D. KA’BAH.
Ka’bah secara bahasa artinya kubus. Ka’bah adalah suatu bangunan persegi
dan kosong. Bangunan yang terbuat dari batu-batu hitam keras yang tersusun
dengan cara yang sangat sederhana, sedang sebagai penutup celah-celahnya
dipergunakan kapur putih, dibungkus kain hitam serta berdiri di tengah-tengah
Masjidil Haram di Makkah Al Mukarramah. Pada salah satu sudut Ka’bah terdapat
Hajar Al Aswad (batu hitam).
DO’A
KETIKA MELIHAT KA’BAH :
Allahumma zid hadzal
bait tasyriifan wata’zhiiman watakriiman wamahaabatan wajid mansyarafahu wa
azzamahu wazarramahu mimman hajjahu awi tamarahu tasyriifan wata’zhiiman
watakriiman wabirra.
Artinya:
Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, keagungan,
kehormatan, dan kewibawaan pada Ka’bah ini, dan tambahkan pula pada orang-orang
yang memuliakan, mengagungkan, menghormati dan mewibawakannya diantara mereka
yang berhaji atau berumroh dengan kemuliaan, keagungan, kehormatan dan
kebaikan.
Baik Hajar Al Aswad maupun Ka’bah bukanlah sasaran atau tujuan
peribadatan ibadah umroh, melainkan sekedar sarana pendukung pentahbisan
terhadap Allah SWT. Dan bagi umat Islam, Ka’bah merupakan tempat menghadap
Allah SWT saat mendirikan Shalat sehingga Ka’bah menjadi perlambang pusat
spiritual umat Islam. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk
(tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (surat Ali Imran (3) ayat
96).”
Ka’bah adalah bangunan sederhana, tanpa design dan tanpa dekorasi. Ka’bah
sedemikian sederhana tanpa warna warni dan ornamen karena Allah SWT Yang Maha
Akbar tidak mempunyai bentuk dan warna, sedangkan tak sesuatupun yang
menyerupainya. Tidak ada pola-pola atau visualisasi tentang Allah SWT yang
dapat dibayangkan oleh manusia sehingga tidak akan mungkin bisa dapat
digambarkan oleh manusia. Allah SWT adalah Maha Kuasa dan Maha Meliputi maka
Allah SWT adalah Yang Maha Mutlak.
Ka’bah walaupun tidak mempunyai arah karena bentuknya kubus, tetapi
dengan menghadapnya ketika mendirikan shalat sesungguhnya kita menghadap Allah
SWT. Allah SWT berfirman: “sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka
sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu
ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al
kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang mereka kerjakan. (surat Al Baqarah (2) ayat 144).” Ketika kita shalat di luar Masjidil Haram, kita harus menghadap ke
arahnya karena Ka’bah menghadap ke setiap arah dan tidak menghadap ke arah
manapun juga.
Hal ini dikarenakan Ka’bah adalah
perlambang Allah SWT yang selalu berada di manapun juga, sebagaimana
Allah SWT dalam surat Quraisy (106) ayat 3 berikut ini: “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).” Sebagai orang yang
telah diperintahkan untuk melaksanakan kewajiban menunaikan ibadah haji atau
umroh dapat dipastikan kita bisa menyaksikan Ka’bah secara langsung sehingga
Ka’bah ada dihadapan kita, lalu terjadilah apa yang dinamakan terpesona akan
kebesaran Ka’bah itu.
Sesuatu yang biasanya hanya bisa dilihat melalui gambar, melalui layar
kaca, sekarang ada dihadapan kita dan kitapun langsung akan menghadap ke Ka’bah
dalam rangka mendirikan shalat dan mengitari Ka’bah saat melaksanakan Thawaf. Untuk
itu ingatlah selalu bahwa Ka’bah hanyalah tonggak penunjuk jalan, pemersatu,
arah menuju kepada yang satu. Sehingga Ka’bah menjadi perlambang untuk menuju
Allah SWT yang satu. Setelah bertekad untuk menuju Allah SWT barulah kita
melakukan Thawaf. Sebuah langkah, sebuah gerakan menuju Allah SWT, sebuah gerakan
untuk menemui Allah SWT, sehingga Thawaf itu sendiri bukanlah gerakan menuju
Ka’bah dengan cara mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 (tujuh) putaran.
Thawaf adalah gerakan menuju Allah SWT melalui gerakan memutari Ka’bah
sebanyak 7 (tujuh) putaran dimana seluruh putarannya berlawanan arah dengan
arah jarum jam. Thawaf di Ka’bah merupakan awal dari perjalanan dari suatu
perjalanan, bukan akhir dari perjalanan. Untuk itu kita harus bisa membersihkan
hati nurani kita dari pikiran-pikiran mengenai dirimu sendiri atau jangan
sampai kita masih terikat dengan diri sendiri yang mengakibatkan kita tidak
bisa diterima oleh Allah SWT. Jika ini kondisi untuk menemui Allah SWT, atau
untuk bisa diterima oleh Allah SWT maka tidak ada jalan lain kecuali diri kita
memenuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT karena inilah
protokeler yang berlaku untuk bertemu Allah SWT dan protokoler menjadi tamu
Allah SWT yang akhirnya kita ditemui oleh Allah STW.
Ka’bah bukanlah tujuan yang utama dari pelaksanaan ibadah haji atau umroh.
Ka’bah adalah penunjuk arah. Mula-mula kita datang ke Ka’bah tetapi kedatangan
kita di dalam melaksanakan ibadah haji atau umroh bukan untuk berhenti di sana.
Apabila kita berhenti, dimanapun juga kita berhenti, maka kita pasti akan
tersesat dan binasa.
Ka’bah dijadikan kiblat oleh Allah SWT agar kita tidak berpaling kepada
kiblat-kiblat yang lain, apakah itu harta, tahta ataupun wanita dan juga ahwa
(hawa nafsu). Untuk itu jangan pernah jadikan Ka’bah menjadi
tujuan ibadah haji atau umroh dan ingat bahwa ibadah haji atau umroh tidak berakhir di Ka’bah. Untuk itu carilah pemilik yang hakiki dari
Ka’bah karena pemiliknya lah yang menjadi tujuan utama dari pelaksanaan ibadah haji
atau umroh, itulah Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar