Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 06 Juni 2024

INILAH YANG AKAN KITA PEROLEH DAN RASAKAN DARI KETAUHIDAN YANG ADA DALAM DIRI (PART 3 OF 5)


 

E. KETAUHIDAN  DALAM DIRI AKAN MENGHANTARKAN DIRI KITA MENDAPATKAN GANJARAN  BERUPA KEBAIKAN DI KEHIDUPAN DUNIA MAUPUN DI AKHIRAT KELAK.

 

Adanya ketauhidan dalam diri yang baik dan benar akan mampu menghantarkan diri kita memperoleh dan mendapatkan ganjaran berupa kebaikan yang berlipat ganda baik di kehidupan dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (surat Al Baqarah (2) ayat 261).

 

Saat ini sampai dengan hari kiamat tiba, Allah SWT sudah menetapkan adanya kepastian hukum atas kebaikan dan keburukan sebagaimana tertuang di dalam surat An Nahl (16) ayat 96 berikut ini: “apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. dan Sesungguhnya Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Dan juga berdasarkan surat An An’am (6) ayat 160 berikut ini: “Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” serta berdasarkan ketentuan surat Ar Rahmaan (55) ayat 60 seperti yang kami kemukakan berikut ini: “tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”  

 

Berdasasarkan ketentuan di atas, Allah SWT pasti akan memberi balasan setiap kebaikan dengan kebaikan (pahala) yang lebih baik dari apa yang telah kita kerjakan. Demikian pula Allah SWT juga akan membalas keburukan (kejahatan) dengan keburukan (kejahatan) pula sesuai dengan kadar atau seimbang dengan keburukan (kejahatan) yang dilakukan oleh seseorang.

 

Sedangkan berdasarkan ketentuan hadits berikut ini: Abu Darda ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku berniat melakukan suatu kejahatan, maka janganlah kamu catat sebelum ia melaksanakannya. Bila telah dilaksanakannya, catatlah sebagai satu kejahatan. Akan tetapi bila ia berniat melakukan suatu kebajikan namun tidak jadi dilaksanakannya, maka catatlah baginya satu kebajikan. Bila ia melaksanakannya, maka catatlah untuknya sepuluh kebajikan. (Hadits Qudsi Riwayat Bukhari, Muslim; 272: 23). Hadits ini mengemukakan bahwa Allah SWT juga telah memberikan sebuah kepastian hukum yang mengikat terutama di dalam besaran kebaikan dan juga besaran keburukan. Adapun ketetapan hukum atas besaran kebaikan (pahala)  yang akan diberikan Allah SWT kepada yang berbuat kebaikan sebagai berikut : apabila seseorang berniat berbuat kebaikan maka catatlah sebagai satu kebajikan dan jika niat kebaikan dilaksanakan maka catatlah untuknya sepuluh kebajikan. Sedangkan bagi orang yang baru  berniat untuk melakukan keburukan, niatnya belum dicatat sebagai sebuah keburukan sepanjang niat itu belum dilaksanakan. Keburukan baru dicatat sebagai satu keburukan jika niat keburukan sudah dilaksanakan oleh pelakunya. Inilah salah satu contoh dari matematika Allah SWT yang berlaku kepada diri kita dan juga kepada anak dan keturunan kita.

 

Hal yang tidak akan pernah terjadi adalah Allah SWT salah di dalam menetapkan balasan kebaikan ataupun balasan keburukan yang telah kita lakukan. Ingat, Allah SWT memiliki Malaikat Raqib dan Malaikat Atid sebagai petugas pelaksana yang telah diberi mandat oleh Allah SWT yang tidak akan pernah lalai sedikitpun di dalam melaksanakan tugasnya terutama di dalam memonitor, merekam, mencatat seluruh aktivitas manusia melalui program CCTV yang ada padanya. Seluruh data yang dipegang oleh Malaikat Raqib dan Malaikat Atid tetap utuh, sesuai dengan apa yang terjadi, sesuai dengan aslinya tanpa ada pengurangan, tanpa penambahan ataupun proses pensensoran oleh siapapun juga dan siap diperlihatkan kepada diri kita saat hari berhisab tiba.

 

Sekarang apa yang dicatat oleh kedua malaikat yang obyek utamanya adalah diri kita, lalu apa yang bisa kita perbuat dengan apa yang telah dicatat oleh malaikat? Sebagai obyek yang akan dinilai dan dicatat oleh Malaikat maka kita tidak bisa mengelak atau menghindar dari apa yang telah dilakukan oleh Malaikat di dalam mencatat apa-apa yang kita lakukan dan yang harus kita persiapkan adalah bagaimana caranya untuk mempertanggungjawabkan terhadap apa-apa yang telah kita lakukan, terutama dalam hal keburukan atau kejahatan yang telah kita lakukan.

 

Apalagi Allah SWT telah dengan tegas menyatakan dalam surat Ath Thalaaq (65) ayat 11 sebagaimana berikut ini: “(dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya. dan Barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.” Ayat ini mengemukakan tentang fasilitas yang akan diberikan kepada orang yang beriman dan beramal shaleh, yaitu

 

1.     Dikeluarkan dari kegelapan ke cahaya terang benderang.

2.     Dikeluarkan dari kesesatan  menuju kepada petunjuk Ilahi.

3.     Dikeluarkan dari keragu-raguan menuju kepada keyakinan.

4.     Dikeluarkan dari kekafiran menuju kepada keimanan serta

5.   Dimasukkan ke dalam syurga-Nya dan yang terakhir Allah SWT akan selalu mem-beri-kan rezeki yang terbaik kepada diri kita yaitu rezeki yang penuh keberkahan.

 

Selain daripada itu, Allah SWT juga tidak akan pernah menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, seperti yang kami kemukakan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 40 berikut ini: “Sesungguhnya Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar[298].”

 

[298] Maksudnya: Allah tidak akan mengurangi pahala orang-orang yang mengerjakan kebajikan walaupun sebesar zarrah, bahkan kalau Dia berbuat baik pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah.

 

Inilah salah satu bentuk dari pernyataan sikap dari Allah SWT yang pasti mengganjar setiap kebaikan walaupun kebaikan itu seberat zarrah, demikian pula dengan keburukan. Dan jika yang ada sekarang dalam diri seseorang adalah keburukan dan juga kejahatan berarti kesemuanya berasal dari diri kita. Tidak ada jalan keluar dari keburukan ataupun kejahatan kecuali memper-tanggungjawabkannya di akhirat kelak atau jika kematian belum tiba lakukanlah taubatan nasuha.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa  saat hari mempertanggungjawabkan atas apa apa yang kita lakukan saat hidup di dunia, mulut tidak bisa berkata-kata. Justru kaki, tangan, telinga, mata dan kulit yang dapat berkata-kata saat diri kita diminta mempertanggungjawaban segala tindakan kita yang kesemuanya disesuaikan dengan apa apa  yang telah dicatat oleh malaikat pencatat. Dan kita tidak bisa menghindar lagi serta kita tidak bisa berbohong lagi lalu bersiap menerima akibat dari perbuatan diri kita. Jadi pilihan untuk berbuat kebaikan ataupun berbuat keburukan dan kejahatan sudah ada pada diri kita, silahkan berbuat dan ingat segala resiko tanggung sendiri.

 

F.    KETAUHIDAN DALAM DIRI AKAN MENGHANTARKAN DIRI KITA  MEN-DAPATKAN PEMAHAMAN DAN KEMUKJIZATAN ALQURAN

 

Adanya ketauhidan dalam diri yang baik dan benar akan menghantarkan diri kita mendapatkan pemahaman AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT serta mampu pula merasakan rasa kemukjizatan AlQuran yang sangat luar biasa. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (AlQuran) kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah Tuhan yang patut  (kita) ber-taqwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. (surat Al Muddassir (74) ayat 56).

 

Pemahaman tentang AlQuran bukanlah sesuatu yang mudah kita dapatkan, butuh perjuangan, butuh konsentrasi, butuh kerja keras untuk memperolehnya sehingga tidak ada yang instan untuk mendapatkannya. Apalagi kita harus bisa menempatkan Allah SWT sebagai satu-satunya narasumber utama AlQuran dan kepada-Nya lah kita belajar. Dan bagi orang yang telah memiliki ketauhidan dalam diri. Ia akan lebih mudah mendapatkan pemahaman AlQuran karena ia telah mampu menempatkan AlQuran sebagai sebuah kebutuhan. Tiada hari tanpa AlQuran bagi orang yang bertauhid.

 

Dilain sisi, pemahaman tentang AlQuran yang terdiri dari ayat-ayat kauliyah dan ayat-ayat kauniyah dapat kami kemukakan terdiri dari: (1) arti yang tersurat, lalu: (2) ada arti yang tersirat dan; (3) yang terakhir adalah arti yang tersembunyi. Untuk memperoleh arti yang tersirat kita harus memulainya dengan mempelajari terlebih dahulu arti yang tersurat secara konsisten. Demikian juga untuk memperoleh arti yang tersembunyi kita harus mengetahui dan memahami terlebih dahulu arti yang tersurat dan arti yang tersirat maka barulah kita mulai sedikit demi sedikit bisa mengetahui dan bisa memahami arti yang tersembunyi yang terdapat di dalam AlQuran. Dan arti yang tersembunyilah yang akan diberikan kepada orang-orang tertentu terutama orang yang telah memiliki ketauhidan dalam diri yang baik dan benar. Dan semoga itulah diri kita.

 

Dan khusus untuk mempelajari ayat-ayat kauniyah kita tidak cukup hanya mempelajarinya melalui AlQuran semata, namun harus melalui penelaahan langsung ke obyeknya masing-masing yang mana untuk mempelajarinya membutuhkan ilmu dan teknologi yang canggih. Disinilah letak salah satu kemukjizatan AlQuran. Dimana AlQuran bukanlah buku ilmiah, akan tetapi apa yang dikemukakan oleh AlQuran bisa dibuktikan dengan pendekatan ilmiah yang mempergunakan ilmu dan teknologi.

 

Lalu untuk apa kita harus mempelajari mukjizat AlQuran baik dari sisi ayat-ayat kauliyah dan juga ayat-ayat kauniyah. Sebagai orang yang membutuhkan AlQuran pahamilah bahwa Mukjizat AlQuran tidak boleh dibatasi oleh pemahaman yang kita miliki, akan tetapi pemahaman kitalah yang terbatas sehingga membatasi kemampuan kita untuk memahami kemukjizatan AlQuran. AlQuran memang sudah menjadi mukjizat yang posisinya sudah berada di atas pemahaman diri kita sehingga AlQuran tidak bisa dibatasi kemukjizatannya oleh sebab apapun juga. Jika kita mampu menghargai AlQuran dengan segala kemukjizatan yang ada di dalamnya berarti kita telah mampu menghargai kebesaran dan kemahaan Allah SWT selaku narasumber tunggal AlQuran.

 

Akhirnya mempelajari kemukjizatan AlQuran sangatlah penting bagi diri kita selaku orang yang bertauhid. Hal ini dikarenakan apabila kita hanya mendengarkan AlQuran, atau kita hanya mempelajari bacaan AlQuran berarti kita baru sampai pada tahap mendengarkan atau mempelajari pesan yang disampaikan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Namun, jika hanya pesan saja yang sampai kepada diri kita maka pesan tersebut belum tentu sampai menjadi pemahaman dari diri kita karena pesan yang masuk bisa sampai ke kuping kanan lalu ia bisa keluar ke kuping kiri atau sebaliknya.

 

Akan tetapi jika kita mampu mengetahui dan memahami kemukjizatan AlQuran yang kita pelajari maka kita mulai memiliki pemahaman AlQuran melalui mukjizatnya masuk ke dalam hati kita. Disinilah letaknya kita wajib mempelajari kemukjizatan AlQuran karena dengan masuknya kemukjizaran AlQuran ke dalam hati kita maka sedikit demi sedikit pemahaman AlQuran sudah mulai kita miliki yang pada akhirnya akan menambah keima-nan dan ketaqwaann diri kita. Lalu, apa yang terjadi? Semakin tenteram hati kita, semakin tenang hidup kita, dan semakin yakin dan percaya kepada AlQuran, yang pada akhirnya kita mampu menerima AlQuran sebagai cahaya, petunjuk dan pedoman hidup yang memang diturunkan oleh Allah SWT untuk kepentingan umat manusia. Dan kondisi inilah yang didapatkan oleh orang-orang yang telah memiliki ketauhidan dalam diri yang baik dan benar dan semoga kita mampu merasakannya di sisa usia yang kita miliki.

 

Awas, adanya ketertutupan diri kita kepada AlQuran atau terkuncinya hati kita kepada AlQuran, akan menyulitkan masuknya pesan yang ada di dalam AlQuran. Jika pesan yang ada di dalam AlQuran tidak bisa masuk ke dalam hati kita, lalu bagaimana mungkin kemukjizatan AlQuran bisa masuk ke dalam diri lalu memantapkan dan menentramkan hati ini karena ulah diri kita sendiri. Ayo segera persiapkan diri (hati yang bersih) untuk menerima kemukjizatan AlQuran sehingga secara otomatis kita mampu menerima pesan terdalam yang terdapat di dalam AlQuran lalu masuk ke dalam relung hati nurani. Dan agar diri ini bisa terus dan terus memperoleh pemahaman dan rasa kemukjizatan AlQuran saat hidup di dunia ini, ada 5 (lima) hal yang bisa kita lakukan, yaitu:

 

1. Membacanya dengan hati yang bersih, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Apabila engkau (Muhammad) hendak membaca AlQuran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”(surat An-Nahl (16) ayat 98)”. Dengan membaca isti`ādzah atau ta`awwudz (memohon perlindungan pada Allah dari syaitan yang terkutuk), adalah sebuah langkah jitu agar hati kita menjadi bersih. Ibarat cermin, selama kita tidak membersihkannya, maka cahaya AlQuran tidak mampu dipantulkan secara sempurna. Dan melalui langkah pembersihan hati ini perlu dilakukan karena: syaitan (baik dari jin maupun manusia) akan senantiasa menghalang-halangi manusia mendapat petunjuk dari AlQuran dari berbagai arah dan bersifat konstan.

 

2.       Membacanya ikhlas karena Allah SWT semata. Tidak mengherankan jika pertama kali wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, ayat yang pertama kali turun ialah surat Al-`Alaq: (96) ayat 1. Di situ ada kalimat, ‘iqra` bismi rabbikal ladzi khalak’ (bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan). Jadi, orang yang membaca AlQuran bukan karena Allah, maka ia tidak akan mampu merasakan kemukjizatan dan juga daya tariknya. Tidak aneh jika setiap surah yang ada pada AlQur`an –kecuali Surah At-Taubah- selalu diawali dengan bacaan Basmallah. Seolah-olah mengandung pelajaran tersirat, bahwa: Membaca (mempelajari AlQuran yang dimulai dari membaca) harus di mulai dengan nama Allah (karena Allah), bukan karena pamrih kepada apa pun.

 

3.       Membacanya dengan pemahaman. Orang yang ingin merasakan kemukjizatan dan daya tariknya, harus memahami bahasanya. Mereka yang pertama kali, merasakan langsung daya tarik AlQuran adalah orang-orang Arab. Mereka dikenal dengan kepiawaiannya dalam hal syair dan tata bahasa Arab. Dengan hati yang bersih, ditambah dengan pemahaman bahasa Arab, akan memudahkan mereka merasakan kemukjizatan dan daya tariknya. Contohnya adalah setelah Umar bin Khattab ra, membersihkan hatinya dari kebencian, dan disertai dengan pemahaman, maka ketika membaca Surah Thaha, akhirnya kemukjizaran dan daya tarik AlQuran bisa menggun-cang sanubarinya. Apa yang dia pahami selama ini, ternyata keliru. Pemahamannya tentang AlQuran seketika itu berubah ketika AlQuran menyatakan: “Tidaklah aku menurunkan AlQuran kepadamu, supaya kamu menjadi celaka.”(surat Thaha (20) ayat 2). Akhirnya ia sadar bahwa Islam (AlQuran yang diturunkan) bukan untuk membuat orang celaka, tapi untuk membuat bahagia.

 

4.   Membacanya dengan pemikiran dan penelitian. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”(surat Ali Imran (3) ayat 190). Orang yang membaca AlQuran disertai pemikiran dan penelitian, akan mampu merasakan kemukjizatan dan daya tariknya. Tidak aneh jika para ilmuwan baik masa lampau maupun masa kini, begitu tertarik dengan AlQuran karena mereka membaca AlQuran dengan pemikiran dan penelitian terutama saat mempelajari ayat-ayat kauniyah.

 

5.  Membacanya dengan pengamalan. Dengan pengamalan maka kemukjizatan dan daya tariknya akan dirasakan. AlQuran membuat metafor sindiran terhadap orang yang diberi kitab tapi tidak mengamalkannya: “Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”(surat Al-Jumu`ah (62) ayat 5). Tiada memikul berarti tidak mengamalkan isinya. Keledai membawa kitab adalah gambaran konkrit tentang orang yang tidak akan merasakan daya tarik al-Qur`an, lantaran tidak mengamalkannya.

 

Sebagai orang yang telah bertauhidkan kepada Allah SWT sudah semestinya 5 (lima) hal yang kami kemukakan di atas ini mampu kita laksanakan, terutama di sisa usia yang kita miliki. Terkecuali jika kita hanya butuh AlQuran sebatas buku bacaan semata, atau buku hafalan tanpa makna.


G. KETAUHIDAN DALAM DIRI AKAN MENGHANTARKAN DIRI KITA UN-TUK MEMPEROLEH DAN MENDAPATKAN JALAN YANG LURUS.

 

Adanya ketauhidan dalam diri yang baik dan benar akan menghantarkan diri kita memperoleh, mendapatkan dan juga merasakan jalan yang lurus melalui petunjuk Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang memberi penjelasan. Dan Allah memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. (surat An Nuur (24) ayat 46).” Hal lain yang harus menjadi perhatian bagi diri kita adalah bahwa Nabi Muhammad SAW tidak bisa memberi petunjuk kepada orang yang ia kasihi, sehingga hanya Allah SWT sajalah yang dapat memberi petunjuk hanya kepada orang yang Dia kehendaki. Daan yang bisa memperolehnya adalah orang-orang yang telah memiliki ketauhidan yang baik lagi benar. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (surat Al Qashshas (28) ayat 56).

 

Lalu apa itu jalan yang lurus? Inilah salah satu pengertian dari  jalan yang lurus sebagaimana yang dikemukakan oleh “Pardamean Harahap”, dalam bukunya “Iqro! Menyingkap Makna Dari Fenomena Hidup Sehari Hari (Melihat TandaNya adalah (juga) Menyadari Kehadiran-Nya)”, Inner Voice Publishing, Jakarta, tahun 2012. Yaitu: jalan yang lurus adalah jalan yang menentramkan jiwa kita, dan jalan yang membuat kita mengerti siapa diri kita yang sebenarnya. Sehingga kita paham dengan aliran pikiran yang muncul di benak kita. Jalan yang lurus adalah jalan yang membuat diri kita senantiasa sadar sepenuhnya siapa diri kita yang sebenarnya, dan siapa Tuhan kita yang sebenarnya. Jalan yang lurus adalah jalan yang paling dikehendaki oleh Allah SWT karena jalan ini yang akan mampu menghantarkan diri kita kembali kepada Allah SWT. Namun jalan yang lurus sangat dibenci dan tidak disukai oleh syaitan yang sanglaknatullah. Dan semoga Allah SWT selalu membimbing kita untuk tetap dan terus berada di jalan yang lurus melalui petunjuk-Nya selama hayat masih di kandung badan.

 

Adanya jalan yang lurus mengharuskan diri kita sadar bahwa diri kita bukanlah sesuatu yang sama kedudukannya dengan Allah SWT. Diri kita hanyalah abd’(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka sehingga kita harus mengabdi kepada Allah SWT. Lalu melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan-Nya dan juga menghindari dari apa-apa yang telah dilarang-Nya. Jangan sampai diri kita berjalan secara ziq-zaq kadang lurus kadang bengkok. Dan untuk mempertegas agar diri kita bisa selalu berjalan di jalan yang lurus terutama di sisa usia yang ada maka diperlukan adanya 3 (tiga) hal yang harus kita miliki dan laksanakan, yaitu:

 

1.       Wajib memiliki iman atau keyakinan yang teguh kepada Allah, yaitu berupa ketau-hidan yaitu mengesakan Allah, Allah hanya satu, tidak beranak dan tidak diperanakan dan tidak ada yang setara dengan-Nya. Doktrin ketauhidan yang bersifat  monotheisme mutlaq  ini telah dinyatakan dengan tegas dalam surat Al Ikhlas (112) ayat 1-4 berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.

 

2.   Seorang muslim tidak cukup hanya meyakini rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, iman kepada Rasul, iman kepada kitab, iman kepada malaikat, iman kepada qadha, qadar dan takdir dan iman kepada adanya hari kiamat. Akan tetapi juga wajib melaksanakan rukun Islam yang lima, yakni mengucapkan dua kalimah syahadat, mendirikan shalat, berpuasa, menunaikan zakat dan naik haji dan mampu melaksanakan ibadah ikhsan. Dimana di dalam pelaksanaannya baik rukun iman, rukun islam dan ikhsan harus dilaksanakan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

 

Jika rukun iman menekankan keyakinan pada Allah, maka rukun Islam menekankan pentingnya melaksanakan ibadah. Karena itu ibadah merupakan unsur kedua dari pentingnya mencapai jalan lurus yang diperintahkan oleh Allah dan menjadikan ibadah ikhsan menjadi bentuk penampilan diri kita melalui kebaikan-kebaikan yang kita laksanakan dalam kerangka mencari keridhaan Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. (surat Al-Ankabut  (29) ayar 69)”.

 

3.    Unsur  ketiga  yang  harus kita lakukan agar diri kita terus dan tetap berada jalan yang lurus selama hayat di kandung adalah melakukan amal shaleh secara konsisten dalam bentuk kebaikan-kebaikan bagi kepentingan umat manusia dan juga berusaha untuk berani membayar untuk kebaikan yang bersifat jangka panjang yang dapat dinikmati oleh generasi yang datang dikemudian hari. Apalagi di dalam AlQuran kata iman selalu digandengkan amal shaleh, yang bermakna disamping keyakinan yang kuat terhadap Allah SWT harus juga disertai kesediaan untuk melakukan amal kebaikan atau amal shaleh.

 

Dalam AlQuran bertebaran ayat yang menyampaikan penghargaan Allah yang sangat tinggi kepada orang yang beramal shaleh yang berbuat kebaikan. Bahkan, Allah SWT menyebut mereka dengan sebaik-baiknya makhluk (khairul bariyyah), seperti yang termaktub dalam surat Al-Bayyinah (98) ayat 8: “Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”.

 

Dalam ayat yang lain orang yang berbuat shaleh ini juga disebut orang-orang yang benar (shodiqun). Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini:  Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah.Mereka itulah orang-orang yang benar. (surat Al-Hujurat (49) ayat 15)”.

 

Bahkan, jika seorang yang telah memiliki ketauhidan dalam diri menginginkan dapat berjumpa dengan Allah pada hari akhirat kelak, maka amal shaleh berupa kebajikan itula yang akan mengantarkannya bertemu dengan Allah SWT, Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “……Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia memperse-kutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (surat Al Kahfi (18) ayat 110)”.

 

Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri, apakah kita tidak merindukan untuk bertemu dengan Allah SWT kelak di syurga, karena hal ini adalah puncak dari kebahagiaan sejati seorang hamba yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Jika kita merindukannya segera miliki ilmu ketauhidan dalam diri saat ini juga lalu berbuatlah amal kebajikan terus dan terus dan semoga Allah SWT memudahkannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar