H. ALLAH SWT BERKEHENDAK
MEMUDAHKAN SEGALA URUSAN MANU-SIA.
Allah SWT berkehendak
untuk memudahkan segala urusan manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam
surat Al Kahfi (18) ayat 88 berikut ini: “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan
kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami". Sepanjang manusia mau
memenuhi apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, dalam hal ini beriman dan
beramal shaleh. Ini berarti sebuah
syarat dan ketentuan adalah sesuatu yang mutlak kita lakukan jika kita ingin
memperoleh atau mendapatkan sesuatu. Tanpa kita mau memenuhi syarat dan
ketentuan di maksud maka jangan pernah berharap kita mendapatkan atau
memperoleh sesuatu.
1. Allah SWT Tidak Ridha Manusia Menjadi Kafir. Allah SWT tidak ridha
manu-sia menjadi kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Az Zumar
(39) ayat 7 yang kami kemukakan di bawah ini, “Jika Kamu kafir
maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (imam)mu dan Dia tidak meridhai
kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam
(dada)mu.”
Hal ini dikarenakan manusia itu
sendiri adalah perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi, dan jika manusia
adalah perpanjangan tangan Allah SWT di
muka bumi berarti manusia tidak pernah akan pernah di program oleh Allah SWT
untuk menjadi kafir sedangkan kondisi dasar Allah SWT adalah yang sudah
menetapkan diri-Nya kasih sayang serta manusia di dalam program penghambaan dan
kekhalifahan di muka bumi pulangnya ke syurga bukan ke neraka.
Sekarang lihat diri kita sendiri, dimana di dalam diri kita
pasti terdapat ruh yang berasal dari Allah SWT melalui proses peniupan. Adanya
kondisi ini maka ruh dapat dipastikan memiliki Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal
dari Allah SWT yang tidak lain adalah cerminan Asmaul Husna dari Allah SWT itu
sendiri. Di lain sisi setelah ruh
ditiupkan ke dalam jasmani atau disatukan dengan jasmani maka Ruhpun sudah
mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhannya. Adanya Nilai-Nilai Ilahiah yang
terdapat di dalam ruh serta adanya pengakuan ruh kepada Allah SWT, lalu apakah
Allah SWT ridha kepada diri kita jika kita menjadi orang kafir?
Allah
SWT tidak akan pernah ridha kepada makhluknya yang kafir sebab tujuan dari
penciptaan manusia adalah untuk dijadikan perpanjangan tangan Allah SWT di muka
bumi atau akan dijadikan Wakil Allah SWT di muka bumi. Tanpa adanya Nilai-Nilai Ilahiah bagaimana
mungkin manusia dapat menciptakan kasih sayang diantara sesama manusia, atau
bagaimana mungkin akan terjadi keamanan dan ketertiban di muka bumi jika Allah
SWT meridhai kekafiran terjadi? Kekafiran dapat mendatangkan
kehancuran, kekafiran akan dapat menimbrulkan ketidak tentraman serta kebodohan
di muka bumi dan jika ini yang terjadi maka kondisi ini paling disukai oleh
syaitan.
2. Allah SWT Tidak Menyukai Manusia Ingkar. Allah SWT tidak
menyukai manu-sia ingkar. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ar Ruum (30) ayat
45 yang kami kemukakan berikut ini: “Agar Allah memberi pahala
kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karuniaNya. Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.” Kenapa Allah SWT
tidak suka kepada orang yang ingkar atau kenapa Allah SWT tidak suka kepada
orang tidak menepati janji? Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam rangka dijadikan sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Maka dibutuhkan
orang-orang yang patuh dan taat kepada Allah SWT sehingga terjadilah keamanan
dan ketertiban serta kenyamanan di muka bumi serta terpelihara dan terjaganya
apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT oleh sebab adanya abd’ (hamba)
yang juga khalifah yang tidak ingkar terhadap tugasnya di muka bumi.
Tanpa
adanya kepatuhan dan ketaatan yang dimiliki oleh manusia sebagai perpanjangan
tangan Allah SWT di muka bumi, dapatkah ketentraman dan ketertiban terjadi jika
orang yang menjadi khalifah di muka bumi adalah orang yang ingkar atau orang
yang selalu ingkar janji? Seorang khalifah yang sekaligus makhluk pilihan wajib
memiliki kejujuran dan selalu menepati janjinya. Sekarang jika Allah SWT sudah
menyatakan tidak suka terhadap manusia yang ingkar, kenapa masih ada manusia
yang suka berbuat ingkar? Hal ini bisa terjadi karena pengaruh ahwa (hawa
nafsu) dan juga karena pengaruh buruk atau terperdaya oleh gangguan dan bisikan
syaitan.
I. ALLAH SWT BERKEHENDAK UNTUK MEMBERIKAN NIKMAT
DAN RAH-MAT-NYA SERTA MENGAZAB MANUSIA YANG SOMBONG.
Allah SWT berkehendak untuk memberikan nikmat
dan rahmat kepada setiap orang yang taqwa atau sepanjang manusia itu mau
memenuhi apa-apa yang dikehendaki AllahSWT akan memberi Nikmat dan Rahmat-Nya.
Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Qashash (28) ayat 83-84 berikut
ini: “negeri akhirat
itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa. Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan,
Maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan Barangsiapa
yang datang dengan (membawa) kejahatan, Maka tidaklah diberi pembalasan kepada
orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa
yang dahulu mereka kerjakan.”
Allah SWT juga berkehendak
untuk mengazab setiap manusia yang sombong atau yang tidak sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Untuk itu Allah SWT
berkehendak kepada abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi
untuk selalu rendah hati kepada siapapun juga apalagi kepada Allah SWT sebab
congkak dan sombong hanya milik Allah
SWT semata selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini. Hal ini sebagaimana
dikemu-kakan dalam surat Al Qashash (28) ayat 79-80 berikut ini: “Maka keluarlah Karun kepada kaumnya
dalam kemegahannya. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:
"Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar". berkatalah orang-orang yang dianugerahi
ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik
bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala
itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar".
J. ALLAH SWT BERKEHENDAK MENGAJARKAN ALQURAN.
Allah SWT berkehendak untuk mengajarkan AlQuran
sepanjang manusia mau menerima, mau mengimani, mau mempelajari dan mau
melaksanakan isi dan kandungan AlQuran yang
tidak lain adalah wahyu dari Allah SWT itu sendiri, yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Qiyaamah (75) ayat
16-17-18-19 berikut ini: “janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) AlQuran karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas
tanggungan kamilah penjelasannya.” Adalah sangat dzalim bagi Allah SWT jika Allah SWT
berkehen-dak kepada abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya tanpa
memberikan pedoman dan petunjuk yang baku. Selanjutnya Allah SWT juga bertanggungjawab untuk
mengajar-kan kepada semua umat manusia yang mau mempelajarinya. Cara dan
methode Allah SWT di dalam memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada manusia
atas kitab yang diturunkan-Nya, sangat berbeda dengan cara yang berlaku
diantara manusia. Allah SWT mempunyai cara tersendiri di dalam memberikan
pengajaran dan pemahaman bagi umat—Nya, bagi hamba-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya sepanjang umatnya mau mempelajari kitab Allah SWT.
Apabila umat Nabi Muhammad SAW mampu mempelajari AlQuran yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT maka berlakulah firman-Nya berikut ini: “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (surat Al Alaq (96) ayat 5). Inilah janji Allah SWT
kepa-da umat manusia yang mau mempelajari AlQuran yang sesuai dengan
kehendak-Nya. Sekarang tergantung kepada diri kita maukah diajarkan oleh Allah
SWT tentang apa apa yang tidak kita ketahui melalui AlQuran yang sudah ada
dihadapan diri kita. Ingat, janji Allah SWT ini berlaku umum sehingga berlaku
kepada siapapun juga, sepanjang seseorang mau mempelajarinya maka sepanjang itu
pula Allah SWT akan mengajarkannya.
Lalu apakah mungkin Allah SWT akan mengajar seseorang secara mendalam
jika seseorang yang mempelajari AlQuran dengan cara malas-malasan, atau hanya
sibuk dengan urusan bacaan saja sehingga waktunya habis untuk hal-hal yang
berkaitan dengan masalah tajwid, qiraat dan tasdit yang pada akhirnya kita bisa
membaca AlQuran tapi tidak tahu apa isi dan kandungannya, atau mampu
menghapalkan AlQuran tetapi tanpa makna atau seperti orang menonton televisi
tanpa ada suaranya. Disinilah letak nilai perjuangan diri kita yang membutuhkan
AlQuran, terutama keseriusan di dalam mempelajarinya dan juga usaha keras dari
diri kita untuk memahaminya serta kemampuan dan kesempatan untuk
menye-barluaskannya.
Ingat, Allah SWT di dalam memberikan pengajaran kepada diri kita tidak
secara sekaligus, namun secara perlahan lahan namun pasti. Semakin kita
berusaha memahami AlQuran yang diikuti dengan mengamalkan dan mengajarkannya
(mendakwahkan) maka Allah SWT akan menambah pemahaman yang kita miliki dengan
tidak terburu-buru, namun melalui sebuah proses yang berkelanjutan sedikit demi
sedikit, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Qiyamah (75) ayat 16 berikut ini:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) AlQuran karena hendak cepat cepat (menguasainya). (surat Al Qiyamah (75) ayat 16).” Namun
apabila pemahaman yang kita peroleh dari Allah SWT hanya untuk kepen-tingan
diri sendiri sehingga kita saja yang bisa menikmatinya, maka sampai disitu pula
Allah SWT memberikan pengajaran kepada diri kita. Allah SWT tidak berkenan
menambah pemahaman yang baru dan yang lebih menda-lam kepada diri kita akibat
ulah diri kita sendiri yang pelit membagikan ilmu kepada sesama umat manusia
sehingga ilmu dan pemahaman yang kita miliki tidak pernah berkembang.
K. ALLAH SWT BERKEHENDAK UNTUK MENGUBAH NASIB
SESEORANG.
Allah SWT berkehendak untuk mengubah nasib
seseorang sepanjang orang tersebut ingin berubah atas apa-apa yang ada pada
dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat surat Ar Ra'd (13)
ayat 11 berikut ini: “bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah
tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.”
Allah SWT memberikan
kesempatan ini karena Allah SWT adalah Maha Pemaaf sehingga dengan Maaf-Nya
tersebut diri kita mempunyai kesempatan ke dua untuk memperbaiki diri sehingga
dapat pulang kampung ke syurga atau sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal yang
harus kita perhatikan adalah bahwa kesempatan kedua yang diberikan oleh Allah
SWT hanya berlaku sebelum ruh diri kita dipisahkan oleh Malaikat Izrail dengan
jasmani kita. Untuk itu manfaatkanlah kesemapatan yang telah diberikan oleh
Allah SWT ini dengan sebaik mungkin sebab jika Malaikat Izrail sudah datang
maka ia tidak akan pernah gagal melaksanakan tugasnya.
L. ALLAH SWT BERKEHENDAK AGAR MANUSIA TIDAK
MEMPERTURUT-KAN AHWA (HAWA NAFSU)NYA.
Allah SWT berkehendak kepada manusia untuk tidak
memperturutkan ahwa (hawa nafsu) sehingga sifat-sifat alamiah jasmani yang
sesuai dengan kehendak syaitan dapat mengalahkan sifat-sifat alamiah ruhani
sehingga tingkah laku manusia sudah tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai
kebaikan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Kahfi (18) ayat 28-29
berikut ini: “dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.dan
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.”
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya
di muka bumi, ketahuilah bahwa ahwa (hawa nafsu) dapat dipastikan akan
menjerumuskan manusia kepada kebinasaan, menolong musuh, rakus terhadap sesuatu
yang buruk, dan mengikuti kejahatan dan keburukan. Ahwa (hawa nafsu), sesuai
dengan tabiatnya menyukai pelanggaran. Karena itu, nikmat yang tidak ada
bandingnya adalah dapat lari darinya dan membebaskan diri dari perbudakan
ahwan(hawa nafsu). Ahwa (hawa nafsu) juga adalah hijab atau penghalang terbesar antara
hamba dengan Allah SWT. Dan manusia yang paling mengetahui nafsunya
adalah manusia yang paling keras menegur dan membencinya. Disinilah letak dari
pentingnya kita berjihad melawan hawa nafsu yang sesuai dengan ketentuan hadits berikut ini: “Jihad
yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa
nafsunya” (Hadits shahih diriwayatkan
oleh Ibnu Najjar dari Abu Dzarr).
Selain daripada itu, berdasarkan surat An
Nazi’at (79) ayat 37 sampai 41 berikut ini: Adapun orang yang melampaui
batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, Maka Sesungguhnya nerakalah
tempat tinggal(nya).dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya
dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah
tempat tinggal(nya)”. Ahwa (hawa nafsu) pada hakekatnya menyeru manusia
untuk berbuat melampaui batas dan mengutamakan kehidupan dunia dengan
mengesampingkan kehidupan akhirat. Sedangkan Allah menyeru untuk bertaqwa dan
tidak menuruti keinginan ahwa (hawa nafsu). Adanya kondisi ini menunjukkan di
dalam diri manusia ada sesuatu yang saling kontroversial, namun dibalik
kontroversial ini terdapat sebuah per-mainan yang harus kita laksanakan, yaitu
mampukah diri kita berada sesuai dengan kehen-dak Allah SWT ataukah berada
sesuai dengan kehendak syaitan.
Di dalam ahwa (hawa nafsu) juga terdapat
perilaku binatang, seperti keserakahan burung gagak, ketamakan anjing,
kebodohan burung merak, kedurhakaan biawak, kedengkian unta, keganasan singa,
kefasikan tikus, kekejian ular, kesiasiaan kera, penghimpunan lebah, makarnya
serigala, kepandiran kupu kupu, dan tidurnya anjing hutan. Adanya perilaku
binatang yang kami kemukakan di atas ini, bukanlah isapan jempol melainkan
sesuatu yang nyata. Lihatlah orang yang mempertuhankan ahwa (hawa nafsu) nya
sehingga perilakunya telah berubah tidak ubahnya seperti perilaku
binatang.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah
khalifah-Nya di muka bumi, ketahuilah bahwa dalam jiwa setiap manusia, ada tiga
penyeru yang saling tarik menarik, yaitu:
1. Penyeru yang mendorong seseorang untuk
berperilaku seperti perilaku syaitan, mi-salnya congkak, dengki, tinggi hati,
melampaui batas, suka berbuat jahat, suka mencela, merusak dan suka menipu;
2. Penyeru yang mendorong seseorang untuk
berperilaku seperti perilaku binatang, yaitu penyeru yang menuntutnya untuk
memenuhi tuntutan syahwat;
3. Penyeru yang mendorong seseorang untuk
berperilaku seperti perilaku malaikat, misalnya suka berbuat kebajikan, gemar
memberi dan menerima nasehat, berbakti, cinta ilmu, dan selalu bersikap taat.
Untuk itu ketahuilah bahwa melatih nafsu (mengendalikan
ahwa atau hawa nafsu) lebih sulit daripada melatih singa. Singa, jika sudah
dimasukkan ke dalam kerangkeng oleh pemiliknya, amanlah kita dari bahayanya.
Adapun ahwa (hawa nafsu), walaupun sudah dipenjarakan, belum tentu kita aman
dari bahayanya. Dan jihad melawan ahwa (hawa nafsu) wajib hukumnya bagi setiap
manusia tanpa terkecuali. Jihad melawan ahwa (hawa nafsu) terdiri dari empat
tahapan, yaitu:
1. Melawannya
dengan mempelajari petunjuk dan Agama yang benar. Agama yang mengantarkan kita
kepada keberuntungan dan kebahagiaan hidup dan mati yang hanya dapat diraih
dengan agama ini, Jika tidak mengetahui tentang ajaran agama ini, Diinul Islam,
maka seseorang akan merana di dunia dan akhirat.
2. Melawannya
dengan mengamalkan ajaran Islam setelah mengetahuinya. Jika tidak diamalkan,
agama hanya menjadi pengetahuan yang tidak bermanfaat atau bahkan menjadi
pengetahuan yang berbahaya.
3. Melawannya
dengan mengajak manusia kepada agama Islam yang benar dan me-ngajarkannya kepada
yang belum mengetahui. Jika tidak melakukan hal ini, seseorang dapat dituduh
telah menyembunyikan petunjuk dan keterangan yang diturunkan oleh Allah SWT.
Ilmunya tidak bermanfaat, dan karenanya tidak dapat menyelamatkannya dari siksa
api neraka.
4. Melawannya
dengan kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan celaan ketika mengajak manusia
ke jalan Allah dan semuanya harus dilakukan karena Allah semata.
Agar diri kita mampu sukses melawan dan
mengalahkan ahwa (hawa nafsu), Allah SWT berfirman dalam surat Al Ankabuut (29)
ayat 69 berikut ini: “dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik”. Untuk itu ketahuilah
bahwa kesuksesan melawan ahwa (hawa nafsu) sangat tergantung kepada jihadnya
(kesungguhannya) di dalam memerangi ahwa (hawa nafsu). Oleh karena itu, orang
yang paling sempurna pencapaiannya adalah orang yang paling keras jihadnya.
Adapun jihad yang diwajibkan, secara berurutan dapat kami kemukakan adalah: (1)
jihad melawan ahwa (hawa nafsu); (2)
jihad melawan ego; (3) jihad melawan
syaitan dan; (4) jihad melawan dunia.
Barangsiapa berjihad melawan hal ini, Allah SWT akan membentangkan baginya
jalan untuk meraih ridhaNya yang akan menghantarkannya ke syurga.
Sementara orang yang meninggalkan jihad secara
sengaja, akan kehilangan petunjuk sebe-sar jihad yang ditinggalkannya.
Rasulullah SAW bersabda: “Jihad yang paling utama adalah orang yang
berjihad melawan nafsunya karena Allah SWT”. Oleh karena itu, selama
diri kita belum mampu menundukkan dan memaksa nafsu untuk melaksanakan perintah
dan meninggalkan larangan, seseorang tidak mungkin dapat memerangi musuh yang
berada di luar dirinya. Nabi SAW bersabda: Orang yang berjihad adalah orang yang
menerangi nafsunya dalam taat kepada Allah, sedangkan orang yang berhijrah
adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. (Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu
Majah)”. Tidak mungkin ia dapat meme-rangi dan berada di tengah tengah
musuh jika musuh yang berada di depannya masih menguasai dirinya. Sekedar
keluar untuk menghadapinya, ia pun tidak akan mampu, kecuali jika ia
menundukkan, atau mengalahkan nafsunya terlebih dahulu.
Sedangkan menurut hadits yang diriwayatkan oleh
Ahmad dan Ath Thirmidzi sebagaimana berikut ini: “Orang yang cerdas adalah orang
yang dapat menundukkan nafsunya kemudian bekerja untuk kehidupan setelah mati.
Sementara orang yang lemah akalnya adalah orang yang menuruti hawa nafsunya
kemudian berharap kepada Allah”. Berdasarkan hadits ini, manusia
terbagi dua kelompok, yaitu : orang yang cerdas dan orang yang lemah akalnya. Orang
yang cerdas adalah orang yang cerdik yang berpendirian teguh dan selalu
memperhatikan akibat segala sesuatu. Ia dapat menundukkan dan
menggunakan nafsunya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan di
akhirat.
Orang yang lemah akalnya adalah orang yang
dungu yang tidak berpengetahuan, yang tidak pernah memikirkan buah dari
perbuatannya. Orang tersebut lebih suka
mengikuti nafsunya yang cenderung kepada sesuatu yang membawa kenikmatan
duniawi, meskipun sebenarnya kenikmatan itu membawa malapetaka bagi
kehidupannya di akhirat, bahkan juga bagi kehidupannya di dunia. Sedangkan Orang yang mengikuti keinginan
ahwa (hawa nafsu)nya, dan ini yang biasanya terjadi, akan segera mendapatkan
aib di dunia, akan segara jatuh martabatnya di mata Allah dan manusia, dan akan
segera mendapatkan kehinaan.
Dia tidak akan mendapatkan kebaikan dunia dan
akhirat yang berupa ilmu yang bermanfaat dan rezeki yang luas lagi berkah. Dan
orang yang melawan nafsunya serta tidak menuruti keinginannya, akan segera
mendapatkan balasan di dunia serta berkahnya yang berupa ilmu, iman dan rezeki.
Atau dengan kata lain, siapa saja yang mampu menguasai, menga-lahkan dan
menundukkan hawa nafsunya, maka ia akan menjadi orang yang mulia karena ia
telah mengalahkan dan menawan musuhnya yang paling kuat serta mencegah kejahatannya.
M. ALLAH SWT BERKEHENDAK MENERIMA TAUBAT MANUSIA.
Allah SWT berkehendak
untuk menerima taubat manusia, sepanjang manusia itu sendiri mau meminta
ampunan kepada Allah SWT dan juga sepanjang ruh belum sampai di kerongkongan.
Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat
An Nisaa' (4) ayat 26-27-28 berikut ini: “Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan
menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para Nabi dan shalihin)
dan (hendak) menerima taubatmu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa
nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu
dan manusia dijadikan bersifat lemah.”
Selain daripada itu, Allah SWT juga berkehendak agar manusia untuk taubat hanya kepada Allah
SWT saja, hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Furqaan (25) ayat 71
berikut ini: “dan orang-orang yang bertaubat dan
mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan
taubat yang sebenar-benarnya.” Dan adanya
kesempatan untuk taubat hanya kepada Allah SWT, akan memberikan kesempatan
kepada diri kita untuk memperbaiki diri atau kita masih diberikannya kesempatan
untuk pulang kampung ke Syurga oleh Allah SWT.
Sebagai pengingat bagi kita semua, fasilitas taubat yang diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita hanya berlaku saat diri kita masih hidup di dunia, itupun dibatasi sebelum ruh tiba di kerongkongan dan diri kita wajib dalam keadaan beriman kepada-Nya. Dan jika sampai ruh sudah tiba di kerongkongan tetapi prosesi meminta taubat belum dilakukan makan berakhirlah fasilitas taubat yang diberikan kepada umat manusia dan bersiaplah untuk mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah kita lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar