Sekarang kami ingin mengajak jamaah sekalian
untuk mengetahui, untuk memahami dan melaksanakan apa yang yang menjadi
ketentuan (hukum) dasar yang berlaku saat diri kita hidup di muka bumi ini.
Untuk itu perkenankan kami memberikan ilustrasi sebagai berikut: Untuk dapat menciptakan sesuatu, harus di
mulai dari adanya kehendak, adanya kemampuan dan adanya ilmu yang dimiliki oleh pencipta sesuatu
dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hal ini dikarenakan jika yang ada
hanya kehendak saja, tanpa diiringi oleh kemampuan dan ilmu berarti yang ada
hanyalah angan-angan. Sedangkan jika yang ada hanyalah kemampuan saja, tanpa
diiringi dengan kehendak dan ilmu berarti yang ada hanya omongan semata.
Demikian pula jika yang ada hanya ilmu saja, tanpa dibarengi dengan adanya
kehendak dan kemampuan maka yang ada hanyalah konsep semata.
Saat ini langit
dan bumi sudah ada dan diri kitapun sudah menetap di muka bumi ini, timbul
pertanyaan wajibkah bagi pencipta langit dan bumi beserta isinya memiliki
kehendak, memiliki kemampuan serta memiliki ilmu dalam satu kesatuan yang
sangat maha? Berdasarkan akal sehat manusia maka dapat dipastikan bahwa
pencipta langit dan bumi beserta isinya, wajib memiliki kehendak (iradat),
wajib memiliki kemampuan (qudrat) dan wajib pula memiliki ilmu yang sangat
hebat dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan serta sama kualitasnya. Lalu
siapakah yang memiliki kehendak dan kemampuan serta ilmu yang sangat hebat
dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga mampu menciptakan langit
dan bumi beserta isinya? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada 2 (dua) buah
ketentuan ayat AlQuran berikut ini, yaitu: yang ke 1 (satu) adalah “Tidakkah kamu perhatikan,
bahwa Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak[784]?
jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan
makhluk yang baru. ” (surat Ibrahim
(14) ayat 19).”
[784] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah
dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah.
Dan yang ke 2 (dua) adalah “Allah lah yang
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain
dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi
syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?.” (surat As Sajdah (32) ayat
4).”
[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam
memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat
bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at
bagi orang-orang kafir.
Berdasarkan dua
buah ketentuan di atas, Allah SWT lah yang menciptakan langit dan bumi beserta
isinya dengan hak dan jika Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi beserta
isinya dengan hak berarti Allah SWT pasti memiliki kehendak (iradat), pasti
memiliki kemampuan (qudrat) serta pasti memiliki ilmu yang sangat hebat dalam
satu kesatuan. Dan yang berarti setiap ciptaan yang telah diciptakan oleh Allah
SWT kesemuanya tidak bisa melepaskan dari adanya kehendak, kemampuan dan ilmu
Allah SWT yang sangat maha.
Lalu bagaimana
dengan keberadaan diri kita yang saat ini sedang menempati langit dan bumi yang
diciptakan hanya oleh Allah SWT semata tanpa bantuan siapapun dengan hak,
apakah diri kita ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan sedangkan
langit dan bumi ada yang menciptakan? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita
perhatikan 2 (dua) buah ketentuan yang kami kemukakan berikut ini: Pertama, berdasarkan surat Ar
Ruum (30) ayat 54 sebagaimana berikut ini: “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan
lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi
Maha Kuasa.”
Kedua, berdasarkan ketentuan yang termaktub dalam surat Al Baqarah (2) ayat
30 yang kami kemukakan berikut ini: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."
Keberadaan seluruh manusia, termasuk di dalamnya
keberadaan orang tua kita, diri kita, anak dan kerurunan kita di langit dan di
bumi Allah SWT, tidak datang dengan sendirinya. Semuanya ada karena ada yang
menciptakan, dalam hal ini adalah Allah SWT. Sehingga keberadaan diri kita juga
tidak akan mungkin bisa dilepaskan dari adanya kehendak (iradat) Allah SWT, adanya kemampuan (qudrat)
Allah SWT serta adanya Ilmu Allah SWT yang sangat hebat dalam satu kesatuan
yang luar biasa. Jika sudah begini keberadaan diri kita di dunia saat ini
berarti diri kita bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba, bukan pula sesuatu
yang datang bersifat insidentil. Diri kita ada di dunia di dalam perencanaan
yang matang serta di dalam maksud dan
tujuan yang jelas.
Untuk lebih mempertegas pernyataan di
atas, mari kita perhatikan dengan seksama apa yang dikemukakan oleh “Pardamean
Harahap” dalam bukunya “Iqra! Menyingkap Makna Dari Fenomena
Hidup Sehari Hari (Melihat Tanda-Nya adalah (juga) Menyadari Kehadiran-Nya), yaitu tentang siapa manusia. Manusia
adalah puncak kreasi Tuhan. Di dalam AlQuran, surat At Tin (95) ayat 4
dikemukakan bahwa: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.” Namun, bila manusia tidak menyadari dirinya, bisa
dikembalikan ke “tempat” yang serendah-rendahnya (aspala safilin(a)). Apa yang menyebabkan manusia sebagai puncak
ciptaan atau sebaik-baik ciptaan? Karena manusia, dibandingkan dengan ciptaan
yang lain (manifestasi) ia bisa menyadari siapa dirinya. Manusia adalah
satu-satunya manifestasi Ilahi yang mempertanyakan siapa dirinya. Manusia
diberikan amanah untuk menjadi “partner” Tuhan melestarikan “permainan
kehidupan” ini, panggung sandiwara ini. Manusia adalah “manifestasi Tuhan” yang
bisa memainkan peran Tuhan secara utuh. Manusia dibekali secara lengkap
sifat-sifat dan nama-nama-Nya yang indah lagi baik. Itulah yang menyebabkan
manusia begitu sempurna. Kesempurnaannya tidak bisa dibandingkan dengan makhluk
yang lain.
Dengan demikian, manusia-manusia yang pernah
hadir di muka bumi ini (di sepanjang sejarah) merupakan manifestasi-manifestasi
Tuhan. Para Rasul, para nabi, para wali, para avatar, para filosof, para
ilmuwan, para panglima, dan lain sebagainya adalah manifestasi-manifestai
particular dari Tuhan. Para Rasul dan
para Nabi-lah yang paling lengkap memanifestasikan sifat-sifat dan
nama-nama-Nya yang indah lagi baik. Mareka layak diberikan gelar insan kamil,
sang manusia yang sempurna. Bila engkau sudah dapat menyaksikan kebenaran dari
kesadaran ini, bahwa semua manusia dan alam ini adalah manifestasi dari Tuhan
yang Esa, maka tidak ada alasan bagimu untuk menilai baik buruknya “permainan
kehidupan ini.”
Kesadaran pada tingkatan ini telah melihat
“Tuhan” tampil dalam keragaman wajah. Kesada-ran di tingkatan inilah yang
membebaskanmu dari segala beban dan dualism kehidupan. Engkau telah kembali
kepada-Nya. Engkau telah “mati sebelum mati”. Engkau telah mencapai
pence-rahan. Engkau telah mencapai Nirvana. Engkau telah bertauhid. Engkau telah
“Manunggaling Kawula Gusti”. Engkau telah kembali ke asal (Tao). Engkau kembali
bergabung dengan samu-dera, dimana tadinya engkau hanya sungai-sungai kecil.
Menyatulah dengan samudera yang maha luas itu.”
Sekarang punya apakah diri kita saat hadir ke muka bumi
ini? Jika kita termasuk orang yang
sudah sadar diri maka kita wajib mengatakan kita tidak mempunyai apapun, kita
adalah makhluk yang miskin, kita adalah makhluk yang hina, saat hadir dan ada
di muka bumi. Dan jika saat ini diri kita memiliki jasmani, ruh, amanah
yang 7, hubbul yang 7, hati tempat diletakkan perasaan dan akal serta adanya
ketenangan, semuanya ada karena ada yang memberikan, dalam hal ini adalah Allah
SWT. Jika sudah seperti ini keadaannya maka:
1. Kita tidak akan
mungkin bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT. Pencipta dan cip-taan tidaklah
sama kedudukannya. Pencipta tetaplah pencipta. Ciptaan tetaplah ciptaan
sehing-ga tidak akan mungkin terjadi ciptaan mampu menciptakan pencipta-Nya dan
juga mampu mendahului pencipta-Nya serta kita juga tidak bisa hidup dengan
seenaknya saja tanpa menghiraukan jangka waktu dan aturan main yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT selaku pencipta.
2. Diri kita sebagai
ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT maka kita tidak akan mung-kin bisa
melepaskan diri sampai dengan kapanpun juga dari kehendak (iradat), dari
kemampuan (qudrat) dan dari ilmu Allah SWT.
3. Adanya kehendak (iradat), adanya kemampuan (qudrat)
dan adanya ilmu Allah SWT yang telah dinyatakan (diejawantahkan) menjadi
apa-apa yang telah diciptakan-Nya menun-jukkan bahwa Allah SWT sangat maha
berkuasa terhadap apa-apa yang telah diciptakan-Nya serta menunjukkan kebesaran
dan kemahaan Allah SWT ada di mana-mana.
Lalu sebagai apakah kehendak (iradat),
kemampuan (qudrat) dan ilmu Allah SWT itu bagi diri kita saat hidup di muka
bumi ini? Adanya kehendak (iradat), kemampuan (qudrat) dan ilmu Allah SWT
merupakan hukum (ketentuan dasar) yang mengikat kepada diri kita sehingga kita
wajib mengetahuinya, kita wajib memahaminya dan wajib pula melaksanakannya dengan
baik dan benar saat kita hidup di muka bumi ini. Dan agar hubungan diri kita selaku ciptaan
Allah SWT dengan Allah SWT selaku pencipta diri kita tercipta dengan baik maka
sudah sepantasnya dan sepatutnya kita mengetahui lebih banyak lagi tentang
hukum (ketentuan dasar) ini. Hal ini dikarenakan apa-apa yang dikehendaki oleh
Allah SWT kesemuanya bukan untuk kepentingan Allah SWT selaku pencipta,
melainkan untuk kebaikan diri kita. Dan jangan sampai kehendak Allah SWT yang
berlawanan dengan kehendak syaitan justru kita sia-siakan sehingga kehendak
syaitan menjadi berlaku kepada diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar