Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 05 Juni 2024

KEHENDAK ALLAH SWT MERUPAKAN KETENTUAN DASAR YANG MENGIKAT BAGI UMAT MANUSIA (PART 4 of 5)

 

H.  ALLAH SWT BERKEHENDAK MEMUDAHKAN SEGALA URUSAN MANU-SIA.

 

Allah SWT berkehendak untuk memudahkan segala urusan manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Kahfi (18) ayat 88 berikut ini: “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami". Sepanjang manusia mau memenuhi apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, dalam hal ini beriman dan beramal shaleh. Ini berarti sebuah syarat dan ketentuan adalah sesuatu yang mutlak kita lakukan jika kita ingin memperoleh atau mendapatkan sesuatu. Tanpa kita mau memenuhi syarat dan ketentuan di maksud maka jangan pernah berharap kita mendapatkan atau memperoleh sesuatu.

 

1.    Allah SWT Tidak Ridha Manusia Menjadi Kafir. Allah SWT tidak ridha manu-sia menjadi kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Az Zumar (39) ayat 7 yang kami kemukakan di bawah ini, “Jika Kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (imam)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.”  

 

Hal ini dikarenakan manusia itu sendiri adalah perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi, dan jika manusia adalah perpanjangan tangan  Allah SWT di muka bumi berarti manusia tidak pernah akan pernah di program oleh Allah SWT untuk menjadi kafir sedangkan kondisi dasar Allah SWT adalah yang sudah menetapkan diri-Nya kasih sayang serta manusia di dalam program penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi pulangnya ke syurga bukan ke neraka.

 

Sekarang lihat diri kita sendiri, dimana di dalam diri kita pasti terdapat ruh yang berasal dari Allah SWT melalui proses peniupan. Adanya kondisi ini maka ruh dapat dipastikan memiliki Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal dari Allah SWT yang tidak lain adalah cerminan Asmaul Husna dari Allah SWT itu sendiri.  Di lain sisi setelah ruh ditiupkan ke dalam jasmani atau disatukan dengan jasmani maka Ruhpun sudah mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhannya. Adanya Nilai-Nilai Ilahiah yang terdapat di dalam ruh serta adanya pengakuan ruh kepada Allah SWT, lalu apakah Allah SWT ridha kepada diri kita jika kita menjadi orang kafir?

 

Allah SWT tidak akan pernah ridha kepada makhluknya yang kafir sebab tujuan dari penciptaan manusia adalah untuk dijadikan perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi atau akan dijadikan Wakil Allah SWT di muka bumi. Tanpa adanya Nilai-Nilai Ilahiah bagaimana mungkin manusia dapat menciptakan kasih sayang diantara sesama manusia, atau bagaimana mungkin akan terjadi keamanan dan ketertiban di muka bumi jika Allah SWT meridhai kekafiran terjadi? Kekafiran dapat mendatangkan kehancuran, kekafiran akan dapat menimbrulkan ketidak tentraman serta kebodohan di muka bumi dan jika ini yang terjadi maka kondisi ini paling disukai oleh syaitan.

 

2.    Allah SWT Tidak Menyukai Manusia Ingkar. Allah SWT tidak menyukai manu-sia ingkar. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ar Ruum (30) ayat 45 yang kami kemukakan berikut ini: “Agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karuniaNya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.” Kenapa Allah SWT tidak suka kepada orang yang ingkar atau kenapa Allah SWT tidak suka kepada orang tidak menepati janji? Manusia diciptakan oleh  Allah SWT dalam rangka dijadikan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Maka dibutuhkan orang-orang yang patuh dan taat kepada Allah SWT sehingga terjadilah keamanan dan ketertiban serta kenyamanan di muka bumi serta terpelihara dan terjaganya apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT oleh sebab adanya abd’ (hamba) yang juga khalifah yang tidak ingkar terhadap tugasnya di muka bumi.

 

Tanpa adanya kepatuhan dan ketaatan yang dimiliki oleh manusia sebagai perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi, dapatkah ketentraman dan ketertiban terjadi jika orang yang menjadi khalifah di muka bumi adalah orang yang ingkar atau orang yang selalu ingkar janji? Seorang khalifah yang sekaligus makhluk pilihan wajib memiliki kejujuran dan selalu menepati janjinya. Sekarang jika Allah SWT sudah menyatakan tidak suka terhadap manusia yang ingkar, kenapa masih ada manusia yang suka berbuat ingkar? Hal ini bisa terjadi karena pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga karena pengaruh buruk atau terperdaya oleh gangguan dan bisikan syaitan. 

  

I.    ALLAH SWT BERKEHENDAK UNTUK MEMBERIKAN NIKMAT DAN RAH-MAT-NYA SERTA MENGAZAB MANUSIA YANG SOMBONG.

 

Allah SWT berkehendak untuk memberikan nikmat dan rahmat kepada setiap orang yang taqwa atau sepanjang manusia itu mau memenuhi apa-apa yang dikehendaki AllahSWT akan memberi Nikmat dan Rahmat-Nya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Qashash (28) ayat 83-84 berikut ini: “negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, Maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, Maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.”

 

Allah SWT juga berkehendak untuk mengazab setiap manusia yang sombong atau yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu Allah SWT berkehendak kepada abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi untuk selalu rendah hati kepada siapapun juga apalagi kepada Allah SWT sebab congkak dan sombong hanya milik  Allah SWT semata selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini. Hal ini sebagaimana dikemu-kakan dalam surat Al Qashash (28) ayat 79-80 berikut ini: “Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai  keberuntungan yang besar". berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar".

 

J.     ALLAH SWT BERKEHENDAK MENGAJARKAN ALQURAN.

 

Allah SWT berkehendak untuk mengajarkan AlQuran sepanjang manusia mau menerima, mau mengimani, mau mempelajari dan mau melaksanakan isi dan kandungan AlQuran yang tidak lain adalah wahyu dari Allah SWT itu sendiri, yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Qiyaamah (75) ayat 16-17-18-19 berikut ini: “janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) AlQuran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.” Adalah sangat dzalim bagi Allah SWT jika Allah SWT berkehen-dak kepada abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya tanpa memberikan pedoman dan petunjuk yang baku. Selanjutnya Allah SWT juga bertanggungjawab untuk mengajar-kan kepada semua umat manusia yang mau mempelajarinya. Cara dan methode Allah SWT di dalam memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada manusia atas kitab yang diturunkan-Nya, sangat berbeda dengan cara yang berlaku diantara manusia. Allah SWT mempunyai cara tersendiri di dalam memberikan pengajaran dan pemahaman bagi umat—Nya, bagi hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya sepanjang umatnya mau mempelajari kitab Allah SWT.

 

Apabila umat Nabi Muhammad SAW mampu mempelajari AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka berlakulah firman-Nya berikut ini: “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (surat Al Alaq (96) ayat 5). Inilah janji Allah SWT kepa-da umat manusia yang mau mempelajari AlQuran yang sesuai dengan kehendak-Nya. Sekarang tergantung kepada diri kita maukah diajarkan oleh Allah SWT tentang apa apa yang tidak kita ketahui melalui AlQuran yang sudah ada dihadapan diri kita. Ingat, janji Allah SWT ini berlaku umum sehingga berlaku kepada siapapun juga, sepanjang seseorang mau mempelajarinya maka sepanjang itu pula Allah SWT akan mengajarkannya.

 

Lalu apakah mungkin Allah SWT akan mengajar seseorang secara mendalam jika seseorang yang mempelajari AlQuran dengan cara malas-malasan, atau hanya sibuk dengan urusan bacaan saja sehingga waktunya habis untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah tajwid, qiraat dan tasdit yang pada akhirnya kita bisa membaca AlQuran tapi tidak tahu apa isi dan kandungannya, atau mampu menghapalkan AlQuran tetapi tanpa makna atau seperti orang menonton televisi tanpa ada suaranya. Disinilah letak nilai perjuangan diri kita yang membutuhkan AlQuran, terutama keseriusan di dalam mempelajarinya dan juga usaha keras dari diri kita untuk memahaminya serta kemampuan dan kesempatan untuk menye-barluaskannya.

 

Ingat, Allah SWT di dalam memberikan pengajaran kepada diri kita tidak secara sekaligus, namun secara perlahan lahan namun pasti. Semakin kita berusaha memahami AlQuran yang diikuti dengan mengamalkan dan mengajarkannya (mendakwahkan) maka Allah SWT akan menambah pemahaman yang kita miliki dengan tidak terburu-buru, namun melalui sebuah proses yang berkelanjutan sedikit demi sedikit, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Qiyamah (75) ayat 16 berikut ini: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) AlQuran karena hendak cepat cepat (menguasainya). (surat  Al Qiyamah (75) ayat 16).” Namun apabila pemahaman yang kita peroleh dari Allah SWT hanya untuk kepen-tingan diri sendiri sehingga kita saja yang bisa menikmatinya, maka sampai disitu pula Allah SWT memberikan pengajaran kepada diri kita. Allah SWT tidak berkenan menambah pemahaman yang baru dan yang lebih menda-lam kepada diri kita akibat ulah diri kita sendiri yang pelit membagikan ilmu kepada sesama umat manusia sehingga ilmu dan pemahaman yang kita miliki tidak pernah berkembang.  

 

K.    ALLAH SWT BERKEHENDAK UNTUK MENGUBAH NASIB SESEORANG.

 

Allah SWT berkehendak untuk mengubah nasib seseorang sepanjang orang tersebut ingin berubah atas apa-apa yang ada pada dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat surat Ar Ra'd (13) ayat 11 berikut ini: “bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”  

 

Allah SWT memberikan kesempatan ini karena Allah SWT adalah Maha Pemaaf sehingga dengan Maaf-Nya tersebut diri kita mempunyai kesempatan ke dua untuk memperbaiki diri sehingga dapat pulang kampung ke syurga atau sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal yang harus kita perhatikan adalah bahwa kesempatan kedua yang diberikan oleh Allah SWT hanya berlaku sebelum ruh diri kita dipisahkan oleh Malaikat Izrail dengan jasmani kita. Untuk itu manfaatkanlah kesemapatan yang telah diberikan oleh Allah SWT ini dengan sebaik mungkin sebab jika Malaikat Izrail sudah datang maka ia tidak akan pernah gagal melaksanakan tugasnya.

 

L.  ALLAH SWT BERKEHENDAK AGAR MANUSIA TIDAK MEMPERTURUT-KAN AHWA (HAWA NAFSU)NYA.

 

Allah SWT berkehendak kepada manusia untuk tidak memperturutkan ahwa (hawa nafsu) sehingga sifat-sifat alamiah jasmani yang sesuai dengan kehendak syaitan dapat mengalahkan sifat-sifat alamiah ruhani sehingga tingkah laku manusia sudah tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai kebaikan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Kahfi (18) ayat 28-29 berikut ini: “dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”  

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, ketahuilah bahwa ahwa (hawa nafsu) dapat dipastikan akan menjerumuskan manusia kepada kebinasaan, menolong musuh, rakus terhadap sesuatu yang buruk, dan mengikuti kejahatan dan keburukan. Ahwa (hawa nafsu), sesuai dengan tabiatnya menyukai pelanggaran. Karena itu, nikmat yang tidak ada bandingnya adalah dapat lari darinya dan membebaskan diri dari perbudakan ahwan(hawa nafsu). Ahwa (hawa nafsu) juga adalah hijab atau penghalang terbesar antara hamba dengan Allah SWT. Dan manusia yang paling mengetahui nafsunya adalah manusia yang paling keras menegur dan membencinya. Disinilah letak dari pentingnya kita berjihad melawan hawa nafsu yang sesuai dengan  ketentuan hadits berikut ini: “Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya”  (Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Najjar dari Abu Dzarr).

 

Selain daripada itu, berdasarkan surat An Nazi’at (79) ayat 37 sampai 41 berikut ini: Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)”. Ahwa (hawa nafsu) pada hakekatnya menyeru manusia untuk berbuat melampaui batas dan mengutamakan kehidupan dunia dengan mengesampingkan kehidupan akhirat. Sedangkan Allah menyeru untuk bertaqwa dan tidak menuruti keinginan ahwa (hawa nafsu). Adanya kondisi ini menunjukkan di dalam diri manusia ada sesuatu yang saling kontroversial, namun dibalik kontroversial ini terdapat sebuah per-mainan yang harus kita laksanakan, yaitu mampukah diri kita berada sesuai dengan kehen-dak Allah SWT ataukah berada sesuai dengan kehendak syaitan.

 

Di dalam ahwa (hawa nafsu) juga terdapat perilaku binatang, seperti keserakahan burung gagak, ketamakan anjing, kebodohan burung merak, kedurhakaan biawak, kedengkian unta, keganasan singa, kefasikan tikus, kekejian ular, kesiasiaan kera, penghimpunan lebah, makarnya serigala, kepandiran kupu kupu, dan tidurnya anjing hutan. Adanya perilaku binatang yang kami kemukakan di atas ini, bukanlah isapan jempol melainkan sesuatu yang nyata. Lihatlah orang yang mempertuhankan ahwa (hawa nafsu) nya sehingga perilakunya telah berubah tidak ubahnya seperti perilaku binatang. 

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi, ketahuilah bahwa dalam jiwa setiap manusia, ada tiga penyeru yang saling tarik menarik, yaitu:

 

1.     Penyeru yang mendorong seseorang untuk berperilaku seperti perilaku syaitan, mi-salnya congkak, dengki, tinggi hati, melampaui batas, suka berbuat jahat, suka mencela, merusak dan suka menipu;

2.   Penyeru yang mendorong seseorang untuk berperilaku seperti perilaku binatang, yaitu penyeru yang menuntutnya untuk memenuhi tuntutan syahwat;

3.   Penyeru yang mendorong seseorang untuk berperilaku seperti perilaku malaikat, misalnya suka berbuat kebajikan, gemar memberi dan menerima nasehat, berbakti, cinta ilmu, dan selalu bersikap taat.

 

Untuk itu ketahuilah bahwa melatih nafsu (mengendalikan ahwa atau hawa nafsu) lebih sulit daripada melatih singa. Singa, jika sudah dimasukkan ke dalam kerangkeng oleh pemiliknya, amanlah kita dari bahayanya. Adapun ahwa (hawa nafsu), walaupun sudah dipenjarakan, belum tentu kita aman dari bahayanya. Dan jihad melawan ahwa (hawa nafsu) wajib hukumnya bagi setiap manusia tanpa terkecuali. Jihad melawan ahwa (hawa nafsu) terdiri dari empat tahapan, yaitu:

 

1.   Melawannya dengan mempelajari petunjuk dan Agama yang benar. Agama yang mengantarkan kita kepada keberuntungan dan kebahagiaan hidup dan mati yang hanya dapat diraih dengan agama ini, Jika tidak mengetahui tentang ajaran agama ini, Diinul Islam, maka seseorang akan merana di dunia dan akhirat.

2.     Melawannya dengan mengamalkan ajaran Islam setelah mengetahuinya. Jika tidak diamalkan, agama hanya menjadi pengetahuan yang tidak bermanfaat atau bahkan menjadi pengetahuan yang berbahaya.

3.    Melawannya dengan mengajak manusia kepada agama Islam yang benar dan me-ngajarkannya kepada yang belum mengetahui. Jika tidak melakukan hal ini, seseorang dapat dituduh telah menyembunyikan petunjuk dan keterangan yang diturunkan oleh Allah SWT. Ilmunya tidak bermanfaat, dan karenanya tidak dapat menyelamatkannya dari siksa api neraka.

4.  Melawannya dengan kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan celaan ketika mengajak manusia ke jalan Allah dan semuanya harus dilakukan karena Allah semata.

 

Agar diri kita mampu sukses melawan dan mengalahkan ahwa (hawa nafsu), Allah SWT berfirman dalam surat Al Ankabuut (29) ayat 69 berikut ini: “dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.  Untuk itu ketahuilah bahwa kesuksesan melawan ahwa (hawa nafsu) sangat tergantung kepada jihadnya (kesungguhannya) di dalam memerangi ahwa (hawa nafsu). Oleh karena itu, orang yang paling sempurna pencapaiannya adalah orang yang paling keras jihadnya. Adapun jihad yang diwajibkan, secara berurutan dapat kami kemukakan adalah: (1) jihad melawan ahwa (hawa nafsu); (2) jihad melawan ego; (3) jihad melawan syaitan dan; (4) jihad melawan dunia. Barangsiapa berjihad melawan hal ini, Allah SWT akan membentangkan baginya jalan untuk meraih ridhaNya yang akan menghantarkannya ke syurga.

 

Sementara orang yang meninggalkan jihad secara sengaja, akan kehilangan petunjuk sebe-sar jihad yang ditinggalkannya. Rasulullah SAW bersabda: “Jihad yang paling utama adalah orang yang berjihad melawan nafsunya karena Allah SWT”. Oleh karena itu, selama diri kita belum mampu menundukkan dan memaksa nafsu untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, seseorang tidak mungkin dapat memerangi musuh yang berada di luar dirinya. Nabi SAW bersabda: Orang yang berjihad adalah orang yang menerangi nafsunya dalam taat kepada Allah, sedangkan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. (Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)”. Tidak mungkin ia dapat meme-rangi dan berada di tengah tengah musuh jika musuh yang berada di depannya masih menguasai dirinya. Sekedar keluar untuk menghadapinya, ia pun tidak akan mampu, kecuali jika ia menundukkan, atau mengalahkan nafsunya terlebih dahulu.

 

Sedangkan menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath Thirmidzi sebagaimana berikut ini: “Orang yang cerdas adalah orang yang dapat menundukkan nafsunya kemudian bekerja untuk kehidupan setelah mati. Sementara orang yang lemah akalnya adalah orang yang menuruti hawa nafsunya kemudian berharap kepada Allah”. Berdasarkan hadits ini, manusia terbagi dua kelompok, yaitu : orang yang cerdas dan orang yang lemah akalnya. Orang yang cerdas adalah orang yang cerdik yang berpendirian teguh dan selalu memperhatikan akibat segala sesuatu. Ia dapat menundukkan dan menggunakan nafsunya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan di akhirat.

 

Orang yang lemah akalnya adalah orang yang dungu yang tidak berpengetahuan, yang tidak pernah memikirkan buah dari perbuatannya. Orang tersebut lebih suka mengikuti nafsunya yang cenderung kepada sesuatu yang membawa kenikmatan duniawi, meskipun sebenarnya kenikmatan itu membawa malapetaka bagi kehidupannya di akhirat, bahkan juga bagi kehidupannya di dunia. Sedangkan Orang yang mengikuti keinginan ahwa (hawa nafsu)nya, dan ini yang biasanya terjadi, akan segera mendapatkan aib di dunia, akan segara jatuh martabatnya di mata Allah dan manusia, dan akan segera mendapatkan kehinaan.

 

Dia tidak akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat yang berupa ilmu yang bermanfaat dan rezeki yang luas lagi berkah. Dan orang yang melawan nafsunya serta tidak menuruti keinginannya, akan segera mendapatkan balasan di dunia serta berkahnya yang berupa ilmu, iman dan rezeki. Atau dengan kata lain, siapa saja yang mampu menguasai, menga-lahkan dan menundukkan hawa nafsunya, maka ia akan menjadi orang yang mulia karena ia telah mengalahkan dan menawan musuhnya yang paling kuat serta mencegah kejahatannya.

 

M.  ALLAH SWT BERKEHENDAK MENERIMA TAUBAT MANUSIA.

 

Allah SWT berkehendak untuk menerima taubat manusia, sepanjang manusia itu sendiri mau meminta ampunan kepada Allah SWT dan juga sepanjang ruh belum sampai di kerongkongan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nisaa' (4) ayat 26-27-28 berikut ini: “Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para Nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). Allah hendak memberikan keringanan kepadamu  dan manusia dijadikan bersifat lemah.”

 

Selain daripada itu, Allah SWT juga berkehendak agar manusia untuk taubat hanya kepada Allah SWT saja, hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Furqaan (25) ayat 71 berikut ini: “dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.”  Dan adanya kesempatan untuk taubat hanya kepada Allah SWT, akan memberikan kesempatan kepada diri kita untuk memperbaiki diri atau kita masih diberikannya kesempatan untuk pulang kampung ke Syurga oleh Allah SWT.


Sebagai pengingat bagi kita semua, fasilitas taubat yang diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita hanya berlaku saat diri kita masih hidup di dunia, itupun dibatasi sebelum ruh tiba di kerongkongan dan diri kita wajib dalam keadaan beriman kepada-Nya. Dan jika sampai ruh sudah tiba di kerongkongan tetapi prosesi meminta taubat belum dilakukan makan berakhirlah fasilitas taubat yang diberikan kepada umat manusia dan bersiaplah untuk mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah kita lakukan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar