Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 07 Juni 2024

MEMPERSIAPKAN IBADAH UMROH YANG DIKEHENDAKI ALLAH SWT (PART 2 of 5)

 

C.      MEMPERSIAPKAN NIAT YANG IKHLAS.

 

Persiapan berikutnya yang harus kita siapkan sebelum diri kita menunaikan ibadah umroh adalah mempersiapkan niat yang ikhlas. Agar niat yang ikhlas ada dalam diri, ada baiknya kita mempelajari hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Apabila hamba-Ku ingin menemui-Ku, Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan menemui-Ku, Akupun enggan menemuinya. (Hadits Qudsi Riwayat Al Bukhari, Malik, Annasa'ie dari Abu Hurairah;272-17).”

 

Hadits ini menerangkan bahwa Allah SWT baru akan menemui diri kita jika kita mau menemui Allah SWT. Demikian pula sebaliknya jika kita tidak mau menemui Allah SWT maka Allah SWTpun tidak akan mau menemui diri kita. Ini berarti untuk mencapai sebuah kesesuaian dengan Allah SWT tidak ada jalan lain kecuali diri kita sendiri yang terlebih dahulu aktif untuk berusaha menemui Allah SWT barulah Allah SWT mau menemui diri kita dan yang pasti dalam persoalan ini adalah Allah SWT bersifat pasif dengan menunggu apa yang kita lakukan, atau menunggu apa sikap kita kepada Allah SWT. Disinilah salah satu pentingnya niat, dimana lewat niatlah kita bisa memiliki sikap kepada Allah SWT.

 

Jadi semakin kita berusaha untuk menemui Allah SWT, semakin aktif kita berdoa kepada Allah SWT maka Allah SWT akan mengikuti apa yang kita perbuat sehingga hasil akhir dari perjuangan kita. Hasil akhir dari upaya kita sangat ditentukan oleh upaya kita sendiri. Demikian pula sebaliknya, jika kita pasif maka Allah SWT pun akan menyesuaikan diri dengan apa yang kita sikapi yaitu bersikap pasif pula. Dan alangkah ruginya jika kita yang sudah datang jauh-jauh ke Baitullah untuk menunaikan ibadah umroh namun setelah tiba di Baitullah justru bersikap pasif kepada Allah SWT.

 

Sekarang apa itu niat, lalu dimanakah letaknya niat itu di dalam diri kita? Niat tidak bisa dilepaskan dengan adanya kehendak (iradat) yang keluar dari dalam hati yang didukung oleh kemampuan (qudrat) dan ilmu. Sehingga niat itu merupakan hasil akhir dari proses yang keluar dari kehendak (iradat) yang didukung oleh kemampuan (qudrat) dan ilmu dalam rangka untuk melaksanakan sesuatu, dalam hal ini adalah melaksanakan ibadah umroh. Adanya kondisi ini berarti niat dapat dikatakan sebagai ibadah hati dalam bentuk kebulatan tekad untuk melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepada diri kita, tanpa ada paksaan dari siapapun juga sehingga terjadilah kekompakan di dalam diri kita saat melaksanakan perintah menunaikan ibadah umroh. Sekarang setelah diri kita memiliki kebulatan tekad tanpa ada paksaan siapapun, untuk melaksanakan perintah melaksanakan ibadah umroh, lalu seperti apakah niat yang baik itu?

 

Berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku tidak menerima sesuatu amal, kecuali amal yang diniatkan untuk-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Bukhari, 272:167).” Sebuah niat baru dapat dikatakan sebagai niat yang ikhlas maka niat itu hanya diniatkan untuk Allah SWT semata. Contohnya, jika kita berniat untuk melaksanakan ibadah umroh maka kita harus meniatkan ibadah umroh yang kita laksanakan hanya untuk melaksanakan apa yang telah dikehendaki oleh Allah SWT semata. Tanpa ada maksud dan tujuan lain yang menyertai niat kita, sehingga yang ada dalam diri kita hanyalah tulus dan ikhlas dalam melaksanakan ibadah umroh karena Allah SWT semata.

 

Sekarang mari kita perhatikan 2(dua) buah hadits yang kami kemukakan berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim) dan juga hadits berikut ini, Nabi SAW bersabda: “Allah tidak melihat fisik dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan perbuatan kalian. (Hadits Riwayat Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).”

 

Berdasarkan ketentuan hadits di atas, Allah SWT memberikan penilaian kepada seseorang sangat tergantung kepada apa yang diniatkan oleh seseorang saat melakukan sesuatu tindakan. Allah SWT tidak pernah menjadikan fisik (penampilan) seseorang dan harta seseorang sebagai acuan dasar untuk menilai keberhasilan seseorang melaksanakan apa yang telah diwajibkan-Nya dan juga yang telah diperintahkan-Nya.

 

Allah SWT selaku Tuan Rumah memiliki parameter dan ketentuan sendiri di dalam menilai keberhasilan seseorang yaitu dengan mempergunakan kriteria seberapa ikhlas seseorang melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan-Nya, atau seberapa tinggi kualitas niat yang ikhlas yang keluar dari hati seseorang saat melaksanakan ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah SWT kepadanya. Niat yang ikhlas sangat memegang peranan penting di dalam setiap melaksanakan suatu perintah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dan juga setiap kewajiban yang telah diwajibkan-Nya.

 

Sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang akan menunaikan ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT berarti pada saat ini kita harus memiliki dan menunjukkan niat yang ikhlas kepada Allah SWT di dalam melaksanakan segala apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah SWT kepada diri kita. Timbul pertanyaan apakah itu ikhlas atau apa itu niat yang ikhlas? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa arti dari ikhlas itu sendiri, yaitu :  

 

1.    Ikhlas artinya Rahasia. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Yusuf (12) ayat 80 berikut ini: Maka tatkala mereka berputus asa dari pada (putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. berkatalah yang tertua diantara mereka: "Tidakkah kamu ketahui bahwa Sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya.”

 

Ikhlas adalah suatu rahasia yang terdapat di dalam diri kita sehingga orang lain tidak tahu apa yang akan kita perbuat dan kitapun tidak hendak memberi tahu tentang apa yang kita perbuat. Ini berarti niat yang ikhlas adalah rahasia yang tersembunyi di dalam hati diri kita sehingga yang tahu hanya diri kita dan Allah SWT semata. Adanya rahasia yang hanya diketahui oleh diri kita dan Allah SWT semata, ini berarti apa yang kita lakukan bukanlah sesuatu untuk dipamerkan, untuk diperlihatkan kepada orang lain, atau riya, atau karena ingin dianggap mampu, atau karena ingin dianggap alim dan lain sebagainya atau karena ingin dipanggil sebagai ibu hajjah ataupun pak haji.  

 

2.   Ikhlas artinya  suci  dan murni atau tidak ada campuran atau tidak ada pengaruh dari manapun juga, dari apapun juga serta dari siapapun juga kecuali dari Allah SWT semata. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya dalam surat Az Zumar (39) ayat 3 berikut ini:“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” 

 

Niat yang Ikhlas adalah suatu keadaan dimana apa yang kita niatkan adalah sesuatu yang suci dan yang murni, bukan karena bujukan, bukan karena hasutan, bukan karena ajakan dari orang lain apalagi karena keterpaksaan, untuk melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT sehingga yang ada pada diri kita saat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT hanyalah ikhlas karena Allah SWT semata. 

 

3.      Ikhlas  artinya  dekat,  akrab,  dengan Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan da-lam  surat Yusuf (12) ayat 54 berikut ini: dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan Dia, Dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan Tinggi lagi dipercayai pada sisi kami.”   

 

Adanya niat yang ikhlas untuk melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT berarti pada saat diri kita melaksanakan perintah Allah SWT terjadi suatu hubungan yang sangat dekat antara diri kita akan menunaikan ibadah umroh dengan Allah SWT selaku Tuan Rumah. Terjadinya kedekatan antara diri kita dengan Allah SWT karena apa yang kita lakukan merupakan rahasia antara diri kita dengan Allah SWT. Sehingga dengan adanya kerahasiaan ini akan menumbuhkan suatu kedekatan antara diri kita dengan Allah SWT yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita kepada hakekat dari menjadi tamu Allah SWT yaitu bertemu dan diterima oleh Tuan Rumah.

 

4.      Ikhlas artinya suci dari segala kekotoran dan kejahatan. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Yusuf (12) ayat 24 berikut ini: “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.”

 

Suatu niat yang Ikhlas untuk melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan Allah SWT berarti pada saat diri kita melaksanakan itu semua yang ada hanyalah kesucian dan kemurnian untuk melaksanakan dan memperoleh apa-apa yang terdapat di balik perintah Allah SWT. Hal ini dimungkinkan karena setiap apa yang diperintahkan oleh Allah SWT pasti untuk kepentingan diri kita sendiri atau untuk kepentingan yang menerima dan menjalankan perintah. Sehingga di balik perintah Allah SWT tidak akan pernah ada kekotoran apalagi kejahatan yang akan menimpa diri kita sepanjang perintah Allah SWT mampu kita laksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

5.       Ikhlas artinya khusus tertentu. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 94 berikut ini: “Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, Maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.” 

 

Niat yang Ikhlas di dalam melaksanakan suatu perintah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT berarti kita melaksanakan sesuatu yang bersifat khusus tertentu, dalam hal ini untuk kepentingan diri kita sendiri yang dilandasi karena Allah SWT semata. Contohnya, jika kita ikhlas menunaikan ibadah umroh berarti umroh yang kita laksanakan merupakan ibadah yang bersifat khusus tertentu yaitu untuk kepentingan diri kita semata sehingga orang lain tidak akan mungkin memperoleh hasil atau manfaat yang terdapat di balik menunaikan ibadah umroh laksanakan.

 

6.     Ikhlas artinya suci daripada selain Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya dalam surat Ash Shaaffat (37) ayat 160-161 berikut ini:“kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan dari (dosa). Maka Sesungguhnya kamu dan apa-apa yang kamu sembah itu.” .

 

Niat yang ikhlas untuk melaksanakan perintah Allah SWT berarti saat diri kita melaksanakan perintah tidak ada pengaruh lain dari selain Allah SWT atau kita tidak pernah melaksanakan perintah karena selain Allah SWT. Selanjutnya jika kita melaksanakan perintah karena ada tujuan lain, atau karena ada perintah dari yang lain, atau karena ingin mendapatkan sesuatu yang lain di luar apa yang akan didapat  dari Allah SWT maka Niat yang Ikhlas belum kita lakukan.

 

Inilah 6 (enam) arti dari niat yang ikhlas, yang harus kita ketahui, yang harus kita laksanakan, dan yang harus kita tunjukkan kepada Allah SWT selaku Tuan Rumah dalam pelaksanaan ibadah umroh dengan sebaik mungkin.

 

Sekarang, apakah niat yang ikhlas itu hanya sebatas dipergunakan saat menunaikan ibadah umroh saja, ataukah di dalam setiap perbuatan serta kepada siapakah kita harus ikhlas? Niat yang ikhlas tidak hanya dipergunakan saat diri kita menunaikan ibadah umroh saja. Akan tetapi niat yang ikhlas harus dipergunakan di saat diri kita melaksanakan tugas sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Apa dasarnya dan pada saat apa sajakah kita harus ikhlas? Berikut ini akan kami kemukakan hal dimaksud, yaitu:    

 

1.   Niat yang ikhlas harus juga dilaksanakan pada saat diri kita berpegang teguh kepada Agama Allah SWT, atau saat melaksanakan Diinul Islam secara kaffah atau di setiap menunaikan ibadah-ibadah lainnya yang sesuai dengan syariat yang berlaku. Hal ini sebagaimana dikemukakan di dalam firman-Nya di surat An Nisaa’ (4) ayat 146 berikut ini:“kecuali orang-orang yang taubat dan Mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.”  

 

2.      Niat  yang  ikhlas  juga  harus  kita  lakukan disaat berdoa atau memohon hanya kepada Allah SWT dan juga disaat beribadah kepada Allah SWT sehingga yang ada adalah diri kita dan Allah SWT semata. Hal ini sebagaimana dikemukakan di dalam firman-Nya  surat Al Mu’min (40) ayat 65 berikut ini: “Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia; Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”.

 

Sedangkan berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 29 berikut ini: Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu[533] di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya).” Niat yang ikhlas harus pula dilaksanakan pada saat diri kita menjalankan, atau memutuskan suatu perkara dengan seadil-adilnya sehingga niat yang ikhlas juga wajib dilaksanakan saat menjalankan fungsi fungsi melaksanakan keadilan atau saat memutuskan suatu perkara. .

 

3.      Niat yang ikhlas juga harus kita laksanakan pada saat diri kita bekerja, saat beramal, saat mengabdi, dan saat beribadah hanya kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan firman-Nya di dalam surat Al Bayyinah (98) ayat 5 berikut ini: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” .

 

4.     Niat yang ikhlas tidak boleh diperuntukkan kepada selain Allah SWT sehingga niat yang ikhlas wajib diperuntukkan hanya untuk Allah SWT semata atau hanya milik Allah SWT semata. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 139 yang kami kemukakan berikut ini : “Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati.” dan juga berdasarkan surat Al Mu’min (40) ayat 14 berikut ini: “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).”

 

Lalu dapatkah niat yang ikhlas selalu terpelihara di dalam hati jika di dalam diri masih ada ahwa (hawa nafsu) dan setan yang akan selalu mengganggu diri kita? Adanya pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan setan kepada diri kita, akan mengakibatkan niat yang ikhlas di dalam diri bisa menjadi tidak beraturan kualitasnya, atau bahkan bisa menurunkan kualitas dari niat yang ikhlas bahkan bisa menjadikan niat yang ikhlas berubah menjadi pamrih berbuat.

 

Untuk itu jika kita berkeinginan untuk selalu menjaga niat yang ikhlas di setiap perbuatan, atau di setiap ibadah yang kita lakukan maka niat yang ikhlas yang ada di dalam diri kita jangan dibiarkan berdiri seorang diri. Akan tetapi niat yang ikhlas harus ditunjang dengan hal-hal sebagai berikut, yaitu :

 

1.        Jangan pernah ragu dalam beramal shaleh atau di saat berbuat kebaikan;

2.   Memelihara Amanah yang 7 seperti qudrat;  iradat; ilmu; sami’; bashir; kalam dan hayat yang  berasal dari Allah SWT sesuai dengan kehendak-Nya;

3.       Syahadat yang telah kita laksanakan;

4.       Ingat, Allah SWT akan selalu menjaga kita;

5.       Ingat, Allah SWT mengetahui setiap pekerjaan kita;

6.       Ingat, Allah SWT selalu melihat dan menyaksikan diri kita;

7.       Ingat, bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya;

8.       Ingat, segala apa yang tersembunyi dalam hati diketahui oleh Allah SWT;

9.       Ingat, kita akan menuai apa-apa yang pernah kita kerjakan.

 

Sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sangat membutuhkan ibadah umroh, sudahkah niat yang ikhlas kita miliki saat melaksanakan apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah SWT kepada diri kita? Semoga kita mampu memiliki niat yang ikhlas di setiap apa yang telah diperintahkan dan yang telah diwajibkan Allah SWT kepada diri kita sehingga dengan itu semua mampu menghantarkan diri kita merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT tidak hanya saat menunaikan ibadah umroh di Baitullah dan  juga setelah kembali ke tanah air selama hayat masih di kandung badan.

 

D.       MEMPERSIAPKAN KESUCIAN HATI.

 

Sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sangat membutuhkan ibadah umroh, tolong perhatikan dengan seksama hadits yang akan kami kemukakan di bawah ini: “Hudzaifah ra, berkata: Nabi SAW  bersabda: Allah ta’ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepadaku: "Wahai saudara para Rasul dan saudara para pemberi peringatan! Berilah berita peringatan kepada kaummu untuk tidak memasuki rumah-Ku (masjid) kecuali dengan hati yang bersih, lidah yang jujur, tangan yang suci, dan kemaluan yang bersih. Dan janganlah mereka memasuki rumah-Ku (masjid) padahal mereka masih tersangkut barang aniayaan hak hak orang lain. Sesungguhnya Aku mengutuknya selama ia berdiri mengerjakan shalat di hadapan-Ku sehingga ia mengembalikan barang aniayaan itu kepada pemiliknya yang berhak. Apabila ia telah mengembalikannya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat dan ia akan menjadi salah seorang kekasih-Ku, orang pilihan-Ku dan bersanding bersama-Ku bersama para Nabi, para shiddiqin dan para syuhada di dalam syurga. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nua'im, Hakim, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir; 272:240).”

 

Hal ini penting kami kemukakan karena kita tidak akan bisa menjadi tamu yang dikehendaki kedatangannnya oleh Tuan Rumah, atau tamu yang pantas dibanggakan oleh Tuan Rumah, atau tamu yang memang patut ditemui oleh Tuan Rumah, atau tamu yang patut diberikan oleh-oleh berupa makna yang hakiki dari ibadah umroh yang dilaksanakannya, jika ketentuan yang ada pada hadits ini belum kita penuhi.

 

Adapun syarat dan ketentuan yang wajib kita penuhi sebelum diri kita menunaikan ibadah umroh yang keseluruhannya sangat dikehendaki Allah SWT adalah :

 

1.        Hati yang bersih; 

2.        Lidah yang benar;

3.        Tangan yang suci serta;

4.        Kemaluan yang bersih.

 

Selain daripada itu dan masih melalui ketentuan hadits di atas Allah SWT tidak memperkenankan diri kita untuk memasuki masjid, atau tidak memperkenankan diri kita mendirikan shalat jika kita masih tersangkut barang aniayaan hak orang lain, sebelum diri kita melunasi atau mengembalikan barang aniayaan itu kepada yang berhak. Timbul pertanyaan, ada apa dengan kondisi seperti itu sehingga Allah SWT sampai harus menetap-kan hal ini dengan tegas sebelum diri kita melaksanakan ibadah umroh atau sebelum diri kita mendirikan shalat atau sebelum diri kita melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.

 

Ada beberapa alasan kenapa Allah SWT sampai harus menetapkan kondisi dasar setiap manusia sebelum melaksanakan apa yang telah diperintahkan dan diwajibkan oleh Allah SWT, yaitu :

 

1.    Hati yang bersih merupakan syarat utama untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Hal ini dikarenakan Allah SWT hanya bisa dijangkau oleh hati orang mukmin, sebagaimana hadits qudsi berikut ini: Wahab bin Munabbih berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku, namun Aku telah dijangkau oleh hati seorang mukmin. (Hadits Riwayat Ahmad: 272:32)

 

2.    Allah SWT akan mengutuk kepada orang yang masih tersangkut barang aniayaan, atau kepada orang yang masih tersangkut dengan barang curian, atau kepada orang yang masih tersangkut dengan korupsi, atau kepada orang yang masih tersangkut hak-hak orang lain yang diambil tanpa hak, sampai dengan apa-apa yang telah diambilnya dikembalikan kepada pemiliknya yang berhak atau  yang sah, terkecuali kita siap untuk dikutuk Allah SWT.

 

3.   Sekarang bagaimana mungkin kita akan berhubungan, atau menghadap, atau menjadi tamu yang dibanggakan-Nya atau berkomunikasi dengan Dzat Yang Maha Suci dengan baik dan benar jika lidah, tangan, kemaluan, harta, pakaian, serta diri kita sendiri masih dalam keadaan kotor. Adanya perbedaan kondisi ini akan menghambat diri kita untuk bersinergi dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui ibadah umroh yang kita laksanakan di Baitullah dan juga saat mendirikan shalat.

 

Untuk itu ketahuilah bahwa ibadah umroh yang kita laksanakan tidak akan pernah sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku Tuan Rumah sepanjang diri kita masih mencuri, sepanjang diri kita masih merampok, masih mengambil hak orang lain, masih korupsi, masih kolusi serta masih belum mengembalikan barang aniayaan dan semuanya menunjukkan kepada kita bahwa membiayai ibadah umroh harus dari penghasilan yang halal (harta yang halal dan pekerjaan yang halal) yang tidak terkontaminasi sedikitpun dengan yang haram.

 

Jika sampai yang barang haram, atau sesuatu yang haram menjadi penghasilan kita, akan sia-sialah shalat yang kita dirikan, akan sia-sialah kita ke Masjidil Haram atau ke Masjid Nabawi,  karena Allah SWT tidak menghendaki diri kita ada dihadapan-Nya pada saat kita hadir di rumah Allah SWT (maksudnya di masjid), pada saat diri menghadap Allah SWT (maksudnya saat mendirikan shalat), pada saat diri kita memenuhi undangan Allah SWT (maksudnya saat melaksanakan  ibadah umroh), karena ulah kita sendiri yang tidak mampu membersihkan harta kekayaan atau tidak mampu memperoleh harta kekayaan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Lalu setelah diri kita mampu membersihkan hati, membersihkan lidah, membersihkan tangan, membersihkan kemaluan serta membersihkan harta kekayaan maka terjadilah apa yang dinamakan kesesuaian kondisi antara diri kita dengan Allah SWT, yaitu Allah SWT Yang Maha Suci hanya bisa ditemui dengan yang suci pula. Sehingga jika Allah SWT adalah Yang Maha Suci maka kitapun harus suci terlebih dahulu sebelum menghadap Yang Maha Suci. Lalu jika Allah SWT adalah Yang Maha Terpuji, maka kitapun harus berperilaku terpuji pula sebelum menghadap Yang Maha Terpuji. Berikutnya jika Allah SWT adalah Yang Maha Terhormat, maka kitapun harus berperilaku terhormat sebelum menghadap Yang Maha Terhormat. Adanya kesesuaian yang kita lakukan sebelum melaksanakan ibadah umroh, atau sebelum mendirikan shalat berarti diri kita telah menempatkan dan meletakkan Allah SWT sesuai dengan kebesaraan dan kemahaan yang dimiliki-Nya yaitu Dzat Yang Maha Suci.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar