H. KETAUHIDAN
DALAM DIRI AKAN MEMUDAHKAN DIRI KITA MENDA-PATKAN AMPUNAN-NYA.
Adanya ketauhidan dalam diri yang baik dan
benar akan memudahkan diri kita mendapatkan ampunan atas dosa dan kesalahan
yang kita perbuat, terkecuali dosa syirik lagi musyrik yang dibawa mati. Hal
ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki, dan mengazab siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (surat Ali Imran (3) ayat 129).”
Setiap manusia,
siapapun orangnya tak pernah luput dari perbuatan dosa dan salah. Namun sebesar
apapun dosa dan kesalahan yang pernah dibuatnya, pintu ampunan dari Allah SWT selalu
terbuka bagi hambanya yang sungguh-sungguh bertaubat memohon ampun atas setiap
dosa-dosa yang telah dilakukan pada masa lalunya. Begitu besar ampunan dari Allah
bagi hambanya hingga lebur semua dosa yang pernah diperbuat hamba. Dan hanya
dosa syirik dan musyrik yang dibawa mati yang tidak ada ampunan dari Allah SWT.
Sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat Imam Tirmidzi nomor 3463: Telah
menceritakan kepadaku Abdullah bin Ishaq Al Hauhari Al Bashri telah
menceritakan kepadaku Abu Ashim telah menceritakan kepada kami Katsir bin Faid
telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Ubaid ia berkata: Saya mendengar Bakr
bin Abdullah Al Muzani ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Anas bin
Malik ia berkata: Saya mendengar Rasulullah berkata: Allah berfirman,
Wahai anak Adam, tidaklah engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku
melainkan Aku ampuni dosa yang ada padamu dan Aku tidak perduli, wahai anak
Adam, seandainya dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit kemudian engkau
meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli.
Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan
sepenuh bumi kemudian engkau menemui-Ku dengan tidak menyekutukan sesuatu
dengan-Ku niscaya Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi."
Abu Isa berkata; hadits adalah hadits hasan gharib, kami tidak mengetahuinya
kecuali dari jalur ini.
I. KETAUHIDAN
DALAM DIRI AKAN MAMPU MENGHANTARKAN DIRI KI-TA MEMPEROLEH REZEKI YANG
BERKAH.
Adanya ketauhidan dalam diri yang baik dan
benar akan menghantarkan orang yang bertauhid memperoleh rezeki yang berkah yang
tidak dibatasi-Nya serta menjadikan rezeki tersebut menjadi keberkahan dalam
hidup. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Kehidupan dunia dijadikan terasa indah
dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang yang
beriman. Padahal orang-orang yang bertaqwa itu berada di atas mereka pada hari
kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa
perhitungan. (surat Al Baqarah (2) ayat 212).”
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, kita
tidak diperkenankan oleh Allah SWT mencari rezeki (penghasilan) melalui
cara-cara yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT yang juga Sang Maha
Pemberi Rezeki, sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nuur (24) ayat 37-38
berikut ini: “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah
memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan
Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (surat An Nuur (24) ayat 37-38).”
Allah SWT juga akan memberikan kepada diri kita tambahan karunia dan
kemudahan untuk mendapatkan dan memperoleh rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa batas, sepanjang kita melaksanakan dan menjalankan Diinul
Islam yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang didukung dengan adanya
ketauhidan di dalam diri seperti mendirikan shalat, membayarkan zakat, beriman
kepada hari akhir dst.
Selanjutnya rezeki yang seperti apakah yang akan diberikan oleh Allah SWT
kepada umatnya yang sesuai dengan kehendak-Nya? Jawabannya ada pada hadits
berikut ini: Menurut Hadits Qudsi: Allah SWT berfirman kepada para Malaikat yang
diserahi urusan rezeki bani Adam: "Hamba manapun yang kamu dapati yang
cita-citanya hanya satu (yaitu semata-mata untuk akhirat), jaminlah rezekinya
di langit dan di bumi. Dan hamba manapun yang kamu dapati mencari rezekinya
dengan jujur karena berhati-hati mencari keadilan, berilah dia rezeki yang
baik, dan mudahkanlah baginya. Dan jika ia telah melampaui batas kepada selain
itu, biarkanlah dia sendiri mengusahakan apa yang dikehendakinya. Kemudian dia
tidak akan mencapai lebih dari apa yang Aku tetapkan untuknya. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Naim dari Abu Hurairah r.a)
Allah SWT adalah Sang
Maha Pemberi Rezeki yang terbaik (ar-Razzaq, Khair ar-Raziqin). Rezeki Allah SWT
itu sangat luas, rezeki Allah tak terbatas. Karena itu, rezeki tidak boleh
dipahami sebatas harta benda, materi atau uang. Hal ini dikarenakan rezeki dari
Allah SWT bisa dibedakan dengan “Rezeki Materiil dan Rezeki Immateriil”.“Rezeki
Materiil” adalah rezeki yang dapat dihitung atau dapat dikalkulasi dalam bentuk
mata uang ataupun dalam bentuk sesuatu yang mempunyai nilai tertentu seperti
emas atau perak, yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan
ruh atau dapat dibelanjakan untuk kepentingan jasmani dan ruh.
Sedangkan Rezeki Immateriil” adalah rezeki yang khusus diberikan oleh
Allah SWT kepada hamba-Nya yang sukses melaksanakan dan menjalankan ketauhidan
dalam diri dalam bentuk atau dalam rupa yang tidak dapat dikalkulasi dalam mata
uang tertentu, namun mempunyai nilai yang sangat tinggi dibandingkan dengan
uang, emas ataupun perak. Lalu seperti apakah “Rezeki Immateriil” yang akan
diberikan Allah SWT kepada abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka
bumi yang telah memiliki ketauhi-dan dalam diri dengan baik dan benar, yaitu:
1. Diberikannya kesehatan yang prima kepada diri kita termasuk kepada anak dan keturunan kita;
2. Diberikannya
kemudahan dan pemahaman yang lebih atas apa-apa yang kita pela-jari atau
dimudahkannya kita mendapatkan atau memperoleh ilmu yang berasal dari Allah SWT
melalui firasat, ilham maupun maunah;
3. Dianugerahkannya
kepada kita keluaga, anak dan keturunan yang baik, pintar, berbakti, shaleh dan
shalehah;
4. Diberikannya umur panjang (bukan usia panjang) dikarenakan amal dan per-buatan baik yang pernah
kita lakukan;
5. Diberikannya kepada
kita keluarga Sakinah yang penuh rasa sayang di antara se-sama anggota keluarga;
6. Selalu diberikan kemudahan dan perlindungan di dalam setiap melakukan akti-vitas;
7. Terhindarnya diri
kita dari prasangka buruk, tipu daya, niat jahat, niat busuk mau-pun fitnah;
8. Diberikannya kalam
atau ucapan sebagai sebuah kelebihan dan dengan kelebihan itu memudahkan kita
melakukan sebuah aktivitas.
Selanjutnya, coba kita bandingkan antara “Rezeki Immateriil” yang berasal
dari Allah SWT dengan apa yang dapat kita peroleh melalui “Rezeki Materiil”,
yang akan kami kemukakan di bawah ini:
What Money Can Buy (Money is not Everything)
A Bed but not Sleep; Books but not Brains; Food but not Appetite; Finery but not Beauty; A House but not Home; Medicine but not Health;Luxuries but not Culture; Amusement but not Happiness;Religion but not Salvation. A Clock but not Time; Position but not Resfect
Iman, ilmu, amal
shalih, umur, harta, kesehatan, keluarga, sahabat, relasi, dan sebagainya
merupakan rezeki immaterial yang harus disyukuri dan dimaknai agar menjadi
berkah melimpah, sehingga dapat mengantarkan seorang hamba meraih husnul
khatimah dan ridha-Nya.
Meraih keberkahan
rezeki idealnya menjadi agenda dan ikhtiar yang diniati dengan ikhlas karena
Allah SWT semata. Sehingga yang dicari bukan semata-mata banyaknya (kuantitas)
rezeki, tetapi keberkahannya: kualitas, nilai tambah, nilai positif, dan
kebaikannya yang dapat memberi manfaat, baik bagi diri sendiri, keluarga,
maupun orang lain. Keberkahan rezeki itu tidak diraih secara instans, tetapi
harus diusahakan dengan memahami regulasi yang sudah ditetapkan Allah dan
Rasul-Nya. Keberkahan rezeki itu juga tidak diperoleh dengan menghalalkan
segala cara, menabrak aturan yang berlaku, merugikan negara atau orang lain.
Karena itu, keserakahan, ketamakan, kedengkian, dan orientasi duniawi-materi
harus dienyahkan, karena menjadi perusak dan penghilang keberkahan rezeki.
Dengan menaati
syariat Allah dan menjauhi larangan-Nya (bertakwa), rezeki akan datang dari
jalan tak terduga. Artinya, iman dan takwa itu menjadi modal dan kunci utama
keberkahan rezeki sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan sekiranya penduduk negeri itu
beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat) Kami, maka Kami
siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (surat Al A’raf (7)
ayat 96)”. Selain itu, meraih keberkahan rezeki harus dilandasi
keyakinan dan pemahaman yang benar bahwa pemilik rezeki itu adalah Allah; dan
rezeki yang diterima itu hanyalah amanah atau titipan yang akan dimintai
pertanggungjawaban di akhirat kelak sebagaimana dikemukakan dalam surat At-Takatsur
(102) ayat 8) berikut ini: “kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada
hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).”
Rezeki yang
diperoleh, khususnya harta, bukan menjadi hak milik mutlak, melainkan
sebagiannya ada hak Allah untuk orang lain yang harus diberikan melalui zakat,
infak, atau sedekah sebagaimana dikemukakan dalam surat Al-Ma’arij (70) ayat 24-25)
berikut ini: “Dan orang-orang yang di dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi
orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta.”Dan di antara kunci
pembuka keberkahan rezeki adalah keyakinan sepenuh hati bahwa Allah itu
Mahakaya dan sedekah itu tidak pernah menyebabkan kemiskinan. Hal ini
sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Katakanlah, “Sungguh, Tuhanku
melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki di antara
hamba-hamba-Nya. Dan apa saja yang kamu infakkan Allah akan menggantinya dan
Dialah pemberi rezeki yang terbaik. (surat Saba’ (340 ayat 39)”.
Namun demikian, ketahuilah
bahwa rezeki menjadi tidak berkah, apabila seseorang bermaksiat kepada Allah;
meraihnya dengan jalan haram, tidak halal, dan illegal, seperti: mencuri,
berjudi, korupsi, dan sebagainya. Percaya kepada selain Allah dalam
meraih reze-ki seperti meminta jasa pesugihan dari dukun, paranormal, tuyul,
dan sebagainya juga menjadi perusak akidah dan keberkahan rezeki. Mendayagunakan
rezeki untuk kemung-karan dan kemaksiatan, seperti: minum miras, berjudi,
narkoba, berzina, rasuah, dan sebagainya merupakan jalan setan yang dapat menghilangkan
keberkahan rezeki. Selain itu, penghilang keberkahan rezeki lainnya adalah
durhaka kepada orang tua, penggunaan rezeki untuk menista agama Allah,
mengkriminalisasi ulama, memfitnah, menerbar hoaks, dan sebagainya.
Dan puncak keberkahan
rezeki yang sangat didambakan hamba adalah rezeki mulia (rizqun karim), yaitu
kenikmatan surgawi. Rezeki mulia merupakan balasan paling indah bagi
orang-orang beriman. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut
ini: “Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan
memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat)
yang mulia (surat Al Anfaal (8) ayat 4).”.
Dan jangan sampai diri kita memberikan rezeki
kepada iblis/syaitan akibat ulah diri kita sendiri yang tidak mau membacakan “Basmallah”
saat diri kita makan atau minum, sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra.
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Berkata Iblis: Ya, Tuhan;
Semua makhluk-Mu telah engkau tentukan rezekinya, maka manakah rezekiku. Allah
berfirman: Rezekimu adalah makanan yang tidak disebut nama-Ku padanya. (Hadits Qudsi Riwayat Abussyekkh, 272:259)
Sekarang pilihan untuk mencari rezeki ada pada tangan kita sendiri, Allah
SWT hanya menunjukkan jalan. Allah SWT hanya menentukan batasan halal dan
haram. Allah SWT hanya menunjukkan hasil akhir yang dapat kita peroleh
dari upaya mencari rezeki sebab di lain
sisi kitapun harus waspada dengan iblis/syaitan sebab ia juga mengincar dan
menginginkan rezeki yang kita peroleh termasuk di dalamnya iblis/syaitan akan
mempe-ngaruhi kita di dalam cara-cara memperoleh rezeki dan juga ahwa (hawa
nafsu) yang mempunyai sifat kikir, bakhil, pelit yang selalu menyuruh manusia
hanya mementingkan diri sendiri. Untuk itu tidak ada cara lain yang paling baik
selain berpedoman kepada Diinul Islam saat mencari rezeki sebab Allah SWT akan
memudahkan dan melapangkan manusia mencari rezeki baik yang berbentuk Materiil
maupun Immateriil saat hidup di muka bumi.
Jamaah sekalian, itulah 9 (ketentuan) yang
dapat kita peroleh dan rasakan saat diri kita telah memiliki ilmu ketahuidan
dalam diri dengan baik dan benar yang diiringi mampunya diri kita menerapkan
ketauhidan dalam hidup dan kehidupan ini. Namun demikian masih ada beberapa
ketentuan lagi yang dapat kita peroleh dari ketauhidan yang ada dalam diri,
yaitu:
1. Berdasarkan ketentuan
yang termaktub dalam firman-Nya berikut ini: “Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak
menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari Tuhanmu. Tetapi secara
khusus Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Allah
pemilik karunia yang besar. (surat Al Baqarah (2) ayat 105).” Orang
yang bertauhid akan dapat menghantarkan diri kita menjadi orang-orang yang
secara khusus mampu memperoleh rahmat-Nya dan ridha-Nya.
2. Berdasarkan ketentuan yang termaktub dalam firman-Nya berikut ini: “Dan Nabi mereka berkata
kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.”
Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami
lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang
banyak?” (Nabi) menjawab, “Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan
memberikan kelebihan ilmu dan fisik.” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (surat Al
Baqarah (2) ayat 247).” Allah SWT akan memberikan kelebihan ilmu dan
fisik kepada siapa yang dikendaki-Nya. Dan dengan adanya kelebihan ilmu dan
fisik mampu menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang memiliki ide-ide segar
lagi baru sehingga mampu mengalahkan musuh sebagaimana Thalut yang diangkat
menjadi raja dan mampu mengalakan Jalut.
3. Berdasarkan
ketentuan yang termaktub dalam firman-Nya berikut ini: “Dan dia me-naikkan kedua
orang tuanya ke atas singgasana. Dan
mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (Yusuf). Dan dia (Yusuf) berkata,
“Wahai Ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku
telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik
kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari
dusun. Setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku.
Sungguh, Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang
Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (surat Yusuf (12) ayat 100).”
Allah SWT akan memberikan kemuliaan
sebagaimana Nabi Yusuf as, yang telah dirusak hubungan dirinya dengan
saudara-saudaranya oleh syaitan. Yang akhirnya Nabi Yusuf as, mampu merasakan
kelembutan dan kasih sayang Allah SWT secara langsung dan apa yang pernah
dimimpikan kepadanya menjadi kenyataan dengan naiknya kedua orang tuanya ke
atas singgasana dan semua anak-anaknya tunduk bersujud kepada Nabi Yusuf as,
sebagaiman dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “(Ingatlah) ketika Yusuf
berkata kepada ayahnya. “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat
sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.” (surat
Yusuf 12) ayat 4).”
Dan agar kelembutan
Allah SWT tetap terpelihara dalam diri dan diri kita tetap mendapatkan
kelembutan dari Allah SWT untuk itu pertahatikanlah 2 (dua) buah hadist berikut
ini: Rasulullah
SAW bersabda, "Hai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut. Dia
mencintai sikap lemah lembut. Allah akan memberikan kepada sikap lemah lembut
sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras, dan juga akan memberikan
apa-apa yang tidak diberikan pada sikap lainnya." (Hadits Riwayat Muslim).”
Dan Nabi Muhammad SAW dalam sabda lainnya menyampaikan orang yang
dijauhkan dari sifat lemah lembut atau kasih sayang, berarti dijauhkan dari
kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa dijauhkan dari sifat
lemah lembut (kasih sayang), berarti ia dijauhkan dari kebaikan. (Hadits
Riwayat Muslim)”.
4. Berdasarkan ketentuan
yang termaktub dalam firman-Nya berikut ini: “Sungguh, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang
berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain
(golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala bahwa mereka (golongan muslim)
dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan pertolongan-Nya bagi siapa yang
Dia kehendaki. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai
penglihatan (mata hati). (surat Ali Imran (3) ayat 13)”.
Allah SWT akan memberikan bantuan dan
pertolongan yang tidak kasat mata terhadap hamba-Nya yang memiliki ketauhidan
yang baik dan benar berupa bertambah jumlah kemampuan diri kita di mata orang
kafir. Padahal kemampuan diri kita yang sesungguh tidaklah seperti yang orang
kafir gambarkan Disinilah salah satu letak dimana Allah SWT hendak menguatkan
dengan pertolongan-Nya melalui sesuatu yang tidak kita ketahui caranya dan
akhirnya musuh dapat dikalahkan.
5. Berdasarkan ketentuan
yang termaktub dalam firman-Nya berikut ini: “Dan Dia meng-hilangkan kemarahan hati mereka (orang-orang mukmin).
Dan Allah menerima taubat orang yang Dia kehendaki. Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. (surat At Taubah (9) ayat 15).” Allah SWT akan memudahkan
diri kita untuk mendapatkan penerimaan taubat atas dosa dan kesalahan yang
pernah kita buat serta Allah SWT akan menghilangkan kemarahan yang ada pada
hati orang-orang mukmin, sepanjang diri kita telah memiliki ilmu ketauhidan
yang baik dan benar. Akhirnya terpeliharalah nilai-nilai kebaikan di dalam
masyarakat oleh sebab orang-orang yang bertauhid dengan baik dan benar.
6. Berdasarkan ketentuan
yang termaktub dalam firman-Nya berikut ini: “Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas setiap
orang yang berpengetahuan ada yang lebih mengetahui. (surat Yusuf (12) ayat
76).” Allah SWT akan mengangkat derajat atau kemuliaan seseorang dari
suatu keadaan tertentu menjadi lebih baik dari ke waktu yang sebelumnya sebagaimana
yang terjadi pada diri Nabi Yusuf as.
Dan jika saat ini kita masih memiliki kesadaran yang normal maka kita
akan mampu melihat dengan jelas bahwa tujuan dari mempelajari ilmu tauhid di
atas merupakan sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia-manusia
yang dikehendaki-Nya sehingga apa yang diberikan oleh Allah SWT itu bukanlah
barang gratisan apalagi sesuatu yang bisa diperjual-belikan dan juga diwariskan
kepada anak keturunan dari diri kita sendiri serta kepada orang lain. Dan
dengan adanya kondisi ini maka kedudukan ilmu tauhid (ketauhidan) merupakan
ketentuan dasar yang paling pokok di dalam ajaran Islam dan yang berarti kita
memang sangat membutuhkan ilmu tauhid terkecuali jika kita senang berada di
dalam kehendak syaitan sang laknatullah dan siap untuk pulang kampung ke
neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar