kita bertemu dengan Tuan Rumah dan juga maukah Tuan Rumah
menemui diri kita sebagai tamu yang hadir di Baitullah!.
Adalah sesuatu yang sangat tidak bisa diterima oleh akal sehat, jika kita
hadir menunaikan ibadah haji atau umroh sebagai tamu Allah SWT namun kita hanya
sampai di Baitullah tetapi tidak bisa bertemu atau tidak mau ditemui oleh Allah
SWT selaku Tuan Rumah karena kita memang tidak pantas ditemui oleh Tuan Rumah
Dzat Yang Maha Suci karena kita tidak suci saat bertamu ke Baitullah. Untuk itu
sadarilah kondisi ini sebelum diri kita menunaikan ibadah haji atau umroh,
karena akan sia-sialah ibadah haji atau umroh yang kita tunaikan jika kita tidak
pernah tahu siapakah diri kita yang sebenarnya dan siapakah Allah SWT yang
sesungguhnya, terkecuali jika kita berharap hanya memperoleh hasil berupa lelah
dan letih serta capek dari ibadah haji atau umroh yang kita tunaikan serta
habis dan berkurangnya harta kekayaan yang kita miliki. Dan semoga kondisi ini
tidak terjadi pada diri kita.
E. MAMPU MEMAHAMI
PEKERJAAN, UCAPAN, BACAAN SAAT IBADAH UMROH
Setiap jamaah yang akan menunaikan ibadah haji atau umroh harus paham
akan pekerjaan, paham akan ucapan, paham akan bacaan dari ibadah haji atau
umroh yang akan dilaksanakannya. Adalah sebuah kejanggalan di dalam pelaksanaan
ibadah haji atau umroh jika kita yang akan menunaikannya justru tidak paham
akan pekerjaan yang dilakukannya, tidak paham akan bacaan dan ucapan yang akan dilakukannya.
Lalu bagaimana mungkin kita akan memperoleh hasil penghapusan dosa dari ibadah
umroh yang kita laksanakan sehingga menjadi modal dasar bagi diri kita menuju
kefitrahan diri?
Jika kita memang membutuhkan ibadah haji atau umroh maka kita harus paham
akan pekerjaan, paham akan ucapan, paham akan bacaan, paham akan tujuan yang
hakiki dari ibadah haji atau umroh. Lalu mulailah belajar manasik haji atau
umroh saat ini juga lalu jadikan hal tersebut sebagai modal dasar kita sebelum
melaksanakan ibadah haji atau umroh.
Ingat, jangan pernah menunggu
untuk diajarkan manasik haji atau umroh oleh biro perjalanan haji atau umroh.
Namun lakukan sekarang juga karena kita yang sangat membutuhkan manasik haji
atau umroh. Untuk itu akan kami
kemukakan beberapa ucapan atau bacaan yang harus kita pahami terdapat di dalam
pelaksanaan ibadah haji atau umroh, yang intinya harus benar-benar kita pahami
dengan baik dan benar, yaitu :
a. Saat mengambil niat di Miqat berarti kita telah menyatakan
maksud dan tujuan dari kehadiran kita ke Baitullah, yaitu hendak menunaikan
ibadah haji atau umroh. Sekarang bagaimana Allah SWT akan tahu maksud dan
tujuan kedatangan kita di Baitullah jika kita tidak paham dan tidak mengerti
bacaan yang kita kemukakan kepada Allah SWT selaku Tuan Rumah?
b. Saat diri kita bertalbiyah setelah mengambil Miqat
berarti kita mengemukakan 2(dua) hal kepada Allah SWT yaitu adanya maksud dan
tujuan kehadiran diri kita kepada Allah SWT yang dilanjutkan dengan pernyataan
sikap kita saat berada di Baitullah yaitu tidak akan menyekutukan Allah SWT. Selanjutnya
bagaimana jika pemberitahuan tentang kehadiran diri kita dan pernyataan sikap
kita tidak sejalan dengan keadaan yang sesungguhnya karena kita tidak memahami apa
yang kita kemukakan saat bertalbiyah? Sia-sialah Miqat yang kita lakukan.
c. Saat diri kita Thawaf berarti kita mengemukakan 2(dua)
hal kepada Allah SWT selaku Tuan Rumah yaitu tentang pernyataan sikap kita
kepada Allah SWT dan juga doa kepada Allah SWT. Selanjutnya bagaimana
pernyataan sikap kita kepada Allah SWT dan juga doa kepada Allah SWT jika kita
tidak tahu, tidak mengerti dan tidak paham atas apa apa yang kita kemukakan
kepada Allah SWT?
d. Saat diri kita melaksanakan proses sa’i berarti kita
bergerak dari bukit Safaa menuju bukit Marwaa. Dimana hal ini harus kita maknai
sebagai menapaktilasi perjuangan ibunda Siti Hajar untuk memperoleh air untuk
putranya yang masih kecil Ismail as,. Lalu bagaimana kita bisa memaknai hal ini
menjadi sesuatu yang luar biasa seperti menjadikan diri kita manusia teladan
sebagaimana ibunda Siti Hajar jika kita sendiri tidak mengetahui, tidak mengerti
apa yang sebenarnya terjadi saat kita melaksanakan prosesi Sa’i.
Adanya 4 (empat) buah kondisi yang kami kemukakan di
atas, menunjukkan kepada diri kita bahwa menunaikan ibadah haji atau umroh mengharuskan
diri kita memiliki ilmu dan pemahaman tentang manasik haji atau umroh yang baik
dan benar serta mengharuskan pula kita memiliki ilmu dan pemahaman tentang
bacaan yang terdapat di dalam pelaksanaan ibadah haji atau umroh.
Sekarang mari kita perhatikan 2 (dua) buah hadits yang kami kemukakan
berikut ini: "Seseorang yang
telah Aku kurniai badan yang sehat dan rezeki yang lapang, namun tidak mau
bertamu setelah empat tahun, sesungguhnya ia terlarang untuk mendapat pahala
dari sisi Allah SWT". (Hadits Qudsi Riwayat
Thabarani kitab Al-Ausath dan Abu Ya'laa dari Abud-Dardaa' r.a).”
“Abu Hurairah ra, berkata: Nabi Saw bersabda:
Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya seorang hamba yang telah Aku beri sehat
badan dan luas rezeki dalam penghidupannya, lalu berjalan selama lima tahun
tidak juga datang berkunjung kepada-Ku sungguh ia seorang yang rugi dan kecewa.
(Hadits Qudsi Riwayat Ibn Hibban, Abu Ya’la, Saied, Ibn Ady dan Ibn Asakir,
272:38).”
Berdasarkan 2 (dua) ketentuan hadits di atas ini, kewajiban menunaikan ibadah haji yang pertama kali bagi seseorang ada pada
terpenuhinya syarat dan ketentuan mengenai keleluasaan rezeki dan adanya karunia
kesehatan serta tersedianya akomodasi dan transportasi yang aman. Ingat, bukan
karena tua atau mudanya seseorang maka ia memiliki kewajiban untuk melaksanakan
ibadah haji. Jika waktu usia muda bisa menunaikan ibadah haji jangan ditunda-
tunda sampai menunggu usia tua. Semakin cepat kita menunaikan ibadah haji
semakin baik penilaian Allah SWT kepada diri kita.
Lalu seperti apakah
resiko yang akan ditanggung oleh orang yang tidak mau menunaikan ibadah haji
setelah syarat dan ketentuan yang mengikat kepada seseorang? Berdasarkan hadits
yang kami kemukakan berikut ini: “Barangsiapa memiliki bekal
dan kendaraan (biaya perjalanan) yang dapat menyampaikannya ke Baitil Haram dan
tidak menunaikan (ibadah) haji tidak mengapa baginya wafat sebagai orang Yahudi
atau Nasrani, (Hadits Riwayat Attirmidzi dan Ahmad).” resiko dan bahaya yang siap kita tanggung jika kita tidak mau menunaikan
ibadah haji padahal syarat untuk menunaikan ibadah haji sudah terpenuhi adalah
terlarang memperoleh untuk mendapat pahala dari sisi Allah SWT, menjadi orang
yang merugi dan kecewa serta dipersilahkan untuk wafat sebagai orang Yahudi
atau Nasrani padahal kita beragama Islam.
Berdasarkan uraian di atas, tidak ada resiko
atau tidak ada sesuatu yang diancamkan oleh Allah SWT kepada orang yang tidak
mau menunaikan ibadah umroh, terkecuali melaksanakan umroh dalam kerangka
memenuhi nadzar. Justru sangat berisiko adalah jika kita tidak mau menunaikan
ibadah haji minimal sekali seumur hidup.
Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa melaksanakan ibadah umroh di luar
pelaksanaan ibadah haji yang kita laksanakan, tidaklah sama kedudukannya dengan
ibadah haji yang pertama. Sehingga ibadah umroh yang kita laksanakan tidak bisa
menggantikan kewajiban ibadah haji. Namun jika kita menomorsatukan ibadah umroh
atau mendahulukan ibadah umroh padahal kita belum melaksanakan ibadah haji atau
belum melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama, kita
sendirilah yang membuka peluang berlakunya resiko atau ancaman kepada orang
yang tidak mau menunaikan ibadah haji menjadi berlaku kepada diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar