A.
TAHU DIRI.
Allah
SWT adalah pencipta langit dan bumi beserta apa-apa yang ada di dalamnya. Ini
berarti hanya Allah SWT sajalah yang paling tahu, yang paling mengerti dan yang
paling memahami apa-apa yang telah diciptakan-Nya. Allah SWT adalah pemilik
langit dan bumi beserta apa-apa yang ada di dalamnya. Ini berarti bahwa Allah
SWT penguasa mutlak di langit dan di muka bumi sehingga dengan adanya kondisi
ini menunjukkan Allah SWT adalah Tuan Rumah.
Dan
jika sekarang Allah SWT adalah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi maka
segala ketentuan, segala hukum, segala peraturan yang berlaku di langit dan di
muka bumi adalah ketentuan, hukum, peraturan yang berasal dari Allah SWT. Lalu
sebagai apakah diri kita di langit dan di muka bumi yang diciptakan dan
dimiliki oleh Allah SWT? Saat diri kita hidup di muka
bumi ini, ketahuilah bahwa bumi tempat kita hidup bukanlah kita yang
menciptakan dan bukan pula kita yang miliki. Adanya ketentuan dasar ini maka ini
berarti:
1. Kita hanyalah orang yang sedang menumpang yang
tidak selamanya menumpang karena kita harus keluar dari muka bumi karena hidup
ada batasannya;
2. Kita adalah obyek yang diciptakan oleh Allah
SWT sehingga kedudukan obyek ti-dak sama dengan kedudukan subyek;
3. Kita adalah tamu yang tidak selamanya menjadi
tamu sehingga tamu tidak bisa mensejajarkan diri dengan tuan rumah dan tidak
bisa berperilaku seperti layaknya tuan rumah di langit dan di bumi ini.
Sebagai orang yang menumpang, atau sebagai tamu
di muka bumi ini, atau sebagai perantau, maka kita tidak bisa menentukan
sendiri hukum, ketentuan, peraturan, aturan yang berlaku di muka bumi ini. Kita
hanyalah orang yang harus melaksanakan ketentuan dan juga orang yang akan
dinilai atas pelaksanaan dari ketentuan yang telah ditetapkan berlaku oleh
penciptanya dan juga pemiliknya, dalam hal ini Allah SWT. Dan pada akhirnya
mengharuskan diri kita harus tahu diri. Kita bukanlah siapa-siapa, bukan pula
punya apa-apa dibandingkan dengan Allah SWT.
Ali bin Abi Thalib ra, pernah mengemukakan tentang betapa pentingnya
kita mengenal diri sebagaimana kami kemukakan berikut ini:
1. Mengenal diri adalah ilmu yang paling berguna;
2. Aku heran dengan orang yang mencari barangnya yang hilang padahal (di saat yang sama) ia kehilangan dirinya namun ia tidak (berupaya) mencarinya;
3. Aku heran dengan orang yang tidak mengenali
dirinya bagaimana ia akan dapat mengenal Tuhannya?;
4. Puncak makrifat adalah pengenalan seseorang
atas dirinya;
5. Prestasi terbesar (bagi seseorang) adalah
manakala ia berjaya dalam mengenal dirinya;
6. Setiap kali bertambah pengetahuan seseorang,
maka akan bertambah pula per-hatiannya kepada dirinya dan ia akan mengerahkan segenap
upayanya untuk mengasah dan memperbaikinya.
Selanjutnya,
berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka maka ia mengenal
dirinya. Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya”
(Hadits). Hadits
ini menunjukkan kepada diri kita bahwa mengenal diri, atau tahu diri merupakan
pintu masuk mengenal dan berkenalan dengan Allah SWT dan menempatkan diri yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sehingga
hanya orang-orang yang tahu dirilah yang bisa menempatkan posisinya dihadapan
Allah SWT selaku pencipta dan pemilik serta Tuhan bagi seluruh alam. Dan
apabila ini terjadi maka keharmonisan hidup di muka bumi ini dapat terlaksana
dengan baik.
Untuk itu jadilah orang yang
menumpang, atau jadilah tamu yang menyenangkan lagi membanggakan tuan rumah
(Allah SWT) saat kita hidup di muka bumi ini dengan mengetahui aturan main yang
berlaku di muka bumi ini dengan sebaik baiknya.
Sekarang mari kita perhatikan apa yang
dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Adz Dzariyat (51) ayat 21 berikut: “Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan.” Melalui ayat ini, Allah SWT berkehendak kepada setiap manusia, termasuk kepada diri kita,
untuk selalu berpikir lalu memperhatikan dengan seksama tentang keberadaan diri
ini melalui pernyataan-Nya yang berbunyi “apakah
kamu tiada memperhatikan akan dirimu sendiri!. Selanjutnya, setiap manusia siapapun orangnya,
apapun kedudukannya adalah makhluk
dwifungsi dan juga makhluk dwidimensi. Apa maksudnya?
1. Setiap manusia adalah makhluk dwifungsi. Untuk dapat
menggambarkan peran dan maksud dan tujuan dari diciptakannya manusia sebagai
makhluk dwifungsi. Untuk itu mari kita pelajari 2 (dua) buah firman Allah SWT
berikut ini:
Pertama,
Allah SWT berfirman: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari
mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya
Allah Dialah Maha pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
(surat Adz-Dzaariyaat (51) ayat 56-57-58). Berdasarkan
ketentuan ayat ini setiap manusia siapapun orangnya adalah seorang abd’ (hamba)
yang harus mengabdi kepada Allah SWT selaku Rabb bagi setiap umat manusia.
Adanya peran sebagai seorang abd’ (hamba) menunjukkan bahwa seorang abd’
(hamba) terikat dengan ketentuan penghambaan seorang hamba kepada Allah SWT
selaku Tuhan bagi dirinya. Adanya ketentuan ini maka seseorang tidak bisa
menyatakan diri ia lebih memiliki keistimewaan atau lebih hebat dibandingkan
dengan orang lain karena di mata Allah SWT seorang manusia hanyalah seorang
abd’ (hamba).
Kedua, setiap manusia
selain terikat sebagai seorang abd’ (hamba), ia juga terikat dengan ketentuan
sebagai seorang khalifah-Nya di muka bumi, yang bermakna perpanjangan tangan
Allah SWT di muka bumi sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:” Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:” Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (surat Al Baqarah (2) ayat 30).” Adanya
kekhalifahan di muka bumi maka diharapkan terciptalah apa yang dinamakan dengan
ketenteraman,
ketertiban, serta terpeliharanya apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT di muka
bumi sehingga terciptalah kehidupan “toto tenterem, gemah ripah loh jinawi”
oleh sebab keberadaan diri kita.
Selanjutnya berdasarkan firman-Nya berikut
ini: “Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu
tiada memperhatikan.(surat
Adz-Dzariyaat (51) ayat 21). Allah SWT berkehendak kepada setiap manusia, termasuk kepada diri kita,
baik sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah untuk selalu berpikir lalu
memperhatikan dengan seksama tentang keberadaan diri ini melalui pernyataan-Nya
yang berbunyi “apakah kamu tiada memperhatikan” akan dirimu sendiri!. Ketahuilah
bahwa Kamu adalah hamba-Ku dan kamu juga adalah khalifah-Ku. Adanya konsep abd’
(hamba) dan juga adanya konsep khalifah yang melekat pada diri setiap manusia,
termasuk diri kita menunjukkan diri kita adalah makhluk yang memiliki peran “dwifungsi.”
Lalu sudahkah kita tahu dan memahami konsep
dasar ini saat hidup di muka bumi ini! yaitu sebagai abd’
(hamba)-Nya yang harus menghambakan diri kepada Allah SWT dan juga sebagai
khalifah-Nya di muka bumi sehingga setiap orang harus menjadi perpanjangan
tangan Allah SWT, atau menjadi agen agen Allah SWT di muka bumi. Adanya konsep
dwifungsi di muka bumi maka terjadilah ketentraman, keteraturan, kebersamaan
serta terpeliharanya apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT serta tampilnya penampilan
Allah SWT di muka bumi ini melalui keberadaan khalifah-Nya yang terlihat dengan
nyata.
2. Setiap manusia adalah
makhluk dwidimensi. Setiap
manusia dikatakan sebagai makhluk dwidimensi dikarenakan setiap manusia
siapapun orangnya pasti terdiri dari unsur jasmani dan unsur ruh. Jasmani
berasal dari saripati tanah sedangkan ruh berasal dan diciptakan oleh Allah SWT dan mulai dipersatukan ke duanya saat masih di dalam rahim seorang
ibu. Sebagaimana dikemukakan dalam surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9 berikut ini:
Yang
memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan
manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).
Kemudian Dia menyempurna-kannya dan meniupkan ruh (ciptaan)Nya ke dalam
(tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu,
(tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.”
Adanya konsep
dwidimensi ini maka kita harus bisa merawat dan menjaga kesehatan jasmani dan
juga kefitrahan ruh dengan sebaik-baiknya dengan tidak mengorbankan salah
satunya. Katakan kita mendahulukan merawat jasmani dengan mengorbankan kefitrahan
ruh, atau kita mendahulukan merawat kefitrahan ruh dengan mengorban-kan kesehatan
jasmani. Jasmani harus dirawat dan dijaga melalui konsep ilmu kesehatan dan
ilmu gizi sedangkan ruh dijaga dan dirawat serta dipelihara melalui konsep Diinul Islam yang kaffah yang berasal
dari Allah SWT.
Pertama,
Dimensi Jasmani. Jasmani asalnya dari
sari pati tanah yang berasal makanan dan minuman yang dikonsumsi dari seorang
bapak dan seorang ibu. Yang mana
setiap makanan dan minuman yang akan dikonsumsi terikat dengan ketentuan yang
telah ditentukan oleh Allah SWT. Selanjutnya Allah SWT
selaku tuan rumah telah mengemukakan adanya ketentuan yang termaktub di dalam
surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: “Wahai manusia! Makanlah dari
makanan yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kami mengikuti
langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu.” Dan
juga di dalam surat Al Abasa (80) ayat 24 berikut ini: “Maka hendaknya manusia itu
memerhatikan makanannya”.
Ayat di atas ini merupakan ketentuan dasar yang wajib
dilaksanakan oleh setiap umat manusia, yaitu memperhatikan dan wajib mengkonsumsi
sesuatu yang memenuhi syarat halal dan juga syarat baik (thayyib) yang bermakna
harus sesuai dengan konsep ilmu kesehatan dan ilmu gizi dalam satu kesatuan.
Kita tidak boleh memaknai konsep ini secara terpisah, namun harus keduanya
dilaksanakan secara berbarengan. Kita tidak bisa hanya berpedoman kepada konsep
halal semata dengan mengabaikan konsep baik (thayyib). Kita juga tidak bisa
hanya berpedoman kepada konsep baik semata dengan mengabaikan konsep halal.
Halal dan baik (thayyib) harus kita laksanakan dalam satu kesatuan. Allah SWT
menentukan hal ini untuk kebaikan umat manusia selaku orang yang menumpang. Selain daripada itu,
masih ada ketentuan lain yang mengatur tentang tata cara makan dan minum yang
lainnya, yaitu: (a) kita diwajibkan oleh Allah SWT agar membaca Basmallah dan doa
sebelum makan dan minum; (b) makan dikala lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Dan juga wajib menikah terlebih dahulu serta membaca doa sebelum diri kita mempertemukan
sel telur (ovum) dengan sperma.
Untuk menjaga
kesehatan jasmani ada dua hal yang harus kita perhatikan, yang pertama adalah
apa-apa yang akan kita konsumsi (masukkan) ke dalam tubuh dan yang kedua,
adalah apa-apa yang kita keluarkan dari dalam tubuh. Khusus untuk apa-apa yang akan
dikonsumsi (dimasukkan) ke dalam tubuh, Allah SWT sudah memberikan pedomannya,
yaitu makanlah makanan yang halal lagi baik (thayyib). Halal
sudah jelas dan khusus untuk thayyib ini berlaku ketentuan yang berbeda beda di
antara setiap manusia. Sesuatu yang baik (thayyib) bagi diri kita belum tentu
baik (thayyib) bagi orang lain, karena kondisi tubuh seseorang berbeda-beda.
Disinilah letaknya kita harus memiliki pengetahuan tentang kebutuhan makanan
dan minuman yang sesuai dengan azas baik (thayyib) bagi kebaikan tubuh kita
sendiri, yang kesemuanya berlandaskan ilmu kesehatan dan ilmu gizi serta ilmu
kedokteran yang berlaku.
Sekali lagi kami
ingatkan, makanan dan minuman yang halal lagi baik (thayyib) tidak akan
memberikan dampak yang positif kepada tubuh kita dan juga kepada anak keturunan
dari diri kita jika penghasilan kita dari penghasilan haram atau cara
memperoleh makanan dan minuman yang kita konsumsi dari mencuri atau mengambil
hak orang lain seperti mencuri, korupsi dan lain sebagainya. Lalu pernahkah
kita membayangkan apa yang terjadi pada tubuh kita dan juga pada anak keturunan
kita yang makanannya terkontaminasi dengan yang haram lagi buruk? Dan yang
pasti sperma dan ovum akan terkontaminasi dengan yang haram lagi buruk sehingga
ruh yang fitrah menempati (dipersatukan) dengan sesuatu yang haram lagi buruk. Untuk
itu berhati hatilah dalam mengkonsumsi sesuatu.
Selanjutnya, jika
kita ingin mendapatkan kesehatan tubuh yang sesungguhnya, maka selain kita
memperhatikan apa-apa yang kita masukkan ke dalam tubuh melalui makanan dan
minuman yang kita konsumsi. Kitapun harus pula mengeluarkan dan membersihkan 4
(empat) kotoran atau racun dari dalam tubuh kita secara tuntas, hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh “Andri Wang”,
dalam bukunya “Menuju Hidup Sehat dan
Panjang Umur”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014 berikut ini:
a. Udara Kotor. Hawa kotor yang keluar dari mulut yang terasa
bau atau gas tidak sedap yang keluar dari usus besar itu adalah udara kotor
atau udara racun yang tertimbun dalam tubuh kita. Bila tidak dikeluarkan, akan
menggangu kesehatan tubuh kita. Maka, di pagi hari setelah bangun tidur,
minumlah air putih sebanyak 200cc, kemudian berkumur 3 kali, lantas pergilah ke
halaman atau ke tempat yang banyak pohon. Buanglah napas yang bau itu, keluarkan
lewat mulut sebanyak mungkin sampai hawa yang keluar dari mulut tidak terasa
bau lagi. Kemudian teruskan dengan menarik napas panjang dan hirup udara bersih
segar itu sepuas puasnya di barengi dengan dzikir sehingga udara yang sudah
keluar diganti dengan udara yang bersih segar plus dzikir. Sedangkan gas yang
keluar dari usus besar adalah udara kotor dan gas bau yang memang harus
dibuang. Buang gas adalah gejala yang baik dan perlu disyukuri, meskipun tidak
sopan bila dilakukan di depan umum. Gas di dalam usus besar ini mengandung gas
beracun H2S yang dihasilkan dari fermentasi bakteri di dalam usus besar. Jika
gas itu tidak dikeluarkan akan menjadi racun dalam tubuh kita.
b. Cairan Kotor. Air putih yang kita minum akan segera masuk
ke lambung dan usus kecil, kemudian molekul H2O yang ada dalam air tersebut
diserap melalui usus besar ke dalam sirkulasi darah. Cairan yang berlebihan di
dalam darah akan dikeluarkan secara berangsur angsur melalui organ ginjal.
Cairan tersebut membawa kotoran dan “creatine” yang beracun serta hasil uraian
obat yang dilakukan oleh organ hati, dan zat lainnya yang dihasilkan dari
proses katabolisme. Semua kotoran beracun tersebut lolos dari saringan ginjal
yang sehat, lantas mengalir ke dalam kantong kemih dan keluar menjadi air seni
yang berbau pesing. Begitu juga keringat kotor dan bau itu, dikeluarkan melalui
pori pori kulit. Keringat juga termasuk kotoran cair dari tubuh yang harus
dikeluarkan.
c. Kotoran Dari Usus Besar. Untuk mempertahankan
kesehatan tubuh, sebaiknya setiap pagi dibisakan buang air besar secara rutin.
Bila kotoran yang tertimbun dalam usus besar tidak dikeluarkan setiap hari,
maka akan menjadi racun dan ini tidak baik untuk kesehatan tubuh. Bagi orang
yang mengalami konstipasi (sembelit), perutnya terasa kembung serta kencang,
mulutnya akan mengeluarkan bau tidak sedap, kulitnya juga terlihat kusam. Orang
mengatakan bahwa di mana ada yang bisa masuk (makan dan minum) dan bisa keluar
(buang air besar), itu adalah sehat. Namun itu saja belum cukup jika kotoran
dalam pikiran belum dikeluarkan.
d. Kotoran Dalam Pikiran. Pikiran negatif seperti gampang marah,
membenci orang, suka mengkritisi dan menilai orang lain, berprasangka buruk dan
suka berdebat tidak akan bisa menjadikan pikiraan dan tubuh yang sehat. Pikiran
negative adalah kotoran dalam pikiran
yang paling ampuh merusak kesehatan tubuh dan juga kesehatan ruhani seseorang.
Maka pikiran negative yang kotor itu perlu dibersihkan sesegara mungkin dan
setuntas tuntasnya. Selain daripada itu ketahuilah 3 (racun) yang bisa
mendatangkan penderitaan, yaitu keserakahan,
kebencian dan kebodohan. Orang yang suka marah besar dan dendam kepada
orang lain, hidupnya selalu tegang dan pikirannya tidak bisa senang.
Yang dimaksud dengan
kebodohan disini bukanlah tidak berpendidikan melainkan masih saja melanggar
objek yang salah. Jadi, meskipun secara akademis seseorang intelek, bisa saja
dia tetap melakukan kebodohan. Misalnya orang yang sudah berkecukupan, tapi
belum merasa puas dan cukup, masih melekat pada nafsu, terus mengejar kekayaan,
bahkan sampai menempuh cara yang tidak halal. Karena keserakahan, akhirnya
terjerat hukum dan harus mendekam di penjara, Dia merasa malu dan menyesal di
kemudian hari, istri, anak anaknya menanggung malu seumur hidupnya. Itulah yang
dimaksud dengan manusia bisa melakukan kebodohan.
Dan untuk lebih
mempertegas kotoran yang ada di dalam pikiran, berikut ini akan kami kemukakan
tentang penyakit penyakit hati yang berhubungan erat dengan kotoran yang ada
dalam pikiran, yang keduanya juga harus dikeluarkan dari dalam tubuh kita.
“Sembuhkan sakit hatimu, maka akan sembuh seluruh tubuhmu”. Ada orang yang
punya sakit hati yang benar-benar kronis dalam bentuk Benci Banget; Dendam Banget; Nggak Suka Banget; Sedih Banget; Kecewa
Banget. Semua itu dianggap serius, sampai sakitnya berdampak pada tubuh. Begitu
muncul dalam bentuk penyakit kanker, diabetes, sakit jantung, baru diatasi.
Dan yang diatasi pun hanya dipermukaannya saja. Diatasi dengan operasi, obat
herbal bertahun tahun bahkan seumur hidup, kemoterapi, radiasi. Semua yang
membuat sel sel tubuh luluh lantak. Tapi akar masalahnya tidak di atasi. Akar
masalahnya adalah hati yang sakit dan semakin rusak. Kemudian merusak seluruh
jaringan tubuh seperti :
(a)
Darah tetap dibiarkan
asam;
(b)
Kondisi tubuh asam;
(c)
Pikiran tetap stress,
jiwa tidak tenang;
(d)
Dendam masih banyak;
(e)
Kecewa masih
berlanjut;
(f)
Perasaan masih tidak
enak;
(g) Benci masih kuat.
Secara tidak langsung
kita membunuh diri sendiri.
Ingat Rasulullah SAW
pernah berkata: Ada segumpal daging yang
jika ia baik maka seluruh tubuh akan baik. Dan kalau ia buruk maka seluruh
tubuh akan buruk. Itulah Hati. Seharusnya ia selalu dalam kondisi indah dan
baik; selalu ikhlas, menerima ketentuan Allah SWT, bersyukur, tulus berbagi dan
bahagia bersama.Seperti anak yang selalu bahagia dan tertawa, seperti itulah
kondisi hati kita seharusnya.Pada saat kita sudah tidak lagi seperti itu,
itulah saat penyakit muncul. Dan deteksi dini harus dilakukan. Akar
permasalahan harus diatasi. Hati perlu
terus dicuci dan dibersihkan. Tanda-tanda hati bersih dan suci adalah:
(a)
Selalu bahagia atas
kebahagiaan orang lain;
(b)
Selalu bersemangat
berbagi tanpa pamrih;
(c)
Selalu ridha dengan
ketentuan yang Allah SWT berikan untuk kita;
(d)
Tidak dengki;
(e) Tidak dendam.
Semoga kita mampu
menjaga kesehatan Jasmani dengan sebaik baiknya, jika jasmani sehat akan sangat
membantu diri kita beraktivitas sehari hari. Jangan lupa berolah raga untuk
membakar karbohidrat dan juga lemak dalam tubuh selain memperhatikan makanan
dan minuman yang kita konsumsi serta membuang apa apa yang harus di buang yang
berasal dari dalam tubuh.
Akhirnya,
sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa jasmani
atau jasad diri kita (manusia) terikat dengan ketentuan usia seseorang. Semakin tua usia seseorang maka kemampuan
fungsi-fungsi jasmani (organ-organ tubuh) pasti akan mengalami penurunan
kemampuan dan inilah sunnatullah yang pasti berlaku bagi jasmani (jasad)
manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar