Suatu periode atau jaman atau keadaan tidak
akan berada pada satu kondisi yang sama secara terus menerus, sebagaimana yang
difirmankan Allah SWT dalam surat Ali Imran (3) ayat 140 berikut ini: “jika
kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun
(pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan
kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat
pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan
orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai)
syuhada'[231]. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”.
[231] Syuhada' di sini ialah orang-orang
Islam yang gugur di dalam peperangan untuk menegakkan agama Allah. sebagian
ahli tafsir ada yang mengartikannya dengan menjadi saksi atas manusia sebagai
tersebut dalam ayat 143 surat Al Baqarah.
Dimana Allah SWT akan mempergilirkan diantara
manusia agar mereka mendapatkan pelajaran sehingga akan terlihat perbedaan
antara orang yang beriman dengan orang yang kafir karena Allah SWT tidak
menyukai orang yang dzalim.
Suatu saat seseorang ditimpa kefakiran, namun
pada saat yang lain bisa kaya; suatu saat mulia, lain kali tiba tiba saat hina.
Orang yang kuat adalah orang yang selalu berada dalam satu jalur, yaitu beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan bekal itu, jika ia kaya maka kekayaannya
akan menghiasi dirinya dan jika ditimpa kefakiran, pintu kesabarannya telah lam
terbuka seluas luasnya; jika ia sehat, maka itulah puncak kenikmatan baginya
dan jika diterpa cobaan, justru akan semakin bening jiwanya. Tidak ada yang
bisa mempenga-ruhi hidupnya selain Allah SWT. Tidak berpengaruh baginya, apakah
jaman atau kondisi sedang naik menanjak ataupun sedang turun ke jurang.
Semuanya akan selalu berubah karena perubahan itulah yang konstan.
Keimanan dan Ketaqwaan adalah akar dari
keselamatan dan penjaga yang tidak
pernah tidur melindungi diri kita dari imbas perubahan jaman. Keimanan dan
Ketaqwaan lah yang akan membuat manusia bangkit tatkala tergelincir dan
menuntunnya ke jalan yang benar. Kemungkaran pun sebenarnya adalah sebuah
kenikmatan, namun tidak sejalan dengan iman dan taqwa, hingga menjadikan
pelakunya sangat merugi. Untuk itu hendaklah kita senantiasa beriman dan
bertaqwa dalam segala gerak gerik kita. Dengan demikian, kita akan menemukan
bahwa dalam ruang yang sempit sekalipun, sebenarnya ada jalan keluar dan
setelah sakitpun akan datang masa sehat. Ini ganjaran langsung yang kita terima
di dunia, sedangkan di akhirat tentu berbeda lagi ceritanya.
Tidak ada kehidupan yang lebih nikmat di
dunia ataupun di akhirat selain kehidupan kaum atau orang orang yang mampu
menjadi ahli ma’rifat. Seorang ahli ma’rifat akan damai bersamaNya dalam keheningan
dan kesendiriannya. Jika nikmat datang, ia tahu siapa yang memberinya, Jika
kepahitan hidup menimpanya, ia justru merasakannya begitu manis dalam dirinya,
karena ia tahu kebesaran Pengujinya. Jika ia meminta, ia menyerahkan segalanya
kepada Sang Penguasa. Ia sadar bahwa semua yang ia minta akan berjalan sesuai
dengan takdir, Ia yakin bahwa apapun yang terjadi pasti membawa maslahat
baginya. Ia sangat yakin bahwa Dialah yang Mahatahu segala urusan hambaNya.
Orang yang telah ma’rifatullah akan selalu
terpusat perhatiannya pada kebaikan kebaikan Allah SWT dan selalu merasa dekat
denganNya dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Ia melihatNya dengan
pandangan yang yakin. Yang demikian itu telah memberikan dampak yang positif
pada gerak dan langkahnya.Jika seorang yang telah ma’rifatullah ditimpa suatu
ujian atau cobaan, ia tidak pernah mengarahkan perhatiannya kepada sebab ujian
atau cobaan itu datang. Ia justru merenungi apa yang dikehendaki oleh Sang
Pemberi Ujian atau Cobaan, yaitu Allah SWT. Jadilah hidupnya dipenuhi dengan
ketenangan bathin. Jika diam, ia berfikir tentang bagaimana cara menunaikan hak
hak Allah SWT. Jika bicara, selalu diniatkan untuk menggapai ridhaNya. Hatinya
tidak selalu tertumpu pada istri, pada suami, pada anak, pada keturunan.
Cintanya tidak pernah terbelah dengan Sang Khaliq. Dia bergaul dengan manusia
lahir dan bathin. Orang yang demikian menganggap dunia begitu kecil dan tidak
pernah merasa susah untuk menghadapi perjalanan abadinya. Dia tidak merasa
takut dalam kuburnya yang sempit dan tidak pula gentar saat di Padang Mahsyar
kelak.
Adapun orang yang tidak sampai pada tingkatan
ma’rifatullah, maka hatinya akan selalu gundah, gelisah dan merana tatkala
ditimpa musibah. Ia sungguh tak mengerti keagungan Sang Penguji. Ia merasa
sedih tatkala kehilangan nikmat karena ia tidak mengerti maslahatnya, Ia hanya
damai dengan makhluk sesamanya, karena tak mendapatkan rasa damai bersama
Tuhannya. Ia takut menghadapi perjalanan abadi, karena sama sekali belum
memiliki bekal yang memadai serta tak tahu jelas di mana jalan jalan yang harus
dilaluinya. Betapa banyaknya orang alim dan zahid yang tidak dikaruniai
ma’rifat, kecuali seperti apa yang dikaruniakan kepada orang orang awam dan
penganggur. Betapa banyaknya orang awam yang dikaruniai ma’rifat, sesuatu yang
tidak dikaruniakan kepada orang alim dan zahid, padahal mereka telah berusaha
sekuat mungkin untuk mendapatkannya. Ma’rifat adalah karunia yang Allah SWT
limpahkan kepada siapa saja yang dikehendaki oleh Nya.
Agar diri kita mampu selalu berada di dalam
kehendak Allah SWT dalam kondisi ma’rifatullah, maka kita harus mampu melihat
dengan mata hati (bathin) kita akhir dari suatu perkara di awal kita melangkah
atau berbuat sesuatu. Kelak kita akan memperoleh hasil yang baik dari perbuatan
yang kita lakukan dan akan selamat dari akibat buruknya. Barangsiapa yang tidak
waspada dan hanya menuruti perasaannya, maka ia akan menderita akibat dari
perbuatannya serta tidak akan mencapai kebahagiaan. Ia tidak akan pernah
tenteram dalam menjalani hidupnya.
Ketahuilah bahwa Ujian atau Cobaan terberat
bagi seseorang adalah jika ia tidak merasa dirinya sedang mendapatkan ujian
atau cobaan, terlebih lagi jika ia sangat bergembira dengan ujian atau cobaan
itu. Misalkan, perasaan bangga dengan harta yang haram dan terus menerus melakukan dosa sementara ia
tahu bahwa hal itu adalah dosa. Mereka yang seperti ini tidak akan
terselamatkan oleh ketaatannya, apalagi melalui hartanya. Jadi setiap kejadian
yang menimpa seseorang di masa akan datang (masa depan), jelas menggambarkan
proses masa lalunya seperti apa. Hal ini dikarenakan kita tidak akan pernah
terlepas dari dua perkara: berbuat maksiat kepada Allah SWT atau berlaku taat
kepadaNya. Dimanakah kemudian kelezatan maksiat yang kita lakukan? Dimanakah
pula jerih payah taat kita kepada Allah SWT? Tidak mungkin semua itu berlalu
begitu saja. Tidak juga dosa dosa ketika selesai dikerjakan hilang tanpa bekas.
Tidakkah kita bisa melihat akibat dari apa yang kita kerjakan? Yang waspada
akan selamat, maka janganlah kita terseret oleh ahwa yang akan membuat kita
menyesal.
Siapa yang ditimpa ujian, cobaan, tantangan,
musibah, kemudian berusaha untuk menyingkirkannya, hendaklah ia membayangkan
kembali apa arti semua itu. Bayangkan pahalanya dan kemungkinan diturunkannya
bencana yang lebih besar. Orang seperti itu akan merasakan keuntungan dari cara
pandang yang demikian. Hendaknya ia membayangkan bahwa cobaan, ujian,
tantangan, musibah, itu akan segera hilang, sebab jika bukan karena besarnya
ujian, cobaan, tantangan, musibah tak akan ada rasa senang dan tenang.
Hendaklah ia sadar bahwa ujian, cobaan, tantangan, musibah yang ia alami saat
ini adalah laksana tamu yang hanya melepas kebutuhannya yang datang setiap
saat. Alangkah cepatnya tamu itu berlalu. Betapa indahnya pujian pujian yang
dilantunkan di tengah tengah pesta pesta. Betapa terpujinya sang tuan rumah
atas kedermawanannya.
Demikian pula, seorang mukmin yang ditimpa
kesulitan, ujian, cobaan, tantangan, musibah, hendaknya memperhatikan waktu,
mengawasi kondisi jiwa, menjaga anggota badan, agar jangan sampai terucap dari
lisan kita suatu kalimat yang tidak pantas atau timbul dari dalam hati ini rasa
dengkin. Jika demikian halnya, maka tampaklah baginya fajar yang menyingsing
menghadirkan pahala dan berlalulah malam yang mengusung bala. Tatkala matahari
pahala menyingsing, ia telah sampai tujuan dengan selamat, melewati segala
bencana, ujian, gangguan, cobaan, musibah dengan penuh kesabaran maka Allah SWT
akan tersenyum bangga dengan diri kita.
Waktu terus bergulir meninggalkan kita, lalu
masih berapa banyak sisa waktu yang kita miliki? Tidak ada satupun manusia yang
mengetahui berapa banyak waktu yang kita miliki. Untuk itu wajib bagi diri kita
untuk mengetahui betapa mulia dan berharganya waktu, agar diri kita tidak
menyianyiakan setiap detik waktu yang kita lalui kecuali untuk beribadah dan
dekat kepada Allah SWT. Lalu kita selalu berusaha untuk selalu tegak untuk
melakukan kebaikan, tanpa harus terganggu oleh lemahnya badan.
Jika seseorang sadar bahwa kematian akan
memotong seluruh usaha dan amalnya, ia akan senantiasa beramal dan bekerja di
masa hidupnya untuk memperoleh kebaikan dan ganjaran yang abadi. Jika ia
memiliki harta di dunia, maka ia akan berusaha untuk mewakafkannya, menanam tanaman
yang bisa dinikmati oleh generasi penerusnya. Ia membuat aliran sungai,
berusaha membangun keluarga yang bisa mendoakannya ketika dirinya telah
menghadap Allah SWT dan segala amalan yang kebaikannya bisa dipetik tanpa
henti. Ia juga akan menulis buku yani, yang bisa dibaca oleh setiap orang
setelahnya dan senantiasa beramal dengan pelbagai kebaikan. Dari karya
karyanya, banyak orang yang dapat mengikuti jejak amalnya. Itulah manusia yang
tidak pernah mati. Betapa banyak manusia yang mati, namun pada hakekatnya
mereka selalu hidup.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi, jangan pernah menjadikan diri kita berkarakter seperti halnya
pohon pisang, yang hanya berakar dangkal, berbatang lembek serta berbuah hanya
sekali dengan buah yang tidak tahan lama. Ingat, perjalanan hidup kita masih
panjang, masa penantian kita di alam barzah pasti panjang dan juga masa
berhisab juga pasti panjang. Adanya perjalanan yang harus kita lalui maka kita
butuh bekal yang panjang pula. Jangan sampai kita yang sudah memiliki visi
akherat namun tidak berani membayar mahal kebaikan kebaikan yang kita butuhkan
untuk kehidupan di akhirat saat hidup di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar