Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 07 Juni 2024

MUKADDIMAH UMROH: JADIKAN DIRI TAMU YANG DIBANGGAKAN OLEH ALLAH SWT.

 

Umroh menurut bahasa adalah meramaikan atau ziarah. Umroh adalah berkunjung ke Baitullah untuk melakukan serangkaian ibadah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, baik dirangkaikan dengan ibadah Haji maupun di luar pelaksanaan ibadah Haji. Adapun syarat dan ketentuan dari pelaksanaan ibadah Umroh meliputi:

 

1.       Islam;

2.       Baligh (dewasa);

3.       Aqil (berakal sehat);

4.       Merdeka (bukan budak sahaya) serta

5.    Memiliki kemapuan atau kesanggupan (istitho’ah) dalam hal membayar biaya per-jalanan ibadah umroh, dari penghasilan atau harta kekayaan yang halal.

 

Agar diri kita mampu melaksanakan ibadah umroh dengan baik dan benar, kita harus mengetahui tentang ketentuan rukun umroh, ketentuan wajib umroh serta ketentuan sunnah umroh.

 

Rukun Umroh adalah sebuah kumpulan dari ketentuan dasar yang harus dilaksanakan oleh jamaah umroh ketika akan melaksanakan ibadah umroh, baik yang bersamaan dengan ibadah haji maupun yang tidak bersamaan dengan ibadah haji. Apabila jamaah umroh yang melaksanakan umroh tidak melaksanakan salah satu ketentuan rukun umroh maka ibadah umrohnya tidak sah, atau batal serta tidak bisa diganti dengan membayar Dam dengan menyembelih seekor kambing.

 

Rukun Umroh juga tidak bisa diwakilkan kepada seseorang, sehingga harus dilaksanakan langsung oleh jamaah yang bersangkutan jika ia berniat untuk melaksanakan ibadah umroh. Rukun Umroh terdiri dari lima ketentuan pokok, yaitu:

 

1.       Ihram umroh disertai Niat.

2.       Thawaf.

3.       Sa’i antara Shafa dan Marwah.

4.       Tahallul (bercukur)

5.       Tertib sesuai dengan urutan

 

Wajib Umroh adalah sebuah kumpulan ketentuan yang harus dilaksanakan oleh jamaah umroh, namun apabila jamaah lalai melaksanakannya tidak membatalkan ibadah umroh yang dilaksanakannya. Namun atas pelanggaran atau kelalalaian ketentuan itu jamaah wajib membayar Dam dengan menyembelih seekor kambing. Ketentuan wajib haji terdiri dari tiga ketentuan, yaitu:

 

1.   Ihram dari Miqat.

2.   Meninggalkan larangan ihram.

3.   Thawaf Wada’

 

Adapun sunnah umroh dapat kami kemukakan sebagai berikut:

 

1.       Mandi ketika akan berihrom umroh;

2.       Shalat sunnah ihram umroh sebanyak 2 (dua) rakaat;

3.       Membaca Talbiyah dan

4.       Memakai wangi-wangian sebelum berihram.

 

Ibadah umroh sebagai ibadah yang diperkenankan oleh Allah SWT memiliki adanya ketentuan rukun umroh, wajib umroh dan juga sunnah umroh. Ini berarti ibadah umroh tidak dapat dilaksanakan seenaknya saja. Ibadah umroh tidak dapat dilaksanakan apa adanya, tidak dapat dilaksanakan seadanya saja, asal sudah dilaksanakan maka selesai sudah ibadah umroh yang kita lakukan. Untuk itu tidak ada jalan lain bagi diri kita yang hendak atau yang sudah menunaikan ibadah umroh harus segera memiliki ilmu dan pemahaman tentang ibadah dimaksud baik syariat maupun hakekat dalam satu kesatuan yang konfrehensif. Kita tidak bisa hanya melaksanakan ibadah umroh hanya sebatas syariat semata tanpa memperoleh hakekat yang ada di dalamnya, kita harus bisa sampai memperoleh dan merasakan hakekat dari ibadah umroh tanpa melanggar syariat.

 

Semakin baik kita memiliki ilmu dan pemahaman tentang ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka akan semakin baik pula kesempatan menjadi tamu yang sudah ditunggu-tunggu kedatangannya oleh Allah SWT. Sehingga kesempatan memperoleh rasa diterima oleh Tuan Rumah semakin terbuka lebar dan juga kesempatan memperoleh hikmah umroh sebagai modal dasar menuju kefitrahan diri telah kita miliki.

 

Sebagai jamaah haji atau sebagai jamaah umroh ketahuilah bahwa ibadah haji atau ibadah umroh yang kita laksanakan di Baitullah tidak diiringi dengan ibadah sunnah seperti halnya ibadah shalat yang memiliki ketentuan adanya shalat sunnah rawathib yang merupakan ibadah penyempurna bagi shalat wajib yang kita dirikan. Adanya kondisi ini  maka kita harus memahami bahwa ibadah haji tidak mengenal istilah ibadah haji sunnah sebagai penyempurna bagi ibadah haji yang kita tunaikan. Hal yang samapun berlaku bagi ibadah umroh. Ibadah umroh juga tidak mengenal ibadah umroh sunnah sebagai penyempurna bagi ibadah umroh yang kita tunaikan. Sehingga yang ada adalah kita wajib menunaikan ibadah haji dan ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT secara baik dan benar yang dilandasi dengan niat yang ikhlas secara berkualitas.

 

Bagi jamaah umroh yang melaksanakan ibadah umroh yang pelaksanaannya tidak bersamaan dengan ibadah haji, maka ibadah umroh bisa dilaksanakan kapan saja selama pemerintah Kerajaan Arab Saudi membuka kesempatan untuk melaksanakan ibadah umroh dengan mengeluarkan visa untuk itu. Dan dari keseluruhan ibadah umroh yang dilakukan oleh jamaah umroh maka ibadah umroh yang dilaksanakan oleh para jamaah dapat dikategorikan menjadi  menjadi 4 (empat) kriteria, yaitu: 

 

1.    Jamaah  umroh  yang  menunaikan ibadah umroh namun ia sudah pernah menunai-kan ibadah haji. 


Bagi jamaah umroh yang masuk dalam kriteria pernah berhaji lalu melaksanakan ibadah umroh setelah sekian waktu ini berarti: 

a.   Jamaah umroh yang seperti ini sedang mengulang kembali, mengenang kembali, sedang menapaktilasi kembali prosesi perjalanan ibadah haji yang pernah dilaksanakannya pada masa lalu. Namun ibadah umroh yang dilaksanakannya tidak bisa dikategorikan sebagai penyempurna bagi ibadah haji yang pernah dilakukannya.

 

b.     Jamaah umroh ini sedang melakukan suatu ibadah  yang diperkenankan oleh Allah SWT yaitu dengan melakukan suatu proses “ReCharging” atas jiwa, atas ruh, atas jati diri manusia yang sesungguhnya agar kembali maksimal kefitrahannya, setelah mengalami gangguan ahwa (hawa nafsu) dan setan, melalui mata rantai menunaikan rukun umroh, seperti berihram kembali, mengambil miqat, bertalbiyah, thawaf, sa’i dan diakhiri dengan tahallul.

 

Adalah suatu kenikmatan tersendiri jika kita yang pernah menunaikan ibadah haji, lalu sekarang menunaikan ibadah umroh yang terlepas dari ibadah haji. Ada sebuah perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, setelah sekian tahun kita pergi haji, lalu sekarang menunaikan ibadah umroh dengan kembali berada di barisan bersama-sama dengan jamaah-jamaah umroh yang memiliki tujuan yang sama dan yang memiliki niat yang sama yaitu menuju kepada yang satu, Allah SWT.

 

Kita mengambil Miqat kembali dengan menyatakan sikap ingin menjadi tamu Allah SWT melalui ibadah umroh. Lalu kita bertalbiyah dengan menyatakan aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, tiada sekutu bagimu. Lalu kita melaksanakan Thawaf mengelilingi Ka’bah yang berlawanan arah dengan arah jarum jam sebanyak 7 (tujuh) putaran sehingga kita masuk kembali ke dalam kehendak Allah SWT. Kita masuk kembali ke dalam kemahaan dan kebesaran Allah SWT. Yang dilanjutkan dengan kita shalat dua rakaat di dekat Maqam Ibrahim searah dengan Multazam yang dilanjutkan dengan doa. Selesai itu kita meminum air zam-zam dengan tidak sekali teguk yang diiringi dengan membaca doa meminum air zam-zam.

 

Selesai itu, jamaah menuju ke bukit Shafaa untuk bergerak menuju bukit Marwaa dalam kerangka melaksanakan ibadah Sa’i yang tidak lain kita mengulangi kembali napak tilas perjuangan Ibunda Siti Hawa, selesai itu kita melaksanakan Tahallul. Selesai sudah prosesi ibadah umroh yang kita laksanakan. Terasa sangat indah, terasa nyaman, terasa nikmat kita merasakan itu semua dan akhirnya ruh dan keimanan serta ketaqwaan diri kita menjadi kian berkualitas. Inilah harapan dari jamaah umroh yang telah melaksanakan ibadah haji, sehingga ia terus berusaha untuk selalu dekat dengan Allah SWT dan mampu berbuat dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

2.  Jamaah umroh yang menunaikan ibadah umroh dimasa tunggu pemberangkatan ibadah haji.

 

Apabila hal ini terjadi pada diri kita ini berarti kita sedang berusaha semaksimal mungkin untuk bisa melaksanakan ibadah haji yang sesungguhnya dengan sebaik mungkin. Hal ini dimungkinkan karena kita selaku jamaah umroh yang melakukan aktifitas seperti ini sedang berusaha keras untuk memiliki pengalaman batiniah melalui praktek langsung di Baitullah dan juga untuk memperoleh pemahaman dari apa-apa yang telah dipelajarinya tentang ibadah haji. Sehingga saat diri kita melaksanakan ibadah haji kelak kita telah memperoleh pengajaran langsung dari Allah SWT dan juga telah mengetahui letak dan posisi tempat- tempat yang kelak akan kita tempati saat menunaikan ibadah haji. Sehingga kita tidak merasa asing lagi disana dan semakin memudahkan kita menunaikan ibadah haji.

 

Selain daripada itu dengan praktek langsung di Baitullah maka kita juga akan mengetahui seberapa baik ilmu dan pemahaman yang telah kita miliki lalu kita berusaha untuk menambah dan memperbaikinya atau bahkan meningkatkan ilmu dan pemahaman yang kita miliki sehingga saat menunaikan ibadah haji yang sesungguhnya sudah siap semuanya. Siap menjadi tamu yang mulia dihadapan Allah SWT Dzat Yang Maha Mulia.

 

3.    Jamaah  umroh  yang  menunaikan  ibadah  umroh  dalam kerangka melaksanakan nadzar yang pernah dinadzarkannya.

 

Nadzar adalah sebuah janji yang telah diikrarkan oleh seseorang kehadirat Allah SWT dengan menyatakan apabila ia mencapai sesuatu hal atau janji yang telah diikrarkan terpenuhi maka ia akan menunaikan ibadah umroh. Nadzar yang seperi ini akan mengikat kepada seseorang sehingga ia wajib melaksanakan apa yang telah dinadzarkan itu.  Dan jika ada jamaah umroh yang melaksanakan nadzarnya dengan menunaikan ibadah umroh berarti ia telah melunasi kewajiban nadzarnya itu, sehingga ia sudah tidak berhutang lagi kepada Allah SWT atas nadzarnya.

 

Apabila seseorang jamaah umroh melaksanakan umroh dalam kerangka nadzar dan ia sendiri belum menunaikan ibadah haji, maka nadzarnya itu tidak bisa menghapus kewajiban ibadah haji. Sehingga setelah kembali dari menunaikan ibadah umroh dalam kerangka nadzar maka ia wajib mempersiapkan diri untuk mempersiapkan ibadah hajinya dengan segera membuka buku tabungan haji di bank syariah, sebagai bukti ia telah menjadi tamu Allah SWT, sebagai bukti ia telah dimuliakan oleh Allah SWT melalui prosesi umroh yang ditunaikannya. Sedangkan bagi jamaah umroh yang melaksanakan umroh dalam kerangka nadzar sedangkan ia telah mendaftarkan haji maka umroh yang dilaksanakannya bisa bermakna ganda, yaitu melunasi janji nadzar yang telah diikrarkannya dan dibalik itu ada pembelajaran langsung di Baitullah untuk menuju ibadah haji yang sesungguhnya.

 

4.  Jamaah umroh yang menunaikan ibadah umroh dimana yang bersangkutan belum membuka tabungan haji di bank syariah, atau belum melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama bagi haji reguler ataupun khusus.

 

Bagi jamaah umroh yang akan menunaikan ibadah umroh, namun ia belum pernah melaksanakan ibadah haji, maka ketahuilah bahwa ibadah umroh yang dilakukannya tidak bisa menghapus kewajibannya untuk melaksanakan ibadah haji, walaupun yang bersangkutan setiap tahunnya melaksanakan ibadah umroh lebih dari satu kali. Namun demikian ibadah umroh yang dilaksanakannya tetap bermakna umroh yang tidak melanggar ketentuan syariat dan hakekat. Akan tetapi jamaah yang melakukan hal ini, harus menyadari bahwa masih ada ketetapan lain yang harus dilakukannya setelah kembali ke tanah air, yaitu harus menunaikan ibadah haji.

 

Jika keadaan keuangan kita belum memadai tetapi kita sudah melunasi biaya perjalanan ibadah umroh, hal yang bisa kita lakukan adalah pada saat menunaikan umroh perbanyaklah doa dengan meminta maaf kepada Allah SWT atas kelalaian, atas kesalahan, atas rendahanya pemahaman sehingga mendahulukan umroh dibandingkan ibadah haji. Lalu berdoalah saat umroh kepada Allah SWT untuk diberikan kemudahan memperoleh keleluasaan rezeki sehingga bisa segera melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama sehingga kita berada di dalam kehendak-Nya.

 

Dan jangan pula kita merasa aman-aman saja setelah menunaikan ibadah umroh tanpa berusaha untuk mempersiapkan keuangan untuk kepentingan ibadah haji yang belum kita laksanakan. Apalagi jika keuangan kita sudah memadai sepulang umroh namun belum juga mau melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama, ketahuilah bahwa kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi hidup dan kehidupan diri kita ke depannya. Bagi jamaah umroh yang belum melaksanakan ibadah haji dan juga belum membuka tabungan haji apalagi melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama, ada baiknya memperhatikan 2 (dua) buah hadits yang kami kemukakan berikut ini:

 

“Allah swt berfirman dalam hadits qudsi: ‘Seseorang yang telah Aku kurniai badan yang sehat dan rezeki yang lapang, namun tidak mau bertamu (berhaji) setelah empat tahun, sesungguhnya ia terlarang untuk mendapat pahala dari sisi Allah swt. (Hadits Qudsi Riwayat Thabarani kitab Al-Ausath dan Abu Ya’laa dari Abud Dardaa ra).”  Nabi SAW juga bersabda: “Barangsiapa memiliki bekal dan kendaraan (biaya perjalanan) yang dapat menyampaikannya ke Baitillahil Haram dan tidak menunaikan (ibadah) haji tidak mengapa baginya wafat sebagai orang Yahudi atau Nasrani, (Hadits Riwayat Attirmidzi dan Ahmad).” 

 

Berdasarkan ketentuan hadits di atas, Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas keleluasaan rezeki dan kurnia badan yang sehat bukan melalui ibadah umroh, melainkan dari ibadah haji. Sehingga kewajiban ibadah haji bukan karena tua atau mudanya seseorang, atau berpangkatnya seseorang, melainkan sejauh mana kita telah memiliki keleluasaan rezeki dan kurnia badan sehat. Begitu berat resiko yang ditanggung bagi orang orang yang tidak mau menunaikan ibadah haji. Dan semoga ini tidak terjadi pada diri kita dan juga pada anak keturunan kita nantinya.

 

Sekarang bagaimana jika ada jamaah umroh yang melaksanakan ibadah umrohnya di bulan Ramadhan? Melaksanakan ibadah umroh di bulan Ramadhan memang memiliki keistime-waan tersendiri dibandingkan dengan melaksanakan umroh di luar bulan Ramadhan. Hal ini jika ditinjau dari sisi keutamaan dan dari sisi pahalanya, yang disama-kan seperti berhaji bersama Nabi Muhammad SAW. Hal ini sebagaimana hadits berikut ini: “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku”. (Hadits Riwayat Bukhari nomor 1863)

 

Namun bagi jamaah umroh Ramadhan yang belum pernah menunaikan ibadah haji, ketahuilah bahwa umroh di bulan Ramadhan bukanlah ibadah pengganti yang bisa menggantikan kewajiban seseorang untuk menunaikan ibadah haji. Akan tetapi bagi jamaah umroh yang telah menuaikan ibadah haji saat menunaikan ibadah umroh Ramadhan akan merasakan nuansa ibadah haji karena jumlah jamaahnya sangat banyak terutama saat menuju malam ke 27 Ramadhan.

 

Berdasarkan uraian di atas tentang 4 (empat) kriteria jamaah yang menunaikan umroh, memang sebaiknya kita harus tetap mendahulukan mengikat janji kepada Allah SWT untuk menunaikan kewajiban ibadah haji walaupun harus menunggu waktu tunggu yang cukup lama. Biarkan waktu itu berjalan. Jika memang kita diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, maka itu sudah menjadi ketetapan Allah SWT yang berlaku kepada diri kita. Dan jika sampai usia kita tidak sampai berarti niat kita untuk menunaikan ibadah haji telah sampai dan yang berarti kita mampu mempertanggungjawabkan atas apa yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita terutama keleluasaan rezeki dan karunia kesehatan.

 

Di dalam pelaksanaan ibadah umroh ketahuilah bahwa Allah SWT adalah Tuan Rumah bagi seluruh tamunya yang hadir. Sedangkan diri kita adalah tamu yang hadir dihadapan Tuan Rumah. Jika kita merasa adalah tamu, maka tamu wajib mempelajari, wajib memahami, wajib melaksanakan, wajib mentaati segala aturan main Tuan Rumah pada saat melaksanakan ibadah haji (ibadah umroh) di Baitullah. Adanya pemahaman aturan main yang diberlakukan oleh Tuan Rumah, maka kita akan mengetahui apa-apa yang yang disukai dan disenangi oleh Tuan Rumah, apa yang tidak disukai dan apa yang dibenci oleh Tuan Rumah. Jika kita mampu melaksanakan hal ini saat menunaikan ibadah umroh terjadilah kesesuaian apa yang dikehendaki oleh Tuan Rumah dengan apa yang kita laksanakan saat berhaji atau umroh.  

 

Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah Allah SWT tidak hanya menjadi Tuan Rumah di “Tanah Haram” semata, Allah SWT juga Tuan Rumah di “Tanah Halal”. Dan jangan sampai kita hanya mampu menjadi tamu yang menyenangkan bagi Tuan Rumah saat berada di “Tanah Haram” saat menunaikan ibadah umroh, lalu menjadi tamu yang menyebalkan lagi tidak tahu diri saat di “Tanah Halal” setelah pulang melaksanakan ibadah umroh dan saat menjadi hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Allah SWT sampai dengan kapanpun tidak akan membutuhkan ibadah umroh yang kita laksanakan karena Allah SWT sudah maha dan akan maha selamanya. Hal ini penting kami kemukakan karena yang sangat membutuhkan segala macam ibadah baik ibadah wajib ataupun ibadah sunnah adalah untuk diri kita sendiri, bukan untuk orang lain dan bukan pula untuk Nabi Muhammad SAW. Dan jika saat ini kita sudah berikrar serta sudah berniat untuk melaksanakan ibadah umroh maka mulai saat ini kita harus segera memiliki ilmu dan pemahaman tentang ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dengan belajar, belajar dan belajar setiap waktu.

 

Sekarang mari kita bercermin kepada perintah mandi yang telah diperintahkan oleh orang tua kita saat diri kita masih kanak kanak. Setiap orang tua pasti akan memerintahkan anaknya untuk mandi. Orang tua memerintahkan anaknya mandi bukan didasarkan rasa benci orang tua kepada anaknya, melainkan didasarkan rasa sayang kepada anaknya. Orang tua memerintahkan anak untuk mandi karena orang tua tahu bahwa tubuh manusia tidak bisa terhindar dari aktivitas dan gerak tubuh serta pengaruh lingkungan yang mengakibatkan timbulnya daki, keringat, bau badan dan lain sebagainya yang kesemuanya mengundang penyakit. Dan jalan keluar untuk mengatasinya adalah dengan melakukan aktivitas mandi yang baik lagi benar.

 

Adanya perintah orang tua maka anak  melaksanakan perintah orang tuanya lalu ia mandi, apakah hal ini sudah sesuai dengan kehendak dan harapan orang tuanya? Aktifitas mandi yang dilakukan oleh anak pada dasarnya bukanlah tujuan utama yang hakiki dari perintah orang tua. Namun aktifitas mandi hanyalah perantara, alat bantu atau media bagi anak untuk  untuk memperoleh dan merasakan sehat, bersih, segar dan bersemangat kembali. Aktifitas mandi yang dilakukan oleh anak belum dapat dikatakan telah melaksanakan perintah yang hakiki sepanjang ia belum mencapai tujuan yang utama dan yang hakiki dari mandi, yakni sehat, bersih, segar dan mampu semangat kembali setelah mandi.

 

Adanya konsep mandi yang seperti ini maka kesadaran anak di dalam melaksanakan perintah mandi merupakan faktor penentu bagi anak untuk memperoleh tujuan yang hakiki dari mandi. Sepanjang anak mampu menempatkan mandi bukan lagi sebagai perintah orang tua, melainkan sebagai sebuah kebutuhan maka anak tersebut akan mampu menempatkan mandi sebagai sarana dan alat bantu baginya untuk bisa menikmati apa yang dinamakan dengan sehat, bersih, segar dan bersemangat.

 

Jika sudah demikian keadaannya maka anak akan berusaha melaksanakan mandi dengan bersungguh-sungguh secara baik dan benar karena ia sudah merasakan kebaikan dari melaksanakan perintah mandi sehingga ia membutuhkan mandi oleh sebab tujuan hakiki dari mandi yang telah ia rasakan manfaat dan kegunaannya dan juga telah merasakan betapa tidak enaknya jika mandi secara apa adanya.

 

Sekarang apa jadinya jika anak yang telah diperintahkan orang tuanya untuk mandi, lalu setelah mandi yang didapatkan adalah masih menggaruk-garuk punggungnya karena kegatalan. Jika hal ini yang terjadi maka dapat dipastikan anak tersebut masih memiliki masalah dengan perintah mandi karena belum mampu melaksanakannya dengan baik dan benar. Sedangkan kita tahu bahwa perintah mandi yang telah diperintahkan oleh orang tua tidak pernah salah (perintahnya tidak pernah salah). Selain daripada itu, yang memerintahkan mandi tidak memiliki kepentingan apapun dengan hasil dari mandi yang dilakukan oleh anak, tetapi yang diperintahkan untuk mandilah yang berkepentingan dengan hasil dari mandi yang baik dan benar. 

 

Jika perintah mandi mampu menampilkan keadaan yang seperti ini, lalu apakah menunaikan ibadah umroh tidak bisa bermakna hakiki seperti halnya perintah mandi? Menunaikan ibadah umroh dapat dipastikan memiliki makna yang hakiki sebagaimana perintah mandi. Allah SWT memperkenankan diri kita melaksanakan ibadah umroh karena Allah SWT sayang kepada umatnya dan bukan karena benci kepada umatnya serta Allah SWT tidak berkepentingan dengan hasil akhir yang diperoleh dan dirasakan oleh umatnya karena Allah SWT sudah maha dan tidak butuh dengan itu semua.

 

Adanya kondisi ini maka menunaikan ibadah umroh dapat dikatakan sebagai sarana, alat bantu, yang disedikan oleh Allah SWT bagi diri kita untuk menyelamatkan ruh yang tidak lain adalah jati diri manusia yang sesungguhnya dari pengaruh buruk ahwa (hawa nafsu) dan juga setan yang dapat menjadikan kualitas ruh menjadi tidak fitrah lagi (menjadi jiwa fujur) sedangkan aslinya adalah jiwa muthmainnah. Kembali fitrahnya ruh akan menghantarkan diri kita mampu menampilkan penampilan Allah SWT yang termaktub dalam nama nama-Nya yang indah lagi baik, inilah yang dikatakan sebagai hakekat dari keberadaan diri kita sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.

 

Jangan sampai kita melaksanakan ibadah umroh sibuk dengan mencari pahala, namun lupa pada hakikat dari melaksanakan ibadah umroh yang sesungguhnya sehingga setelah pulang dari melaksanakan ibadah umroh kita tidak bisa menjadikan diri sendiri menjadi manusia teladan seperti teladannya keluarga Nabi Ibrahim as, atau kita tetap tidak mau membuka tabungan haji sebagai bentuk komitmen melaksanakan ibadah haji walaupun keuangan yang dimiliki cukup untuk melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama dan kondisi inilah yang sangat dikehendaki oleh setan sang laknatullah.

 

Sekarang pilihan untuk melaksanakan ibadah=ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT ada pada diri kita sendiri. Allah SWT tidak butuh dengan ibadah yang kita lakukan, akan tetapi kitalah yang butuh melaksanakan ibadah, seperti halnya diri kita membutuhkan mandi. Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT yang sudah menjadi kebutuhan bagi diri kita. Lalu kita mampu menjadi tamu yang dikehendaki kedatangannya oleh Allah SWT lagi dibanggakan oleh Allah SWT oleh sebab ibadah umroh yang kita laksanakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar