Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 27 Juni 2024

TAHU DIRI MELALUI KONSEP DWIFUNGSI DAN DWIDIMENSI (PART 5 of 8)


 

1.  Mengetahui Cara Kerja Ahwa (Hawa Nafsu) Mempengaruhi Diri Manusia. Seperti kita telah ketahui bersama bahwa lingkungan sangat berpengaruh di dalam kehidupan manusia, yang mana lingkungan itu bisa dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan yang bercirikan nilai nilai keburukan yang berasal dari sifat alamiah jasmani dan juga lingkungan yang bercirikan nilai nilai kebaikan yang berasal dari sifat alamiah ruh. Apabila diri kita berada di dalam lingkungan bercirikan nilai nilai keburukan berarti nilai nilai keburukan bisa merubah diri kita dari yang baik bisa menjadi buruk dan bisa juga dari yang buruk menjadi lebih buruk lagi. Hal yang samapun berlaku dengan lingkungan yang bercirikan nilai nilai kebaikan. Akhirnya lingkungan bisa merubah orang yang berperilaku buruk menjadi baik dan juga bisa membuat orang baik menjadi lebih baik lagi.

 

Jika saat ini kita masih hidup berarti kita tidak bisa melepaskan diri dari jasmani beserta sifat, perbuatan dan kemampuannya dikarenakan hidup harus terdiri dari jasmani dan ruh. Jika ini kondisinya berarti sepanjang diri kita masih hidup maka kita tidak bisa keluar dari lingkungan jasmani (lingkungan insan) dan juga lingkungan ruh (lingkungan nass). Jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam lingkungan jasmani maka kita sangat dikehendaki oleh setan namun dibenci oleh Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam lingkungan ruh maka kita sangat dibenci oleh setan namun sesuai dengan kehendak Allah SWT. Pilihan untuk menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT atau sesuai dengan kehendak setan ada pada diri kita masing masing.

 

Lingkungan kebaikan (nass) ataupun lingkungan keburukan (insan) tidak akan pernah memberikan dampak kepada diri kita jika kita sendiri tidak pernah meresponnya, atau kita tidak terpengaruh oleh keberadaannya, atau kita tidak pernah memperturutkannya. Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai keburukan saat hidup, dari sinilah mulai timbul adanya ahwa (hawa nafsu) untuk berbuat sesuatu.

 

Dan jika sampai keadaan ini terjadi maka ahwa (hawa nafsu) ini menjadi pintu masuk bagi setan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Sehingga ahwa (hawa nafsu) yang semula hanya berkekuatan kecil setelah dipengaruhi oleh setan memiliki kekuatan besar di dalam mempengaruhi tingkah laku manusia. Lalu berlakulah ketentuan mempertuhankan ahwa (hawa nafsu), sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menja-dikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23)”.

 

Setelah kita mengetahui tentang sifat alamiah jasmani (insan) dan juga perbuatan dari jasmani (ahwa/hawa nafsu), lalu kita harus mengetahui pula hubungan antara sifat alamiah jasmani (insan) dengan perbuatan dari jasmani (ahwa). Sifat-sifat alamiah jasmani dan perbuatan jasmani keduanya tidak bisa dipisahkan begitu saja, karena keduanya saling berhubungan erat dimana keduanya sangat tergantung dari kemampuan dari jasmani itu sendiri. Apa maksudnya? Seperti telah kita ketahui bersama sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari sari pati tanah (alam), termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) di dalam mempengaruhi perbuatan manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan dari jasmani itu sendiri, yang disebut juga di dalam AlQuran sebagai Basyar.

 

Untuk itu perhatikanlah garam yang memiliki sifat asin, dimana garam baru bisa mengasinkan apa-apa yang ada diliputinya jika kemampuan garam (jumlahnya) melebihi kemampuan dari apa-apa yang diliputinya. Semakin tinggi kemampuan garam (jumlahnya) maka semakin tinggi pula perbuatan garam di dalam mengasinkan sesuatu, demikian pula sebaliknya. Hal yang samapun terjadi pada sifat-sifat alamiah jasmani (insan) yang berasal dari alam di dalam mempengaruhi perbuatan manusia (ahwa/hawa nafsu). Semakin tinggi kualitas sifat-sifat alamiah jasmani (kualitas insan) maka semakin tinggi pula kualitas ahwa (hawa nafsu) di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, demikian pula sebaliknya.

 

Timbul pertanyaan, apa dasarnya? Jika kita berbicara tentang kemampuan dari sifat-sifat alamiah jasmani yang asalnya dari alam dalam hal ini sari pati makanan dan minuman dan juga perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, maka hal ini tidak terlepas dari asal-usul dari jasmani itu sendiri. Sekarang darimanakah asal usul dari jasmani manusia? Allah SWT berfirman: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. (surat Abasa (80) ayat 24)”. Kemampuan alamiah jasmani manusia tidak terlepas dari makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia itu sendiri, apakah sudah sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT dalam hal ini halal dan thayib (halal dan juga sesuai dengan kecukupan gizi), serta dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma sesuai dengan syariat.

 

Allah SWT berfirman: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 168)”. Semakin kita memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT semakin baik pula kemampuan jasmani. Demikian pula sebaliknya, semakin jelek kita memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan semakin jelek pula kemampuan jasmani. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kondisi yang dikehendaki oleh setan yaitu haram lagi khabits (tidak sesuai dengan kecukupan gizi), tidak dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma tidak sesuai dengan syariat.


Salah satu contoh dari sifat jasmani adalah lemah (dhaif) dan jika sekarang jasmani memiliki sifat lemah (dhaif) berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada di dalam diri kita) adalah melemahkan diri kita. Sedangkan kekuatan atau daya dari melemahkan diri sangat tergantung dari tingkat keharaman makanan dan minuman yang kita konsumsi. Semakin banyak dan semakin tinggi tingkat keharamannya maka semakin kuat kemampuan sifat jasmani mempengaruhi manusia karena dibalik yang haram haram ada setan yang mencengkeram manusia melalui faktor keharaman.

 

Selanjutnya, jika sifat lemah mampu mempengaruhi atau mampu mengalahkan sifat sifat ruh maka manusia dibuat malas untuk beraktifitas, diam menunggu nasib, hanya berorientasi jangka pendek, motivasi rendah, selalu bersikap pesimis, dan lain sebagainya yang pada akhirnya manusia berada di dalam nilai nilai keburukan yang dikehendaki setan. Kondisi ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah SWT yang selalu memerintahkan diri kita untuk selalu aktif berbuat kebaikan, berorientasi jangka panjang, selalu memiliki motivasi untuk maju dan optimis. Dan jika sampai diri kita mampu dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) malas yang memalaskan berarti diri kita sendirilah yang memberikan kesempatan bagi setan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita.

 

Hal yang samapun berlaku dengan sifat sifat alamiah jasmani lainnya, seperti: sering berkeluh kesah dan kikir; loba, tamak akan harta; selalu berburuk sangka kepada Allah; selalu berbuat maksiat; selalu minta perlindungan kepada makhluk; suka membantah, menantang dan membangkang; suka ingkar; suka berbuat dzalim dan tidak mensyukuri nikmat; tergesa gesa tidak sabaran dan ingin cepat; dan lain sebagainya. Yang pada intinya sifat sifat ini sudah ada di dalam diri, namun sifat ini belum akan mempengaruhi diri kita sepanjang diri kita sendiri tidak membangkitkan atau tidak terpengaruh dengan sifat ini. Setelah sifat ini bangkit, atau mampu mempengaruhi diri kita maka barulah setan mulai mengganggu diri kita agar kita terpengaruh dengan sifat sifat jasmani ini, lalu terjadilah apa yang dinamakan mempertuhankan ahwa (hawa nafsu).

 

Adanya keadaan yang kami kemukakan di atas ini,  memang sudah seharusnya kita harus memperhatikan tingkat keharaman atau tingkat kehalalan dari segala apa yang kita makan dan dari segala apa yang kita minum karena akan berdampak langsung kepada kekuatan ahwa (hawa nafsu) yang akan mempengaruhi diri kita. Adanya tingkat keharaman atau adanya makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan yang haram akan menjadi pintu masuk bagi setan untuk  mengganggu dan menggoda serta mempengaruhi manusia melalui sifat sifat jasmani. Sekarang tergantung diri kita sendiri mau makan dan minum yang seperti apa, karena dampak dari kualitas insan dan kualitas ahwa yang ada pada diri kita, bukan orang lain yang menentukan melainkan kita sendiri yang menentukan.

 

Selain daripada itu, masih ada hal lain yang harus pula kita perhatikan yaitu sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari saripati tanah, termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) kesemuanya adalah sunnatullah, atau sudah menjadi ketetapan Allah SWT yang wajib berlaku bagi jasmani setiap manusia yang menjadi khalifah di muka bumi. Sehingga setiap orang yang ada di muka bumi ini, tanpa terkecuali, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, apapun jabatannya, baik laki-laki ataupun perempuan, termasuk juga Nabi Muhammad SAW juga memiliki sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, juga memiliki ahwa (hawa nafsu) dan juga memiliki kemampuan sifat insan dan ahwa (hawa nafsu) seperti manusia-manusia lainnya yang ada di muka bumi, yang jadi persoalan Nabi SAW tidak pernah terpengaruh oleh keberadaan sifat sifat alamiah jasmani yang ada pada dirinya.

 

2.   Hubungan Antara Ahwa (Hawa Nafsu) Dengan Setan. Perbuatan sifat jasmani (ahwa/hawa nafsu) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung setan kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka, atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh setan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa (hawa nafsu) dan setan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan, atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi sehingga kita tidak akan dapat merasakan menjadi pemenang  jika tidak ada musuh dalam suatu permainan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmanNya berikut ini:Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguh-nya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga yang menyebabkan kamu menjadi celaka”. (surat Thaaha (20) ayat 117)”. Di lain sisi, Allah SWT telah mengemukakan dalam surat Al A’raf (7) ayat 17 sebagaimana berikut ini: kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.

 

Berdasarkan ketentuan ayat ini, setan sudah berada di depan diri kita, di belakang diri kita, di kiri diri kita dan di kanan diri kita, sehingga diri kita selalu di dalam pantauan radar setan sehingga setan akan selalu mengitari dan mengelilingi diri kita sebelum melaksanakan aksinya. Lalu jika ada kesempatan ia akan melaksanakan aksinya.

 

Sekali lagi kami ingatkan, setan walaupun sudah ada dihadapan (mengelilingi) diri kita, di depan, di belakang, di kanan, di kiri, namun ia belum bisa melaksanakan aksinya kepada diri kita sepanjang pintu masuk untuk melaksanakan aksinya tidak ada. Salah satu pintu masuk yang harus kita waspadai adalah saat diri kita mulai terpengaruh baik langsung ataupun tidak langsung dari adanya nilai nilai kebaikan yang berasal dari ruhani ataupun dari nilai nilai keburukan yang berasal dari jasmani. Jika kita terpengaruh dengan nilai-nilai kebaikan lalu berusaha untuk berbuat kebaikan maka setan mulai melancarkan aksinya agar diri kita jangan sampai berbuat hal hal yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan jika sampai kita melaksanakannya (maksudnya setan tidak mampu mempengaruhi diri kita) maka langkah yang dilakukan oleh setan berikutnya adalah merubah besaran kebaikan, atau merubah kualitas dari niat seseorang dalam berbuat, atau mengaburkan keikhlasan di dalam berbuat sehingga hasilnya akhirnya tidak maksimal.

 

Lalu bagaimana jika nilai nilai keburukan mulai mempengaruhi diri kita? Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai keburukan maka setan seperti diberikan bahan bakar yang sangat cepat lagi hebat untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Setan langsung menyuruh kita untuk berbuat tanpa harus memikirkan akibatnya. Setan berupaya jangan sampai hal yang sudah dihadapannya gagal dilaksanakan oleh manusia. Setan akan berusaha terus dan terus mempengaruhi manusia untuk melaksanakan apa apa yang berasal dari nilai nilai keburukan dan bahkan akan menunjukkan jalan bagaimana hal itu bisa dilaksanakan oleh manusia yang sudah terpengaruh dengan nafsunya.

 

Dan hal yang harus kita perhatikan adalah akhir dari pekerjaan setan untuk menggoda dan mengganggu serta merayu manusia, ada pada firman Allah SWT berikut ini: dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (surat Ibrahim (14) ayat 22)’. 


Berdasarkan ketentuan ayat ini, setan melakukan aksi lepas tangan dengan segala perbuatannya kepada manusia, dengan mengatakan “janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri.” Inilah jawaban dan pernyataan resmi setan kepada manusia manusia yang telah terpengaruh oleh ahwa/hawa nafsunya, lalu apa yang bisa kita perbuat saat hari berhisab kelak, selain menyesali diri sendiri!

 

Ingat, setan berbuat dan melaksanakan aksinya sudah itu disetujui oleh Allah SWT sehingga kita wajib menerima setan sebagai musuh abadi manusia. Jika tanpa ada setan maka tidak akan ada proses seleksi secara adil dan fair tentang siapakah yang berhak menempati syurga dan siapakah yang berhak menempati neraka. Inilah sunnatullah yang sudah berlaku dan akan berlaku sampai hari kiamat tiba. Untuk itu, jadilah orang yang cerdas dalam hidup ini yaitu orang yang  memiliki kesadaran tentang tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir yang diikuti dengan memiliki ilmu tentang musuh diri kita, dalam hal ini ahwa (hawa nafsu) yang dibelakangnya ada setan. Tanpa ini semuanya maka permainan kekhalifahan di muka bumi ini sulit untuk kita menangkan. Ayo siapkan waktu untuk belajar dan memahami Diinul Islam secara menyeluruh, bukan hanya sebatas syariatnya saja melainkan sampai dengan hakekatnya. Selamat menikmati kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT dan semoga kita semua mampu bertemu Allah SWT kelak di syurga. Amien.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi berarti diri kita adalah makhluk terhormat, jika sampai diri kita memperturutkan ahwa (hawa nafsu) demi mengejar keinginan tertentu melalui cara-cara yang tidak terhormat, seperti membuat syariat-syariat baru atau membuat ketentuan untuk kepentingan sesaat, berarti diri kita memang sudah tidak layak lagi menyandang status terhormat. Dan jika ini sudah terjadi atau kita sudah melakukannya berarti kita tidak akan pernah sampai ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati, karena kita pulang kampungnya ke neraka jahannam.

 

Dan agar diri kita tidak salah jalan, ada baiknya kita mempelajari apa yang dikemukakan oleh “Muhammad Mahdi al Ashifi” dalam bukunya “Mencerdaskan Hawa Nafsu” menge-mukakan tentang pengaruh buruk (destruktif) ahwa (hawa nafsu ) bagi manusia, sebagaimana berikut ini:

 

a.  Ahwa (hawa nafsu) menutup pintu pintu hati dari petunjuk Allah SWT sebagaimana termaktub dalam surat Al Jatsiyah (45) ayat 23 berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.Demikianlah, mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan tertutupnya jendela jendela hati untuk menerima kehadiran Allah, Rasul-Nya, tanda tanda kebesaran-Nya, hujjah-hujjah-Nya dan bayyinah-bayyinah-Nya. Untuk itu berhati hatilah dengan hawa nafsu karena hawa nafsu adalah sekutu kebutaan. Jauhilah hawa nafsu karena akan mangajak diri kita kepada kebutaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

 

b.    Ahwa (hawa nafsu) dapat menyesatkan manusia dan menghalangi manusia dari jalan Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surat Maryam (19) ayat 59 berikut ini: “Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikui keinginannya (memperturutkan hawa nafsunya) maka kelak mereka akan tersesat.” Dan juga berdasarkan surat Shad (38) ayat 26 berikut ini: Janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”

 

Selain dua buah ketentuan yang telah kami kemukakan di atas, ahwa (hawa nafsu) juga dapat diartikan: (a) sebagai penyakit; (b) sebagai awal nestapa manusia; (c) sebagai kendaraan fitnah; (d) sebagai kehancuran dan kebinasaan; (e) sebagai pangkal kemusnahan; (f) sebagai musuh manusia; dan (g) hawa nafsu juga akan mendisfungsikan akal. Beginilah jadinya bila ahwa (hawa nafsu) telah berkuasa dengan sewenang wenang. Ia akan menjadi kendaraan yang melumpuhkan segala daya dan kekuatan kemanusian manusia dan menggagalkan diri kita pulang kampung ke syurga. Dan disinilah letak yang paling hakiki dari berperang melawan ahwa (hawa nafsu). Sudahkah kita memahaminya!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar