1. Mengetahui Cara Kerja Ahwa (Hawa Nafsu)
Mempengaruhi Diri Manusia. Seperti
kita telah ketahui bersama bahwa lingkungan sangat berpengaruh di dalam
kehidupan manusia, yang mana lingkungan itu bisa dibedakan menjadi dua, yaitu
lingkungan yang bercirikan nilai nilai keburukan yang berasal dari sifat
alamiah jasmani dan juga lingkungan yang bercirikan nilai nilai kebaikan yang
berasal dari sifat alamiah ruh. Apabila diri kita berada di dalam lingkungan
bercirikan nilai nilai keburukan berarti nilai nilai keburukan bisa merubah
diri kita dari yang baik bisa menjadi buruk dan bisa juga dari yang buruk
menjadi lebih buruk lagi. Hal yang samapun berlaku dengan lingkungan yang
bercirikan nilai nilai kebaikan. Akhirnya lingkungan bisa merubah orang yang
berperilaku buruk menjadi baik dan juga bisa membuat orang baik menjadi lebih
baik lagi.
Jika saat ini kita masih hidup berarti kita
tidak bisa melepaskan diri dari jasmani beserta sifat, perbuatan dan
kemampuannya dikarenakan hidup harus terdiri dari jasmani dan ruh. Jika ini
kondisinya berarti sepanjang diri kita masih hidup maka kita tidak bisa keluar
dari lingkungan jasmani (lingkungan insan) dan juga lingkungan ruh (lingkungan
nass). Jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam lingkungan jasmani
maka kita sangat dikehendaki oleh setan namun dibenci oleh Allah SWT. Demikian
pula sebaliknya, jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam
lingkungan ruh maka kita sangat dibenci oleh setan namun sesuai dengan kehendak
Allah SWT. Pilihan untuk menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT
atau sesuai dengan kehendak setan ada pada diri kita masing masing.
Lingkungan kebaikan (nass) ataupun lingkungan
keburukan (insan) tidak akan pernah memberikan dampak kepada diri kita jika
kita sendiri tidak pernah meresponnya, atau kita tidak terpengaruh oleh
keberadaannya, atau kita tidak pernah memperturutkannya. Jika kita mulai
terpengaruh dengan nilai nilai keburukan saat hidup, dari sinilah mulai timbul
adanya ahwa (hawa nafsu) untuk berbuat sesuatu.
Dan jika sampai keadaan ini terjadi maka ahwa
(hawa nafsu) ini menjadi pintu masuk bagi setan untuk melaksanakan aksinya
kepada diri kita. Sehingga ahwa (hawa nafsu) yang semula hanya berkekuatan
kecil setelah dipengaruhi oleh setan memiliki kekuatan besar di dalam
mempengaruhi tingkah laku manusia. Lalu berlakulah ketentuan mempertuhankan
ahwa (hawa nafsu), sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang
yang menja-dikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran? (surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23)”.
Setelah kita
mengetahui tentang sifat alamiah jasmani (insan) dan juga perbuatan dari
jasmani (ahwa/hawa nafsu), lalu kita harus mengetahui pula hubungan antara
sifat alamiah jasmani (insan) dengan perbuatan dari jasmani (ahwa). Sifat-sifat
alamiah jasmani dan perbuatan jasmani keduanya tidak bisa dipisahkan begitu
saja, karena keduanya saling berhubungan erat dimana keduanya sangat tergantung
dari kemampuan dari jasmani itu sendiri. Apa maksudnya? Seperti telah kita ketahui bersama sifat-sifat
alamiah jasmani yang berasal dari sari pati tanah (alam), termasuk di dalamnya
perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) di dalam mempengaruhi
perbuatan manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan dari jasmani itu sendiri,
yang disebut juga di dalam AlQuran sebagai Basyar.
Untuk itu perhatikanlah garam yang memiliki
sifat asin, dimana garam baru bisa mengasinkan apa-apa yang ada diliputinya
jika kemampuan garam (jumlahnya) melebihi kemampuan dari apa-apa yang
diliputinya. Semakin tinggi kemampuan garam (jumlahnya) maka semakin tinggi
pula perbuatan garam di dalam mengasinkan sesuatu, demikian pula sebaliknya.
Hal yang samapun terjadi pada sifat-sifat alamiah jasmani (insan) yang berasal
dari alam di dalam mempengaruhi perbuatan manusia (ahwa/hawa nafsu). Semakin
tinggi kualitas sifat-sifat alamiah jasmani (kualitas insan) maka semakin
tinggi pula kualitas ahwa (hawa nafsu) di dalam mempengaruhi perbuatan manusia,
demikian pula sebaliknya.
Timbul pertanyaan, apa dasarnya? Jika kita
berbicara tentang kemampuan dari sifat-sifat alamiah jasmani yang asalnya dari
alam dalam hal ini sari pati makanan dan minuman dan juga perbuatan dari
sifat-sifat alamiah jasmani di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, maka hal
ini tidak terlepas dari asal-usul dari jasmani itu sendiri. Sekarang
darimanakah asal usul dari jasmani manusia? Allah SWT berfirman: “Maka
hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. (surat Abasa (80) ayat 24)”. Kemampuan
alamiah jasmani manusia tidak terlepas dari makanan dan minuman yang dikonsumsi
oleh manusia itu sendiri, apakah sudah sesuai dengan kriteria yang sudah
ditetapkan oleh Allah SWT dalam hal ini halal dan thayib (halal dan juga sesuai
dengan kecukupan gizi), serta dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan
sel telur dengan sperma sesuai dengan syariat.
Allah SWT berfirman: “Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 168)”. Semakin kita
memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT semakin baik
pula kemampuan jasmani. Demikian pula sebaliknya, semakin jelek kita memenuhi
syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan semakin jelek pula kemampuan
jasmani. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kondisi yang dikehendaki
oleh setan yaitu haram lagi khabits (tidak sesuai dengan kecukupan gizi), tidak
dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma tidak
sesuai dengan syariat.
Salah satu contoh dari sifat jasmani adalah
lemah (dhaif) dan jika sekarang jasmani memiliki sifat lemah (dhaif) berarti
perbuatan jasmani (ahwa yang ada di dalam diri kita) adalah melemahkan diri
kita. Sedangkan kekuatan atau daya dari melemahkan diri sangat tergantung dari
tingkat keharaman makanan dan minuman yang kita konsumsi. Semakin banyak dan
semakin tinggi tingkat keharamannya maka semakin kuat kemampuan sifat jasmani
mempengaruhi manusia karena dibalik yang haram haram ada setan yang
mencengkeram manusia melalui faktor keharaman.
Selanjutnya,
jika sifat lemah mampu mempengaruhi atau mampu mengalahkan sifat sifat ruh maka
manusia dibuat malas untuk beraktifitas, diam menunggu nasib, hanya
berorientasi jangka pendek, motivasi rendah, selalu bersikap pesimis, dan lain
sebagainya yang pada akhirnya manusia berada di dalam nilai nilai keburukan
yang dikehendaki setan.
Kondisi ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah SWT yang selalu
memerintahkan diri kita untuk selalu aktif berbuat kebaikan, berorientasi
jangka panjang, selalu memiliki motivasi untuk maju dan optimis. Dan jika
sampai diri kita mampu dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) malas yang memalaskan
berarti diri kita sendirilah yang memberikan kesempatan bagi setan untuk
melaksanakan aksinya kepada diri kita.
Hal yang samapun berlaku dengan sifat sifat
alamiah jasmani lainnya, seperti: sering berkeluh kesah dan kikir; loba,
tamak akan harta; selalu berburuk sangka kepada Allah; selalu berbuat maksiat;
selalu minta perlindungan kepada makhluk; suka membantah, menantang dan
membangkang; suka ingkar; suka berbuat dzalim dan tidak mensyukuri nikmat;
tergesa gesa tidak sabaran dan ingin cepat; dan lain sebagainya. Yang
pada intinya sifat sifat ini sudah ada di dalam diri, namun sifat ini belum
akan mempengaruhi diri kita sepanjang diri kita sendiri tidak membangkitkan
atau tidak terpengaruh dengan sifat ini. Setelah sifat ini bangkit, atau mampu
mempengaruhi diri kita maka barulah setan mulai mengganggu diri kita agar kita
terpengaruh dengan sifat sifat jasmani ini, lalu terjadilah apa yang dinamakan
mempertuhankan ahwa (hawa nafsu).
Adanya keadaan yang kami kemukakan di atas
ini, memang sudah seharusnya kita harus
memperhatikan tingkat keharaman atau tingkat kehalalan dari segala apa yang
kita makan dan dari segala apa yang kita minum karena akan berdampak langsung
kepada kekuatan ahwa (hawa nafsu) yang akan mempengaruhi diri kita. Adanya
tingkat keharaman atau adanya makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan yang
haram akan menjadi pintu masuk bagi setan untuk
mengganggu dan menggoda serta mempengaruhi manusia melalui sifat sifat
jasmani. Sekarang tergantung diri kita sendiri mau makan dan minum yang seperti
apa, karena dampak dari kualitas insan dan kualitas ahwa yang ada pada diri
kita, bukan orang lain yang menentukan melainkan kita sendiri yang menentukan.
Selain daripada itu, masih ada hal lain yang
harus pula kita perhatikan yaitu sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari
saripati tanah, termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani
(ahwa) kesemuanya adalah sunnatullah, atau sudah menjadi ketetapan Allah SWT
yang wajib berlaku bagi jasmani setiap manusia yang menjadi khalifah di muka
bumi. Sehingga setiap orang yang ada di muka bumi ini, tanpa terkecuali,
siapapun orangnya, apapun kedudukannya, apapun jabatannya, baik laki-laki
ataupun perempuan, termasuk juga Nabi Muhammad SAW juga memiliki sifat-sifat
alamiah jasmani yang berasal dari alam, juga memiliki ahwa (hawa nafsu) dan
juga memiliki kemampuan sifat insan dan ahwa (hawa nafsu) seperti
manusia-manusia lainnya yang ada di muka bumi, yang jadi persoalan Nabi SAW
tidak pernah terpengaruh oleh keberadaan sifat sifat alamiah jasmani yang ada
pada dirinya.
2. Hubungan Antara Ahwa (Hawa Nafsu) Dengan Setan.
Perbuatan
sifat jasmani (ahwa/hawa nafsu) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah
sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal
ini dikarenakan melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung setan kita dapat
menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka, atau yang dapat menghantarkan
diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah
jasmani yang paling disukai oleh setan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak
ada (maksudnya ahwa (hawa nafsu) dan setan tidak ada) maka hambarlah hidup yang
kita laksanakan, atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi sehingga kita
tidak akan dapat merasakan menjadi pemenang
jika tidak ada musuh dalam suatu permainan. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmanNya berikut ini: “Maka
Kami berkata: “Hai Adam, sesungguh-nya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi
istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari
surga yang menyebabkan kamu menjadi celaka”. (surat
Thaaha (20) ayat 117)”. Di
lain sisi, Allah SWT telah mengemukakan dalam surat Al A’raf (7) ayat 17
sebagaimana berikut ini: “kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan
dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat)”.
Berdasarkan ketentuan
ayat ini, setan sudah berada di depan
diri kita, di belakang diri kita, di kiri diri kita dan di kanan diri kita,
sehingga diri kita selalu di dalam pantauan radar setan sehingga setan akan
selalu mengitari dan mengelilingi diri kita sebelum melaksanakan aksinya. Lalu
jika ada kesempatan ia akan melaksanakan aksinya.
Sekali lagi kami ingatkan, setan walaupun sudah
ada dihadapan (mengelilingi) diri kita, di depan, di belakang, di kanan, di
kiri, namun ia belum bisa melaksanakan aksinya kepada diri kita sepanjang pintu
masuk untuk melaksanakan aksinya tidak ada. Salah satu pintu masuk yang harus
kita waspadai adalah saat diri kita mulai terpengaruh baik langsung ataupun
tidak langsung dari adanya nilai nilai kebaikan yang berasal dari ruhani
ataupun dari nilai nilai keburukan yang berasal dari jasmani. Jika kita terpengaruh dengan nilai-nilai
kebaikan lalu berusaha untuk berbuat kebaikan maka setan mulai melancarkan
aksinya agar diri kita jangan sampai berbuat hal hal yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT dan jika sampai kita melaksanakannya (maksudnya setan tidak
mampu mempengaruhi diri kita) maka langkah yang dilakukan oleh setan berikutnya
adalah merubah besaran kebaikan, atau merubah kualitas dari niat seseorang
dalam berbuat, atau mengaburkan keikhlasan di dalam berbuat sehingga hasilnya
akhirnya tidak maksimal.
Lalu bagaimana jika nilai nilai keburukan mulai
mempengaruhi diri kita? Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai
keburukan maka setan seperti diberikan bahan bakar yang sangat cepat lagi hebat
untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Setan langsung menyuruh kita untuk
berbuat tanpa harus memikirkan akibatnya. Setan berupaya jangan sampai hal yang
sudah dihadapannya gagal dilaksanakan oleh manusia. Setan akan berusaha terus
dan terus mempengaruhi manusia untuk melaksanakan apa apa yang berasal dari
nilai nilai keburukan dan bahkan akan menunjukkan jalan bagaimana hal itu bisa
dilaksanakan oleh manusia yang sudah terpengaruh dengan nafsunya.
Dan hal yang harus kita perhatikan adalah akhir
dari pekerjaan setan untuk menggoda dan mengganggu serta merayu manusia, ada
pada firman Allah SWT berikut ini: “dan berkatalah syaitan tatkala perkara
(hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu
janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku
menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan
(sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu
janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku
sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat
menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku
(dengan Allah) sejak dahulu.Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat
siksaan yang pedih. (surat Ibrahim (14) ayat 22)’.
Berdasarkan ketentuan ayat ini, setan melakukan
aksi lepas tangan dengan segala perbuatannya kepada manusia, dengan mengatakan
“janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi
cercalah dirimu sendiri.” Inilah jawaban dan pernyataan resmi setan kepada
manusia manusia yang telah terpengaruh oleh ahwa/hawa nafsunya, lalu apa yang
bisa kita perbuat saat hari berhisab kelak, selain menyesali diri sendiri!
Ingat, setan berbuat dan melaksanakan aksinya
sudah itu disetujui oleh Allah SWT sehingga kita wajib menerima setan sebagai
musuh abadi manusia. Jika tanpa ada setan maka tidak akan ada proses seleksi
secara adil dan fair tentang siapakah yang berhak menempati syurga dan siapakah
yang berhak menempati neraka. Inilah sunnatullah yang sudah berlaku dan akan berlaku
sampai hari kiamat tiba. Untuk itu,
jadilah orang yang cerdas dalam hidup ini yaitu orang yang memiliki kesadaran tentang tahu diri, tahu
aturan main dan tahu tujuan akhir yang diikuti dengan memiliki ilmu tentang
musuh diri kita, dalam hal ini ahwa (hawa nafsu) yang dibelakangnya ada setan.
Tanpa ini semuanya maka permainan kekhalifahan di muka bumi ini sulit untuk
kita menangkan. Ayo siapkan waktu untuk belajar dan memahami Diinul Islam
secara menyeluruh, bukan hanya sebatas syariatnya saja melainkan sampai dengan
hakekatnya. Selamat menikmati kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT dan
semoga kita semua mampu bertemu Allah SWT kelak di syurga. Amien.
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi berarti diri kita
adalah makhluk terhormat, jika sampai diri kita memperturutkan ahwa (hawa
nafsu) demi mengejar keinginan tertentu melalui cara-cara yang tidak terhormat,
seperti membuat syariat-syariat baru atau membuat ketentuan untuk kepentingan
sesaat, berarti diri kita memang sudah tidak layak lagi menyandang status
terhormat. Dan jika ini sudah terjadi atau kita sudah melakukannya berarti kita
tidak akan pernah sampai ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat,
untuk bertemu dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat
menghormati, karena kita pulang kampungnya ke neraka jahannam.
Dan
agar diri kita tidak salah jalan, ada baiknya kita mempelajari apa yang
dikemukakan oleh “Muhammad Mahdi al Ashifi” dalam bukunya “Mencerdaskan Hawa Nafsu”
menge-mukakan tentang pengaruh buruk (destruktif) ahwa (hawa nafsu ) bagi
manusia, sebagaimana berikut ini:
a. Ahwa (hawa nafsu) menutup pintu pintu hati dari petunjuk
Allah SWT sebagaimana termaktub dalam surat Al Jatsiyah (45) ayat 23 berikut
ini: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci
pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka
siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)?
Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.Demikianlah, mengikuti hawa
nafsu akan menyebabkan tertutupnya jendela jendela hati untuk menerima
kehadiran Allah, Rasul-Nya, tanda tanda kebesaran-Nya, hujjah-hujjah-Nya dan
bayyinah-bayyinah-Nya. Untuk itu berhati hatilah dengan hawa nafsu karena hawa
nafsu adalah sekutu kebutaan. Jauhilah hawa nafsu karena akan mangajak diri
kita kepada kebutaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
b. Ahwa (hawa nafsu) dapat menyesatkan manusia dan
menghalangi manusia dari jalan Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surat
Maryam (19) ayat 59 berikut ini: “Kemudian datanglah setelah mereka,
pengganti pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikui keinginannya
(memperturutkan hawa nafsunya) maka kelak mereka akan tersesat.” Dan
juga berdasarkan surat Shad (38) ayat 26 berikut ini: “Janganlah engkau mengikuti hawa
nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.”
Selain dua buah
ketentuan yang telah kami kemukakan di atas, ahwa (hawa nafsu) juga dapat
diartikan: (a) sebagai penyakit; (b) sebagai awal nestapa manusia; (c) sebagai kendaraan fitnah; (d) sebagai kehancuran dan kebinasaan; (e) sebagai pangkal kemusnahan; (f) sebagai musuh manusia; dan (g) hawa nafsu juga akan mendisfungsikan akal.
Beginilah jadinya bila ahwa (hawa nafsu) telah berkuasa dengan sewenang wenang.
Ia akan menjadi kendaraan yang melumpuhkan segala daya dan kekuatan kemanusian
manusia dan menggagalkan diri kita pulang kampung ke syurga. Dan disinilah
letak yang paling hakiki dari berperang melawan ahwa (hawa nafsu). Sudahkah
kita memahaminya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar