D. ADANYA ANCAMAN BAGI
ORANG YANG TIDAK MAU BERTAUHIDKAN KEPADA ALLAH SWT.
Allah SWT selaku
pencipta dan pemilik dari alam semesta ini telah mempersiapkan 4 (empat) buah
ancaman bagi orang-orang yang tidak mau bertauhidkan kepada Allah SWT saat
mereka hidup di muka bumi ini. Dan inilah 4 (empat) buah ancaman yang dimaksud,
yaitu:
1. Dimasukkan ke dalam
Api Neraka. Inilah
hasil akhir dari orang-orang yang tidak mau bertauhidkan kepada Allah SWT. Lalu
seperti apakah kondisi dan keadaan neraka yang telah dipersiapkan oleh Allah
SWT untuk orang-orang yang tidak mau
beriman kepada Allah SWT? Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama apa yang dikemukakan
oleh “Yazid
Ar-Raqqsyi”
dalam tulisannya yang berjudul “dahsyatnya neraka menurut AlQuran dan Hadits”
sebagaimana termaktub di dalam laman “Inilah.com” berikut ini:
Diriwayatkan oleh
Anas bin Malik ra, bahwa "Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah pada
waktu yang tidak biasa dengan raut muka yang berbeda dari biasanya. Rasulullah
bertanya: Wahai Jibril, kenapa Aku melihat raut mukamu berbeda? Jibril
menjawab, "Wahai Muhammad, aku datang kepadamu pada saat Allah
memerin-tahkan supaya api neraka dinyalakan. Tidak pantas jika orang yang
mengetahui bahwa neraka, siksa kubur dan
siksa Allah itu sangat dahsyat, untuk bersenang sebelum dirinya merasa aman
dari ancaman itu."
Rasulullah menjawab:
"Wahai Jibril, lukiskanlah keadaan neraka itu kepadaku." Jibril
berkata: "Baik, ...Ketika Allah swt menciptakan neraka, apinya dinyalakan
seribu tahun hingga berwarna hitam pekat, nyala dan baranya tidak pernah
padam." "Demi Dzat yang mengutus engkau kebenaran sebagai Nabi,
seandainya neraka itu berlubang sebesar lubang jarum, niscaya segenap penghuni
dunia akan terbakar karena panasnya." "Demi Dzat yang mengutus Engkau
dengan kebenaran sebagai Nabi, seandainya ada baju penghuni neraka itu
digantung diantara langit dan bumi, niscaya semua penghuni dunia akan mati
karena bau busuk dan panasnya." "Demi Dzat yg mengutus Engkau
kebenaran sebagai Nabi, seandainya sehasta dari mata rantai sebagaimana yang
disebutkan didalam al quran diletakkan di puncak gunung, niscaya bumi sampai
kedalamnya akan meleleh." "Demi Dzat yang mengutus Engkau kebenaran
sebagai Nabi, seandainya ada seorang berada di ujung barat dunia ini disiksa,
niscaya orang yang berada di ujung timur akan terbakar karena panasnya."
Neraka itu mempunyai
7 (tujuh) pintu dan masing-masing pintu dibagi-bagi untuk laki-laki dan
perempuan. Rasulullah bertanya; "Apakah pintu-pintu itu seperti pintu
kami?" Jibril menjawab; "Tidak.Pintu itu selalu terbuka dan pintu
yang satu berada dibawah pintu yang lain. Jarak pintu yang satu dengan pintu
yang lain sejauh perjalan 70 tahun. Pintu yang dibawahnya lebih panas 70 x
lipat dari pintu yang di atasnya."
"Musuh-musuh
Allah diseret kesana dan jika mereka sampai di pintu itu, malaikat Zabaniyah
menyambut mereka dengan membawa rantai dan belenggu. Rantai itu dimasukkan ke
dalam mulutnya dan keluar dari duburnya, sedangkan tangan kirinya dibelenggu
dengan lehernya, dan tangan kanannya dimasukkan ke dalam dada hingga tembus ke
bahu.
Setiap orang yang
durhaka itu dirantai bersama setan dalam belenggu yang sama, lantas diseret
wajahnya tersungkur dan dipukul oleh malaikat dengan palu. Setiap kali mereka
hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka
dikembalikan ke dalam neraka."
Rasulullah bertanya,
"Siapakah penghuni masing-masing pintu itu?" Jibril menjawab,
"Pintu yang paling bawah namanya Hawwiyah. Pintu neraka Hawiyyah ini
adalah pintu neraka yang paling bawah (dasar), yang merupakan neraka yang
paling mengerikan. Pintu neraka ini ditempati oleh orang-orang munafik, orang
kafir termasuk juga keluarga Fir'aun, dalam neraka Hawiyyah. “"Maka
tempat kembalinya adalah neraka Hawiyyah" (surat Al Qariah (101) ayat 9).
Pintu kedua namanya
Jahim. Yakni pintu neraka tingkatan ke 6. Tingkatan neraka ini di atasnya neraka
Hawiyyah. Di dalamnya ditempati oleh orang-orang musyrik yang menyekutukan
Allah. Hal ini sebagaimana arti firman Allah ini :"Dan diperlihatkan dengan
jelas neraka Jahim kepada orang-orang yang sesat" (surat Asy Syu’araa (26)
ayat 91).
Pintu ketiga namanya
Saqar, tempat arang-orang shabi'in. Merupakan pintu neraka pada tingkatan ke 5.
Di dalam pintu itu ditempati oleh orang-orang yang menyembah berhala atau
menyembah patung-patung yang dibuat bangsanya sendiri.Tingkatan pintu neraka
ini, terletak di atasnya pintu neraka Jahim. Tentang neraka ini, Allah telah
berfirman yang artinya :"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam
Saqar (neraka)" (surat Al Mudatstsir (74) ayat 42)
Pintu keempat namanya
Ladza, berisi iblis dan orang-orang yang mengikutinya, serta orang Majusi.
Ladza merupakan pintu neraka pada tingkatan nomor 4. Di dalamnya ditempati
Iblis laknatullah beserta orang-orang yang mengikutinya dan orang-orang yang
terbujuk rayuannya. Kemudian orang-orang Majusi pun ikut serta menempati neraka
Ladza ini. Mereka kekal bersama Iblis di dalamnya. Tingkatan pintu neraka Ladza
ini diatasnya pintu neraka Saqar. Dalam hal ini Allah telah berfirman : “Sekali-kali
tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak". (surat Al-Ma'arij
(70) ayat 15). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Iblis dan para
pengikutnya akan dimasukkan ke dalam neraka Ladza. Seperti apa yang dikatakan
oleh Malaikat Maut (malaikat Izrail) ketika Iblis hendak dicabut nyawanya, maka
malaikat maut itu berkata, bahwa Iblis akan diberi minum dari neraka Ladza.
Pintu kelima namanya
Huthamah, tempat orang-orang Yahudi. Merupakan pintu neraka pada neraka
tingkatan ke 3. Di dalamnya ditempati oleh orang-orang Yahudi dan para
pengikutnya. Pintu neraka Huthamah ini, tingkatannya di atas pintu neraka Ladza
yang dihuni para Iblis. Tentang neraka Huthamah ini, Allah telah berfirman
dalam Al-Qur'an : "Dan tahukah kamu, apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan)
Allah yang dinyalakan". (surat Al-Humazah (104) ayat 5-6).
Pintu keenam namanya
Sa'ir, merupakan pintu neraka pada neraka tingkatan ke 2. Di dalamnya ditempati
oleh orang-orang Nashrani dan para pengikutnya. Pintu neraka ini berada di atas
tingkatan pintu neraka Huthamah. Mengenai neraka ini, Allah SWT berfirman :"Dan
dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)".(surat Al-Insyigaq
(84) ayat 12).
Selanjutnya Jibril
terdiam karena merasa segan kepada Rasulullah Saw. kemudian Rasulullah
bertanya, "Kenapa engkau tidak memberitahukan penghuni pintu yang
ketujuh?" Jibril menjawab :"Pintu ke tujuh namanya pintu neraka
Jahanam. Merupakan pintu neraka yang paling atas (pertama). Di dalamnya berisi
umatmu yang melakukan dosa-dosa besar dan tidak tobat sampai mereka meninggal
dunia." Rasulullah pingsan mendengar penjelasan Jibril tersebut. Jibril
meletakan kepala Rasulullah di pangkuan-nya sampai Beliau sadar kembali. Salman
Al-Farisi datang dan berdiri di depan pintu seraya berkata,
"Assalaamu'alaikum, yaa ahla baitir rahmah, apakah saya bisa bertemu
dengan junjunganku Rasulullah Saw.?" Namun tidak ada yang menjawab,
sehingga mereka pun menangis dan terjatuh.
Rasulullah bersabda:
"Betapa besar cobaan yang menimpaku dan aku merasa sangat sedih. Jadi, ada
di antara umatku yang akan masuk neraka?" Jibril menjawab, "benar,
yaitu umatmu yang mengerjakan dosa-dosa besar. Kemudian Rasulullah saw.
menangis, dan Jibril pun juga ikut menangis. Rasulullah SAW. lantas masuk ke
rumahnya dan menyendiri. Beliau hanya keluar rumah jika hendak mengerjakan
shalat dan tidak berbicara dengan siapa pun. Dalam shalat beliau menangis dan
sangat merendahkan diri kepada Allah Taala.
Pada hari yang
ketiga, Abu BakarAs Shiddiq ra. datang ke rumah beliau dan mengucapkan,
"Assalaamualaikum, yaa ahla baitir rahmah, apakah saya bisa bertemu
Rasulullah SAW?" Namun tidak ada seorang pun yang menjawabnya, sehingga
Abu Bakar menangis tersedu-sedu. Umar r.a. datang dan berdiri di depan pintu
seraya berkata, "Assalaamu' alaikum, yaa ahlal baitir rahmah, apakah saya
bisa bertemu dengan Rasulullah Saw.?" Namun tidak ada seorang pun yang
menjawabnya, sehingga Umar lantas menangis tersedu-sedu.
Kemudian Salman
bangkit dan mendatangi rumah Fathimah. Sambil berdiri di depan pintu ia
berkata, " Assalaamu' alaikum, wahai putri Rasulullah Saw" sementara
Ali r .a. sedang tidak ada di rumah. Salman lantas berkata, "Wahai putri
Rasulullah SAW., dalam beberapa hari ini Rasulullah Saw. suka menyendiri.
Beliau tidak keluar rumah kecuali untuk shalat dan tidak pemah berkata-kata
serta tidak mengizinkan seseorang untuk masuk ke rumah beliau."
Fathimah lantas pergi
ke rumah beliau (Rasulullah). Di depan pintu rumah Rasulullah Saw. Fathimah
mengucapkan salam dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya adalah
Fathimah." Waktu itu Rasulullah Saw. sedang sujud sambil menangis, lantas
mengang-kat kepala dan bertanya, "Ada apa wahai Fathimah, Aku sedang
menyendiri. Bukakan pintu untuknya." Maka dibukakanlah pintu untuk
Fathimah.
Fathimah menangis
sejadi-jadinya, karena melihat keadaan Rasulullah yang pucat pasi, tubuhnya
tampak sangat lemah, mukanya sembab karena banyak menangis. Fathimah bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah yang sedang menimpa dirimu wahai ayahku?"
Beliau bersabda, "Wahai Fathimah, Jibril datang kepadaku dan melukiskan
keadaan neraka. Dia memberitahu kepadaku bahwa pada pintu yang teratas
diperuntukkan bagi umatku yang mengerjakan dosa besar. Itulah yang menyebabkan
aku menangis dan sangat sedih."
Fatimah bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimana mereka masuk ke neraka itu?" Beliau
bersabda, "Mereka digiring ke neraka oleh malaikat. Wajah mereka tidak
hitam, mata mereka tidak biru, mulut mereka tidak disumbat, dan mereka tidak
dibelenggu ataupun dirantai."
Fatimah
bertanya," Wahai Rasulullah, bagaimana sewaktu mereka digiring ke neraka
oleh malaikat?" Beliau bersabda, "Laki-laki ditarik jenggotnya,
sedangkan perempuan dengan ditarik rambut ubun-ubunnya. Banyak diantara umatku
yang masih muda, ketika ditarik jenggotnya untuk digiring ke neraka berkata,
"Betapa sayang kemudaan dan ketampananku.
"Banyak di
antara umatku yang perempuan ketika ditarik ke neraka berkata, "Sungguh
aku sangat malu." Ketika malaikat yang menarik umatku itu sampai ke neraka
dan bertemu dengan Malik, Malik bertanya kepada malaikat yang menarik umatku
itu, "Siapakah mereka itu? Aku tidak pernah melihat orang-orang yang
tersiksa seperti mereka. Wajah mereka tidak hitam, mata mereka tidak biru,
mulut mereka tidak disumbat, mereka tidak dibarengkan dengan golongan setan,
dan mereka tidak dibelenggu atau diikat lehernya?"
Malaikat itu
menjawab, "Kami diperintahkan untuk membawa mereka kepadamu dalam keadaan
seperti itu." Malik berkata kepada mereka, "Wahai orang-orang yang
celaka, siapakah sebenarnya kalian ini?" (Dalam hadits yang lain
disebutkan, bahwa ketika mereka ditarik oleh malaikat, mereka selalu
menyebut-nyebut nama Muhammad. Ketika mereka melihat Malik, mereka lupa untuk
menyebut nama Muhammad Saw. karena seramnya Malaikat Malik). Mereka menjawab,
"Kami adalah umat yang diturunkan AlQuran kepada kami dan termasuk orang
yang mengerjakan puasa pada bulan Ramadhan." Malik berkata, "AlQuran
hanya diturunkan untuk umat Muhammad SAW.” Ketika mendengar nama Muhammad,
mereka berteriak seraya berkata, 'Kami termasuk umat Muhammad SAW" . Malik
berkata kepada mereka, "Bukankah di dalam AlQuran ada larangan untuk
mengerjakan maksiat-maksiat kepada Allah Ta'ala?" Ketika mereka berada di
tepi neraka dan diserahkan kepada Malaikat Zabaniyah, mereka berkata
"Wahal Malik, izinkanlah kami untuk menangisi nasib kami."
Malik mengizinkannya,
dan mereka lantas menangis dengan mengeluarkan darah. Malik lantas berkata,
"Alangkah baiknya, seandainya tangis ini kamu lakukan sewaktu berada di
dunia. Seandainya sewaktu di dunia kamu menangis seperti ini karena takut
kepada siksaan Allah, niscaya sekarang ini kamu tidak akan masuk neraka." Malik
lalu berkata kepada Zabaniyah, "Lemparkan, lemparkan mereka ke dalam
neraka." Ketika mereka dilempar ke dalam neraka, mereka berseru secara
serempak mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallah...., sehingga api neraka
langsung menjadi padam.
Kemudian Malik
berkata, "Wahai api, sambarlah mereka!" Api itu menjawab,
"Bagaimana aku menyambar mereka sementara mereka mengucapkan kalimat: Laa
ilaaha illallaah. Malik berkata lagi kepada api neraka, "Sambarlah
mereka". Api itu menjawab, "Bagaimana aku menyambar mereka, sementara
mereka mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallah." Malik berkata,
"Benar, namun begitulah perintah Allah Arasy". Kemudian api itu pun
menyambar mereka. Di antara mereka ada yang disambar sampai dua telapak
kakinya, ada yang disambar sampai dua lututnya, dan ada yang disambar sampai
lehemya.
Ketika api itu akan
menyambar muka, Malik berkata, "Jangan membakar muka mereka, karena dalam
waktu yang cukup lama mereka bersujud Kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Dalam
AlQuran, Allah telah mensifati neraka Jahannam sebagai berikut :"Sungguh (neraka) itu menyemburkan bunga api
(sebesar dan setinggi) istana".(surat Al Mursalat (77) ayat 32)
sedangkan menurut surat Al Hijr (15) ayat 43 sebagaimana berikut ini: "Dan sesungguhnya Jahannam itu
benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut
setan) semuanya”. Dan jika seperti
ini kondisi dasar dari neraka sebagai kampung kebinasaan dan kesengsaraan, lalu
apa yang kita pikirkan dengan kondisi ini, sanggupkah kita hidup di sana!. Dan
jika sekarang jika ada sebuah pernyataan yang berbunyi “lebih berat mana menahan dan
mengalahkan hawa nafsu dibandingkan menahan panasnya api neraka”, mana
yang kita pilih sekarang? Pilihan yang paling baik dan benar mampu menahan dan
mengendalikan hawa nafsu karena jika kita memperturutkan hawa nafsu hasil
akhirnya adalah neraka. Dan neraka yang akan kita tempati kondisinya seperti
yang telah kami kemukakan di atas.
Sekarang
coba bayangkan dan renungkan
seperti itulah keadaan dari kampung atau tempat kembali yang dijanjikan oleh
Allah SWT kepada makhluknya yang tidak mematuhi segala larangan dan
perintah-Nya dan yang juga tidak mau beriman kepadaNya. Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, beranikah anda memilih kampung
kebinasaan dan kesengsaraan sebagai tempat kembali kelak setelah hari kiamat?
Jika anda berani memilih neraka berarti anda telah menjadi pengikut dan antek
serta kawan bagi syaitan dan iblis di dalam mengarungi hidup di neraka.
Selama ini kita hanya
mengetahui bahwa warna api adalah merah kemudian dengan merahnya api saja kita
sudah tidak sanggup mendekatinya ataupun melawannya. Jika sekarang warna api
neraka adalah hitam dan gelap tentunya lebih hebat dan lebih dahsyat dari api
yang berwarna merah. Jika api
yang hitam dan gelap itu adalah tempat kembali kita, coba bayangkan sakit dan
perih yang dirasakan oleh tubuh kita pada waktu terbakar. Sebagaimana hadits
berikut ini: “Rasulullah
bersabda: “Api neraka dinyalakan selama seribu tahun sehingga api itu menjadi
merah. Api neraka itu lantas dinyalakan lagi selama seribu tahun sehingga api
itu menjadi putih. Setelah itu api neraka dinyalakan kembali selama seribu
tahun sehingga api neraka itu menjadi hitam dan gelap”. (Hadits Riwayat
Ath Thirmidzi)”. Beranikah anda merasakan panasnya api tersebut
di akhirat kelak?
2. Putus Hubungan Dengan Allah SWT. Hal yang kedua yang akan kita peroleh jika kita tidak mau bertauhidan
kepada Allah SWT sehingga kita tidak mau beriman kepada Allah SWT adalah
terputusnya hubungan antara diri kita selaku abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi dengan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik langit
dan bumi. Ingat, suatu hubungan yang
bersifat dua arah, tidak akan dapat berjalan jika hanya Allah SWT saja yang
telah menyatakan bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi semesta alam. Sedangkan diri
kita tidak mau mengakui, tidak mau menerima, tidak mau mengimani, tidak mau
meyakini akan keberadaan Allah SWT. Dan yang pasti adalah yang membutuhkan
Allah SWT adalah diri kita, bukan sebaliknya Allah SWT yang membutuhkan diri
kita.
Sekarang mari kita perhatikan, hadits yang kami
kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman:
Tidaklah Aku akan memper-hatikan hak hamba-Ku sebelum ia memperhatikan hak-Ku
terhadap dia. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani, 272:125) Berdasarkan hadits ini, Allah SWT sudah sangat jelas memberikan
penjelasan kepada diri kita bahwa Allah SWT tidak akan pernah memberikan
hak-hak diri kita sepanjang diri kita tidak mau memenuhi hak-hak Allah SWT
terlebih dahulu. Adanya kondisi ini berarti baik dan buruknya hubungan antara
diri kita dengan Allah SWT sangat tergantung kepada diri kita sendiri, yaitu :
a. Semakin baik kita memenuhi hak-hak Allah SWT maka
semakin baik pula Allah SWT memberikan hak-hak diri kita;
b. Semakin baik kita beriman kepada Allah SWT, maka
semakin baik pula Allah SWT memberikan hak-hak diri kita;
c. Semakin baik kita sesuai dengan apa yang dikehendaki
Allah SWT, maka se-makin baik pula Allah SWT memenuhi janjinya kepada diri kita.
Sekarang bagaimana jika kita tidak mau memenuhi
hak-hak Allah SWT, atau jika kita tidak mau bertauhidkan kepada Allah SWT lalu
tidak mau beriman kepada-Nya atau jika kita tidak mau sesuai dengan apa yang
dikehendaki Allah SWT? Dalam hal ini,
yang pasti Allah SWT tidak akan pernah rugi dengan segala apa yang kita perbuat,
dan yang pasti apa yang kita perbuat akan menjauhkan diri kita dengan Allah SWT
dan akan memutuskan hubungan kita dengan Allah SWT. Dan jika ini terjadi kita dipersilahkan oleh
Allah SWT melawan ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan seorang diri saat menjadi abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi.
Untuk mempertegas, terputusnya hubungan diri kita dengan Allah SWT, mari
kita perhatikan dengan seksama apa yang terjadi jika radio yang kita miliki
putus hubungan dengan stasiun pemancar karena antena rusak? Terputusnya
hubungan radio yang kita miliki dengan stasiun pemancar bisa disembabkan oleh:
(1) rusaknya antena, dan juga; (2) gelombang radio yang kita miliki tidak
berkesesuaian dengan gelombang yang dipancarkan oleh stasiun pemancar.
Adanya kondisi ini berarti antena sangat memegang peranan penting di radio dan
juga kesesuaian gelombang radio sangat menentukan kualitas siaran radio yang
kita terima. Sekarang akan sia-sia belaka jika kita memiliki radio yang mahal
harganya jika kita tidak bisa menerima siaran akibat dari antenanya tidak
berfungsi dan gelombangnya tidak sesuai. Jika ini yang terjadi pada radio,
sekarang bagaimana jadinya jika diri kita putus hubungan dengan Allah SWT
padahal diri kita sudah diberikan hari nurani oleh Allah SWT?
Seperti kita ketahui bersama, fungsi dari hati nurani diri kita tidak
berbeda jauh dengan fungsi antena pada radio. Hati nurani adalah alat atau media, atau sarana untuk
menjang-kau Allah SWT, atau sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT sebagaimana
dikemukakan dalam hadits berikut ini: Wahab bin
Munabbih berkata: Allah ta'ala berfirman: Sesunguhnya langit-langit dan bumi
tidak berdaya menjangkau-Ku, Aku telah dijangkau oleh hati seorang mukmin. (Hadits Qudsi Riwayat Ahmad
dari Wahab bin Munabbih, 272:32).” Sedangkan kesesuaian gelombang atau
kesesuaian antara diri kita dengan Allah SWT sangat tergantung dengan kualitas
hati nurani, sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Nabi SAW
bersabda: Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, maka di
dalam hatinya timbul satu titik noda hitam. Apabila ia berhenti dari perbuatan
dosanya dan memohon ampun serta bertaubat, maka bersihlah hatinya. Jika ia
kembali berbuat dosa, maka bertambahlah hitamnya titik nodanya itu sampai
memenuhi hatinya. (Hadits Riwayat
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa'i; Ibnu Hibban dan Hakim).”
Terputusnya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT berarti kita telah
menjadikan hati nurani tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, atau kita
telah merusak fungsi hati nurani atau kita telah menjadikan hati nurani tidak
bisa memberikan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan ruh (jiwa) diri kita, seperti
ketenangan jiwa, pemahaman terhadap sesuatu, perasaan nyaman dan lain
sebagainya karena tertutupnya hati nurani akibat dari perilaku kita yang
berseberangan dengan kehendak Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam
firman-Nya berikut ini: “Sekali-kali tidak
(demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka. (surat Al Muthaffiffin (83) ayat 14).
Timbul pertanyaan, kenapa sampai hubungan dengan Allah SWT menjadi
terputus yang mengakibatkan hati nurani yang ada di dalam diri manusia
mengalami kerusakan atau mengalami gangguan? Rusaknya atau terganggunya hubungan
diri kita dengan Allah SWT bukan karena Allah SWT namun karena ulah diri kita
sendiri yang tidak mampu melaksanakan dengan baik dan benar hal-hal yang kami
kemukakan di bawah ini, yaitu:
a. Tidak mau melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.
b. Tidak mau menempatkan dan meletakkan Allah SWT sesuai dengan kebesa-ran
dan kemahaan yang dimiliki-Nya,karena kita telah mengganti kedudukan Allah
SWT dengan Tuhan-Tuhan baru selain Allah
SWT.
c. Akibat perbuatan dosa, atau sengaja berbuat dosa dengan harapan dosanya
nanti diampuni Allah SWT.
d. Memiliki ilmu tetapi tidak mau mengamalkan, beramal tetapi tidak Ikhlas,
atau beramal karena Riya.
e. Memakan rezeki Allah SWT tetapi tidak pernah mau bersyukur serta tidak
Ridha dengan pemberian Allah SWT.
f. Sering mengubur orang mati,
namun tidak mau mengambil pelajaran dari ke-matian tersebut, dan lain
sebagainya.
Akibat dari rusaknya hubungan diri kita dengan Allah SWT akan
mengakibatkan diri kita berada di luar kehendak
Allah SWT yang berarti diri berada di dalam kehendak syaitan sanglaknatullah
serta kita akan mengalami hal-hal sebagai berikut:
a. Hilangnya fasilitas dan janji-janji Allah SWT yang telah dipersiapkan
oleh Allah SWT untuk manusia.
b. Ketenangan dan ketentraman bathin menjadi sesuatu yang mahal dan sulit
di-peroleh.
c. Cinta Allah SWT kepada akal yang diletakkan di dalam hati nurani bertepuk
sebelah tangan akibat putusnya hubungan cinta serta aura dalam diri tidak
terpancar keluar.
d. Pemahaman akan Agama sulit masuk ke dalam diri manusia serta petunjuk Allah
SWT tidak akan pernah didapatkan akibat rusaknya hati nurani.
e. Penyakit di dalam rongga dada, seperti takut, resah, gelisah, menjadi sangat
sulit untuk disembuhkan.
Agar diri kita dapat menjaga dan memelihara hubungan antara diri kita
dengan Allah SWT atau dalam rangka
menjaga kebersihan dan kesehatan hati nurani yang kita miliki, maka:
a. Perbanyaklah Istighfar, meminta ampun, dimanapun, kapanpun yang
dilan-jutkan dengan memperbanyak dzikir (mengingat Allah SWT) dimanapun,
kapanpun.
b. Perbanyak pergaulan dengan orang-orang shalih dengan sering menghadiri
majelis dan mendengarkan nasehat mereka serta pelajari AlQuran dan amalkan.
c. Perbanyak Qiyamul Lail, melalui shalat Tahajud.
d. Sedikit makan, perbanyak puasa sunat.
e. Bermunajat kepada Allah SWT pada waktu malam hari.
f.
Perbanyak shadaqah dan juga
karya-karya nyata yang bermanfaat bagi sesama umat manusia, tanpa memandang
suku, agama dan ras.
Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri, butuhkah kita dengan Allah SWT
saat melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya
di muka bumi? Jika kita merasa butuh
dengan Allah SWT maka jangan pernah sekejap pun kita putus hubungan dengan
Allah SWT hal ini dikarenakan ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan sudah sangat
siap untuk menggantikan kedudukan Allah SWT saat diri kita memutuskan hubungan
dengan Allah SWT. Dan semoga hal ini tidak pernah terjadi pada diri kita.
3. Hidupnya dipengaruhi oleh Ahwa (Hawa Nafsu) dan syaitan. Hal yang ketiga yang akan kita peroleh dan rasakan jika diri kita tidak
bertauhidkan kepada Allah SWT sehingga tidak mau beriman kepada Allah SWT
adalah hidup yang dijalaninya selalu dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) dan
juga syaitan sehingga segala tindak tanduknya selalu bertolak belakang dengan
apa apa yang dikehendaki Allah SWT. Dalam hal ini adalah memperturutkan sifat
sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam (tanah) yang mencerminkan
nilai-nilai keburukan seperti:
a. Memperturutkan sifat lemah (melemahkan) yang pada
akhirnya kita hanya diam atau pasif dalam berbuat;
b. Memperturutkan sifat pelit dan kikir yang akan
melahirkan sifat memelitkan yang hanya mementingkan diri sendiri;
c. Memperturutkan sifat
tamak akan harta yang akan melahirkan segalanya hanya untuk dia saja;
d. Suka berburuk sangka kepada orang yang melahirkan
kebencian dan ketidak-sukaan kepada orang lain dan lain sebagainya yang pada
akhirnya melahirkan sikap intoleransi.
Selanjutnya jika sampai sifat bakhil (pelit) sudah menjadi sifat diri
kita, maka di dalam diri kita akan timbul sikap dan perilaku mementingkan diri
sendiri, atau mementingkan kelompok lebih dominan daripada mementingkan
kepentingan umum, atau sukar untuk berbagi dengan sesama, atau semuanya untuk
kita yang lain biarkan saja, sulitnya keteraturan diwujudkan dalam masyarakat,
hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat kedisiplinan di tengah masyarakat,
sifat konsumerisme tumbuh kembang di dalam masyarakat, alam semakin hancur,
bencana di mana-mana, pemutarbalikkan fakta menjadi kebiasaan umum, sulitnya
kebenaran diterima oleh masyarakat, mudahnya kemungkaran diterima masyarakat
serta hukum sulit ditegakkan. Padahal sifat asli dari ruh bukanlah seperti itu,
melainkan suka berbagi sebagai cerminan dari sifat dermawan.
Dan jika sampai kita membangkang ketentuan, hukum, perintah dan larangan
dari Allah SWT yang ditunjukkan dengan kita tidak mau bertauhidkan kepada Allah
SWT sehingga kita tidak beriman kepada Allah SWT berarti :
a. Kita telah menyerahkan penguasaan ruh diri kita
kepada jasmani sehingga jiwa kita masuk dalam kategori jiwa fujur. Adanya
kondisi ini berarti sifat asli dari ruh berupa Nilai-Nilai Kebaikan yang
berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah telah digantikan atau telah kita tukar dengan
Nilai-Nilai Keburukan yang dibawa oleh jasmani sehingga kita berada di dalam
kehendak syaitan.
b. Kehendak Allah SWT sudah jauh dari diri kita, atau
diri kita sudah tidak se-suai lagi dengan Kehendak Allah SWT.
c. Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak di
sembah sudah tidak berlaku lagi sebab sudah digantikan dengan ahwa (bertuhankan
kepada hawa nafsu) sehingga kehidupan dunia sudah lebih dipentingkan daripada kehidupan
akhirat (dunia segala-galanya, akhirat ala kadarnya).
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi,
jangan sampai diri kita tidak bertauhidkan kepada Allah SWT karena dampak dari
itu semua tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri, namun juga berdampak negatif
kepada anak keturunan kita sendiri, kepada masyarakat luas dan juga kepada
kualitas dari bumi yang saat ini kita tempati dan berarti tiket masuk ke neraka
Jahannam sudah kita miliki.
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah fitrah
diri kita adalah makhluk yang terhormat dan jika sampai diri kita
memperturutkan ahwa (hawa nafsu) demi mengejar keinginan tertentu melalui cara-cara
yang tidak terhormat, seperti membuat syariat-syariat baru atau membuat
ketentuan untuk kepentingan sesaat, berarti diri kita memang sudah tidak layak
lagi menyandang status terhormat.
Dan
jika ini sudah terjadi atau kita sudah melakukannya berarti kita tidak akan
pernah sampai ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat, untuk
bertemu dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghor-mati,
karena kita pulang kampungnya ke neraka jahannam. Dan agar diri kita tidak
salah jalan, ada baiknya kita mempelajari apa yang dikemukakan oleh “Muhammad
Mahdi al Ashifi” dalam bukunya “Mencerdaskan Hawa Nafsu” yang mengemukakan
tentang pengaruh buruk (destruktif) ahwa (hawa nafsu ) bagi umat manusia,
sebagai-mana berikut ini:
a. Ahwa (hawa nafsu) menutup pintu-pintu hati dari petunjuk
Allah SWT sebagai-mana termaktub dalam surat Al Jatsiyah (45) ayat 23 berikut
ini: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci
pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka
siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)?
Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.Demikianlah, mengikuti hawa
nafsu akan menyebabkan tertutupnya jendela jendela hati untuk menerima
kehadiran Allah, RasulNya, tanda tanda kebesaranNya, hujjah hujjahNya dan
bayyinah bayyinahNya. Untuk itu berhati hatilah dengan hawa nafsu karena hawa
nafsu adalah sekutu kebutaan. Jauhilah hawa nafsu karena akan mangajak diri
kita kepada kebutaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
b. Ahwa (hawa nafsu) dapat menyesatkan manusia dan
menghalangi manusia dari jalan Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surat
Maryam (19) ayat 59 berikut ini: “Kemudian datanglah setelah mereka,
pengganti pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikui keinginannya
(memperturutkan hawa nafsunya) maka kelak mereka akan tersesat.” Dan
juga berdasarkan surat Shad (38) ayat 26 berikut ini: “Janganlah engkau mengikuti hawa
nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.”
Selain dua buah
ketentuan di atas, masih ada beberapa makna dari ahwa (hawa nafsu) sehingga
ahwa (hawa nafsu) juga dapat diartikan: (1) sebagai penyakit; (2) sebagai awal nestapa manusia; (3) sebagai kendaraan fitnah; (4) sebagai kehancuran dan kebinasaan; (5) sebagai pangkal kemusnahan; (6) sebagai musuh manusia; dan (7) hawa nafsu juga akan mendisfungsikan akal.
Beginilah jadinya bila ahwa (hawa nafsu)
telah berkuasa dengan sewenang wenang. Ia akan menjadi kendaraan yang
melumpuhkan segala daya dan kekuatan kemanusian manusia dan menggagalkan diri
kita pulang kampung ke syurga.
Lalu berlakulah
ketentuan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Jabir ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku
membalas hamba yang aku benci dengan hamba yang Aku benci pula kemudian Aku
masukkan keduanya ke dalam Neraka. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:75).”
Lalu sudahkah kita
memahaminya!
Selain daripada itu semua, ada hal lainnya yang harus kita perhatikan
yaitu ketentuan yang termaktub dalam firman-Nya berikut ini: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah
(AlQuran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah
yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (surat Az Zukhruf (43) ayat
36). Dimana untuk menjadi budak syaitan, atau menjadi manusia yang mudah diperngaruhi
oleh syaitan melalui ahwa (hawa nafsu), atau untuk menjadi sahabat syaitan, atau
untuk menjadi tetangga yang baik bagi syaitan di Neraka Jahannam kelak, caranya
cukup mudah dilaksanakan, dan juga sangat murah, yaitu cukup dengan berpaling secara konsisten dari waktu ke
waktu dari pengajaran Allah SWT melalui Diinul Islam, atau jangan pernah akui
AlQuran sebagai buku manual yang diturunkan oleh Allah SWT untuk kepentingan penghambaan
dan kekhalifahan di muka bumi, atau jadikan ahwa (hawa nafsu) sebagai Tuhan
pengganti Allah SWT saat kita hidup di dunia ini. Akan tetapi jika kita ingin
pulang kampung ke Syurga untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, ditempat
yang terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati, lakukanlah dan
laksanakanlah Diinul Islam secara kaffah dengan melaksananakan Rukun Iman,
Rukun Islam dan Ikhsan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga diri
kita akan selalu sesuai dengan Kehendak Allah SWT.
4. Kena Azab Dunia, Azab Kubur dan Azab Akhirat. Hal yang ke empat yang akan kita peroleh dan rasakan jika kita tidak bertauhidkan
kepada Allah SWT sehingga tidak mau beriman kepada-Nya saat menumpang di langit
dan di bumi yang dimiliki oleh Allah SWT adalah akan kena azab baik di dalam
kehidupan dunia, di alam kubur dan akhirat. Yang mana azab ini bermakna siksa
Allah SWT yang ditimpakan kepada siapa saja yang Allah kehendaki, sebagaimana
dikemukakanNya dalam surat Al Baqarah (2) ayat 284 berikut ini: “Milik Allah lah apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan apa yang ada dalam hatimu atau kamu
sembunyikan niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu.
Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki.
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Adapun azab (siksa)
yang akan ditempakan oleh Allah SWT jika ditinjau dari sisi atau tempatnya,
dapat dibedakan menjadi 3(tiga) bagian, yaitu (a) azab (siksa) di dunia; (b)
azab (siksa) di alam kubur dan; (c) azab (siksa) di akhirat. Azab di dunia memiliki
beberapa varian (jenis) bisa berupa kehinaan, wabah penyakit, kemiskinan, gempa
yang kuat, angin topan, banjir, petir, kebakaran yang besar, tidak merasakan
adanya ketenangan dalam hidup dan lain sebagainya.
Sedangkan dari sisi
besaran azab akhirat jauh lebih hebat dan lebih dahsyat dibandingkan dengan
azab dunia, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Seperti
itulah azab (di dunia). Dan sungguh azab akhirat lebih besar sekiranya mereka
mengetahui. (surat Al Qalam (68) ayat 33). Selain daripada itu, azab
(siksa) bisa juga ditinjau dari sisi sifatnya, yang terdiri dari: (a) azaban
muhina yang artinya azab yang sangat menghinakan; (b) azaban aliima yang
artinya azab (siksa) yang sangat pedih); (c) azaban syadida yang artinya azab (siksa)
yang sangat keras); (d) azabun muqim yang artinya azab (siksa) yang kekal) dan;
(e) azabun ‘azhim yang artinya azab (siksa) yang sangat dahsyat.
Sebagai orang yang
sedang menumpang, atau yang sedang menjadi tamu di muka bumi ini, jangan sampai
kita berbuat, bertindak yang mengundang turunnya azab dan kemur-kaan Allah SWT,
sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dalam
sebuah riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim dengan sanad sahih, Rasulullah SAW
pernah memberikan nasihat yang sangat penting dan berharga kepada kita tentang
masalah azab ini. Di hadapan kaum Muhajirin dan Anshar, beliau SAW menyebut
lima hal yang dapat mengundang turunnya azab dan kemurkaan Allah SWT, sebagai
berikut:
Pertama, dosa zina yang
dilakukan secara terang-terangan di suatu kaum. Perbuatan maksiat ini akan
menyebabkan turunnya tha'un (wabah) dan penyakitpenyakit yang tidak pernah ada
pada generasi sebelumnya.
Kedua, perilaku curang,
seperti mengurangi takaran dan timbangan. Termasuk kezaliman penguasa, seperti
pembunuhan, kerusakan, khianat, korupsi, dan lain-lain. Maka, ragam kejahatan
ini akan menyebabkan kebangkrutan, paceklik, banyaknya tekanan, dan kesulitan
hidup.
Ketiga, enggan
membayar zakat dan suka menahannya. Akibatnya, hujan dari langit pun akan
ditahan. Sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi
hujan.
Keempat, melanggar perjanjian
dengan Allah dan Rasul-Nya. Karena perbuatan ini, Allah akan menjadikan pihak
musuh dari kalangan orang kafir dan munafik berkuasa ke atas mereka. Lalu,
pihak musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki.
Kelima, menyelisihi syariat
Islam. Artinya, selama para pemimpin yang diberikan amanah kekuasaan itu tidak
menjadikan agama sebagai dasar hukum dalam menjalankan kepemimpinannya, Allah
akan menjadikan permusuhan di antara mereka.”
Tentu, masih banyak perilaku
perilaku manusia yang secara langsung mengundang azab Allah di dunia ini. Tak
terkecuali, juga untuk para penguasa yang tidak adil atau dzalim. Disadari atau
tidak oleh manusia ketahuilah ancaman akan siksa dunia sebetulnya sedang
mengintai umat manusia setiap saat.
Kisah tentang kaum
‘Ad, Iram, Tsamud, Fir’aun dan seumpamanya yang diabadikan dalam Alquran,
sejatinya harus bisa menjadi pelajaran dan peringatan bagi diri kita saat ini. Dan bagi orang mukmin atau siapa saja yang
mampu membuka mata, telinga dan hatinya. Hendaknya turunnya azab dunia
hendaklah dijadikan sebagai nasihat berharga, yang mampu menambah keyakinan
kepada Allah SWT, memperbanyak ibadah atau amal sholeh. Atau menjadi energi
yang mendorong seseorang untuk bertaubat, kembali kepada pangkuan ridha Allah
SWT. Selain itu, jadikan adanya azab dunia diharapkan menjadi benteng yang
dapat menjaga seseorang dari sikap putus asa dari rahmat Allah. Terutama bagi
orang-orang mukmin, pada saat dirinya diperlakukan tidak adil oleh orang-orang
yang zalim, maka mereka tetap optimistis dan yakin bahwa Allah SWT akan
memuliakannya.
Besarnya nikmat
kekuatan dan kekuasaan yang mereka peroleh, semestinya digunakan untuk
mengingat kebesaran Allah, mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Sekaligus
mensucikan dan mengagungkan-Nya. Menegakkan keadilan, membela kebenaran dan
membangun suasana yang damai dan menentramkan di kalangan umat manusia.
Termasuk, sungguh-sungguh mencegah segala bentuk kemungkaran. Begitulah ideal-nya.
Tapi, justru sebaliknya, mereka berbuat sewenang-wenang, angkuh, jahat, berbuat
makar dan varian kezaliman lainnya. Sehingga Allah SWT membalas perbuatan buruk
mereka dengan azab dunia yang menghinakan dan bahkan membinasakan. Oleh sebab
itu, azab yang terjadi dunia ini, yang dapat dirasakan atau bahkan bisa disaksikan
langsung oleh mata kepala, ataupun azab yang ditunjukkan lewat kisah-kisah yang
diwahyukan Allah, seyogyanya menjadi pelajaran dan peringatan yang menghadirkan
manfaat dan hikmah.
Dan jika sampai
banyak orang yang berbuat maksiat yang membuat Allah tidak suka, atau
menjadikan Allah SWT benci kepada pelakunya maka ketentuan hadits berikut ini
menjadi berlaku di muka bumi ini. Jabir ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Aku membalas hamba yang Aku benci dengan hamba yang Aku benci
pula kemudian Aku masukkan keduanya ke dalam neraka. (Hadits Qudsi Riwayat Ath
Thabrani; 272:75). Jangan sampai hal ini terjadi di dalam kehidupan
diri kita. Dan agar diri kita bukan menjadi penyebab dari datangnya azab dalam
kehidupan ini, ada baiknya kita mengetahui bentuk bentuk perilaku yang
menyebabkan turunnya azab Allah di dunia adalah sebagai berikut:
Pertama, kekufuran manusia.
Kekufuran ini merupakan penyebab utama yang mengundang turunnya azab Allah di
dunia, sebagaiman dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Maka
adapun orang orang kafir, maka akan Aku azab mereka dengan azab yang sangat
keras (azaban syadida) di dunia dan di akhirat, sedang mereka tidak memperoleh
penolong. (surat Ali Imran (3) ayat 56).
Kedua, orang yang
menghalang-halangi menyebut nama Allah di masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk
merobohkannya. Termasuk dalam perbuatan ini adalah mencegah orang lain berbuat
kebajikan, menjegal orang berkunjung ke masjid, mempersulit dan bahkan
menindasnya. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 114
berikut ini: “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang melarang dalam
masjid masjid Allah untuk menyebut namaNya, dan berusaha merobohkannya? Mereka
itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka
mendapatkan kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat (azabun
‘azhim).”
Ketiga, menyakiti Allah SWT
dan Rasul-Nya. Maknanya, mendustakan dan berpaling dari agama Allah dan
Rasul-Nya. Termasuk, melakukan penghinaan atau penistaan terhadap nilai-nilai
dan syiar-syiar agama-Nya, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini:
“Sesungguhnya
(terhadap) orang orang yang menyakiti Allah dan RasulNya, Allah akan
melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan (azaban
muhina) bagi mereka. (surat Al Ahzab (33) ayat 57).”
Keempat, memerangi Allah dan
RasulNya, sekaligus melakukan kerusakan di muka bumi, sebagaimana dikemukakan
dalam surat Al-Maidah (5) ayat 33 berikut ini: “Hukuman bagi orang orang yang
memerangi Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau
diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di
dunia, dan di akherat mereka mendapat azab yang besar (azabun ‘azhim).”
Kelima, adanya sifat bakhil
atau kikir. Siapa pun yang memperoleh anugerah harta, tetapi mereka bersikap
kikir dan tidak peduli dengan kesulitan dan penderitaan orang-orang lemah (kaum
dhu’afa) yang ada di sekitarnya, maka sifat bakhil dan kikir ini dapat
menyebabkan pelakunya ditimpa siksa di dunia. Sebagaimana terjadi pada
pemilik-pemilik kebun yang dikisahkan dalam Alquran surat Al Qalam (68) ayat 17
dan ayat 33 berikut ini: “Sungguh Kami telah menguji mereka (orang
musyrik mekkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik pemilik kebun ketika
mereka bersumpah pasti akan memetik hasilnya pada pagi hari. “Seperti itulah
azab (di dunia). Dan sungguh azab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui.”
Sekarang apa yang akan Allah SWT
berikan kepada diri kita jika kita patuh dan taat kepada Allah SWT, lalu apakah
sama atau berbeda dengan yang diberikan kepada orang yang tidak mau beriman kepada Allah SWT? Allah SWT akan memberikan
penghargaan kepada setiap orang yang taat dan patuh kepada-Nya dengan hal-hal
sebagai berikut yaitu: (a) dilapangkan
dan dimurahkan rezeki oleh Allah SWT serta dipanjangkan umur; (b) diberikan maunah dan pertolongan yang tidak
di duga-duga dari Allah SWT; (c) karunia, hidayah dan firasat yang baik
melalui hati nurani; dibukanya pintu ilham atau ide-ide brilian; (d) diberikannya pemahaman dan kemantapan hati
di dalam mempelajari Diinul Islam; (e)
diberikannya ketenangan bathin; (f)
dimudahkannya sakratul maut serta wafat dalam keadaan husnul khatimah; serta (g) dianugerahkan keluarga sakinah serta anak
keturuan yang shaleh dan shalehah.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang sedang
menjalankan tugas di muka bumi beranikah kita menyatakan bahwa hadiah dan
penghargaan dari Allah SWT kepada orang yang tidak bertauhidkan kepada Allah
SWT lebih baik, lebih enak dan lebih
bermutu dibandingkan dengan hadiah dan penghargaan yang diberikan Allah SWT
kepada orang yang taat dan patuh? Jawaban dari pertanyaan ini, hanya diri
kitalah yang tahu pasti karena hal ini akan menunjukkan kepada diri kita kemana
kita akan pulang kampung.
Selanjutnya ketahuilah bahwa segala bentik ancaman Allah SWT kepada umat
manusia bukanlah sebatas pengumuman dan informasi belaka yang dikemukakan oleh
Allah SWT di dalam AlQuran. Akan tetapi apa yang telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam AlQuran pasti akan
dilaksanakan oleh Allah SWT. Sekarang setelah mengetahui akan adanya sanksi dan
penghargaan dari Allah SWT kepada orang-orang yang tidak mau bertauhidkan kepada
Allah SWT seharusnya kondisi ini membuat diri kita menjadi lebih sadar lalu
melakukan Taubatan Nasuha ataukah menjadikan diri kita takut untuk melawan Allah
SWT karena kita tidak pernah menciptakan dan memiliki langit dan bumi,
terkecuali kita sanggup menahan panasnya api neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar