F.
MEMPERSIAPKAN BEKAL TAQWA DAN SABAR SEBANYAK
BANYAKNYA.
Sebagai jamaah haji atau umroh yang berkehendak
melaksanakan ibadah dimaksud yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka kita
harus segera mempersiapkan bekal yang terbaik, yaitu bekal taqwa dan bekal
taqwa inilah sebaik-baik bekal yang dikehendaki Allah SWT. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2)
ayat 197 yang kami kemukakan berikut ini: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh
rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.
dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” Selanjutnya jika bekal taqwa adalah bekal yang
paling dikehendaki oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah maka sudah seharusnya setiap
jamaah haji atau umroh memilikinya dengan kualitas yang terbaik.
Sekarang
mari kita bercermin kepada perintah mandi yang diperintahkan oleh orang tua
kita, dimana manfaat yang hakiki dari mandi tidak cukup hanya berbekal dengan
tersedianya air bersih, sabun, handuk, serta baju pengganti. Hal ini dikarenakan
tujuan hakiki dari mandi baru dapat kita peroleh jika tersedianya air yang bersih, sabun, handuk, serta baju
pengganti di dukung oleh niat dari diri kita sendiri untuk memperoleh manfaat
yang hakiki dari perintah mandi lalu
melaksanakan mandi dengan baik dan benar.
Hal
yang samapun berlaku jika kita ingin memperoleh tujuan yang hakiki dari
melaksanakan ibadah umroh yaitu melaksanakan ibadah umroh tidak cukup sekedar
memiliki uang halal yang cukup dan kain ihram, pakaian pengganti, akomodasai
dan lain sebagainya. Menunaikan ibadah umroh harus didukung dengan ruh yang
fitrah, niat yang ikhlas serta bekal taqwa dan sabar yang berkualitas tinggi
yang dibarengi dengan ilmu dan pemahaman tentang ibadah umroh yang komprehensif.
Uang
dan materi bukanlah bekal yang terbaik di dalam melaksanakan ibadah umroh
dikarenakan ibadah umroh termasuk ibadah yang multi dimensi sehingga
membutuhkan hal- hal pendukung yang multi dimensi pula. Ibadah umroh sebagai ibadah yang bersifat multi dimensi maka ibadah umroh
sangat memerlukan bekal yang bersifat umum dan juga bersifat khusus pula.
Hal yang harus kita perhatikan agar diri kita mampu
menunaikan ibadah umroh sesuai dengan kehendak Allah SWT maka kita harus
mempersiapkan bekal yang bersifat khusus terlebih dahulu karena bekal khusus
ini tidak bisa dipersiapkan saat menjelang keberangkatan umroh. Bekal khusus
harus dipersiapkan jauh-jauh hari, sebagai contoh untuk bisa memperoleh bekal berhubungan
dengan ruh yang fitrah yang di dalamnya ada niat yang ikhlas ditambah bekal
taqwa yang berkualitas tinggi serta didukung dengan kesabaran yang luar biasa.
Bukanlah perkara mudah yang bisa kita dapatkan dan
peroleh dalam waktu singkat. Bekal khusus ini merupakan proses jangka panjang
dari rangkaian pelaksanaan Diinul Islam yang kaffah dari calon calon jamaah
haji atau umroh jauh sebelum mereka menunaikan ibadah haji atau umroh. Sehingga
kita tidak bisa serta merta memilikinya. Semuanya berproses dalam diri yang
cukup memakan waktu yang lama dan juga penuh perjuangan.
Adanya bekal khusus ini yang telah kita persiapkan
sejak jauh-jauh hari akan sangat menolong dan membantu diri kita menggapai
hikmah yang hakiki yang terdapat dibalik ibadah umroh. Selain dari pada itu
dengan adanya bekal khusus yang berkualitas tinggi maka kedekatan diri kita
kepada Allah SWT akan semakin dekat sehingga rasa saat menjadi tamu Allah SWT
di Baitullah terasa begitu nikmat.
Agar diri kita mampu memahami tentang
bekal khusus ini, terutama bekal taqwa. Sekarang mari kita pelajari apa itu
taqwa. Kata taqwa di dalam AlQuran terulang sebanyak 259 kali dengan makna yang
sangat beragam sehingga taqwa memiliki makna yang sangat luas sehingga tidak
bisa bisa didefinisikan dalam satu definisi semata. Luasnya pengertian dari taqwa
mengharuskan diri kita untuk belajar dari waktu ke waktu dari satu pengertian
ke pengertian lainnya. Dimana masing-masing pengertian dari taqwa itu sendiri akan
selalu saling lengkap melengkapi, yang menunjukkan betapa dalamnya makna yang
terkandung di balik kata taqwa itu.
1. Secara
etimologi taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah yang artinya menjaga
diri, menghindari dan menjauhi atau mencegah dari sesuatu yang dibenci dan
dilarang Allah. Secara terminologi taqwa berarti takut kepada Allah berdasarkan
kesadaran dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
serta takut terjerumus dalam perbuatan dosa.
2. Ibnu
Abbas ra, mendefinisikan, taqwa adalah takut berbuat syirik kepada Allah dan
selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya. Ketika Abu Dzar Al Ghifari meminta
nasihat kepada Rasulullah SAW, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau
sampaikan kepada sahabatnya itu adalah taqwa. Kata Rasulullah SAW, “Saya
wasiatkan kepadamu, bertaqwalah engkau kepada Allah karena taqwa itu adalah
pokok dari segala perkara”.
3. Taqwa
kepada Allah adalah rasa takut, takzim dan kagum kepada Allah SWT serta
mengakui superioritas Allah SWT. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah
(2) ayat 40 berikut ini: “Wahai Bani Israil, Ingatlah nikmat-Ku yang
telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi
janji-Ku kepadamu, dan takutlah kepada-Ku saja.” Alhasil dari
pernyataan ini adalah kita bukanlah apa apa dibandingkan dengan Allah SWT.
Taqwa juga dapat dikatakan sebagai takutnya diri kita akan hukum, ketentuan, aturan
yang berasal dari Allah SWT termasuk di dalamnya takut akan azab yang akan
ditimpakan oleh Allah SWT kepada yang melanggar aturan-Nya.
4. Taqwa
kepada Allah adalah taat dan beribadah yang sesuai dengan kehendak Allah. Hal
ini berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 102 berikut ini: “Wahai
orang orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar benar taqwa kepada-Nya
dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” Alhasil dari pernyataan ini adalah ibadah yang
kita lakukan bukanlah menjadi sebuah kewajiban, melainkan sebuah kebutuhan bagi
diri kita.
5. Taqwa
kepada Allah adalah menyucikan hati dari noda dan dosa. Hal ini berdasarkan
ketentuan surat An Nur (24) ayat 52 berikut ini: “Dan barangsiapa taat kepada
Allah dan RasulNya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya, mereka
itulah orang orang yang mendapatkan kemenangan.”
6. Taqwa kepada Allah adalah wasiat (perintah) yang ditujukan kepada seluruh umat manusia
tanpa terkecuali. Hal ini berdasarkan ketentuan surat An Nisaa’ (4) ayat 131
berikut ini: “Dan milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi,
dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci
sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. Tetapi jika kamu
ingkar (ketahuilah), milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi dan Allah Mahakaya, Mahaterpuji.”
7. Taqwa
kepada Allah adalah jalan menggapai keberuntungan atau kemenangan. Hal ini berdasarkan
ketentuan surat Al Maidah (5) ayat 100
berikut ini: “Maka bertakwalah kepada Allah, hai orang orang yang mempunyai akal
sehat, agar kamu beruntung.”
8. Taqwa kepada Allah adalah bekal menuju hari pembalasan karena sebaik baik bekal
adalah taqwa. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 197
berikut ini: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik baik bekal adalah takwa, dan
bertakwalah kepadaKu hai orang orang yang berakal.”
9. Taqwa adalah taat dan patuhnya diri kita kepada apa apa yang diperintahkanNya dan
yang telah dilarang oleh Allah SWT sehingga ia mampu menjadi penegak keadilan
serta tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya serta selalu menjaga
hubungan baik diantara sesama manusia. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al
Maaidah (5) ayat 8 yang kami kemukakan berikut ini: “Wahai orang orang yang beriman!
Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa
yang kamu kerjakan.” serta
berdasarkan surat Al Anfal (8) ayat 1 yang kami kemukakan berikut ini: “Mereka
menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang.
Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan
Allah dan Rasul-Nya),maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di
antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang orang
yang beriman.”
10. Taqwa adalah memelihara diri dari
terputusnya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT dengan selalu patuh dan
taat kepada apa yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT. Hal ini
berdasarkan ketentuan surat Yunus (10) ayat 31 sebagaimana kami kemukakan
berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Siapakah
yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran, penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang
hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah
yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah”. Maka
katakanlah, “Mengapa kamu tidak bertakwa
(kepadaNya)?.” Dan berdasarkan surat An Nisaa (4) ayat 14 berikut ini: “Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar batas batas hukumNya,
niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 14).”
Selain dari 10 (sepuluh)
hal yang telah kami kemukakan di atas tentang taqwa serta untuk menambah
wawasan dan pemahaman tentang taqwa yang telah kita miliki. Masih ada beberapa
pengertian mendasar dari taqwa itu yang harus kita pelajari, kita pahami dan
selanjutnya kita laksanakan dan amalkan dalam hidup dan kehidupan ini, yaitu:
1. Taqwa kepada Allah adalah melindungi dari dari apa yang merugikan diri dan merusak diri di akhirat. Semakin diri ini dibatasi, semakin baik diri ini.
2. Taqwa kepada Allah adalah takut kepada Allah dan menjaga diri dari kedurjanaan, keburukan, kejahatan, kekejiaan, dan dosa.
3. Taqwa kepada Allah adalah cahaya di dalam hati, sedangkan dampak dan pengaruhnya akan nampak jelas di dalam perbuatan anggota tubuh dan hati.
4. Taqwa kepada Allah adalah cahaya yang Allah tempatkan dalam hati orang orang yang beriman. Tak ada yang mengetahui kadarnya kecuali Allah dan tak ada yang mengetahui siapa yang paling bertakwa, kecuali Allah SWT.
5. Taqwa kepada Allah adalah sifat teragung yang bersemayam di dalam diri orang beriman, taat, dan memiliki jiwa ikhsan. Takwa adalah sifat yang melekat sangat kuat dalam hati dan nurani mereka.
6. Taqwa kepada Allah adalah faktor kemenangan, sumber kebaikan dan perbaikan. Orang yang memiliki sifat ini akan hidup dalam keberuntungan, tak akan pernah sengsara apalagi menderita.
7. Taqwa kepada Allah adalah pilar yang menopang orang beriman di dunia, cahaya yang akan menerangi kuburnya, dan petunjuk yang akan menuntunnya di akhirat menuju syurga yang penuh kenikmatan.
8. Taqwa kepada Allah adalah kalimat agung. Tak ada kebaikan bagi kita jika kita tak pernah mengucapkannya, dan tak ada kebaikan pada diri orang yang mendengarnya tapi tidak melaksanakannya.
9. Taqwa kepada Allah adalah kalimat yang tidak asing dikalangan manusia, akan tetapi yang mampu melaksanakannya sangatlah sedikit.
10. Taqwa kepada Allah adalah kalimat yang memuliakan Salman Al Farisi, Shuhaib Ar Rumi, dan Bilal al Habsyi. Akibat enggan menerima kalimat ini, maka Abu Lahab tetap terbenam dalam kemusyrikan dan menderita dalam siksaan.
11. Taqwa kepada Allah adalah benteng yang melindungi dikala susah dan tabungan yang sangat berguna dikala sengsara.
12. Taqwa kepada Allah bukan sekedar ucapan dan materi pelajaran yang hanya disam-paikan di ruang perkuliahan atau di atas mimbar. Tapi harus diterapkan dalam gerak nyata, dan dalam akhlak pergaulan seorang muslim sehari hari.
13. Taqwa kepada Allah adalah lentera yang benderang dan pedang yang berkilauan di kala krisis mendera. Betapa seringnya taqwa mengusir kegundahan, menyingkap awan gelap, mendatangkan rezeki, dan memudahkan urusan semasa hidup di dunia dan setelah kematian.
14. Taqwa kepada Allah senantiasa mendatangkan ketenangan, ketentraman, kekuatan dan keyakinan. Taqwalah yang membuat jiwa mulia naik menuju langit. Taqwa kepada Allah adalah pengokoh di saat kaki akan tergelincir dan menyatukan hati di kala fitnah sedang bertebaran.Taqwa kepada Allah adalah kekayaan terbesar yang dibawa seorang manusia di dalam relung hatinya dalam meniti kehidupan dunia, dan yang terakhir.
15. Taqwa adalah sebuah bentuk
pengendalian diri dan penjagaan diri dari apa apa yang bertentangan dengan
kehendak Allah SWT.
Berdasarkan uraian yang
telah kami kemukakan di atas tentang taqwa, pada hakikatnya taqwa itu adalah
kandungan Diinul Islam secara keseluruhan, yaitu menjalankan apa yang telah
diperintahkan dan meninggalkan segala larangan serta takut kepada Allah di kala
tersembunyi atau terang terangan. Sehingga kehidupan seseorang yang dihiasi
dengan agama, keimanan yang kuat, amal shaleh adalah gambaran dari taqwa itu
sendiri. Karena taqwa bisa melindungi seseorang dari perbuatan yang bermanfaat
dan dari hawa nafsu yang hina, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Siapa
yang mengerjakan amal shaleh, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan. (surat An Nahl (16) ayat 97)
Diinul Islam sebagai
sebuah konsep ilahiah dalam kerangka rencana besar konsep dwifungsi bagi
manusia adalah agama yang haq yang mampu mengerem laju ahwa (hawa nafsu) dan
juga syahwat yang terus merongrong manusia sepanjang hari sepanjang hidup
manusia. Agama ini juga yang mampu mengendalikan gairah seksual dalam diri
manusia, agar berjalan lurus sesuai dengan yang digariskan Tuhan, penuh
keridhaan, ketaatan, dan kesucian yang pada akhirnya mampu menghadirkan
ketaqwaan dalam diri kita.
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya. (surat Asy Syams (91) ayat 9 dan 10) dan Nabi SAW
bersabda sebagaimana berikut ini: “Setiap manusia beraktivitas, karena itu
bisa jadi dengan aktivitas tersebut ia membebaskan dirinya dari api neraka,
atau justru akan membahayakan dirinya. (Hadits Riwayat Muslim).” Semua
ini menuntut kepada kita untuk mencermati lebih dalam, sejenak berhenti
dihadapan jiwa kita, dan menelisik dimana sebenarnya posisi jiwa kita dari
pelajaran agung tentang ketaqwaan seperti yang disampaikai ayat dan hadits di
atas. Lalu apakah kita telah melakukan suatu hal yang disukai dan diridhai
Allah, dan apakah sudah pula kita menjauhi apa yang menyebabkan Allah murka?
Ketaqwaan
bukanlah hal yang bisa diklaim begitu saja, atau kita akui begitu saja. Bukan
pula impian yang tak ada bukti dalam realita. Taqwa adalah hakekat yang harus
diterapkan, ditampakkan dampak dan pengaruhnya dalam setiap perbuatan, tentu
saja setelah sebelumnya dikokohkan terlebih dahulu di dalam relung hati yang
paling dalam.
Taqwa itu adalah sifat
yang apabila telah bersemayam dalam diri seorang hamba, maka akan memberikan
celupan (sibghah) khusus baginya. Untuk kemudian mendorongnya dalam melakukan
ketaatan dan perbuatan baik lainnya, mencegahnya dari keburukan dan maksiat,
dan membawanya untuk menggapai pahala dari sisi Allah. Lalu sudahkah saat ini
kita semua menerapkan dalam hidup, bahwa taqwa kepada Allah SWT tidaklah hanya
saat di bulan Ramadhan, atau hanya saat di masjid, di tempat pengajian, saat
akan menunaikan ibadah haji dan umroh dan di majelis taklim saja.
Sangat disayangkan
tatkala sesorang kembali ke rumahnya masing masing, ke sawah, ke kantor dan
tempat usahanya masing-masing, atau ke komunitasnya masing-masing, dia kembali
dalam keterlenaan, yang seharusnya tetap menjadi orang yang bertaqwa kepada
Allah SWT. Untuk itu segera tanamkanlah sikap taqwa pada jiwa kita, pada istri,
pada suami kita, pada anak dan keturunan kita, pada profesi, pada ucapan dan
tindak tanduk kita.
Untuk itu simaklah
firman Allah SWT di bawah ini yang
mengarahkan kepada kita semua untuk selalu memakai pakaian kebesaran yang
sepatutnya dipakai oleh setiap manusia, yaitu pakaian taqwa. Allah SWT
berfirman: “Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian
untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian taqwa itulah
yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda tanda kekuasaan
Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat. (surat Al A’raf (7) ayat 26).”
Setelah kita yakin kita telah memiliki bekal taqwa yang sangat
berkualitas tambahkan bekal taqwa tersebut dengan sebanyak-banyaknya kesabaran.
Kesabaran sangat kita butuhkan saat diri kita menunaikan ibadah umroh karena
saat kita beribadah dalam kerangka menunaikan ibadah umroh kita akan dihadapkan dengan jumlah
jamaah yang begitu banyak, begitu beragam, namun satu niat dan satu tujuan
yaitu Allah SWT semata. Sehingga sabar atau kesabaran sangat kita butuhkan saat
kita berinteraksi diantara sesama jamaah umroh di Baitullah yang berlainan
budaya dan yang berlainan bahasanya serta yang berlainan latar belakang sosial
budaya serta berlainan tingkat pendidikan.
Akhirnya sabar untuk bertindak, sabar untuk berbuat, sabar untuk saling
berbagi serta sabar untuk tidak cepat marah serta sabar di dalam melaksanakan
seluruh rangkaian ibadah umroh merupakan
jalan yang terbaik saat kita berada di Baitullah. Ingat, bahwa Allah SWT
selaku Tuan Rumah adalah Dzat Yang Maha Sabar dimana Asmaul Husna dari Yang
Maha Sabar ada diurutan yang ke 99 atau yang paling teratas.
Dan jika Allah sangat penyabar kepada seluruh tamunya yang hadir
melaksanakan ibadah umroh maka sebagai tamu yang hadir sudah selayaknya dan
sepatutnya pula berjiwa penyabar saat menunaikan ibadah umroh sampai kembali ke
tanah air dan seterusnya sampai hayat
masih di kandung badan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar