G. DIMENSI RUH DENGAN
SIFAT, PERBUATAN DAN KEMAMPUAN SERTA SEGALA RAHASIA YANG MENYERTAINYA.
Sekarang mari kita pelajari salah satu unsur penting
yang ada dalam diri kita, apakah itu? Unsur penting dan teramat penting yang
harus ada dalam diri kita, sebab apabila di dalam diri kita tidak ada unsur ini
maka kita tidak dapat dikatakan sebagai manusia. Unsur itu adalah ruh. Manusia tanpa ruh dinamakan dengan jasad atau mayat. Lalu sebagai
seorang abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya di muka bumi ini, pernahkah kita
berusaha untuk mempelajari tentang ruh dari diri kita sendiri sehingga kita
memiliki ilmu dan pemahaman tentang ruh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT? Apakah ruh memiliki sifat, apakah ruh memiliki perbuatan dan apakah ruh
juga memiliki kemampuan? Seperti apakah ruh diri kita, apakah bentuk ruh sama
persis dengan bentuk jasmani kita? Apakah ruh mempunyai mata, apakah ruh
memiliki telinga dan hidung serta hati atau perasaan? Jika jamaah sekalian
ingin mengetahui lebih jauh tentang ruh, tidak ada jalan lain kecuali anda
mempelajari buku ini sampai selesai.
1. Konsep Islam Tentang
Ruh. Definisi
tentang roh (ruh) tidak ada dalam kitab Taurat dan Injil, yang ada adalah
penggunaan kata roh yang bergandengan dengan sifat sifat akhlaqi dan maknawi,
seperti roh jahat, roh ridha yang membedakan antara manusia, roh tersembunyi
seperti malaikat, dan roh suci yang berarti Allah. Dan ketika Rasulullah SAW
diutus kepada kaumnya dan mengumumkan kenabiannya, sebagian dari mereka pergi
menemui orang orang Yahudi untuk bertanya sesuatu yang dapat mereka pakai
menguji beliau (Nabi Muhammad SAW).
Mendapatkan
pertanyaan seperti itu, orang orang Yahudi lalu menyuruh mereka menanyakan
suatu hal yang belum pernah diberitakan seorang nabi pun sebelumnya, yaitu
masalah roh. Ketika Rasul ditanya tentang itu, beliau tidak langsung menjawab,
melainkan menunggu wahyu turun. Dan AlQuran sendiri yang menjawab pertanyaan
mereka. Berdasarkan surat Al Israa’ (17) ayat 85 berikut ini: “dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Ruh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Ruh merupakan suatu hal yang sulit dipahami manusia karena lebih besar dari
kapasitas pengetahuan dan akalnya. Sebanyak apapun ilmu yang diberikan kepada
manusia, ia tidak akan mampu memahami hakekat ruh. Inilah rahasia jawaban yang
singkat sehingga manusia tidak terjerumus ke dalam kekacauan dan prasangka,
tidak melupakan dakwah baru, dan menyibukkan diri dalam urusan filsafat.
Dan
“Prof
Dr Abdul Basith Muhammad Sayyid”, dalam bukunya “Rahasia Dalam Rahasia: Menyibak
Dimensi Roh Secara Ilmiah”, mengemukakan tentang beberapa permasalahan
ruh yang disebutkan di dalam AlQuan yang kemudian dibenarkan oleh ilmu
pengetahuan modern, sebagaimana kami kemukakan berikut ini:
a. Ruh kekal tidak mati dan tidak hancur. Ruh kekal tidak mati dan tidak hancur bersamaan dengan
hancurnya badan (jasad). Padahal keyakinan yang beredar sebelum diturunkan
AlQuran adalah seperti yang mereka katakan dalam surat Al Mu’minuun (23) ayat
37 berikut ini: “kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita
mati dan kita hidup[1000] dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi,”
[100 0] Maksudnya: di samping sebagian dari manusia
meninggal dunia, Maka ada manusia yang lain dilahirkan.
Namun pernyataan itu
segera dibantah oleh AlQuran dengan mengatakan bahwa ruh tetap hidup setelah
matinya jasad (jasmani). Untuk itu Allah SWT berfirman: “dan janganlah kamu mengatakan
terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati;
bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup[100], tetapi kamu tidak menyadarinya. (surat
Al Baqarah (2) ayat 154)
[100] Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam
kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan
hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana Keadaan hidup itu.
Ini fakta pertama
tentang ruh yang disebutkan dalam AlQuran yang dibenarkan oleh ilmu pengatahuan
modern, yaitu ruh tetap hidup sampai kapanpun juga.
b. Kita Tidak Bisa Melihat dan Mendegar Suara Ruh. Kita tidak bisa melihat ruh dan tidak bisa mendengar
suara ruh, bukan karena ruh tidak ada, tetapi karena ketidakmampuaan mata dan
telinga manusia menangkap obyek itu. AlQuran menekankan kebenaran fakta ini dan
menyebutkan bahwa disekitar kita banyak hal yang tidak dapat ditangkap mata
kita. Allah SWT berfirman: “Maka aku bersumpah dengan apa yang kamu
lihat. dan dengan apa yang tidak kamu lihat. (surat Al Haqqaah (69) ayat
38,39). Ruh merupakan kemukjizatan karena Allah SWT bersumpah dengan
sejumlah benda yang tidak terlihat oleh mata kita. Menurut ilmu pengeta-huan
modern, perbandingan antara benda benda yang terlihat oleh mata dengan benda
benda yang tidak terlihat oleh mata adalah 1 : 10 Juta.
Tentu saja
perbandingan ini sangat besar dan tidak mungkin terbetik dalam benak seorangpun
yang hidup pada masa AlQuran diturunkan. Namun disinilah letak sumpah yang
agung itu. Dan Islam tidak berhenti pada fenomena ini karena ilmu pengetahuan
modern tidak mampu menafsirkannya. Rasulullah saw pernah bersab-da tentang ruh:
“Semua
makhluk mendengar suaranya kecuali manusia. Jika manusia mendengarnya pasti
jatuh pingsan” (Hadits Riwayat Bukhari). Allah SWT mencipta-kan mata
dan telinga manusia tidak dapat melihat dan mendengar ruh agar manusia tidak
ngeri dan takut. Hal ini adalah salah satu rahmat yang diberikan Allah SWT
kepada manusia yang masih hidup. Jadi, selama hubungan bendawi antara manusia
dan ruh terputus, tidak mungkin untuk menyentuh atau berbicara dengan mereka
dalam kondisi biasa, kita akan ketakutan jika melihat atau mendengar tanpa
dapat menyentuh.
Ilmu pengetahuan
modern menyatakan bahwa ruh tidak akan menampakkan diri atau melakukan suatu
pekerjaan dalam upacara pendatangan ruh, kecuali dalam kegelapan atau paling
tidak sinar merah yang redup. Hal ini dikarena ruh adalah getaran sinar dan
suara yang akan pecah dengan adanya sinar biasa. Oleh karena itu, upacara
pendatangan ruh tidak akan dilakukan kecuali pada malam hari. Di lakukan pada
malam malam bulan yang tenang dan tidak terdapat kilat dan halilintar.
Rasulullah telah mengisyaratkan fakta ini sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan
modern dengan sabdanya: “Kurangilah keluar pada keheningan malam
karena Allah mempunyai binatang binatang yang disebar pada saat ini”.
Adapun arti keheningan malam adalah berkumpulnya kegelapan dengan ketenangan.
c. Sifat Ruh adalah Sebagian dari sifat Allah. Sifat ruh adalah sebagian dari sifat Allah SWT. Allah SWT
menyatakan dalam ayat ayat AlQuran bahwa ruh adalah tiupan Allah SWT. Hal ini
terlihat jelas dalam surat Shaad (38) ayat 72 berikut ini; “Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadaNya". dimana Allah SWT
menyebutkan tiupan ruh ke dalam jasad Nabi Adam as, setelah sempurna
kejadian-nya. Dan Allah SWT juga menerangkan tentang janin seorang manusia yang
ditiupkan ruh sebagaiman dikemukakan dalam surat As Sajdah (32) ayat 9 di atas.
“kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur.” Dengan demikian, ruh yang ada dalam tubuh manusia
adalah tiupan ruh yang berasal dari Allah SWT dan sifatnya adalah sebagian dari
sifat (af’al) Allah SWT, yang tidak dapat dilihat dengan mata manusia,
sebagaimana dalam surat Al An’am (6) ayat 103 berikut ini:“Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah
yang Maha Halus lagi Maha mengetahui. (surat Al An’am (6) ayat 103)
d. Ruh Ditiupkan ke dalam Janin Di dalam rahim seorang Ibu. Ruh tidak ditiupkan ke dalam janin yang berada dalam
perut ibunya sebelum berumur 4 (empat) bulan, atau 120 (seratus dua puluh) hari
menurut hitungan para fukaha. Hal ini sama persis dengan kesimpulan yang
dicapai ilmu pengetahuan pada masa ini. Sebelum berumur 4 (empat) bulan,
perkembangan janin belumlah sempurna. Masih berupa nuthfah, alaqah, atau
mudhghah yang semuanya adalah periode periode kehidupan tanpa ruh. Dalam ilmu
kedokteran periode periode itu disebut dengan kehidupan biologi, yaitu suatu
jenis kehidupan yang ada pada benda benda, seperti tumbuhan tumbuhan, mani dan
sel telur. Allah SWT berfirman, dalam surat As Sajdah (32) ayat 9 berikut ini: “kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur. (surat As Sajdah (32) ayat 9). Berdasarkan ketentuan
ayat di atas ini, ruh tidak akan pernah ditiupkan sebelum kejadian dan
perkembangan janin di dalam rahim seorang ibu menjadi sempurna, demikian juga
yang dinyatakan ilmu pengetahuan modern.
e. Ruh dijaga oleh Allah SWT. Allah SWT menjaga ruh yang ada di dalam jasad sehingga
tidak meninggalkannya kecuali dengan perintahNya pada waktu yang ditentukan
sebagaimana Allah SWT kemukakan dalam surat Ath Thaariq (86) ayat 4 berikut
ini: “tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.” Hafizh
(penjaga) di sini mengandung banyak arti, di antaranya adalah seorang malaikat
yang berada di dalam, atau di luar tubuh yang selalu menyertai dan menjaga ruh
hingga tidak meninggalkan tubuh itu. Namun, kita tidak dapat melihat atau
merasakan malaikat ini. Dan ilmu pengetahuan modern pun membenarkan teori ini,
dengan sedikit perbedaan dalam nama dan ungkapan. Menurut ilmu pengetahuan
modern, penjaga di sini adalah zat zat kimia yang ada dalam tubuh kita yang
menjaga hubungan antara ruh dan jasad. Teori teori ilmiah itu mengatakan bahwa
jika hubungan itu terganggu, manusia akan terserang banyak penyakit jiwa dan
ruh tanpa terserang penyakit fisik.
f. Kehidupan di alam barzakh. Kehidupan barzakh antara AlQuran dan ilmu pe-ngetahuan.
Setelah meninggalkan jasmani, ruh tidak langsung berpindah ke syurga atau ke
neraka, tetapi singgap terlebih dahulu di alam barzakh. Kata barzakh berasal
dari bahasa Persia. Digunakan oleh orang Arab untuk menyatakan arti “tempat di
antara dua tempat”. Sedangkan, AlQuran menggunakannya untuk menyatakan arti
“periode atau kehidupan antara dua kehidupan”. Berdasarkan surat Al Mu’minuun
(23) ayat 100 yang kami kemukakan berikut ini: “agar aku berbuat amal yang saleh
terhadap yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
Perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari
mereka dibangkitkan[1022]. (surat Al Mu’minuun (23) ayat 100)
[1022] Maksudnya: mereka sekarang telah menghadapi suatu
kehidupan baru, Yaitu kehidupan dalam kubur, yang membatasi antara dunia dan
akhirat.
Dapat dikatakan bahwa
barzakh berarti suatu periode yang terjadi antara kematian dan datangnya hari
kiamat. Ilmu pengetahuan modern sejalan dengan AlQuran tentang adanya alam
barzakh ini dengan nama lain, yaitu alam eter. Menurut buku buku ilmu
pengetahuan modern, alam eter adalah ruang kosong yang berada di antara bumi
dan semua langit yang mengelilingi kita yang mencakup matahari dan planet
planet. Namun setelah penemuan penemuan luar biasa di bidang ilmu atom, ruang
kosong itu ditambah dengan ruang kosong yang ada di dalam semua benda padan dan
di dalam atom itu sendiri, yaitu antara ruang kosong yang berada di antara proton
dan elektron.
Ruh hidup bebas di
dalam ruang kosong yang sangat luas tanpa ada penghalang apapun dan dapat
menembus ke dalam ruang kosong yang ada dalam atom meskipun berada di dalam
dinding yang terbuat dari baja. Dan Ruh ruh di alam barzakh mungkin bahagia dan
mungkin sengsara. Mereka selalu diberitahu tempat tinggal yang akan mereka huni
di hari kiamat, baik di syurga maupun di neraka berdasarkan perbuatan yang
mereka lakukan di dunia. Allah SWT berfirman: “mereka dalam Keadaan gembira
disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang
hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul
mereka[249], bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. (surat Ali Imran (3) ayat 170)
[249] Maksudnya ialah teman-temannya yang masih hidup dan
tetap berjihad di jalan Allah s.w.t.
Adapun orang orang
kafir dan orang orang lalim mengetahui nasib akhir mereka di dalam neraka dan
azab yang pedih, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Waqi’ah (56) ayat 92,
93, 94 berikut ini: “dan Adapun jika Dia Termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat,
Maka Dia mendapat hidangan air yang mendidih,dan dibakar di dalam Jahannam.”
Ruh ruh hidup bebas
di alam barzakh di antara langit dan bumi tanpa terikat, baik dengan jasad
maupun kubur. Sebelum Islam datang, orang orang memuja kubur, membangunnya
dengan megah, serta meletakkan makanan, lampu dan penjaga karena adanya
keyakinan bahwa ruh terikat dengan kubur dan akan senang dengan keadaan lahir
yang seperti itu.
Ketika Islam datang,
segera memerintahkan kepada pengikutnya untuk memusnah-kan kubur kubur itu dan
meratakannya dengan tanah, bahkan melarang untuk menziarahinya dengan satu
tujuan agar mereka lupa akan tradisi jahiliah itu.Setelah mereka lupa akan hal
itu, mereka beriman, barulah Nabi SAW bersabda, “Dulu aku melarang ziarah kubur,
tetapi ziarahilah sekarang! Hal itu akan melembutkan hati”. Dalam
riwayat lain, “mengingatkan akan kematian”.Namun, beliau tidak mengata-kan
“membahagiakan mayit” yang berarti bahwa disana tidak ada hubungan antara ruh
mayit dengan kuburan dan antara ruh dengan jasad.
Tempat persinggahan
ruh di alam barzakh bertingkat-tingkat. Sebagian darinya ada yang berada di
tempat yang paling tinggi bersama para nabi, syuhada, orang-orang yang shaleh
dan sebagian lain ada yang berada di tempat paling rendah bersama para
pembunuh, pezina, dan orang orang yang musyrik. Demikianlah, tempat tempat ruh
di alam barzakh yang dilihat oleh Rasulullah SAW pada malam Isra’ Mi’raj. Di
alam barzakh para ruh saling berkunjung satu sama lain. Mereka juga mendengar
pembicaraan orang orang yang masih hidup, terpengaruh oleh doa doa mereka yang
baik dan mengunjungi mereka di mana pun mereka berada.
Selain
daripada itu, terdapat hal-hal yang dapat diambil oleh ruh yang berada di alam
barzakh terdiri dari dua hal,
a. Hal-hal yang ia kerjakan semasa masih hidup, sebagaimana
hadits berikut ini: “Rasulullah bersabda, “Amalan dan kebaikan seorang mukmin yang dapat
menyusulnya setelah ia meninggal adalah ilmu yang ia ajarkan atau sebarkan,
anak shaleh yang mendoakan, mushaf AlQuran yang ia wariskan, masjid yang ia
bangun, rumah yang ia bangun untuk ibnu sabil, sungai yang ia alirkan dan
sedekah yang ia keluarkan dari hartanya semasa ia hidup dan sehat.”
(Muttafaq’alaih). Sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh,
membangun rumah penampungan, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanam pohon
yang berbuah, semua itu akan mengangkat derajat ruh disisi Allah SWT.
b. Hal-hal yang dikerjakan orang-orang yang masih hidup yang
terdiri dari atas empat perkara, yaitu melunasi hutangnya, doa, shalat dan
puasa untuknya, membaca AlQuran untuk ruhnya, sedekah jariah untuknya dan lain
sebagainya.
Masalah
ruh dan yang berkenaan dengannya telah dibatasi oleh kerangka AlQuran dan juga
oleh hadits, sehingga tidak akan keluar dari kerangka itu kecuali sebatas yang
dibolehkan oleh pemahaman secara bahasa maupun syariat. Allah SWT berfirman: “dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (surat
Al Israa’ (17) ayat 85). Rasulullah SAW bersabda: Pikirkanlah ciptaan Allah dan jangan pikirkan dzatNya karena kalian
nanti akan binasa. (Kanzu Al Umal). Hal ini karena wahyu dari Sang
Pencipta adalah satu-satunya sumber pengetahuan tentang hal-hal yang ghaib yang
tidak dapat ditangkap oleh indera dan tidak dapat diketahui oleh nalar murni.
Oleh karena itu, apa saja yang dikatakan wahyu akan kita percayai, dan yang
bertentangan dengannya akan kita buang dan tidak kita terima. Selain itu, ruh
adalah salah satu bukti kebesaran dan kemahaan Allah SWT, sehingga hanya Allah
SWT lah yang mengetahui rahasianya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Apakah
Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau
rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (surat Al Mulk (67) ayat
14)
Akhirnya,
hakekat ruh akan tetap menjadi teka teki, rahasia yang tersembunyi, dan
tantangan bagi akal manusia hingga waktu yang dikehendaki oleh Allah SWT. Ruh
adalah rahasia kehidupan manusia. Allah SWT mengkhusukan pengetahuan ruh untuk
diri-Nya sendiri. Adapun bagaimana ruh menempatkan diri dalam jasmani atau
meninggalkannya adalah masalah masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah
SWT. Sehingga yang tampak oleh kita dalam realita kehidupan adalah hidup, tidur
dan kematian. Dan masih banyak lagi rahasia di balik rahasia yang terdapat di
dalam ruh, yang tidak lain adalah jati diri kita yang sesungguhnya. Semoga kita
mampu menjadikan ruh ini menjadi jati diri kita yang sesungguhnya dan mampu
mempertahakan kefitrahan ruh selama kita hidup di dunia ini sampai diri kita
bertemu langsung dengan Allah SWT di syurga-Nya kelak. Amien.
2.
Siapakah Pencipta Ruh
Manusia. Ruh adalah salah satu unsur yang ada pada diri kita,
tanpa adanya ruh dalam diri maka kita belum dapat dikatakan sebagai seorang
manusia. Manusia baru dapat dikatakan sebagai manusia, jika sudah terdiri dari
jasmani dan ruh serta setelah dipersatukan keduanya terjadilah hidup dan jika
setelah dipersatukan lalu dipisahkan keduanya berakhirlah hidup manusia.
Selanjutnya darimanakah asalnya ruh tersebut atau siapakah yang menciptakan ruh?
Apakah ruh datang begitu saja ke dalam jasmani manusia tanpa ada yang
menciptakan? Apakah manusia mampu membuat ruh untuk dirinya sendiri? Untuk
menjawab pertanyaan ini mari kita pelajari surat Shaad (38) ayat 72-73 yang kami
kemukakan berikut ini: “Maka apabila telah
Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka
hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya". lalu seluruh
malaikat-malaikat itu bersujud semuanya.” Dan berdasarkan surat
Shaad (38) ayat 72-73 di atas, terdapat beberapa ketentuan yang mengatur
tentang ruh, yaitu :
a. Ruh
ditiupkan langsung oleh Allah SWT tanpa melalui perantaraan siapapun juga dan
ini berarti ruh ada karena ada yang menciptakan dan yang menciptakan ruh adalah
Allah SWT semata;
b. Allah SWT meniupkan
ruh ke dalam jasmani setelah jasmani sempurna se-hingga setiap manusia pasti
terdiri dari jasmani dan ruh;
c. Ruh
masuk ke dalam jasmani melalui proses peniupan sedangkan jasmani di-cipta-kan
bukan melalui proses peniupan, melainkan melalui proses penciptaan.
Sekarang bedakah
antara sesuatu yang diciptakan (maksudnya jasmani) dengan sesuatu yang
ditiupkan (maksudnya ruh)? Sesuatu yang diciptakan baru akan ada setelah diciptakan, jika ia tidak
pernah diciptakan maka sesuatu itu tidak akan pernah ada serta mustahil diakal
jika pencipta ada setelah ciptaannya ada. Lalu bagaimana dengan sesuatu
yang ditiupkan? Sesuatu yang ditiupkan sangat berbeda dengan sesuatu yang diciptakan.
Hal ini disebabkan oleh sesuatu yang ditiupkan sudah ada sebelum ditiup-kan,
sekarang dimana adanya ruh sebelum ditiupkan? Adanya bersama pada yang
meniupkan, dalam hal ini Allah SWT.
Berdasarkan kondisi
ini terlihat sangat jelas bahwa ruh lebih tinggi kedudukannya, lebih terhormat
kedudukannya dibandingkan dengan jasmani yang asalnya dari saripati tanah.
Selanjutnya jika ruh
yang ada pada diri manusia berasal dari Allah SWT melalui proses peniupan,
timbul pertanyaan apa yang sebenarnya yang ditiupkan oleh Allah SWT itu, apakah
sesuatu yang bersifat remeh temeh atau sesuatu yang merupakan bagian dari Allah
SWT itu sendiri? Jika kita berpedoman kepada tidak adanya teknologi yang
canggih yang bagaimanapun juga, yang mampu mempelajari secara detail tentang
karakteristik ruh, maka yang ditiupkan oleh Allah SWT ke dalam jasmani manusia
tidak lain adalah bagian atau sesuatu yang tidak terpisahkan dari Allah SWT itu
sendiri yang intinya ruh adalah bentuk dari penampilan dari kebesaran dan
kemahaan Allah SWT itu sendiri.
Lalu patut dan
pantaskah jika Allah SWT memerintahkan kepada seluruh Malaikatnya yang ada pada
saat itu untuk sujud kepada Nabi Adam as. (maksudnya adalah sujud kepada ruh
Nabi Adam as,)? Apa yang diperintahkan oleh Allah SWT memang sepatutnya
dilakukan oleh Malaikat. Allah SWT berfirman:“Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud. (surat Al Hijr
(15) ayat 29). Adanya
perintah sujud ini menunjukkan bahwa diri kita yang sesungguhnya (maksudnya
adalah ruh) lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Malaikat dan ini juga
menandakan bahwa sejak awal manusia sudah ditempatkan oleh Allah SWT sebagai
makhluk yang terhormat. Sebagai makhluk yang awalnya terhormat, sekarang masih
terhormatkah diri kita saat ini? Jika tidak berarti ada yang salah dalam diri kita.
Sekarang jika seluruh ruh
berasal dan diciptakan hanya oleh Allah SWT, apakah mungkin sesuatu yang
berasal langsung dari Allah SWT mempunyai sifat buruk, mempunyai sifat jahat,
mempunyai sifat tercela, mempunyai sifat munafik, mempunyai sifat kejam
dan seterusnya? Allah SWT sebagai yang
Maha Terhormat lagi Terpuji tentu akan memperlihatkan, tentu akan menunjukkan
kehormatan yang dimilikinya dengan cara yang terhormat pula. Adanya kondisi ini
maka tidak akan mungkin ruh memiliki sifat atau diberikan sifat yang tidak
mencerminkan kehormatan peniupnya sehingga yang ada hanya hanyalah Nilai-Nilai
Kebaikan yang menyertai ruh yang masuk ke dalam diri kita.
Lalu adakah campur
tangan dari pihak manapun di dalam proses penciptaan dan peniupan ruh? Ruh diciptakan dan
ditiupkan hanya oleh Allah SWT tanpa melibatkan siapapun juga sehingga ruh
suci, murni hanya diciptakan dan ditiupkan oleh Allah SWT semata, sebagaimana
firmanNya berikut ini: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu
termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit”. (surat Al Israa’ (17) ayat
85). Adanya
kondisi ini berarti hanya Allah SWT sajalah yang memiliki ilmu dan tentang ruh
atau hanya Allah SWT saja Yang Maha Ahli tentang ruh. Selanjutnya jika ruh
berasal dan diciptakan oleh Allah SWT secara langsung, apakah mungkin ruh tidak
patuh dan taat kepada Allah SWT? Apakah ruh berani menentang Allah SWT seperti
Iblis berani menantang Allah SWT? Sesuatu yang berasal dari Allah SWT dapat
dipastikan selalu baik, benar, patuh dan taat. Timbul pertanyaan baru, dari
dzat-dzat apakah ruh diciptakan oleh Allah SWT? Jika benar ruh diciptakan oleh
Allah SWT dari dzat-dzat atau bahan-bahan tertentu lalu mampukah kita
mempelajarinya? Dan jika ruh dapat dipelajari oleh manusia, dapatkah manusia
mencari sebuah ruh yang akan dipelajarinya? Allah SWT melalui surat Al Israa’
(17) ayat 85 berfirman bahwa urusan ruh adalah Urusan Allah SWT, sehingga
manusia tidak akan mempunyai kemampuan untuk mempelajari asal muasal dzat
pembentuk ruh.
Manusia hanya bisa mempelajari ruh sebatas pengetahuan
luarnya saja atau sebatas keterangan-keterangan saja. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Allah SWT itu sendiri yang menyatakan tidaklah kamu diberi
pengetahuan walaupun sedikit. Ingat sedikitnya Allah SWT tentu berbeda dengan
sedikitnya manusia. Adanya kondisi ini berarti tidak ada kata tabu atau tidak
ada larangan untuk mempelajari ruh. Hanya saja kesempatan untuk mempelajari ruh
tidak seperti kita mempelajari atom dan ion yang ada di alam semesta ini karena
ilmu tentang ruh yang dikemukakan oleh Allah SWT hanya sedikit yang
dikemukakan. Manusia dengan segala teknologi yang ada tidak akan pernah mampu
untuk mempelajari ruh sampai hal yang sekecil-kecilnya seperti kita mempelajari
atom ataupun ion. Sekarang bagaimana mungkin manusia akan mempelajari ruh
sedangkan manusia itu sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk mendapatkan
contoh atau bahan baku atau material dasar dari ruh untuk dipelajarinya?
Jika sampai ruh bisa dipelajari oleh manusia berarti Dzat
Allah SWT pun bisa dipelajari. Dan jika ini yang terjadi maka ketentuan
sebagai berikut berlaku yaitu sesuatu yang bisa dipelajari, sesuatu yang bisa
dianalisa, maka yang mempelajari atau yang menganalisa sesuatu pasti ia lebih
baik dan lebih mampu dibandingkan sesuatu yang bisa dipelajari dan bisa
dianalisa. Kenyataan yang ada pada saat ini sampai dengan hari kiamat
kelah adalah ruh ataupun pencipta ruh itu sendiri tidak akan pernah bisa
dipelajari ataupun tidak akan bisa dianalisa seperti layaknya atom dan ion.
Adanya kondisi ini dapat dikatakan bahwa pengetahuan tentang ruh hanya Allah
SWT sajalah yang tahu sampai kapanpun juga.
Untuk menambah
pengertian dan pemahaman tentang ruh, berikut ini akan kami kemukakan sebuah
ilustrasi sebagai berikut: Sekarang
dapatkah kita mengetahui kondisi dan keadaan mobil merk Toyota dengan baik dan
benar justru kita pergi ke Mitsubishi? Jika ini yang terjadi maka kita
tidak akan pernah tahu dan tidak akan pernah mengerti tentang mobil merk
Toyota. Sekarang bagaimana dengan ruh yang diciptakan hanya oleh Allah SWT? Jika hanya Allah SWT saja pencipta ruh berarti hanya
Allah SWT sajalah yang paling Ahli tentang ruh, hanya Allah SWT sajalah yang
paling mengerti tentang ruh, hanya Allah SWT sajalah yang mampu memperbaiki,
yang mampu mengembalikan kondisi ruh sesuai dengan kondisi yang aslinya.
Sekarang adakah makhluk atau pihak manapun juga yang mampu memperbaiki, yang
mampu mengembalikan kondisi ruh sesuai dengan aslinya? Sampai dengan kapanpun, tidak akan pernah ada
yang mampu memperbaiki, atau mengem-balikan kondisi ruh seperti sediakala
(maksudnya kefitrahannya). Sekarang jika ada orang, atau kelompok tertentu yang
mampu memperbaiki, yang mampu mengemba-likan kondisi ruh seperti sediakala, apa
yang harus kita perbuat? Yang dapat kita perbuat adalah sarankan kepada mereka
untuk Taubatan Nasuha sebelum ruh mereka tiba dikerongkongan.
Jika ini adalah kondisi dasar dari ruh dari sudut pandang penciptanya, sudahkah
kita mengetahuinya, sudahkah kita berhubungan dan berkomu-nikasi dengan Allah
SWT untuk memperbaiki kondisi ruh jika mengalami gangguan akibat pengaruh buruk
dari ahwa (hawa nafsu) dan juga setan.
Apakah ruh yang
diciptakan oleh Allah SWT berbeda-beda kualitasnya antara satu orang dengan
orang lainnya atau apakah ruh mengenal suku bangsa? Ruh setiap manusia sama kualitasnya. Allah SWT
tidak pernah membeda-bedakan ruh manusia, siapapun orangnya, apakah akan
menjadi orang yang beriman ataukah menjadi orang yang kafir, kualitasnya tidak
dibeda-bedakan alias sama. Selain daripada itu ruh yang diciptakan Allah SWT
tidak mengenal apa yang dinamakan dengan suku bangsa, sebab yang mengenal suku
bangsa adalah jasmani. Ruh juga tidak mengenal istilah kelamin, laki-laki atau
perempuan, sebab yang mengenal laki-laki atau perempuan adalah jasmani. Ruh
juga tidak ada yang cacat yang mengalami disabilitas adalah jasmani. Dan juga
ruh juga tidak mengenal apa yang dinamakan dengan nilai-nilai keburukan, sebab
yang mengenal nilai-nilai keburukan adalah jasmani.
Timbul pertanyaan
baru, adakah makhluk lain yang ada di jagad raya ini yang memiliki ruh seperti
yang dimiliki oleh manusia? Sampai dengan saat ini dan juga sampai dengan hari kiamat kelak hanya
manusia sajalah yang memiliki ruh yang berasal dari Allah SWT. Adanya
kondisi seperti ini menandakan bahwa manusia yang tidak lain adalah khalifah di muka
bumi, sudah ditempatkan, sudah diletakkan, sudah diposisikan lebih mulia, lebih
terhormat dibandingkan dengan malaikat, jin/iblis/setan, tumbuhan, hewan, air
dan udara. Apa buktinya? Buktinya adalah diperintahkannya malaikat untuk
sujud kepada Nabi Adam as, setelah ditiupkannya ruh ke dalam jasad Nabi Adam
as. Dan sebagai
makhluk yang terhormat dibandingkan dengan jin/iblis/setan yang telah dikutuk
oleh Allah SWT, berarti manusia tidak akan dapat dikalahkan oleh
jin/iblis/setan. Selanjutnya apakah kondisi ini masih berlaku? Jika saat ini
jin/iblis/setan dapat mengalahkan manusia berarti ada sesuatu yang salah di
dalam diri kita. Untuk itu segeralah introspeksi diri saat ini juga,
dikarenakan kita tidak tahu kapan Malaikat Maut memisahkan ruh dengan jasmani
diri kita dan selanjutnya terserah kepada diri kita sendiri.
3. Kapan Ruh Ditiupkan
(Dipersatukan) Dengan Jasmani. Kapankah ruh ditiup-kan, atau kapankah ruh
mulai dipersatukan dengan jasmani oleh Allah SWT? Berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 9
berikut ini: “kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” Ruh/ruhani mulai
ditiupkan ke dalam jasmani setelah kondisi dan keadaan jasmani sempurna
(maksudnya janin telah sempurna berbentuk manusia). Lalu setelah itu Allah SWT
juga memberikan pendengaran, penglihatan dan juga perasaan (af’idah) kepada
manusia baru tersebut sebagai bagian dari Amanah yang 7 yang akan dimintakan
pertanggungjawabannya kelak oleh Allah SWT. Timbul pertanyaan kapan kondisi itu
terjadi? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari Muslim berikut ini: “Abdullah bin Mas’ud ra,
berkata: Rasulullah SAW yang benar dan harus dibenarkan telah menerangkan
kepada kami: “Sesungguhnya seseorang terkumpul kejadiannya dalam perut ibunya
empat puluh hari berupa mani, kemudian berupa sekepal darah selama itu juga
kemudian berupa sekepal daging selama itu juga, kemudian Allah mengutus
Malaikat yang diperintah mencatat empat
kalimat dan diperintah: “Tulislah Amalnya, rizqinya, ajalnya dan nasib baik dan
sial (celaka), kemudian ditiup ruh kepadanya. Maka sesungguhnya adakalanya
seorang dari kamu melakukan amal ahli sorga sehingga antaranya dengan sorga
hanya sehasta, tetapi adakalanya dalam suratan pertama, tiba-tiba melakukan
amal ahli neraka, dan adakalanya seorang berbuat amal ahli neraka sehingga antaranya
dengan neraka hanya sehasta, tiba-tiba dalam ketentuan suratannya ia berubah
mengerjakan ahli sorga”. (Hadits
Riwayat Bukhari, Muslim).
Berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim di atas ini, Allah SWT meniupkan ruh ke
dalam jasmani setelah jasmani tumbuh secara sempurna dalam rahim seorang ibu
dalam hal ini kurang lebih setelah 120
(seratus dua puluh) hari atau setelah Malaikat diperintah oleh Allah SWT untuk
mencatat tentang empat hal, yaitu catatan Amal, catatan Rezeki, catatan Ajal
dan catatan Nasib Baik dan Sial (Celaka) atas kondisi awal jasmani yang ada di
dalam rahim Ibu. Sehingga seseorang baru dapat dikatakan sebagai seorang
manusia setelah bersatunya ruh dengan jasmani yaitu saat janin berusia 120 (seratus dua puluh) hari di
dalam rahim ibu. Hal ini dipertegas jika janin yang telah berusia diatas 120
(seratus dua puluh) hari atau sama dengan 120 (seratus dua puluh) hari
mengalami keguguran atau meninggal dunia, maka kita diwajibkan oleh Allah SWT
untuk menshalatinya atau timbul kewajiban untuk shalat jenazah.
Selain daripada itu,
jika terdapat catatan yang dibuat oleh Malaikat sebelum ruh ditiupkan bukanlah
catatan untuk ruh yang ditiupkan dikarenakan ruh masih fitrah dan juga bukan pula catatan untuk manusia
karena manusia harus terdiri dari jasmani dan ruh, sedangkan pada waktu catatan
dibuat oleh Malaikat ruh belum ditiupkan atau belum dipersatukan dengan jasmani.
Lalu apa yang terjadi pada ruh setelah ditiupkan ke dalam janin saat masih di
dalam rahim seorang ibu? Setelah ruh
ditiupkan ke dalam janin maka ruh akan mengisi seluruh bahagian bahagian yang
ada di dalam janin tanpa terkecuali. Sehingga ruh akan mengisi setiap sel sel
serta seluruh jaringan syaraf yang ada di dalam janin atau mengisi setiap ruang
dan celah yang ada di dalam tubuh manusia tanpa terkecuali. Lalu apa yang
terjadi berikutnya? Setelah ruh mengisi seluruh komponen dan jaringan yang ada
di dalam tubuh manusia, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan hidup yang
terjadi di dalam rahim seorang ibu. Pernahkah kita merenungkan keadaan ini lalu
mampukah kita melihat betapa luar biasanya Allah SWT.
Setelah manusia lahir
lalu apa yang terjadi dengan ruh? Ruh
akan mengikuti setiap perkembangan jasmani. Sehingga ruh akan terus berkembang
mengikuti tumbuh dan berkembangnya jasmani. Semakin jasmani tumbuh dan
berkembang dari waktu ke waktu maka ruh pun akan tumbuh dan berkembang
mengikuti perkembangan jasmani tanpa terkecuali. Dan ingat, ruh tidak ada
yang cacat atau mengalami kerusakan sedikitpun baik sebelum dipersatukan dengan
jasmani ataupun setelah dipersatukan dengan jasmani. Sehingga bentuk ruh akan
mengikuti bentuk dan rupa jasmani.
Lalu, seperti apakah
perkembangan ruh setiap orang? Disilah salah satu letak betapa Allah SWT sangat
sempurna mempersiapkan rencana besar keberadaan manusia di muka bumi melalui
adanya perkembangan ruh seseorang yang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
jasmani seseorang. Katakan saat diri kita lahir memiliki panjang tubuh hanya 50
cm, maka pada saat itu pula panjangnya ruh sesuai dengan panjangnya tubuh kita.
Allah SWT berfirman: “dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah
tumbuh berangsur angsur (dengan sebaik-baiknya), (surat Nuh (71) ayat 17).” Jika
jasmani berkembang sesuai dengan bertambahnya usia, maka ruh pun bertambah
sesuai dengan berkembangnya jasmani seseorang dan seterusnya. Sampai kapan
perkembangan ruh mengikuti perkembangan jasmani manusia? Jawaban pastinya hanya
Allah SWT saja yang tahu secara pasti dikarenakan Allah SWT yang memegang
rahasia ini.
4. Adanya Kesaksian Ruh Kepada Allah SWT. Apa yang akan ruh
lakukan pada waktu pertama kali masuk atau bergabung di dalam jasmani manusia
disaat masih dalam rahim ibu? Apakah ruh berontak? Apakah ruh tunduk dan patuh
kepada Allah SWT? Apakah ruh diam saja pada saat ruh masuk (dipersatukan) dengan
jasmani? Jawaban dari pertanyaan ini ada
pada surat Al A’raaf (7) ayat 172 sebagaimana berikut ini: “Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Berdasarkan surat Al
A’raaf (7) ayat 172 yang kami kemukakan
di atas terdapat 3(tiga) buah ketentuan dan keterangan yang wajib kita jadikan
pedoman saat melaksanakan rencana besar penciptaan manusia di muka bumi, yaitu:
a. Adanya Pernyataan Allah
SWT Bahwa Allah SWT Adalah Tuhan Bagi Diri Kita. Allah SWT melalui
surat Al A'raaf (7) ayat 172 dengan tegas menyatakan bahwa Allah SWT adalah
Tuhan bagi diri kita. Melalui pernyataan
ini maka Allah
SWT dengan tegas menyatakan bahwa Akulah Tuhan, Akulah Pencipta, Aku
Pemelihara, Aku Pengawas, Akulah Penguasa, Akulah Pengayom, Akulah Pembimbing,
Akulah Penjaga, Akulah Pemberi dan seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna di
mana itu semuanya bersifat Baqa, bersifat Qiyamuhu Binafsih, bersifat
Wahdaniah, bersifat Mukhalafatul Lil Hawadish, dalam satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Jika sekarang Allah SWT sudah memberikan kesaksian dan
pernyataan tentang diri-Nya sendiri seperti ini, selanjutnya maka : (1) Ilmu
Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (2) Pendengaran dan
penglihatan Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (3) Qudrat
dan Iradat selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (4) Kalam dan Hayat
selalu ada di tengah dan disekeliling kita; (5) Kasih sayang, pengawasan,
pemeliharaan dari Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling diri kita.
Akhirnya kita tidak
dapat dipisahkan dari ilmu, pendengaran, penglihatan, qudrat, iradat, kalam,
hayat, kasih sayang, pengawasan dan pemeliharaan Allah SWT. Jika itu semua adalah
posisi dan juga keadaan dari pernyataan dan kesaksian Allah SWT kepada seluruh
makhluk-Nya. Selanjutnya apakah kita akan menyianyiakannnya atau apakah kita
akan mengabaikannya atau apakah kita mau menerima pernyataan dan kesaksian
Allah SWT dengan sebenar-benarnya? Sekarang tinggal
bagaimana kita menyikapi kesaksian dan pernyataan Allah SWT itu, maukah kita
menerima dan mempercayai atau menolak atau apakah kita akan menggantinya dengan
yang lain? Yang pasti kita yang sangat membutuhkan Allah SWT sedangkan Allah
SWT tidak butuh sama sekali dengan diri kita.
b. Adanya Pernyataan Ruh kepada Allah SWT. Inilah pengakuan ruh di dalam rahim ibu kita pada waktu
berumur 120 (seratus dua puluh) hari atau setelah ruh ditiupkan ke dalam
jasmani yaitu ruh memberikan kesaksian bahwa Allah SWT adalah Tuhan. Adanya
kondisi seperti ini dapat dikatakan bahwa setiap ruh secara individual atau
secara pribadi-pribadi tanpa terkecuali, telah mengakui, telah menyatakan
dengan tegas tanpa ada paksaan dari siapapun juga bahwa Allah SWT adalah Tuhan
bagi seluruh umat manusia. Selanjutnya apa yang terjadi setelah ruh mengakui bahwa
Allah SWT adalah Tuhan? Adanya pengakuan ruh secara individual kepada Allah SWT
berarti ruh telah memberikan kesaksian tentang Allah SWT sehingga ruh telah
beriman kepada Allah SWT dan adanya
kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa ajaran Islam tidak mengenal konsep
reinkarnasi. Sekarang timbul pertanyaan, atas dasar apakah ruh mengakui bahwa
Allah SWT adalah Tuhan sehingga ruh telah beriman kepada Allah SWT?
Pengakuan dan
kesaksian ruh kepada Allah SWT bahwa Allah SWT adalah Tuhan dikarenakan ruh mengenal
siapa Allah SWT; ruh tahu apa dan bagaimana Allah SWT; ruh tahu dari mana ia
berasal serta ruh tahu bahwa Allah SWT-lah yang menciptakannya. Lalu apakah
hanya itu saja sehingga ruh mengakui Allah SWT adalah Tuhan? Ruh adalah
bagian dari Allah SWT, jika suatu bagian dipisahkan dari asalnya maka bagian
yang dipisahkan pasti akan tahu, pasti akan mencari sesuatu yang sama dengan
dirinya, pasti akan menuju kepada asalnya dan selanjutnya pasti akan mengetahui
siapa asalnya tersebut. Jika ruh tahu bahwa Allah SWT adalah Tuhan
dimana pernyataan itu sudah dinyatakan sejak awal kehidupan manusia atau sejak
dipersatukannya ruh dengan jasmani maka apakah hal ini tidak cukup bagi kita
untuk beriman kepada Allah SWT selama-lamanya.
Hal yang harus kita
perhatikan tentang pernyataan ruh kepada Allah SWT adalah apakah kualitas
pernyataan yang telah kita lakukan kepada Allah SWT masih tetap sama kondisinya
atau kualitasnya masih seperti saat pertama kali menyatakan Allah SWT adalah
Tuhan bagi diri kita? Sebagai makhluk yang
terhormat sudah sepatut-nya dan sepantasnya jika pernyataan ruh kita kepada
Allah SWT tetap terpelihara, tetap terjaga kualitasnya dari waktu ke waktu dan
jangan sampai menurun kualitas akibat pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan setan.
c. Sampai Kapankah Masa
Berlakunya Pernyataan Ruh Kepada Allah SWT. Seka-rang bagaimana dengan masa berlakunya pernyataan ruh kepada Allah
SWT, apakah memiliki masa berlaku? Pernyataan ruh kepada Allah SWT juga
memiliki masa berlaku, yaitu masa berlaku dalam arti umum dan masa berlaku dalam arti khusus.
Secara umum masa berlakunya sepanjang manusia ada di muka bumi atau sepan-jang
di muka bumi ini masih ada manusia atau sepanjang masih ada kehidupan manusia
di muka bumi maka pernyataan ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT masih
berlaku sampai dengan hari kiamat tiba.
Sekarang bagaimana dengan masa berlaku pernyataan ruh dalam arti khusus
yaitu masa berlaku bagi individual atau bagi pribadi-pribadi? Bagi individual
atau secara pribadi-pribadi masa berlaku pernyataan ruh kepada Allah SWT dapat
dibedakan menjadi 2(dua) yaitu: (1) dimulai dari saat
ditiupkannya ruh ke dalam jasmani sampai dengan sebelum ruh tiba dikerongkongan
dan/atau; (2) dimulai dari saat ditiupkannya ruh dalam jasmani sampai dengan
diri kita sendiri yang memutuskan untuk tidak mau melaksanakan pernyataan yang
telah kita buat atau diri kita sendiri yang memutuskan hubungan dengan Allah
SWT dengan tidak mau lagi melaksanakan komitmen bertuhankan kepada Allah SWT.Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, maka dapat dikatakan
bahwa masa berlaku pernyataan bertuhankan kepada Allah SWT bagi individual sangat tergantung kepada
individu-individu itu sendiri, yaitu: (a)
Apakah ia mau menerima, apakah ia mau
melaksanakan komitmen ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT ataukah; (b) Apakah ia tidak mau menerima dan
tidak mau melaksanakan komitmen ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT.
Ini berarti jika kita mau berkomitmen untuk melaksanakan pengakuan ruh
untuk bertuhankan kepada Allah SWT maka masa berlaku pernyataan bertuhankan
hanya kepada Allah SWT (syahadat) yang kita lakukan akan panjang yaitu selama
pengakuan tersebut terus kita lakukan dari waktu ke waktu selama hayat di
kandung badan sehingga terjadilah kontrak permanen. Demikian pula sebaliknya,
jika kita memutuskan untuk tidak mau melaksanakan komitmen ruh untuk
bertuhankan hanya kepada Allah SWT maka sampai disitulah masa berlaku syahadat
yang kita lakukan atau berakhirlah pernyataan
diri kita kepada Allah SWT. Sekarang
pilihan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan komitmen yang telah ruh
lakukan untuk bertuhankan hanya kepada Allah SWT tergantung pada diri kita
sendiri.
Setelah
menjalani hidup di dunia ini, bagaimanakah kualitas dari pernyataan diri kita
kepada Allah SWT, apakah masih tetap utuh seperti sediakala ataukah sudah berubah ataukah kita telah melanggar janji dengan berubah
sikap sehingga tidak lagi mau mengakui Allah SWT sebagai Tuhan? Mudah-mudahan
kualitas dari pernyataan diri kita kepada Allah SWT tidak berubah sedikitpun
sehingga kemudahan menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya dapat kita
rasakan dan nikmati dan selanjutnya dapat menghantarkan diri kita ke “Kampung
Kebahagiaan”. Terkecuali jika kita hendak pulang ke” Kampung Kesengsaraan dan
Kebinasaan” maka lakukanlah ingkar janji atau berpalinglah dari pernyataan dan
kesaksian kita kepada Allah SWT. Selamat memilih dan menentukan
sikap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar