H. KONDISI DASAR UMAT
MANUSIA.
Saat ini diri kita
sudah ada di muka bumi ini berarti keberadaan diri kita tidak bisa dilepaskan
dengan kehendak, kemampuan serta ilmu dari yang menciptakan diri kita, dalam
hal ini adalah Allah SWT. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa
keberadaan diri kita di muka bumi ini
bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba atau sesuatu yang bersifat insidentil,
atau sesuatu yang adanya tanpa direncanakan. Keberadaan diri kita melainkan sudah di dalam Kehendak, Kemampuan
dan Ilmu dari Allah SWT yang sangat Maha. Lalu apakah mungkin sebagai abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi ini, diciptakan
secara apa adanya oleh Allah SWT atau adakah kelebihan-kelebihan yang diberikan
oleh Allah SWT kepada diri kita untuk melaksanakan tugas sebagai abd’
(hamba)-Nya dan wakil-Nya SWT di muka bumi?
Berikut ini akan kami
kemukakan beberapa kondisi dasar dari diri kita atau kondisi dasar umat manusia
yang sesuai dengan rencana awal Allah SWT saat menciptakan manusia yang
kesemuanya menunjukkan bahwa manusia bukan diciptakan secara asal-asalan atau
apa adanya oleh Allah SWT, yaitu :
1. Setiap Manusia Telah Diberi Ruh Yang Suci dan Fitrah Oleh
Allah SWT. Setiap manusia tanpa terkecuali, termasuk diri
kita, pasti terdiri dari jasmani dan juga ruh. Lalu apakah keduanya ada begitu
saja tanpa ada yang mengadakannya? Jasmani dan ruh tidak datang begitu saja, dia ada karena ada yang
mengadakannya. Jasmani asalnya
dari alam atau sari pati tanah, jasmani ada melalui proses penciptaan. Sekarang
dari manakah asalnya ruh itu? Berdasarkan ketentuan surat Al Israa' (17) ayat
85 berikut ini: “dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” dan juga berdasarkan ketentuan surat Al Hijr (15)
ayat 29 yang kami kemukakan berikut ini: “Maka apabila aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud.” Berdasarkan
ketentuan dua ayat ini, setiap ruh asalnya dari Allah SWT yang kemudian
dipersatukan dengan jasmani melalui proses peniupan saat masih di dalam rahim
seorang ibu.
Dan jika saat ini kita masih hidup berarti Allah SWT
telah memberikan kepada diri kita sesuatu yang berasal dari Allah SWT secara
langsung tanpa melalui perantaraan siapapun, dimana ruh yang ditiupkan Allah
SWT tersebut tidak pernah diketahui sedikitpun keberadaannya oleh
iblis/jin/setan dan juga oleh malaikat. Sehingga menurut pendapat dan
pengetahuan iblis/jin/setan bahwa manusia hanya terdiri dari jasmani semata
yang diciptakan dari tanah dan sedangkan ruh keberadaannya tidak pernah
diketahui oleh iblis/jin/setan. Apa buktinya? Untuk itu lihatlah surat Saba'
(34) ayat 14 berikut ini: Allah
SWT berfirman: “Maka tatkala Kami
telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka
kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah
tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau Sekiranya mereka mengetahui yang ghaib
tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.”
Berdasarkan ayat di atas ini, diterangkan bahwa jin tidak mengetahui
sama sekali bahwa Nabi Sulaiman as, telah meninggal dunia. Ini berarti bahwa
jin hanya mengetahui bahwa Nabi Sulaiman
as, hanya terdiri dari satu unsur saja yaitu jasmani saja sedangkan unsur ruh
tidak pernah diketahui sedikitpun oleh jin. Selanjutnya jika
sampai jin tahu bahwa Nabi Sulaiman as, mempunyai ruh yang berasal dari Allah
SWT maka ia pasti akan menyesali perbuatannya dahulu yaitu membangkang perintah
Allah SWT untuk sujud kepada Nabi Adam as,. (Ingat jin, iblis, setan adalah
satu keturunan)
Saat ini dan seterusnya Allah SWT sudah memberikan
sesuatu yang terbaik yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, sampai-sampai
iblis/jin/syaitan pun tidak mempunyai pengetahuan tentang ruh, sekarang
bagaimana kita menyikapinya? Jika kita termasuk orang yang “Tahu Diri dan Tahu
Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir” maka kita harus menyikapi hal ini dengan
menempatkan Allah SWT pada posisi yang sebenarnya yaitu sebagai pemilik yang
sekaligus pencipta, pemelihara, penjaga, pengawas dan pengayom dari langit dan
bumi beserta isinya serta menempatkan diri kita sebagai makhluk ciptaan-Nya
juga dan juga sebagai khalifah-Nya. Untuk itu, jika
kita telah diberikan sesuatu yang sangat baik dan sangat berharga oleh Allah
SWT (dalam hal ini adalah ruh) maka:
a. peliharalah dan jagalah ruh tersebut jangan sampai
rusak; peliharalah dan ja-galah ruh jangan sampai cacat (tidak fitrah lagi);
b. peliharalah dan jagalah jangan sampai ruh
dikalahkan oleh jasmani atau ja-ngan sampai ruh dijajah oleh jasmani;
c. peliharalah dan jagalah ruh untuk selalu menjadi
diri kita yang sesungguhnya selama hayat masih di kandung badan sehingga konsep
datang fitrah kembali fitrah dapat kita laksanakan.
Lalu, siapakah yang sanggup memelihara, yang sanggup
merawat, yang mampu menjadikan ruh unggul terhadap jasmani (ruh mampu
mengkhalifahi jasmani)? Yang sanggup merawat dan memelihara dan memperbaiki ruh
hanyalah Allah SWT semata karena Allah SWT adalah penciptaNya yang sekaligus
adalah ahlinya. Sehingga jika ruh terganggu, rusak, cacat, kotor, dijajah oleh jasmani maka yang
sanggup memelihara dan merawatnya adalah pemilik dan pencipta dari ruh itu
sendiri, dalam hal ini adalah Allah SWT. Dan jika hanya Allah SWT saja yang sanggup menciptakan, merawat dan
memelihara ruh manusia, selanjutnya:
a. sudahkah kita semua mengetahuinya secara baik dan
benar dan menjadikan ini sebagai sebuah keimanan;
b. sudahkah kita semua mencoba menghubungi Allah SWT
untuk meminta pera-watan; sudahkah kita semua melaksanakan apa-apa yang yang
telah diperintah-kan oleh pencipta ruh;
c. sudahkah kita melaksanakan apa apa yang dikehendaki
oleh Allah SWT;
d. sudahkah kita berhubungan baik dengan pencipta ruh;
e. sudahkah kita menyelaraskan, menserasikan dan
menyeimbangkan ruh yang ada pada diri kita dengan kehendak dari pemilik dan
pemelihara ruh?
Hasil akhir dari semua ini, sangat tergantung kepada
perjuangan diri kita sendiri, yang pasti Allah SWT tidak membutuhkan apapun
dari diri kita karena Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya. Akan tetapi
diri kitalah yang sangat membutuhkan Allah SWT guna merawat, guna memelihara,
guna menjaga kefitrahan ruh serta untuk memperbaiki kondisi ruh diri kita
akibat buruk pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga setan. Apalagi ruh terikat
dengan ketentuan datang fitrah kembali harus fitrah. Dan hal yang harus kita
jadikann pedoman adalah yang akan menerima dan merasakan azab ataupun nikmat dari
apa-apa yang telah kita lakukan saat hidup di muka bumi ini adalah ruh serta
yang akan pulang ke syurga dan neraka juga ruh.
2. Setiap Manusia Telah Beraqidah Sejak Di Dalam Rahim
Seorang Ibu. Setiap manusia (maksudnya setiap
ruh manusia) termasuk ruh diri kita telah beraqidah sejak di dalam rahim ibu,
sebagaimana kami telah kemukakan sebelumnya. Adanya pengakuan ruh bahwa Allah
SWT adalah Tuhan bagi diri kita, ini membuktikan bahwa ruh itu berasal
dari Allah SWT atau ruh sudah tahu dan
mengenal siapa penciptanya maka setiap ruh yang telah ditiupkan oleh Allah SWT
ke dalam jasmani saat masih di rahim ibu akan dimintakan kesaksiannya secara
individual oleh Allah SWT sehingga setiap manusia sudah beraqidah sejak di
dalam rahim seorang ibu dan terikat dengan perjanjian akan bertuhankan kepada
Allah SWT. Hal ini sebagaimana termaktub dalam surat Al Haadid (57) ayat 8
berikut ini: “dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah Padahal Rasul menyeru kamu
supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. dan Sesungguhnya Dia telah mengambil
perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” Berdasarkan ketentuan ayat di atas ini, pernyataan bertuhankan kepada
Allah SWT merupakan salah satu bentuk kontrak permanen antara diri manusia
secara individual kepada Allah SWT. Dan jika ini adalah kondisi dasar dari
setiap ruh yang ada di dalam diri setiap manusia, timbul pertanyaan masih
berlakukah pernyataan “kontrak permanen”
dengan Allah SWT tersebut saat ini? Sepanjang ruh hanya ditiupkan oleh Allah
SWT semata maka “kontrak permanen”
tentang ketuhanan kepada Allah SWT akan terus dan tetap berlaku sampai kapanpun
juga. Yang menjadi persoalan saat ini adalah masih
utuhkah pernyataan diri kita kepada
Allah SWT tersebut; masih terjagakah keaslian dari pernyataan diri kita
kepada Allah SWT; masih permanenkah atau masih sucikah pernyataan kita kepada
Allah SWT.
Sekarang bagaimana dengan Allah SWT yang menerima
pernyataan kontrak permanen dari ruh setiap manusia? Allah SWT berdasarkan
surat Al A'raaf (7) ayat 172 dengan tegas menyatakan bahwa Allah SWT adalah
Tuhan bagi semesta alam atau Tuhan bagi kita semua. Jika Allah SWT telah
menyatakan bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi kita semua, ini berarti bahwa
Allah SWT sudah menyatakan kesanggupan-Nya secara totalitas kepada setiap ruh yang
diciptakannya untuk dijaga, untuk dipelihara, untuk diayomi, untuk dirawat atau
diberikan apapun juga sepanjang kita memenuhi dan masih memelihara atau tidak
melanggar isi dari “kontrak permanen” yang telah kita buat.
Selanjutnya berdasarkan hadits yang kami kemukakan
berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi
SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam! Jika engkau ingat
kepada-Ku Aku ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku Akupun ingat
kepadamu. Dan jika engkau taat kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka pada
tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan-Ku. Engkau
berpaling daripada-Ku padahal Aku menghadap kepadamu. Siapakah yang memberimu
makan kala engkau masih dalam janin didalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu
dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku
keluarkan engkau kea lam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian
seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu. (Hadits
Qudsi Riwayat Abu Nasher Rabiah bin Ali Al-ajli dan Arrafii, 272:182).” Allah SWT tetap bertanggung jawab kepada manusia walaupun manusia atau
diri kita lupa kepada Allah SWT dan
untuk itu tidak sepantasnya dan tidak pula sepatutnya jika menerapkan pepatah
air susu sdibalas dengan air tuba kepada Allah SWT.
Adanya “kontrak permanen” antara setiap manusia
dengan Allah SWT maka timbullah hubungan timbal balik antara Allah SWT selaku
Tuhan dengan manusia yang menyatakan Allah SWT adalah Tuhannya. Sebuah hubungan
timbal balik baru akan mendapatkan hasil jika masing-masing pihak dapat menjaga
dan memelihara “kontrak permanen” yang telah dibuat. Dalam kontrak permanen ini, yang pasti Allah SWT tidak akan pernah
ingkar janji dengan kesanggupan-Nya untuk menjadi Tuhan bagi semesta alam,
sekarang bagaimana dengan kita? Apabila kita ingin tetap
memperoleh apa-apa yang telah dinyatakan Allah SWT dengan pernyataan-Nya
sebagai Tuhan bagi alam semesta, maka peliharalah dan jagalah terus “kontrak
permanen” tersebut agar tetap suci dan murni atau jangan sampai kita ingkar
janji dengan “kontrak permanen” yang telah kita buat.
Selain
daripada itu, jika kita berpedoman kepada hadits yang kami kemukakan berikut
ini: Iyadh bin Himar Al Mujasyi’i meriwayatkan bahwa
pada suatu hari Rasulullah saw bersabda (dalam sebuah khotbahnya) ”Sesungguhnya
Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk mengajarkan kepada kalian apa yang belum
kalian ketahui dari apa yang diwahyukan Allah kepadaku pada hari ini. Allah
berkata, “Setiap harta yang Aku berikan kepada seorang hamba adalah halal. Dan
Aku menciptakan semua hamba-Ku seluruhnya dalam keadaan muslim, lalu mereka
digoda setan yang mengajak mereka untuk meninggalkan agama mereka, mengharamkan
apa yang telah Aku halalkan bagi mereka, dan menyuruh mereka agar menyekutukan-Ku
dengan kedudukan yang belum pernah Aku berikan.’ Sesungguhnya Allah
memerhatikan keberadaan penduduk bumi. Setelah itu, Allah amat murka kepada
mereka, baik orang-orang Arab maupun orang-orang non Arab, kecuali sebagian
Ahlul Kitab (yang tetap berpegang teguh kepada agama). Kemudian Allah berkata
(kepadaku), “Sesungguhnya Aku mengutusmu untuk mengujimu dan menguji orang lain
melalui kamu, Aku menurunkan kepadamu kitab yang tidak akan luntur oleh tetesan
air (terjaga selamanya) dan bisa kamu baca ketika tidur atau ketika kamu bangun
(bisa dibaca dengan mudah).’Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk
menghancurkan suku Quraisy. Aku berkata, Wahai Tuhanku, nanti mereka akan
memenggal kepalaku dan meninggalkannya seperti potongan roti. Allah berkata,
“Usirlah mereka seperti mereka mengusirmu. Seranglah mereka, Kami akan
membantumu untuk menyerang. Hancurkan mereka, Kamu akan membantumu untuk
menghancurkan mereka. Kirimlah sekelompok pasukan tentara, Kamu juga akan
mengirim pasukan tentara, lima kali lipat lebih banyak dari pasukanmu, untuk
membantumu. Dan hendaknya kamu bersama orang-orang yang taat kepadamu membunuh
mereka. Allah berfirman: ‘Penghuni surga itu ada tiga macam, (1) penguasa yang
adil, jujur dan bijaksana, (2) orang yang pengasih, bersahaja terhadap seluruh
kerabat dan kamu muslimin, dan (3) orang yang menjaga kehormatan dirinya dan
melundungi keluarganya. Penghuni neraka ada lima macam, (1) orang lemah yang
tidak mau mempergunakan otaknya, yaitu orang-orang yang suka mengekor, tidak
mau berkeluarga dan enggan mencari nafkah, (2) orang yang suka berkhianat dalam
hal apapun, (3) orang yang tidak bekerja pada pagi hari dan sore hari, ia hanya
memperdayaimu akan keluargamu dan hartamu, (4) orang yang kikir (atau
pembohong) dan (5) orang yang bermulut kotor (suka berghibah dan mengadu
domba).” (Hadits Riwayat Muslim, Shahih).
Berdasarkan hadits ini, sesungguhnya setiap
manusia yang diciptakan oleh Allah SWT seluruhnya dalam keadaan muslim, dimana
kondisi ini sejalan dengan pernyataan ruh kepada Allah SWT setelah ruh
dipersatukan dengan jasmani. Jika hal ini adalah kondisi setiap manusia berarti
jika ada orang yang tidak muslim lagi berarti orang tersebut sudah tidak fitrah
lagi, atau telah melanggar kontrak permanen yang telah dibuatnya saat masih di
dalam rahim seorang ibu.
3. Setiap
Manusia Telah Diberi Akal oleh Allah SWT. Apa itu
akal? Akal adalah alat ruhaniyah yang diletakkan oleh Allah SWT dalam hati
nurani setiap manusia yang berguna bagi manusia untuk bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah sehingga manusia
tidak salah jalan, tidak salah memilih yang pada akhirnya bisa merugikan
manusia itu sendiri jika sampai akal tidak digunakan sesuai dengan fungsinya
dengan baik dan benar. Berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini:“Abu Hurairah ra.
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Tatkala Allah SWT
menciptakan akal, berfirmanlah Allah kepadanya: "Datang-lah hai
akal"; maka datanglah ia, kemudian diperintahkannya: Pergilah dan pergilah
ia. Allah berfirman: Aku tidak menciptakan sesuatu makhluk yang lebih Aku
cintai dari padamu. Dengan engkau Aku mengambil dan dengan engkau pula Aku
memberi. (Hadits Qudsi Riwayat
Abdullah bin Ahmad dari Al Hassan dam Ath Thabarani dari Abi Umamah; 272:269).”
Ada satu hal yang harus kita
ketahui dengan penghormatan yang setinggi-tingginya dimana Allah SWT telah
memberikan cinta-Nya kepada manusia melalui akal atau kepada hati ruhani
manusia (sebab akal diletakkan di dalam hati ruhani manusia).
Sekarang coba jamaah sekalian bayangkan Allah SWT sebagai pemilik yang
sekaligus pencipta, pemelihara, pengawas, pengayom dari langit dan bumi beserta
isinya menyatakan cintanya kepada akal atau kepada hati ruhani manusia. Hal ini
menunjuk-kan bahwa Allah SWT memberikan penghargaan dan penghormatan kepada
akal atau kepada hati ruhani manusia yang begitu luar biasa. Timbul pertanyaan ada apa sebenarnya di balik ini semua? Hubungan cinta adalah hubungan yang terjadi
diantara dua pihak yaitu antara pihak yang mencintai dengan pihak yang
dicintai. Jika seseorang menyatakan cintanya kepada orang yang dicintainya maka
orang tersebut sudah siap baik mental maupun materiil untuk berkorban kepada
orang yang dicintainya. Lalu apakah Allah SWT juga melakukan hal yang sama
kepada akal atau kepada hati ruhani manusia? Allah SWT juga melakukan hal yang
sama kepada akal atau kepada hati ruhani manusia, ini dibuktikan dengan
pernyataan Allah SWT yang berbunyi "Dengan engkau Aku mengambil dan
dengan engkau pula Aku memberi".
Sekarang sudahkah kita merasakan buah dari cinta Allah SWT kepada diri
kita melalui akal atau malah kita yang telah melakukan perselingkuhan dengan
selain Allah SWT? Jika kita belum pernah merasakan cinta Allah SWT tentu ada yang salah di
dalam hubungan percintaan ini. Yang pasti Allah SWT tidak akan
pernah ingkar janji atau berselingkuh, selanjutnya bagaimana dengan diri kita?
Semoga diri kita tidak termasuk orang-orang yang mencampakkan cinta Allah SWT
kepada akal dengan berselingkuh mencintai tahta, mencintai harta dan juga
mencintai wanita serta menyelingkuhi akhirat dengan dunia.
Ingat, Allah SWT lebih dahulu menyatakan cintanya kepada
diri kita, namun kita tidak bisa menilai besaran cinta Allah SWT kepada diri
kita. Akan tetapi Allah SWT lah yang akan melakukan penilaian kepada diri kita
dengan memberikan ujian atau cobaan melalui anak, melalui harta, melalui
pangkat, melalui jabatan, melalui
istri/suami dibandingkan dengan cinta kita kepada Allah SWT. Adanya kondisi ini
akan diketahuilah seberapa berkualitasnya cinta seseorang kepada Allah SWT
dibandingkan dengan selain-Nya. Semoga kita lulus dalam ujian cinta ini.
4. Setiap Manusia (Nass) Diciptakan Sesuai Dengan Fitrah
Allah SWT. Allah SWT telah mengemukakan tentang 3(tiga) konsep
kefitrahan, yaitu : (1) Adanya Diinul
Islam yang berasal dari fitrah Allah SWT; (2) Adanya manusia (nass atau
ruh/ruhani) yang juga berasal dari fitrah Allah SWT, dan; (3) Adanya fitrah
Allah SWT itu sendiri, sebagaiman termaktub di dalam surat Ar Ruum (30)
ayat 30 berikut ini: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” Lalu Allah SWT
memerintahkan kita (nass) untuk dihadapkan selalu kepada Diinul Islam yang mana
Diinul Islam itu sendiri adalah fitrah Allah SWT sedangkan kita juga adalah
fitrah Allah SWT. Sehingga dengan kita melakukan hal ini maka kita dikehendaki
oleh Allah SWT agar selalu berada di dalam
konsep kefitrahan ini. Apabila kita mampu melaksanakannya saat hidup
maka konsep datang fitrah kembali fitrah dapat kita raih dan pertahankan.
5. Setiap Manusia Diciptakan Untuk Menyembah Kepada-Nya. Berdasarkan surat Adz Dzaariyaat (51) ayat 56 sebagaimana berikut ini: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu.” Allah SWT telah mengemukakan bahwa menyembah;
mengabdi; beriman kepada Allah SWT; mengakui bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah SWT, itulah maksud dan tujuan dari penciptaan jin dan
manusia. Untuk apa Allah SWT memerintahkan manusia untuk menyembah, mengabdi,
beriman kepada Allah SWT? Adanya perintah untuk menyembah, mengabdi kepada
Allah SWT menunjukkan kita harus bisa menjadi Abd’ (hamba) yang baik lagi
dibanggakan oleh Allah SWT. Hal ini sejalan dengan apa yang kita lakukan setiap
harinya melalui firmanNya berikut ini: “hanya Engkaulah yang Kami sembah [6], dan
hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan [7]. (surat Al Fatehah (1) ayat
5)
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan
ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai
Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang
mutlak terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata
isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang
tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
Adanya pernyataan
yang selalu kita kemukakan minimal 17 (tujuh belas) kali dalam sehari yaitu
pada saat diri kita mendirikan shalat yaitu pada saat diri kita membaca surat
Al Fatehah (1) ayat 5 yang menyatakan “hanya Engkaulah yang kami sembah”
menunjukkan ketertundukkan diri kita dihadapan Allah SWT. Selanjutnya masih
berda-sarkan surat Al Fatehah (1) ayat 5,
diri kita hanya diperkenankan oleh Allah SWT untuk meminta pertolongan,
meminta bantuan, meminta apapun hanya kepada Allah SWT sehingga menyembah
kepada Allah SWT merupakan prasyarat mutlak yang harus kita penuhi terlebih
dahulu sebelum diri kita memohon kepada Allah SWT.
Dan untuk menjadi
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka muka bukanlah tugas yang
ringan dan yang mudah dilaksanakan. Banyak hambatan dan rintangan yang
menghalanginya sehingga untuk menjadi Abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi sangat berat dan penuh tantangan, jika kita tidak
memiliki ilmu dan pemahaman di maksud. Selanjutnya seperti apakah hambatan yang dihadapi oleh setiap manusia
saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi? Hambatan utama dan yang pertama adalah musuh bebuyutan kita yaitu ahwa
(hawa nafsu) yang ada di dalam diri serta setan beserta antek-anteknya yang
sudah pasti tidak suka dan tidak senang apabila kita melaksanakan tugas ataupun
perintah dari Allah SWT. Ingat, setan sudah mendapatkan restu dari Allah
SWT untuk selalu menggoda, menjeru-muskan anak dan keturunan Nabi Adam as, ke
jalan yang bengkok yaitu ke neraka. Ini berarti jika kita terperdaya oleh bujuk
dan rayuan setan maka kita telah keluar dari jalan Allah SWT menjadi pengabdi
dan penyembah setan.
Selanjutnya, jika ada abd’ (hamba)-Nya dan juga khalifah-Nya yang telah
menjadi hamba setan, tentunya ada abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang
tidak menjadi hamba setan. Siapakah dia? Dia adalah abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang menyembah atau mengabdi dan beriman
kepada Allah SWT sehingga dengan ini terjadi perbedaaan antara manusia yang
berada di jalan setan dan manusia yang berada di jalan Allah SWT dan ini
berarti pula ada hak hidup bagi hamba setan dan ada hak hidup bagi hamba Allah
SWT sehingga kita tidak bisa mengklaim bahwa hanya diri kita sajalah dan
kelompok kita sajalah yang berhak menempati langit dan bumi ini.
6. Setiap Manusia Diciptakan Dalam Bentuk Yang Sebaik
Baiknya. Setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT di dalam kerangka
rencana besar kekhalifahan di muka bumi. Manusia diciptakan belakangan oleh
Allah SWT setelah yang lainnya diciptakan
seperti jin, malaikat, bumi dan langit dan manusia diciptakan dengan
harapan akan menjadi perpanjangan tangan Allah SWT (ingat bukan perpanjangan tangan setan) di
muka bumi serta akan dijadikan sebagai makhluk pilihan yang mengabdi (hamba)
kepada Allah SWT. Jika hal ini yang melatarbelakangi penciptaan manusia, patutkah
Allah SWT menciptakan manusia dengan cara asal-asalan atau datang begitu saja
tanpa ada suatu perencanaan yang matang? Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (surat At Tiin
(95) ayat 4). Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Sempurna, pasti sudah
mempersiapkan segala sesuatu dengan sesempurna mungkin sesuai dengan
kesempurnaan yang dimiliki Allah SWT.
Allah SWT menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan menyusun tubuh manusia dalam
keseimbangan yang sempurna pula. Jika hal itu tidak dilakukan oleh Allah SWT,
dimana letak Allah SWT itu Maha Pencipta dan yang Maha Sempurna? Allah SWT
berfirman: “Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang. (surat Al
Infithaar (82) ayat 7).” Untuk itu
lihatlah, perhatikanlah, renungkanlah, pelajarilah dengan seksama tubuh kita
sendiri melalui organ-organ yang ada pada tubuh diri kita, maka jika kita mau
berfikir jernih akan terlihat oleh kita suatu keadaan yang sangat-sangat hebat
di dalam diri kita sebab Allah SWT telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya atau manusia bukan diciptakan dalam kondisi asal-asalan oleh
Allah SWT.
Selanjutnya kami ingin mengajak para jamaah sekalian
yang juga hamba-hamba Allah SWT untuk merenungi kembali apa-apa yang akan kami
kemukakan di bawah ini dengan suatu perenungan yang jujur, yaitu:
a. Lihatlah
serta persaksikanlah jaringan sel-sel syaraf dan jaringan sel-sel darah manusia
yang begitu rapih;
b. Lihatlah serta
persaksikanlah organ tubuh manusia seperti jantung, paru, lim-pa, hati dan
ginjal yang selalu bekerja tiada henti;
c. Lihatlah
serta persaksikanlah ukuran dan panjang tangan kita yang propor-sional dengan
tinggi rendahnya tubuh;
d. Lihatlah serta
persaksikanlah ukuran dan panjang kaki kita yang proporsional dengan tinggi
rendahnya tubuh;
e. Lihatlah
dan persaksikanlah alis mata kita yang
tidak bertambah panjang dari waktu ke waktu dibandingkan dengan rambut kepala
kita;
f. Lihatlah
dan persaksikanlah kuku tangan dan kuku kaki yang selalu tumbuh dari waktu ke
waktu dibandingkan dengan bulu mata kita yang pertumbuhannya terbatas;
g. Lihatlah
dan persaksikanlah wajah dan rupa
manusia, tidak ada yang sama baik bentuk wajah dan rupanya atau lihat pula
sidik jarinya tidak ada yang sama.
Sekarang adakah Tuhan
selain Allah SWT yang mampu menciptakan hal-hal yang kami kemukakan di atas
ini?
Jika tidak ada, masihkah kita tidak mempercayai bahwa hanya Allah SWT sajalah
yang mampu menciptakan manusia yang ada di jagad raya ini? Jika ini kondisinya
berarti kita yang diciptakan oleh Allah SWT harus bisa menempatkan dan
meletakkan pencipta diri kita sesuai dengan kehendak dan kebesaran yang
dimiliki oleh pencipta, dalam hal ini Allah SWT.
7. Setiap Manusia Diwajibkan Melaksanakan Perintah dan
Larangan-Nya. Ber-dasarkan surat A'basa (80) ayat 23 yang kami kemukakan
berikut ini: “Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah kepadanya.” Ayat ini
menegaskan bahwa setiap
manusia diwajibkan untuk melaksanakan apa-apa yang telah diperintah-kan oleh
Allah SWT termasuk juga apa yang dilarang-Nya. Apa dasarnya Allah SWT melakukan
hal ini? Adanya ketentuan ini merupakan salah satu alat bantu untuk menilai
keberadaan dan keberhasilan seorang abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-
Nya di muka bumi di dalam kerangka melaksanakan konsep hidup adalah sebuah
permainan.
Sebagai bahan perbandingan, lihatlah rambu-rambu lalu
lintas yang dibuat oleh Kepolisian, dimana rambu itu dibuat bukanlah untuk
membahayakan pengguna jalan, akan tetapi untuk keselamatan penggunan jalan. Jika rambu lalu
lintas saja bisa seperti ini, sekarang bagaimana dengan perintah dan larangan
Allah SWT? Allah SWT membuat rambu-rambu,
Allah SWT membuat ketentuan-ketentuan, Allah SWT membuat larangan-larangan,
bukan dikarenakan Allah SWT benci kepada manusia yang dijadikan sebagai
perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi. Justru karena Allah SWT sayang
kepada manusia maka Allah SWT mensyaratkan kepada manusia untuk melaksanakan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hal yang harus kita perhatikan
adalah sebagai orang yang telah diperintah dan yang telah dilarang oleh Allah
SWT, ketahuilah bahwa perintah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT bukanlah
tujuan akhir dari perintah itu sendiri. Perintah hanyalah alat bantu untuk
memperoleh manfaat yang hakiki yang ada dibalik perintah. Pemberi perintah
tidak memiliki kepentingan dengan apa yang diperintahkan, akan tetapi yang
diperintahkan itulah yang memiliki kepentingan terhadap makna yang hakiki yang
terdapat dibalik perintah. Dan dengan adanya perintah merupakan bukti
sayang pemberi perintah (Allah SWT) kepada yang diperintah (manusia).
Demikian pula dengan perintah Allah SWT. Dimana
Allah SWT
memerintahkan manusia untuk mentaati perintah-Nya bukan untuk keburukan atau
untuk menyusahkan manusia. Akan tetapi untuk kebaikan manusia itu sendiri
sehingga manusia tersebut sukses menjadi khalifah di muka bumi serta menjadi
makhluk pilihan serta dapat pulang kampung menemui Allah SWT tanpa hijab
dan bertempat tinggal di “Kampung Kebahagiaan”. Sekarang mau kemanakah diri
kita, apakah mau sesuai dengan kehendak Allah SWT atau apakah mau sesuai dengan
kehendak syaitan yang menginginkan kita untuk pulang ke Kampung Keseng-saraan
dan Kebinasaan.!
8. Setiap Manusia Tidak Diperkenankan Untuk Mensyerikatkan Allah
SWT De-ngan Sesuatu. Banyak orang yang mengira bahwa jika kita telah
melaksanakan Rukun Iman dan Rukun Islam, yang terdiri mengucapkan syahadat,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan
haji, jika mampu, sudah cukup baik dan sempurna kita beragama Islam. Kemudian
Allah SWT akan memberikan RidhaNya kepada kita, selanjutnya kita akan dapat
menerima kebahagiaan di syurga dengan segala keindahannya dan kita pun merasa
aman dari siksa api neraka Jahannam. Namun kita lupa, walaupun kita telah
melakukan dan melaksanakan Rukun Islam, akan tetapi jika kita melakukan setitik
saja aktivitas musyrik lagi syirik maka semua yang telah kita lakukan akan
menjadi batal.
Untuk itu jangan
pernah mencampur adukkan Diinul Islam dengan kemusyrikan atau mencampur Diinul
Islam dengan perbuatan syirik sebab tindakan ini akan membatalkan semua yang
kita lakukan, walaupun engkau dipaksa untuk melakukannya. Sebagaimana firmanNya
berikut ini: “Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergauilah keduanya di dunia dengan
baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya
kepadaKulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
(surat Luqman (31) ayat 15).
Apakah itu syirik dan
musyrik? Syirik dan Musyrik dapat diartikan suatu tindakan, apakah itu dalam bentuk
perbuatan, apakah itu sesuatu perkataan, atau dorongan hati untuk mempercayai
sesuatu ghaib yang ditujukan kepada selain Allah SWT atau adanya kepatuhan jiwa
raga kepada selain Allah SWT, melalui tindakan mensyerikatkan Allah SWT dengan
sesuatu, atau tindakan menduakan Allah SWT dengan sesuatu, atau upaya
membanding-bandingkan Allah SWT dengan sesuatu, atau upaya meniadakan Allah
SWT, atau upaya menganggap Allah SWT tidak ada, atau upaya menghilangkan
kemahaan dan kebesaran Allah SWT dengan sesuatu.
Allah SWT melalui
surat An Nisaa' (4) ayat 48 berikut ini:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” Mengemukakan bahwa tindakan musyrik dan syirik
adalah dosa besar yang tidak akan pernah diampuni oleh Allah SWT. Timbul
pertanyaan, kenapa Allah SWT bersikap seperti itu kepada perbuatan musyrik dan
syirik? Allah SWT bersikap keras tanpa ampun kepada siapapun juga yang
melakukan perbuatan musyrik dan syirik sekalipun orang tersebut telah melakukan
Ibadah dan Amal Shaleh baik yang besar maupun kecil, dikarenakan Allah SWT tersinggung, Allah SWT
telah dihina, Allah SWT telah dianggap tidak ada, Allah SWT telah dianggap
tidak mampu oleh orang tersebut padahal
Allah SWT adalah inisiator yang sekaligus pencipta dan pemilik dari langit dan bumi.
9. Setiap Manusia
Dijadikan Dengan Ukuran. Langit dan bumi beserta isinya, jika semuanya diteliti
sampai dengan hal yang paling terkecil, maka semuanya akan terdiri dari
molekul-molekul atau atom-atom. Dimana atom-atom tersebut akan mempunyai
ukuran-ukuran atau karakteristik-karakteristik yang tetap dan tertentu, yang
berbeda-beda antara satu atom dengan atom lainnya. Sekarang mari kita lihat dan
pelajari unsur Besi
yang ada di alam ini, Besi mempunyai nama khusus dalam ilmu pengetahuan adalah
Fe, dimana besi mempunyai berat jenis tetap tertentu, ion positif dan ion
negatif tetap dan tertentu, daya serap
terhadap air tetap dan tertentu, daya pantul terhadap cahaya tetap dan
tertentu, daya serap dan pantulnya terhadap bunyi tetap dan tertentu. Jika itu
semua dapat dikenali maka jika kita menemukan unsur yang sesuai dengan kondisi
diatas, maka itulah yang disebut dengan Besi (Fe).
Jika besi mempunyai
kondisi tersebut di atas, maka ditinjau dari sisi penciptanya maka Besi (Fe)
tersebut pasti ada yang menciptakan. Siapakah yang menciptakan Besi (Fe) dengan
kondisi tersebut di atas, dimana semuanya tetap dan tertentu walaupun kita
menilainya dimanapun kita berada? Jika kita menemukan Besi (Fe) dengan kondisi
yang tidak sama-sama seperti di atas, maka kita akan menyatakan bahwa itu bukan
besi dan selanjutnya pasti kita menyatakan bahwa Besi (Fe) asli harusnya
seperti ini. Dan jika Besi (Fe) yang ada di bumi atau yang ada di alam ini
mempunyai kondisi dan ukuran yang tetap dan tertentu, maka pencipta Besi (Fe)
dengan kondisi dan ukuran yang tetap dan tertentu pasti penciptanya adalah Satu
sebab jika Besi (Fe) diciptakan oleh lebih dari satu pencipta maka belum tentu
sama karakteristik-karakteristiknya.
Untuk itu mari kita
pelajari tentang Air. Air jika diteliti maka Air terdiri dari dua komponen
yaitu komponen Hidrogen dan komponen Oksigen dengan komposisi Hidrogen yang tetap dan tertentu dicampur dengan Oksigen yang tetap dan tertentu pula maka
jadilah Air. Air baru dapat dikatakan itu air maka air harus terdiri dari unsur
H2 dan O atau H2O. Selanjutnya mari kita lihat air di muka bumi ini, maka unsur
air pasti H2O, jika unsur air bukan H2O maka itu bukan disebut dengan air. Jika
seluruh air yang ada diseluruh alam ini berunsur H2O maka pencipta air dengan
unsur H2O pasti diciptakan oleh pencipta yang satu pula. Sekarang jika alam
dan segala isinya diciptakan oleh Allah SWT mempunyai kondisi, ukuran,
karakteristik yang tetap dan tertentu, bagaimana dengan manusia yang diciptakan Allah SWT sebagai khalifah di muka
bumi? Apakah manusia diciptakan oleh Allah SWT tanpa mempunyai sesuatu
kondisi, ukuran dan karakteristik yang tetap dan tertentu, seperti yang ada
pada unsur tertentu yang di alam? Jawabannya ada pada surat Ar Ra’d (13) ayat 8
sebagaimana berikut ini: “Allah mengetahui apa yang
dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan
yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya.”
Selanjutnya jika penciptaan manusia merupakan bagian dari rencana besar
Allah SWT untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, maka apakah
manusia yang akan diutus ke muka bumi penciptaannya tanpa ada ukuran-ukuran,
spesifikasi-spesifikasi, karakteristik-karakteristik, yang tetap dan tertentu
juga seperti atom atau molekul? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada surat
Al-Furqaan (25) ayat 2 yang kami kemukakan berikut ini: “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi,
dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan
(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” Allah SWT
menciptakan manusia dalam kerangka kebaikan, tidak ada niat Allah SWT untuk
mencelakakan manusia. Allah SWT
sebagai pencipta dan pemilik manusia mempunyai ketentuan-ketentuan atau
ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu dalam proses penciptaan manusia. Jika
Allah SWT tidak mempunyai ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu dalam proses
penciptaan manusia, maka manusia yang diciptakan oleh Allah SWT pasti tidak
mempunyai sebuah keseimbangan dan keserasian.
Untuk itu, coba kita perhatikan
bulu mata dan alis kita, jika Allah SWT tidak mempunyai sebuah ketentuan dalam
bentuk ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu, tidak bisa terbayangkan jika bulu
mata dan alis selalu tumbuh seperti rambut di kepala. Itu baru dari sisi bulu mata dan alis, bagaimana dengan kaki, tangan,
mata, telinga, hidung serta anggota tubuh lainnya jika Allah SWT tidak
menetapkan ukuran-ukuran yang tetap dan tertentu kepada anggota tubuh tersebut?
Jika hal yang diperlihatkan oleh Allah
SWT sudah begitu hebat, masihkah kita tidak mau beriman kepada Allah SWT?
Jika apa-apa yang telah Allah SWT perlihatkan dan tunjukkan kepada kita belum
juga dapat menghantarkan diri kita beriman kepada Allah SWT berarti ada sesuatu
yang salah dalam diri kita. Untuk itu segeralah bertaubat dengan Taubatan
Nasuha sebelum Ruh berpisah dengan Jasmani.
10. Manusia Dijadikan
Dari Dzat Dzat Bumi. Nabi Adam as, diciptakan oleh Allah SWT dari tanah,
manusia diciptakan oleh Allah SWT dari apa? Allah SWT menciptakan manusia dari
dzat-dzat bumi atau saripati tanah yang dalam hal ini adalah melalui makanan
dan minuman yang didapat di bumi yang kemudian di konsumsi oleh kedua orang
tua, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka
Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada
bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (Tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunanNya, kemudian
bertobatlah kepadaNya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmatNya) lagi
memperkenankan (doa hambanNya)”. (surat Huud (11)
ayat 61)
Selanjutnya, untuk
apakah saripati tanah tadi, apakah untuk menciptakan jasmani manusia (jasad)
ataukah untuk menciptakan ruh? Yang diciptakan dari saripati tanah adalah
jasmani manusia (jasad) sedangkan ruh manusia berasal dari Allah SWT. Jika
jasmani manusia (jasad) diciptakan atau berasal dari saripati tanah, selanjutnya
apa yang harus kita perbuat? Sehubungan dengan jasmani manusia dijadikan oleh
Allah SWT berasal dari saripati tanah atau zat-zat bumi, maka Allah SWT melalui
surat Abasa (80) ayat 24 berikut ini: “Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya.” telah memerintahkan
setiap manusia untuk selalu menjaga dan memperhatikan segala makanan yang akan
dikonsumsinya sehari-hari. Setiap makanan yang kita konsumsi sehari-hari wajib
memenuhi 2(dua) syarat utama yaitu Halal lagi baik (thayyib) seperti yang tertuang
di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Hal yang harus kita
perhatikan adalah pengertian halal tidak saja dari jenis-jenis bahan-bahan makanan yang
akan kita konsumsi, tetapi juga termasuk cara untuk mendapatkan bahan-bahan
makanan dan minuman yang akan kita konsumsi. Jika bahan makanan dari
jenisnya dikategorikan dengan halal, tetapi cara mendapatkannya tidak halal
maka makanan tersebut dapat dikatakan dengan haram, demikian pula sebaliknya
atau semua memenuhi kriteria tetapi pada waktu memakannya tidak sesuai dengan syariat
yang ditentukan (seperti tidak membaca basmalah pada waktu mau makan) maka
makanan tersebut juga dapat dikatakan haram.
Sedangkan pengertian baik
(thayyib) adalah kecukupan asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh kita termasuk
di dalamnya adalah takaran-takaran atas kebutuhan gizi sesuai dengan ilmu gizi
yang berlaku. Hal yang harus kita perhatikan adalah jika makanan yang
kita makan harus memenuhi konsep halal lagi baik maka lawan dari konsep ini
adalah haram lagi khabits. Untuk itu
berhati-hatilah saat kita mengkonsumsi makanan atau minuman sebab hasil akhir
dari makanan yang kita konsumsi akan mempengaruhi kualitas sperma bagi
laki-laki atau kualitas sel telur bagi perempuan, yang merupakan cikal-bakal
dari jasmani manusia. Selain daripada itu, jika sampai di dalam tubuh manusia
terkontaminasi dengan yang haram atau terdapat unsur haram, maka di tempat yang
haram tersebut merupakan pintu masuk bagi setan untuk mendirikan rumah atau
tempat tinggal. Yang kemudian akan mempermudah setan untuk mempengaruhi
perbuatan manusia atau melalui yang haram tersebut akan memudahkan setan
melaksanakan aksinya mempengaruhi atau menggoda manusia dikarenakan kita
sendiri telah mempersiapkan rumah tinggal bagi setan pada tubuh kita sendiri
atau pada anak dan keturunan kita sendiri.
11. Harus Menikah
Terlebih Dahulu.
Allah SWT telah menetapkan dan
menentukan kepada seluruh manusia, jika kita ingin mendapatkan atau memperoleh
keturunan atau jika kita berkeinginan untuk membuat regenerasi kekhalifahan di
muka bumi yang posisinya ada di bawah diri kita, maka kita diwajibkan terlebih
dahulu untuk melakukan pernikahan atau menikah. Allah SWT berfirman: “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air,
lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu
Maha Kuasa. (surat Al Furqaan (25) ayat
54). Adanya pernikahan antara
seorang lelaki dengan seorang wanita yang didahului dengan adanya “Ijab Qabul”
yang sesuai dengan ketentuan Agama dan yang juga sesuai ketentuan Hukum Negara
yang berlaku. Akan menimbulkan hubungan kekeluargaan antara keluarga pihak
lelaki dan keluarga pihak wanita dan seterusnya akan menjadi sebuah cikal bakal
masyarakat atau adanya regenerasi kekhalifahan di muka bumi.
Selanjutnya ada satu
hal yang teramat penting yang harus kita perhatikan dan juga menjadi perhatian
bagi kita semua setelah adanya pernikahan antara seorang lelaki dan perempuan,
yaitu sabda Nabi Muhammad SAW, yang kami kemukakan berikut ini:“Manakala seseorang di antara
kalian sebelum menggauli istrinya terlebih dahulu mengucapkan: ‘Bismilaahi,
Alloohumma janibnaasy syaithoona wa jannibi syaithoona maa rozaqtanaa’ (dengan
menyebut nama Allah, ya Allah, hindarkanlah kami dari gangguan syaitan dan
hindarkan pula anak yang akan Engkau anugerahkan kepada kami dari gangguan
syaitan) kemudaian dilahirkanlah dari keduanya seorang anak, niscaya selamanya
syaitan tidak akan dapat mengganggunya” (Munttafakun
‘alaih)
Dalam hadits ini, terkandung anjuran yang mengarahkan
kepada kita bahwa
sebaiknya permulaan yang kita lakukan dalam hal ini bersifat Ilahiah (Rabbani),
bukan Syaithani. Apabila disebutkan nama Allah SWT pada permulaan hubungan
suami istri, berarti hubungan sebadan yang dilakukan oleh suami istri harus
berlandaskan ketaqwaan kepada Allah SWT dan dengan izin dari Allah SWT
diharapakan mendapat anak yang tidak diganggu oleh setan. Selain
daripada itu, jika kita mampu melaksanakan apa yang dikemukakan oleh Nabi
Muhammad SAW di atas ini, maka terjadilah sinkronisasi proses pembentukan janin
dalam rahim dimana input yang baik (dalam hal ini sperma dan sel telur) baru
akan menghasilkan output yang baik (dalam hal ini janin) jika proses
mempertemukan juga dengan cara yang baik. Dan adanya kondisi ini, berarti diri kita telah
melakukan gerakan tutup pintu bagi setan untuk melaksanakan aksinya atau kita
menutup kesempatan bagi setan untuk membangun tempat tinggal di dalam janin.
Sekarang timbul
pertanyaan, setujukah setan dengan apa yang kita lakukan di atas? Setan sebagai
musuh sangat tidak setuju dengan apa yang kita lakukan dikarenakan setan sangat
berkepentingan untuk membangun rumahnya di dalam janin karena dengan cara itulah
kesempatan untuk menggoda dan mengganggu anak dan keturunan Nabi Adam as, dapat
ia laksanakan. Sebagai orang tua, sebagai calon orang tua, tolong anda
perhatikan apa yang Nabi Muhammad SAW kemukakan di atas ini karena untuk
mendapatkan janin yang berkualitas tinggi, tidak hanya mengandalkan makanan dan
minuman yang berkualitas tinggi,tetapi juga harus dipertemukan dengan cara yang
berkualitas tinggi pula (maksudnya sesuai dengan syariat yang berlaku).
Hal lain yang harus pula kita perhatikan adalah setan
dengan segala upaya akan menggagalkan
diri kita memperoleh makanan dan minuman halal dan baik sebab yang dikehendaki
syaitan adalah haram lagi khabits (buruk) serta setan juga akan menggagalkan
segala upaya diri kita untuk
mempertemukan sel telur dan sperma yang sesuai dengan syariat melalui proses
lupa, tidak ingat, dan lain sebagainya. Allah SWT sesungguhnya telah memerintahkan
kepada kita semua, untuk memilih orang-orang yang shalih, baik laki-laki maupun
perempuan, saat melakukan pernikahan, agar mereka berkemampuan untuk
membesarkan dan mendidik generasi yang shalih sehingga terjadilah regenerasi
yang terbaik di muka bumi ini. Demikianlah karena sesungguhnya bibit yang tidak
shalih jelas tidak akan dapat memberikan keturunan yang shalih.
Dalam sebuah pepatah disebutkan bahwa orang
yang tidak memiliki sesuatu, pasti tidak dapat memberikan sesuatu pula. Hal lain yang harus
kita ingat adalah salah satu tujuan dari pernikahan adalah regenerasi abd’
(hamba)Nya dan juga regenerasi khalifahNya, atau menciptakan
keturunan-keturunan baru di muka bumi sehingga jika kita melaksanakan sabda
Nabi Muhammad SAW di atas setelah dilakukannya pernikahan maka akan
menghasilkan keturunan-keturunan yang sangat tangguh serta mempunyai keimanan
yang mantap yang siap menjadi abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka
bumi yang sesuai dengan konsep awal Allah SWT saat menciptakan manusia.
Mudah-mudahan kita semua mampu melaksanakan ini setelah membaca, memahami buku
ini.
12. Manusia Diciptakan
Melalui Sebuah Proses.
Manusia, termasuk diri kita
tidak diciptakan oleh Allah SWT seperti Allah SWT menciptakan Nabi Adam as,
atau seperti Siti Hawa. Penciptaan manusia, termasuk penciptaan diri kita melalui suatu proses yang cukup panjang.
Melalui proses yang cukup panjang ini, Allah SWT berkehendak untuk menunjukkan, memperlihatkan kepada kita
semua, seperti apa kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang dimiliki-Nya, seperti
apa kekuasaan Allah SWT, seperti apa kehebatan Allah SWT sehingga manusia dapat
percaya, dapat meyakini bahwa hanya Allah SWT sajalah yang mampu menjadikan ini
semua. Lalu seperti apakah proses kejadian manusia yang diperlihatkan, yang
dipertunjukkan oleh Allah SWT di dalam kitab suci AlQuran? Allah SWT berfirman:
“Dan Allah
menciptakan kamu dari tanah dan kemudian dari air mani, kemudaian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki
dan perempuan) . Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula)
melahirkan melainkan dengan sepengetahuanNya. Dan sekali-kali tidak
dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi
umurnya, melainkan (sudah ditetapkan)
dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah
mudah. (surat Faathir (35) ayat
11).”
Proses pertama
kejadian manusia di mulai dari adanya pernikahan antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan, sebagai sebuah sarana untuk mendapatkan keturunan
serta membina sebuah keluarga shakinah. Selanjutnya setelah melalui proses
mempertemukan antara sperma dengan sel telur terjadilah apa yang dinamakan
dengan pembuahan, sebagaimana firman Allah SWT yang kami kemukakan berikut ini:
Allah
SWT berfirman: “Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. (surat Abasa (80) ayat 19). Proses selanjutnya yang terjadi dalam rahim ibu selama empat puluh hari berupa mani
(nutfah), kemudian berupa sekepal darah (mudhagah) selama itu juga kemudian
berupa sekepal daging (allaghah) selama itu juga, kemudian setelah sempurna
baru di tiupkan ruh kepadanya (maksudnya ke dalam Janin yang berumur 120 hari)
sehingga bersatulah antara Jasmani dan Ruhani dalam rahim ibu. Adanya penyatuan
Jasmani dengan Ruhani maka barulah dikatakan sebagai manusia. Allah SWT
berfirman: “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta
Yang Paling baik. (surat Al Mu’minuun (23) ayat
14).” Dan setelah memenuhi
proses waktu pertumbuhan dalam rahim selama 9 (sembilan) bulan maka lahirlah
bayi atau seorang manusia baru ke muka bumi.
Kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan,
dan di antara kamu ada yang di wafatkan dan (ada pula) diantara kamu yang
dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun
yang dahulunya telah diketahuinya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Hai manusia,
jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)
sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani,
kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami
tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu samapailah kepada
kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya
sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu
dan suburlah dan menumbuhkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (surat Al Hajj
(22) ayat 5).
Dan proses kehidupan manusia di dunia ini akan berakhir sampai dengan
waktu dipisahkannya ruh dengan jasmani yang dilanjutkan dengan kehidupan
setelah mati oleh ruhani sampai menunggu hari kiamat dating di alam barzakh.
Yang menjadi persoalan adalah kemanakah nanti kita akan pulang kampung kelak,
apakah ke neraka ataukah ke syurga? Jawaban yang pasti adalah tergantung kepada
usaha diri kita sendiri saat masih hidup di dunia saat ini sehingga apa yang
kita tanam itulah yang kita tuai.
13.
Manusia Diberikan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 oleh
Allah SWT Untuk Dipertanggungjawabkan.Untuk mensukseskan
manusia melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka
bumi, maka setiap manusia telah diberikan modal dasar oleh Allah SWT berupa Amanah yang 7 yang
kelak akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Adapun Amanah yang
7 yang harus
dipertanggungjawabkan oleh setiap manusia adalah Qudrat (kuasa atau
kemam-puan), Iradat (kehendak), Hayat (hidup), Kalam (berkata-kata), Ilmu
(ilmu), Sama’ (penglihatan), Bashar (pendengaran) serta Af’idah (perasaan). Hal
ini sebagaimana 3 (tiga) buah firman Allah SWT sebagaimana berikut ini: “Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh. (surat Al Ahzab (33) ayat
72)
Allah SWT berfirman: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kami pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur. (surat An Nahl (16) ayat 78)
Allah SWT berfirman: “Sehingga apabila
mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi
saksi terhadap mereka tentang apa yang
mereka kerjakan.Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran,
penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak
mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.(surat Fushshilat (41) ayat 20-22)
Dan setiap manusia selain diberikan Amanah
yang 7 sebagai modal dasar manusia saat hidup di muka bumi, juga diberikan
hubbul (kecintaan) yang 7 yang tidak lain adalah motor penggerak bagi setiap
manusia untuk bertindak dan berbuat sesuatu. Adapun hubbul (kecintaan) yang 7
terdiri dari: Hubbul Syahwat (Ingin Berhubungan Dengan Lawan Jenis), Hubbul
Hurriyah (Ingin Bebas), Hubbul Istitlaq (Ingin Tahu), Hubbul
Jam’i (Ingin Berkumpul), Hubbul Maal (Ingin Harta Kekayaan), Hubbul
Maadah (Ingin Dipuji) dan Hubbul Riasah (Ingin Jadi Pemimpin), sebagaimana
firman Allah SWT berikut ini: “dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (surat Ali ‘Imran (3) ayat
14).”
Allah SWT memberikan
Amanah yang 7 dan juga Hubbul yang 7 kepada setiap manusia, termasuk kepada
diri kita saat bertugas di muka bumi ini wajib dijadikan sebagai modal dasar dan
juga alat bantu (energi penggerak) yang diberikan oleh Allah SWT untuk memudahkan dan melancarkan
serta mensukseskan manusia saar menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan mampu
dan tidak akan bisa berbuat apa-apa jika hanya terdiri dari jasmani dan ruh
semata. Dan yang harus kita pahami adalah baik Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7
bukanlah barang gratisan yang bisa dipergunakan seenaknya saja karena keduanya
akan dimintakan pertanggungjawaban kelak oleh Allah SWT. Untuk itu berhati
hatilah di dalam mempergunakan modal dasar ini.
Jamaah sekalian,
itulah 13 (tiga belas) kondisi dasar umat manusia yang mana setiap manusia akan
terikat dengan ketentuan ini sampai dengan hari kiamat tiba.
Sebagai penutup, ada baiknya kita bercermin
kepada pohon atau tumbuhan yang sama-sama diciptakan oleh Allah SWT dan yang
tumbuh di sekitar diri kita. Sadarkah kita
bahwa setiap pohon yang ada di jagad raya selalu memberikan yang terbaik bagi
manusia? Apa maksudnya? Setiap pohon
atau tumbuhan secara sunnatullah sampai kapanpun ia akan menyerap “Carbon
Monoksida” (menyerap yang buruk-buruk) pada waktu malam hari dan mengeluarkan
“Oksigen” (memberikan yang baik baik) pada waktu pagi hari untuk keperluan
manusia bernafas. Bayangkan pohon atau
tumbuhan menyerap racun lalu memberikan sesuatu yang baik kepada manusia sampai
kapanpun juga. Inilah sunnatullah yang berlaku bagi pohon atau tumbuhan yang berlaku
sampai hari kiamat, dan jika kita tidak mampu menjaga apa-apa yang telah
direncanakan oleh Allah SWT kepada diri kita atau kita tidak mampu
mempertahankan apa yang telah Allah SWT kondisikan kepada diri kita, ada
baiknya kita bertanya kepada pohon atau kepada tumbuhan dengan sebuah
pertanyaan bagaimanakah caranya mempertahankan sunnatullah yang berlaku bagi
dirinya?
Jika kita tidak mampu seperti pohon (maksudnya secara
sunnatullah pohon atau tumbuhan akan memproses karbon monoksida menjadi
oksigen; menyerap racun memberikan yang baik bagi orang lain) berarti pohon
atau tumbuhan lebih baik, lebih mulia daripada diri kita. Hal yang harus kita
ingat adalah kita adalah abd’ (hamba) yang juga adalah khalifahNya sedangkan
pohon adalah sesuatu yang akan kita khalifahi dan jika pohon lebih baik dan
lebih mulia dibandingkan dengan abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya berarti
konsep awal tentang penciptaan manusia di muka bumi yang direncanakan Allah SWT
sudah berubah akibat ulah perbuatan diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar