Ibadah umroh harus
kita laksanakan sesuai dengan ketentuan syariat yang berlaku dan juga harus
sampai kepada hakekat yang tidak melanggar syariat. Adanya pemenuhan ketentuan
syariat yang berlaku berarti kita telah
berusaha meletakkan kebesaran dan kehormatan serta menghormati Allah SWT selaku
Tuan Rumah saat pelaksanaan ibadah umroh.
Sebagai bahan
perbandingan, untuk bertemu dengan Presiden saja kita harus terlebih dahulu
memenuhi syarat dan ketentuan protokoler istana, hal ini kita lakukan dalam
rangka menghormati symbol-simbol negara. Jika ini keadaannya, sekarang
bagaimana dengan diri kita yang akan memenuhi undangan dari pencipta dan
pemilik langit dan bumi, atau yang akan menjadi tamu Allah SWT saat
melaksanakan ibadah umroh? Hal yang samapun harus kita lakukan, yaitu kita
harus memenuhi segala ketentuan syarat wajib umroh, rukun umroh, wajib umroh, dalam
rangka menjaga segala kehormatan Allah SWT yang sesuai dengan kebesaran dan
kemahaan Allah SWT itu sendiri. Dan agar diri kita tidak salah dan juga
memiliki ilmu dan pemahaman tentang ibadah umroh yang baik dan benar. Sehingga
mampu menghantarkan diri kita memperoleh dan merasakan hakekat umroh yang tidak
melanggar syariat serta kehadiran diri kita saat menjadi tamu Allah SWT
diterima dengan baik oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah.
Berikut ini akan
kami kemukakan beberapa prasyarat mutlak yang harus kita ketahui sebelum diri
kita menunaikan ibadah umroh, yaitu:
A. MAMPU MEMAHAMI IBADAH
UMROH ADALAH IBADAH RUHIYAH.
Ibadah umroh adalah ibadah Ruhiyah (yaitu ibadah untuk kepentingan dan
kemaslahatan ruh) diri kita dalam kerangka menjaga, merawat, memelihara,
mempertahankan kefitrahan ruh yang datangnya fitrah kembalinya pun harus fitrah
pula. Adanya kondisi ini atau adanya skenario yang mengharuskan “datang fitrah
kembali fitrah” kepada setiap manusia maka Allah SWT menyeru kepada ruh untuk
berhaji ke Baitullah sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Hajj
(22) ayat 27 berikut ini: “dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh.”
Berdasarkan ketentuan surat Al Hajj (22) ayat 27 di atas, Allah SWT
menyeru dengan kata kata “wa azzin fin
nasi bil hajji” yang berarti serulah kepada nass (ruh yang tidak lain
adalah jati diri kita yang sesungguhnya) untuk berhaji ke Baitullah untuk
menjadi tamuku baik melalui ibadah haji atapun ibadah umroh, sebagaimana hadist
berikut ini: “Nabi SAW bersabda: “Tamu
Allah ada tiga: Orang yang berhaji, orang yang berumroh, dan orang yang
berperang sabil. (Hadits Riwayat An Nassa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari Abu
Hurairah ra,).” Adanya seruan untuk berhaji kepada ruh dan juga adanya
ketentuan orang yang berhaji dan juga orang yang berumroh adalah menjadi tamu
Allah SWT maka ketahuilah ibadah haji dan ibadah umroh merupakan ibadah untuk
kepentingan ruh diri kita, bukan untuk kepentingan jasmani diri kita.
Adanya ibadah haji atau umroh menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT
berkehendak agar diri kita yang sesungguhnya datang menuju kepada Allah SWT
yang satu di tempat yang terbaik yang ada di muka bumi yaitu Masjidil Haram
yang ada di kota Makkah Al Mukaramah dan dan juga di saat yang terbaik yang diadakan hanya setahun sekali yang lamanya
hanya 6 (enam) jam yaitu untuk melaksanakan prosesi Wukuf di Padang Arafah
khusus bagi jamaah haji.
Adanya seruan untuk menuju kepada Allah SWT melalui proses menjadi tamu
Allah SWT dalam kerangka untuk menunaikan ibadah haji atau
melaksanakan ibadah umroh tentunya hal ini memiliki makna tersendiri
yang sangat luar biasa yaitu agar ruh yang tidak lain adalah jati diri kita
yang sesungguhnya meningkat kualitasnya terutama dari sisi kefitrahannya. Hal
ini dipertegas oleh Allah SWT melalui adanya aturan khusus yang hanya berlaku
di “Tanah Haram” dalam hal ini di
Masjidil Haram dan juga di Masjid Nabawi yang ada di kota Madinah yang
bukan untuk kepentingan dan kemaslahatan jasmani, melainkan untuk kepentingan
dan kemaslahatan serta kebaikan bagi ruh diri kita, sebagaimana hadits yang
kami kemukakan berikut ini: “Shalat di
masjidku ini Masjid Nabawi lebih utama 1000 (seribu) kali dibanding shalat di
masjid lainnya kecuali di Masjidil Haram dan shalat di Masjidil Haram lebih
utama 100.000 (seratus ribu) kali shalat daripada masjid lainnya.(Hadits
Riwayat Ahmad, Ibnu Huzaimah dan Al Hakim)
Selain hadits di atas, masih ada hadits lain sebagaimana yang akan kami
kemukakan berikut ini: “Rasulullah SAW
bersabda: Allah menurunkan di AlHaram (Ka’bah) setiap hari dan malam seratus
dua puluh rahmat. Enam puluh diantaranya untuk orang orang yang Thawaf, empat
puluh untuk orang yang shalat, dan dua puluh untuk orang orang yang hadir
menyaksikan”. (Hadits Riwayat Ath Thabrani). Inilah kesempatan yang
luar biasa bagi kepentingan ruh melalui adanya ketentuan khusus maka pada saat
yang bersamaan ruh sedang diberi kesempatan secara maksimal oleh Allah SWT untuk
beribadah dengan ketentuan khusus itu. Semoga jamaah haji atau umroh terhindar
dari mengikuti rasa malas, rasa panas, rasa capek, rasa tidak enak badan yang
berasal dari jasmani sehingga apa yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk
kepentingan ruh menjadi terabaikan, bahkan kita acuhkan sehingga berlalu tanpa
kesan.
Untuk itu ketahuilah bahwa melaui fasilitas khusus yang hanya berlaku di
Masjdil Haram dan juga di Masjid Nabawi
yang ada di kota Madinah, harus berdampak positif bagi ruh sehingga ruh yang
mengalami gangguan kefitrahan akan lebih cepat kembali kefitrahannya atau mampu meningkatkan kualitas keimanan
dalam diri seseorang yang pada akhirnya memudahkan peningkatan derajatnya
menjadi derajat taqwa.
Selain daripada itu, dengan adanya ketentuan khusus yang hanya berlaku di
Masjidl Haram dan juga di Masjid Nabawi kepada jamaah haji atau umroh harus
dilihat sebagai cara atau methode Allah SWT untuk mempercepat proses perbaikan
dan peningkatan kualitas ruh menuju kualitas yang maksimal sehingga ruh mampu
sesuai dengan kondisi awal dipersatukan dengan jasmani. Lalu akhirnya akan
memudahkan diri kita berkarya nyata saat di “Tanah Halal” sepulang dari
melaksanakan ibadah haji atau umroh.
Adanya proses perbaikan dan peningkatan kefitrahan ruh dan juga keimanan
seseorang melalui pelaksanaan ibadah haji atau umroh maka ruh akan mampu
mengendalikan atau bahkan mampu mengalahkan ahwa (hawa nafsu) yang dalam diri dan
juga mampu mengendalikan penggunaan pancaindera yang sesuai dengan nilai-nilai
kebaikan serta mampu menunjukkan dan membuktikan kesalehan diri yang tercermin
dalam kesalehan sosial melalui kebaikan kebaikan yang bisa dinikmati oleh
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara serta generasi yang datang di kemudian
hari. Naiknya kualitas ruh melalui ibadah haji atau ibadah umroh maka inilah
yang kami maksudkan dengan ibadah ruhiyah diri kita yang pada akhirnya
tampillah penampilan Allah SWT dalam diri kita dan tersenyum banggalah Allah
SWT kepada diri kita.
Saat ini kita sudah tahu betapa Allah SWT sangat peduli dan sangat sayang
kepada diri kita yang tidak lain adalah hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi. Lalu memperkenankan diri kita untuk menunaikan ibadah umroh dalam
kerangka memperbaiki kualitas dan mutu ruh atau jiwa kita agar sesuai dengan
konsep aslinya. Sekarang bandingkan antara biaya untuk menunaikan ibadah umroh dengan apa apa yang siap Allah SWT
berikan kepada diri kita, apakah sebanding, apakah mahal, atau sangat murah?
Apakah Allah SWT mendzalimi diri kita melalui ibadah umroh? Lalu jika
menunaikan ibadah umroh saja bisa seperti ini keistimewaannya, lalu bagaimana
dengan ibadah haji yang hanya diwajibkan sekali seumur hidup? Apakah kita tetap
pelit dengan harta kekayaan yang kita miliki sehingga tidak mau melaksanakan ibadah
haji atau umroh untuk kepentingan diri sendiri? Jawablah pertanyaan ini dengan
sejujur-jujurnya.
B.
MAMPU MEMAHAMI ARTI
PERINTAH MENUNAIKAN IBADAH UMROH.
Setiap jamaah yang akan menunaikan ibadah umroh
harus mampu memahami bahwa ibadah umroh adalah ibadah yang bersifat
perseorangan atau ibadah yang bersifat individualistis sehingga kesemuanya akan
kembali kepada yang bersangkutan sedangkan orang lain hanya memperoleh dan
merasakan manfaat dari ibadah yang kita laksanakan. Adalah suatu yang tidak
bisa ditolerir dengan akal sehat jika orang yang akan menunaikan ibadah umroh tidak
paham akan arti dari rangkaian perintah menunaikan ibadah umroh yang akan
dilaksanakannya. Lalu bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan ibadah dimaksud
dengan baik dan benar!
Selanjutnya, bagaimana kita akan tahu maksud dan
tujuan yang sesungguhnya yang terdapat di balik perintah menunaikan ibadah umroh
jika yang melaksanakannya tidak paham? Padahal maksud dan tujuan dari melaksanakan
ibadah umroh yang harus kita raih dan rasakan dan yang menjadi tujuan utama
bagi yang melaksanakan ibadah umroh. Untuk
itu ketahuilah bahwa menunaikan ibadah umroh hanyalah sarana atau alat bantu bagi diri kita yang melaksanakan ibadah umroh untuk
memperoleh, untuk mendapatkan, untuk merasakan manfaat yang hakiki terdapat di
balik ibadah umroh secara individual seperti :
1. Kembali fitrah:
2. Merasakan nikmatnya
bertuhankan kepada Allah SWT;
3. Memperoleh ampunan dari Allah
SWT yang
kemudian harus tercermin dalam sikap dan perilaku kita setelah kembali ke tanah
air.
Ketiga hal yang kami kemukakan di atas ini, harus
menjadi target yang harus kita raih dan kita capai saat melaksanakan ibadah umroh.
Jika tidak berarti kita tidak paham akan arti dari melaksanakan ibadah yang akan
kita laksanakan serta tidak memiliki tujuan yang jelas dari pelaksanaan ibadah
dimaksud.
Jika
saat ini kita berniat untuk menunaikan ibadah umroh di luar pelaksanaan ibadah
haji maka kitapun harus bisa memahami apa arti ibadah umroh tersebut, terutama
pemahaman tentang niat saat miqat, arti miqat, arti ihram, arti thawaf, arti
sa’i dan arti tahallul. Ibadah umroh bukan sesuatu yang bisa disamakan dengan
ibadah haji walaupun sebahagian ritual ibadah haji dilaksanakan (seperti ihram,
thawaf, sa’i dan tahallul) sehingga ibadah umroh sering diartikan sebagai haji
kecil. Ibadah umroh tidak termasuk di dalam pelaksanaan Diinul Islam secara
kaffah sehingga ibadah umroh tidak bisa menggantikan kewajiban berhaji yang telah
jatuh kepada diri kita dan bukan pula ibadah penyempurna bagi ibadah haji yang
telah kita laksanakan sebelumnya.
Allah SWT adalah Tuan Rumah di Baitullah yang memiliki kondisi sangat maha
sehingga dengan kemahaan yang dimiliki-Nya tidak membutuhkan apapun dan dari
siapapun juga, termasuk di dalamnya Allah SWT tidak membutuhkan ibadah umroh yang
kita laksanakan. Jika Allah SWT tidak membutuhkan ibadah umroh yang kita
lakukan berarti segala manfaat yang ada di balik perintah menunaikan ibadah umroh
bukanlah untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk kepentingan setiap jamaah
atau setiap orang yang mampu melaksanakan ibadah umroh yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Dalam hal ini bagi jamaah umroh yang paham akan arti dan
maksud dari melaksanakan ibadah umroh dan mampu pula memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku baik syariat dan
hakekat.
Akhirnya kita harus belajar, belajar dan belajar agar diri kita
memiliki ilmu dan pemahaman akan makna yang hakiki tentang umroh yang diiringi
dengan memiliki ilmu tentang syariat bagaimana melaksanakan ibadah yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT. Butuh waktu, butuh perjuangan untuk memiliki ilmu
dan pemahaman tentang ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT
sehingga tidak ada yang instan alias bim salabim untuk memperoleh dan
mendapatkannya. Buang jauh-jauh pemikiran serta pemahaman bahwa dengan belajar
apa adanya mampu menghantarkan kita memiliki ilmu tentang ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
C.
MAMPU MEMAHAMI
RAHASIA (HIKMAH) DARI IBADAH UMROH.
Sebagai hamba-Nya
yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita tidak bisa hanya sebatas memiliki
pengertian ibadah umroh adalah salah satu ibadah dalam ajaran agama Islam yang
berarti mengunjungi Baitullah yang ada di kota Makkah Al Mukaromah untuk melaksanakan
serangkaian prosesi ibadah yang tahapan dan tata caranya telah ditentukan yaitu
ihram, thawaf, sa’i dan tahallul serta dilakukan secara tertib, ikhlas dan
mengharapkan ridha Allah SWT semata. Namun ibadah umroh harus pula menjadikan
diri kita menjadi tamu yang dibanggakan oleh Allah SWT dan selanjutnya mampu
merasakan hikmah yang hakiki dari melaksanakan ibadah umroh selama hayat masih
di kandung badan yang tercermin dari keshalehan pribadi yang terbukti dalam
keshalehan sosial.
Hal ini penting kami kemukakan kepada jamaah umroh karena jika sampai
diri kita tidak tahu maksud dan tujuan yang hakiki (hikmah) dari pelaksanaan ibadah
umroh, maka kita tidak akan memiliki
patokan yang bersifat tolak ukur atas apa apa yang akan kita peroleh, atas apa apa
yang akan kita rasakan atau apa yang harus kita
lakukan setelah pulang dari menunaikan ibadah umroh. Adanya hikmah yang
hakiki dari pelaksanaan ibadah umroh seharusnya mampu menjadi kompas atau
pedoman yang bisa kita gunakan untuk berbuat dan bertindak yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Sehingga apa-apa yang ada di balik kebaikan ibadah umroh
menjadi kebaikan bagi diri kita, bagi keluarga besar kita, bagi masyarakat,
bagi nusa, bangsa dan negara serta bagi generasi yang datang dikemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar