Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 07 Juni 2024

LAWAN DARI KETAUHIDAN (PART 2 of 3)

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini,  ada baiknya kita juga harus mengetahui penyebab dari seseorang mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu melalui perilaku musyrik lagi syirik. Untuk itu kita harus berhati-hati dan selalu waspada atas  adanya 3 (tiga) buah penyebab yang bersifat fundamental munculnya perilaku musyrik lagi syirik sebagaimana dikemukakan oleh “Muntohar” dalam laman “ump.ac.id” berikut ini:

 

1.  Al-Jahlu (kebodohan). Masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan masyarakat jahiliyah. Sebab mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam kondisi yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cenderung berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan kecenderungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah masyarakat jahiliyah para dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa, sebab mereka bodoh, dan dengan kebodohan-nya mereka tidak tahu bagaimana seharusnya mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ujung-ujungnya para dukun sebagai nara sumber yang sangat mereka agungkan.

 

 

2.   Dhu’ful iimaan (lemahnya iman). Seorang yang lemah imannya cenderung ber-buat maksiat. Sebab rasa takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya rasa takut akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk menguasai dirinya. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya maka tidak mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik, seperti memohon kepada pohon besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta pertolongan agar ia dipilih jadi pejabat atau selalu merujuk kepada para dukun untuk supaya penampilannya tetap memikat hati banyak orang dan lain sebagainya.

 

Ada manusia yang menyembah kepada sesama  manusia, ada manusia yang menyem-bah kepada malaikat, ada manusia yang menyembah kepada alam, ada manusia yang menyembah kepada jin. Misalnya ada di masyarakat jawa yang datang memberikan persembahan berupa sesaji kepada pohon tua, batu besar, kuburan angker lagi keramat,  laut selatan yang dikuasai Nyai Loro Kidul, hewan langka (seperti Kebo Kyai Slamet), keris dan bentuk-bentuk peribadatan lainnya.  Bentuk kesyirikan juga bisa menimpa para ilmuwan dengan pemahaman-pemahaman modern menyesatkan seperti liberalism, sekulerisme, komunisme, pluralisme, hedonis-me, dan isme-isme lainnya. Atau adanya manusia mempertuhankan teknologi, hatinya terpaut dengan HP, TV, game, dan sebagainya.

 

 3.   Taqliid (taklid buta). Didalam  AlQuran  selalu  digambarkan  orang-orang  yang menyekutukan Allah dengan alasan karena mengikuti jejak nenek moyang mereka. Hal ini sebagaimana termaktub dalam surat Al A’raaf (7) ayat 28 berikut ini: “Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah, “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” Sedangkan menurut surat Al Maaidah (5) ayat 104 berikut ini: “Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab, “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?Ketidakmurnian penganut agama Islam tidak hanya terjadi di zaman sekarang saja, bahkan  sejak Nabi Nuh as, adalah awal mula percampuran keyakinan yang murni. Umatnya Nabi Nuh as menyembah kepada berhala karena ada orang-orang shaleh yang meninggal, kemudian mereka berlebih-lebihan dalam memberikan bentuk penghor-matan sehingga sampai pada bentuk penyembahan patung-patung dengan diberi nama orang-orang sholeh tersebut seperti Wadd; Suwwa; Yaqhuts; Ya’uq dan Nasr. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr. (surat Nuh (71) ayat 23).

 

Demikianlah dari generasi ke generasi berikutnya selalu terjadi penyelewengan-penyelewengan terhadap agama tauhid ini, sampai kepada zaman modern sekarang dengan ragam bentuk yang berbeda dari generasi sebelumnya. Atau masih ada juga bentuk kesyirikan ala tradisionalis yang melekat dengan unsur-unsur adat dan budaya. Adapula kesyirikan dikemas dengan kemasan modern, seolah-olah itu adalah bagian dari perkembangan teknologi. Dan dari pemaparan diatas kita bisa mengambil hikmah bahwa penyebab dari manusia berbuat syirik adalah karena ketidakmampuan manusia dalam mengandalkan akal dan indera saja, sehingga menyimpulkan tuhan dengan berbagai macam bentuk. Akal dan indra tidak mampu menjangkau hal-hal ghaib yang hanya diketahui oleh Pencipta makhluk. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan wahyu yang akan menuntun jalan hidupnya.

 

Sebagai abd’(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita mengetahui keadaan ini! Lalu sudahkah kita membentengi diri kita, keluarga, anak dan keturunan kita dari pengaruh buruk musyrik lagi syirik!

  

C.     TAUBATAN NASUHA.

 

Agar proses taubatan nasuha dapat berjalan dengan baik dan benar, terdapat 3 (tiga) ketentuan yang harus diwaspadai dan jika sampai kita mengabaikannya bukan tidak mungkin proses taubatan nasuha menjadi gagal dan berantakan. Dan inilah yang harus kita waspadai, yaitu:

 

1.   Adanya Batasan Waktu (Batasan Usia Seseorang). Untuk itu ketahuilah bahwa sepanjang ruh  masih belum tiba di kerongkongan, berarti kita masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk merubah apa-apa yang ada pada jiwa kita sepanjang dari kita kita sendiri mau mengadakan perubahan. Allah SWT berkehendak kepada kita agar kita sendiri yang aktif memulai terlebih dahulu untuk mengadakan perubahan maka barulah Allah SWT menolong kita menuju kepada perubahan yang kita harapkan, dalam hal ini dari syirik dan musyrik kepada ketauhidan. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka merubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (surat Ar Rad (13) ayat 11)”. Allah SWT hanya akan mengubah suatu keadaan diri kita apabila kita sendiri telah berupaya untuk mengadakan perubahan yang ada pada diri kita sendiri. Apa maksudnya? Sepanjang diri kita masih mempertahankan kemalasan  serta hanya diam (tanpa aktifitas) untuk berubah ke arah perbaikan diri maka sepanjang itu pula Allah SWT tidak akan merubah diri kita.

 

Buang rasa malas ganti dengan sifat aktif untuk berbuat kearah perbaikan diri maka Allah SWT akan merubah diri kita sesuai dengan jihad atau kesungguhan diri kita untuk mengadakan sebuah perubahan. Apalagi kesempatan untuk melakukan perubahan masih ada karena ruh belum tiba di kerongkongan. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba hambaNya. (surat Fathir (35) ayat 45)

 

2.      Adanya Rumus Dasar Kesuksesan. Rumus dasar sebuah kesuksesan sejati tentang perubahan diri adalah menggapainya harus di awal perjalanan, bukan di akhir perja-lanan. Rumus ini harus kita hadapi dengan kuatnya tekad kita untuk berubah yang harus diimbangi dengan menambah kecepatan, menambah kekuatan, menambah kesungguhan untuk merubah perilaku dan perbuatan tanpa melanggar syariat dan hakekat yang berlaku. Hal ini sangat diperlukan karena merubah perilaku diri dari yang sesuai dengan kehendak syaitan menjai yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sebelum ruh tiba di kerongkongan. Jika bukan sekarang kapan lagi.

 

3.   Kesempatan hanya ada pada sisa usia yang kita miliki. Pendeknya waktu yang kita miliki yaitu hanya antara waktu maghrib sampai waktu isya, atau hanya pada sisa usia yang kita miliki yang jumlahnya lamanya tidak kita ketahui dengan pasti, mengharuskan kita untuk lebih fokus dengan menambah kualitas ibadah yang kita lakukan, yang tidak hanya ibadah wajib semata melainkan harus ditambah dengan ibadah-ibadah sunnah baik yang menyertai ibadah wajib ataupun tidak. Agar proses ini menjadi lebih mudah dan cepat, maka segera tambahkan jumlah infaq dan sedekah serta jariah yang kita lakukan agar dengan tambahan ini mampu mempercepat kita menuju jiwa muthmainnah.

 

Adanya 3 (tiga) buah ketentuan diatas ini, disinilah proses hijrah dari kekafiran kepada ketauhidan harus kita lakukan, yaitu dengan melakukan suatu tindakan dengan kesadaran dan dorongan yang berasal dari diri sendiri untuk memperbaiki diri dari suatu kondisi tertentu menuju suatu kondisi yang dikehendaki Allah SWT. Tanpa adanya kesadaran dari diri sendiri dan upaya yang sungguh-sungguh maka upaya taubatan nasuha tidak akan pernah terjadi pada diri kita.

 

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa musyrik lagi syirik adalah sumber yang kotor, mula-mula ia muncul dalam hati dengan memercikkan tetesan, dan lama kelamaan berubah menjadi air bah yang mendobrak segala-galanya sehingga hati ruhani kita tidak ada tempat untuk iman dan tqwa kepada Allah SWT. Musyrik lagi syirik dapat pula diibaratkan sebagai virus yang membahayakan kesehatan diri kita, virus akan terus berkembang sampai menggerogoti diri kita dan pada akhirnya terkaparlah diri kita dengan gelimangan dosa yang tidak terampuni. Dan jika ini yang terjadi maka syaitan sang laknatullah beserta bala tentaranya sangat senang dan sangat bergembira dengan keadaan ini, sebab mereka telah mendapatkan teman, konco, sahabat, tetangga yang baik untuk mengarungi bahtera kehidupan di neraka Jahannam kelak.

 

Sekarang coba kita bayangkan pencipta dan pemilik dari alam semesta ini memberikan penilaian yang sangat buruk dan sangat menjijikkan dengan istilah “Najis” kepada ciptaan-Nya sendiri, sebagaimana telah dikemukakan dalam surat At Taubah (9) ayat 28 berikut ini: ““Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis[634], Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam[635] sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

 

[634] Maksudnya: jiwa musyrikin itu dianggap kotor, karena menyekutukan Allah.

[635] Maksudnya: tidak dibenarkan mengerjakan haji dan umrah. menurut Pendapat sebagian mufassirin yang lain, ialah kaum musyrikin itu tidak boleh masuk daerah Haram baik untuk keperluan haji dan umrah atau untuk keperluan yang lain.

[636] Maksudnya setelah tahun 9 Hijrah.

[637] Karena tidak membenarkan orang musyrikin mengerjakan haji dan umrah, karena pencaharian orang-orang Muslim boleh Jadi berkurang.

 

Sungguh jika ini terjadi kepada diri kita, hal ini merupakan sebuah hadiah dan penghargaan yang sangat menakutkan serta mengerikan kepada diri kita. Kondisi ini sangat bertentangan dengan Kehendak Allah SWT sewaktu pertama kali menciptakan manusia. Timbul pertanyaan, atas dasar apakah Allah SWT memberikan penilaian najis kepada orang musyrik lagi syirik?

 

Hal ini dikarenakan tindakan musyrik lagi syirik yang dilakukan oleh manusia adalah tindakan untuk meniadakan Allah SWT selaku Tuhan bagi semesta alam, tindakan meniadakan Allah SWT selaku Pencipta, tindakan meniadakan Allah SWT selaku Pemilik, Penjaga, dan Pemelihara dengan menggantinya dengan benda bertuah, azimah, dukun, paranormal, berlindung kepada selain Allah SWT, wasilah dan lain sebagainya. Selain daripada itu melalui tindakan musyrik lagi syirik berarti kita telah menganggap Allah SWT sudah tidak ada karena sudah digantikan dengan sesuatu melalui tindakan musyrik, dan kondisi inilah yang paling tidak disukai Allah SWT dan jika Allah SWT sangat marah dan sangat tidak senang dengan orang yang melakukan tindakan musyrik memang sudah sepatutnya apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat At Taubah (9) ayat 28 di atas berlaku.

 

Sebagai bahan perbandingan, lihatlah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seorang yang menjadi mata-mata bagi bangsa lain di negaranya sendiri dikatakan sebagai pengkhia-nat bangsa. Negara memberikan predikat itu memang sudah seharusnya orang tersebut menerima hal itu. Selanjutnya jika predikat najis bagi pelaku musyrik ini sudah menjadi keputusan Allah SWT, apakah kita tidak mempercayai keputusan ini? Sebagai orang yang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT maka kita wajib menerima dan mempercayai keputusan Allah SWT tentang predikat najis. Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT sangat tegas membedakan antara orang yang beriman dengan orang yang musyrik.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, jika predikat najis  sudah berlaku sampai dengan hari kiamat kepada orang-orang musyrik lagi syirik maka jadikan hal ini sebagai dorongan bagi kita untuk jangan sampai diberikan predikat najis  pula kepada diri kita, terkecuali kita sendiri memang ingin memiliki dan merasakan hasil akhir dari predikat najis yang diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita.

 

Lalu apa yang harus kita lakukan jika saat diri kita melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, diri kita secara sengaja ataupun secara tidak sengaja akibat tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT lalu melakukan perbuatan syirik dan musyrik? Sepanjang ruh belum sampai di kerongkongan maka kita masih memiliki satu kesempatan yaitu melakukan “Taubatan Nasuha.” Taubatan Nasuha merupakan proses taubat yang dilakukan secara bersungguh-sungguh, dengan niat, kebulatan tekad, dan berusaha menyempurnakannya dengan usaha memperbaiki diri. Taubatan nasuha harus melalui proses atau keistiqomahan (konsisten) untuk bisa melakukannya. Sehingga, taubatan nasuha tidak akan bisa diraih dalam waktu yang singkat. Namun demikian, Allah SWT telah banyak memberikan kesempatan agar mereka segera bertobat dan kembali ke jalan-Nya. Orang yang sangat beruntung adalah mereka yang bertobat. Sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam surat An-Nisaa’ (4) ayat 110 berikut ini: “Dan barangsiapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

 

Ayat di atas ini mengemukakan bahwa sebagai hamba yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi maka setiap manusia memiliki dua pilihan dalam hidupnya, yaitu apakah mau melepaskan diri dari dosa yang telah dilakukannya, ataukah akan tetap melakukan perbuatan dosa tersebut selama hidupnya. Agar proses taubatan nasuha dapat terlaksana dengan baik dan benar maka proses taubat  ataupun proses insyaf  atau sadar diri dari kesala-han haruslah timbul dari kemauan (tekad) dari dalam diri manusia itu sendiri untuk meninggalkan dosa yang telah mereka perbuat. Sehingga proses ini harus dilakukan secara bersungguh-sungguh dengan tekad yang penuh, niat, dan menyempurnakannya dengan usaha memperbaiki diri dari waktu ke waktu.

 

Berikut ini akan kami kemukakan langkah-langkah yang harus kita lakukan di dalam melak-sanakan konsep taubatan nasuha, yaitu:

 

1.    Evaluasi Diri. Pertama-tama yang bisa dilakukan bagi mereka yang ingin melaku-kan taubatan nasuha adalah evaluasi diri. Merenungi tentang dosa-dosa yang telah dilakukannya. Tanpa proses merenungi diri, maka kita tidak akan menemukan apa kesalahan dan dosa yang telah kita perbuat. Akhirnya dapat dikatakan bahwa melaku-kan proses evaluasi diri secara mendalam merupakan syarat mutlak untuk melaksa-nakan konsep taubatan nasuha.

 

2.   Akui Kesalahan. Dengan cara mengakui segala kesalahan yang telah diperbuat, dan meminta ampun kepada Allah SWT adalah langkah berikutnya dalam melakukan proses taubatan nasuha. Kesalahan kepada siapa pun juga perlu kita sadari, sehingga kita bisa memohon ampun serta berkomitmen untuk tidak akan mengulangi kesalahan tersebut.

 

3.    Perbaiki Kesalahan. Setelah mengakui dan menyadari semua kesalahan yang te-lah diperbuat, maka perbaikilah semua kekeliruan tersebut. Ini adalah salah satu bukti bahwa diri kita telah bersungguh-sungguh melakukan proses taubatan nasuha. Dalam langkah ini, Allah SWT akan  menilai bukan hanya dari niat yang kita tanamkan dalam diri, akan tetapi Allah SWT juga akan menilai amalan baik yang kita perbuat secara konsisten walaupun kecil.

 

4.   Mohon Ampun Kepada Allah SWT. Selanjutnya memohon ampun kepada Allah dengan melakukan shalat tobat dan berdoa dengan berserah diri pada-Nya atas segala dosa yang telah kita perbuat, baik secara disengaja ataupun tidak disengaja. Karena hanya Allah SWT yang dapat menilainya, maka minta ampunlah setiap saat, atau di setiap kesempatan. Ingat, Allah Maha Pengampun dan Penyayang, maka memohon ampunlah kepada Allah dengan sungguh-sungguh.


5.       Bertobat dengan Kondisi Beriman. Allah SWT hanya akan menghapus dosa-dosa (kesalahan) manusia dengan syarat yang melaksanakan proses taubatan nasuhan merupakan orang yang dalam keadaan beriman. Sementara orang yang tidak dalam kondisi beriman kepada Allah, belum tentu akan diterima pertobatannya. Dan agar janji Allah SWT untuk mengampuni dosa dan kesalahan manusia maka manusia-manusia yang berdosa itu haruslah mau memohon ampun kepada-Nya yang dilandasi dengan keimanan. Hal ini dikarenakan orang yang beriman akan selalu senantiasa menjaga dirinya dengan perilaku dan perbuatannya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Kemudian dia tidak akan mengulang dosa lagi kesalahan yang pernah  dilakukannya. Bahkan mereka akan menjauhi perbuatan yang keliru dan membawa dampak yang buruk. Dan juga karena orang beriman tidak akan melaksanakan hal-hal yang dilarang Allah SWT secara sengaja.

 

6.    Taubat  sebelum  ruh  tiba di kerongkongan. Sebagai orang yang akan mengalami kematian, mari kita perhatikan firman-Nya yang termaktub dalam surat An Nissa’ (4) ayat 18 berikut ini: “Dan taubat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya benar-benar bertaubat sekarang”. Dan tidak (pula diterima taubat) dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediaka azab yang pedih. (surat An Nisaa’ (4) ayat 18).” Ayat ini menengaskan bahwa sebelum ajal menjemput, alangkah baiknya sebagai seorang muslim bertaubat setiap waktu dengan menyadari kesalahan yang diperbuat. Manusia tidak tahu kapan ajal datang. Sedangkan kematian dalam kondisi belum bertobat adalah salah satu penyebab hati gelisah menurut ajaran Islam dan yang mengakibatkan Allah SWT murka kepadanya.

 

Akhirnya, tanpa melalui proses “Taubatan Nasuha” yang kita laksanakan dengan sungguh-sunggu maka Allah SWT tidak akan pernah memaafkan perbuatan syirik dan musyrik sebagai lawan dari ketauhidan, yang pernah kita lakukan walaupun kita telah melaksanakan ibadah haji dan umroh berkali-kali, telah membangun masjid, telah menyantuni anak yatim,   ketentuan najis masih tetap berlaku.Dan dengan adanya kesempatan “Taubatan Nasuha” yang Allah SWT berikan, berarti Allah SWT masih memberikan kesempatan ke dua bagi makhluk-Nya yang ingin kembali ke jalan yang lurus sehingga makhluk-Nya bisa kembali sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu manfaatkanlah waktu yang masih tersisa, manfaatkanlah sisa masa aktif diri kita di muka bumi ini. Agar di waktu yang tersisa ini dapat mengembalikan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT sehingga dapat menghantarkan diri kita pulang kampung ke kampung kebahagiaan, syurga. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar