Umroh menurut bahasa adalah meramaikan atau ziarah. Umroh adalah berkunjung ke Baitullah untuk melakukan serangkaian ibadah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, baik dirangkaikan dengan ibadah Haji maupun di luar pelaksanaan ibadah Haji. Adapun syarat dan ketentuan dari pelaksanaan ibadah Umroh meliputi:
1.
Islam;
2.
Baligh (dewasa);
3.
Aqil (berakal sehat);
4.
Merdeka (bukan budak
sahaya) serta
5. Memiliki kemapuan
atau kesanggupan (istitho’ah) dalam hal membayar biaya per-jalanan ibadah umroh,
dari penghasilan atau harta kekayaan yang halal.
Agar diri kita
mampu melaksanakan ibadah umroh dengan baik dan benar, kita harus mengetahui
tentang ketentuan rukun umroh, ketentuan wajib umroh serta ketentuan sunnah
umroh.
Rukun Umroh adalah
sebuah kumpulan dari ketentuan dasar yang harus dilaksanakan oleh jamaah umroh
ketika akan melaksanakan ibadah umroh, baik yang bersamaan dengan ibadah haji
maupun yang tidak bersamaan dengan ibadah haji. Apabila jamaah umroh yang
melaksanakan umroh tidak melaksanakan salah satu ketentuan rukun umroh maka
ibadah umrohnya tidak sah, atau batal serta tidak bisa diganti dengan membayar
Dam dengan menyembelih seekor kambing.
Rukun Umroh juga
tidak bisa diwakilkan kepada seseorang, sehingga harus dilaksanakan langsung
oleh jamaah yang bersangkutan jika ia berniat untuk melaksanakan ibadah umroh.
Rukun Umroh terdiri dari lima ketentuan pokok, yaitu:
1.
Ihram umroh disertai Niat.
2.
Thawaf.
3.
Sa’i antara Shafa dan Marwah.
4.
Tahallul (bercukur)
5.
Tertib sesuai dengan urutan
Wajib Umroh adalah
sebuah kumpulan ketentuan yang harus dilaksanakan oleh jamaah umroh, namun
apabila jamaah lalai melaksanakannya tidak membatalkan ibadah umroh yang
dilaksanakannya. Namun atas pelanggaran atau kelalalaian ketentuan itu jamaah
wajib membayar Dam dengan menyembelih seekor kambing. Ketentuan wajib haji
terdiri dari tiga ketentuan, yaitu:
1.
Ihram dari Miqat.
2.
Meninggalkan larangan ihram.
3.
Thawaf Wada’
Adapun sunnah umroh
dapat kami kemukakan sebagai berikut:
1.
Mandi ketika akan berihrom umroh;
2.
Shalat sunnah ihram umroh sebanyak 2 (dua) rakaat;
3.
Membaca Talbiyah dan
4.
Memakai wangi-wangian sebelum berihram.
Ibadah umroh sebagai ibadah yang
diperkenankan oleh Allah SWT memiliki adanya ketentuan rukun umroh, wajib umroh
dan juga sunnah umroh. Ini berarti ibadah umroh tidak dapat dilaksanakan
seenaknya saja. Ibadah umroh tidak dapat dilaksanakan apa adanya, tidak dapat
dilaksanakan seadanya saja, asal sudah dilaksanakan maka selesai sudah ibadah
umroh yang kita lakukan. Untuk itu tidak ada jalan lain bagi diri kita yang
hendak atau yang sudah menunaikan ibadah umroh harus segera memiliki ilmu dan
pemahaman tentang ibadah dimaksud baik syariat maupun hakekat dalam satu
kesatuan yang konfrehensif. Kita tidak bisa hanya melaksanakan ibadah umroh
hanya sebatas syariat semata tanpa memperoleh hakekat yang ada di dalamnya,
kita harus bisa sampai memperoleh dan merasakan hakekat dari ibadah umroh tanpa
melanggar syariat.
Semakin baik kita memiliki ilmu dan pemahaman
tentang ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka akan semakin
baik pula kesempatan menjadi tamu yang sudah ditunggu-tunggu kedatangannya oleh
Allah SWT. Sehingga kesempatan memperoleh rasa diterima oleh Tuan Rumah semakin
terbuka lebar dan juga kesempatan memperoleh hikmah umroh sebagai modal dasar
menuju kefitrahan diri telah kita miliki.
Sebagai jamaah haji atau sebagai jamaah umroh
ketahuilah bahwa ibadah haji atau ibadah umroh yang kita laksanakan di
Baitullah tidak diiringi dengan ibadah sunnah seperti halnya ibadah shalat yang
memiliki ketentuan adanya shalat sunnah rawathib yang merupakan ibadah
penyempurna bagi shalat wajib yang kita dirikan. Adanya kondisi ini maka kita harus memahami bahwa ibadah haji
tidak mengenal istilah ibadah haji sunnah sebagai penyempurna bagi ibadah haji
yang kita tunaikan. Hal yang samapun berlaku bagi ibadah umroh. Ibadah umroh
juga tidak mengenal ibadah umroh sunnah sebagai penyempurna bagi ibadah umroh
yang kita tunaikan. Sehingga yang ada adalah kita wajib menunaikan ibadah haji
dan ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT secara baik dan benar
yang dilandasi dengan niat yang ikhlas secara berkualitas.
Bagi jamaah umroh yang melaksanakan ibadah
umroh yang pelaksanaannya tidak bersamaan dengan ibadah haji, maka ibadah umroh
bisa dilaksanakan kapan saja selama pemerintah Kerajaan Arab Saudi membuka
kesempatan untuk melaksanakan ibadah umroh dengan mengeluarkan visa untuk itu.
Dan dari keseluruhan ibadah umroh yang dilakukan oleh jamaah umroh maka ibadah
umroh yang dilaksanakan oleh para jamaah dapat dikategorikan menjadi menjadi 4 (empat) kriteria, yaitu:
1. Jamaah umroh yang menunaikan ibadah umroh namun ia sudah pernah menunai-kan ibadah haji.
Bagi jamaah umroh yang masuk dalam kriteria pernah berhaji lalu melaksanakan ibadah umroh setelah sekian waktu ini berarti:
a. Jamaah umroh yang seperti ini sedang mengulang
kembali, mengenang kembali, sedang menapaktilasi kembali prosesi perjalanan
ibadah haji yang pernah dilaksanakannya pada masa lalu. Namun ibadah umroh yang
dilaksanakannya tidak bisa dikategorikan sebagai penyempurna bagi ibadah haji yang
pernah dilakukannya.
b. Jamaah umroh ini sedang melakukan suatu ibadah yang diperkenankan oleh Allah SWT yaitu
dengan melakukan suatu proses “ReCharging” atas jiwa, atas ruh, atas jati diri
manusia yang sesungguhnya agar kembali maksimal kefitrahannya, setelah
mengalami gangguan ahwa (hawa nafsu) dan setan, melalui mata rantai menunaikan
rukun umroh, seperti berihram kembali, mengambil miqat, bertalbiyah, thawaf,
sa’i dan diakhiri dengan tahallul.
Adalah suatu kenikmatan tersendiri jika kita yang pernah menunaikan
ibadah haji, lalu sekarang menunaikan ibadah umroh yang terlepas dari ibadah
haji. Ada sebuah perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, setelah
sekian tahun kita pergi haji, lalu sekarang menunaikan ibadah umroh dengan
kembali berada di barisan bersama-sama dengan jamaah-jamaah umroh yang memiliki
tujuan yang sama dan yang memiliki niat yang sama yaitu menuju kepada yang
satu, Allah SWT.
Kita mengambil Miqat kembali dengan menyatakan sikap ingin menjadi tamu
Allah SWT melalui ibadah umroh. Lalu kita bertalbiyah dengan menyatakan aku
datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, tiada sekutu bagimu. Lalu kita
melaksanakan Thawaf mengelilingi Ka’bah yang berlawanan arah dengan arah jarum
jam sebanyak 7 (tujuh) putaran sehingga kita masuk kembali ke dalam kehendak
Allah SWT. Kita masuk kembali ke dalam kemahaan dan kebesaran Allah SWT. Yang
dilanjutkan dengan kita shalat dua rakaat di dekat Maqam Ibrahim searah dengan
Multazam yang dilanjutkan dengan doa. Selesai itu kita meminum air zam-zam
dengan tidak sekali teguk yang diiringi dengan membaca doa meminum air zam-zam.
Selesai itu, jamaah menuju ke bukit Shafaa untuk bergerak menuju bukit
Marwaa dalam kerangka melaksanakan ibadah Sa’i yang tidak lain kita mengulangi
kembali napak tilas perjuangan Ibunda Siti Hawa, selesai itu kita melaksanakan
Tahallul. Selesai sudah prosesi ibadah umroh yang kita laksanakan. Terasa
sangat indah, terasa nyaman, terasa nikmat kita merasakan itu semua dan akhirnya
ruh dan keimanan serta ketaqwaan diri kita menjadi kian berkualitas. Inilah
harapan dari jamaah umroh yang telah melaksanakan ibadah haji, sehingga ia
terus berusaha untuk selalu dekat dengan Allah SWT dan mampu berbuat dan
bertindak sesuai dengan kehendak Allah SWT.
2. Jamaah umroh yang
menunaikan ibadah umroh dimasa tunggu pemberangkatan ibadah haji.
Apabila hal ini terjadi
pada diri kita ini berarti kita sedang berusaha semaksimal mungkin untuk bisa
melaksanakan ibadah haji yang sesungguhnya dengan sebaik mungkin. Hal ini
dimungkinkan karena kita selaku jamaah umroh yang melakukan aktifitas seperti
ini sedang berusaha keras untuk memiliki pengalaman batiniah melalui praktek
langsung di Baitullah dan juga untuk memperoleh pemahaman dari apa-apa yang
telah dipelajarinya tentang ibadah haji. Sehingga saat diri kita melaksanakan
ibadah haji kelak kita telah memperoleh pengajaran langsung dari Allah SWT dan
juga telah mengetahui letak dan posisi tempat- tempat yang kelak akan kita tempati
saat menunaikan ibadah haji. Sehingga kita tidak merasa asing lagi disana dan
semakin memudahkan kita menunaikan ibadah haji.
Selain daripada itu
dengan praktek langsung di Baitullah maka kita juga akan mengetahui seberapa
baik ilmu dan pemahaman yang telah kita miliki lalu kita berusaha untuk
menambah dan memperbaikinya atau bahkan meningkatkan ilmu dan pemahaman yang
kita miliki sehingga saat menunaikan ibadah haji yang sesungguhnya sudah siap
semuanya. Siap menjadi tamu yang mulia dihadapan Allah SWT Dzat Yang Maha
Mulia.
3. Jamaah umroh yang menunaikan ibadah umroh dalam kerangka melaksanakan nadzar yang pernah dinadzarkannya.
Nadzar adalah sebuah janji yang telah diikrarkan oleh seseorang kehadirat
Allah SWT dengan menyatakan apabila ia mencapai sesuatu hal atau janji yang
telah diikrarkan terpenuhi maka ia akan menunaikan ibadah umroh. Nadzar yang
seperi ini akan mengikat kepada seseorang sehingga ia wajib melaksanakan apa
yang telah dinadzarkan itu. Dan jika ada
jamaah umroh yang melaksanakan nadzarnya dengan menunaikan ibadah umroh berarti
ia telah melunasi kewajiban nadzarnya itu, sehingga ia sudah tidak berhutang
lagi kepada Allah SWT atas nadzarnya.
Apabila seseorang jamaah umroh melaksanakan umroh dalam kerangka nadzar
dan ia sendiri belum menunaikan ibadah haji, maka nadzarnya itu tidak bisa
menghapus kewajiban ibadah haji. Sehingga setelah kembali dari menunaikan
ibadah umroh dalam kerangka nadzar maka ia wajib mempersiapkan diri untuk
mempersiapkan ibadah hajinya dengan segera membuka buku tabungan haji di bank
syariah, sebagai bukti ia telah menjadi tamu Allah SWT, sebagai bukti ia telah
dimuliakan oleh Allah SWT melalui prosesi umroh yang ditunaikannya. Sedangkan
bagi jamaah umroh yang melaksanakan umroh dalam kerangka nadzar sedangkan ia
telah mendaftarkan haji maka umroh yang dilaksanakannya bisa bermakna ganda,
yaitu melunasi janji nadzar yang telah diikrarkannya dan dibalik itu ada
pembelajaran langsung di Baitullah untuk menuju ibadah haji yang sesungguhnya.
4. Jamaah umroh yang
menunaikan ibadah umroh dimana yang bersangkutan belum membuka tabungan haji di
bank syariah, atau belum melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahap
pertama bagi haji reguler ataupun khusus.
Bagi jamaah umroh
yang akan menunaikan ibadah umroh, namun ia belum pernah melaksanakan ibadah
haji, maka ketahuilah bahwa ibadah umroh yang dilakukannya tidak bisa menghapus
kewajibannya untuk melaksanakan ibadah haji, walaupun yang bersangkutan setiap
tahunnya melaksanakan ibadah umroh lebih dari satu kali. Namun demikian ibadah
umroh yang dilaksanakannya tetap bermakna umroh yang tidak melanggar ketentuan
syariat dan hakekat. Akan tetapi jamaah yang melakukan hal ini, harus menyadari
bahwa masih ada ketetapan lain yang harus dilakukannya setelah kembali ke tanah
air, yaitu harus menunaikan ibadah haji.
Jika keadaan keuangan
kita belum memadai tetapi kita sudah melunasi biaya perjalanan ibadah umroh,
hal yang bisa kita lakukan adalah pada saat menunaikan umroh perbanyaklah doa
dengan meminta maaf kepada Allah SWT atas kelalaian, atas kesalahan, atas
rendahanya pemahaman sehingga mendahulukan umroh dibandingkan ibadah haji. Lalu
berdoalah saat umroh kepada Allah SWT untuk diberikan kemudahan memperoleh
keleluasaan rezeki sehingga bisa segera melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH) tahap pertama sehingga kita berada di dalam kehendak-Nya.
Dan jangan pula kita
merasa aman-aman saja setelah menunaikan ibadah umroh tanpa berusaha untuk
mempersiapkan keuangan untuk kepentingan ibadah haji yang belum kita
laksanakan. Apalagi jika keuangan kita sudah memadai sepulang umroh namun belum
juga mau melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama, ketahuilah
bahwa kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi hidup dan kehidupan diri kita
ke depannya. Bagi jamaah umroh yang belum melaksanakan ibadah haji dan juga
belum membuka tabungan haji apalagi melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji
(BPIH) tahap pertama, ada baiknya memperhatikan 2 (dua) buah hadits yang kami
kemukakan berikut ini:
“Allah swt berfirman dalam
hadits qudsi: ‘Seseorang yang telah Aku kurniai badan yang sehat dan rezeki
yang lapang, namun tidak mau bertamu (berhaji) setelah empat tahun,
sesungguhnya ia terlarang untuk mendapat pahala dari sisi Allah swt. (Hadits
Qudsi Riwayat Thabarani kitab Al-Ausath dan Abu Ya’laa dari Abud Dardaa
ra).” Nabi SAW juga bersabda: “Barangsiapa memiliki bekal dan kendaraan
(biaya perjalanan) yang dapat menyampaikannya ke Baitillahil Haram dan tidak
menunaikan (ibadah) haji tidak mengapa baginya wafat sebagai orang Yahudi atau
Nasrani, (Hadits Riwayat Attirmidzi dan Ahmad).”
Berdasarkan ketentuan
hadits di atas, Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas keleluasaan
rezeki dan kurnia badan yang sehat bukan melalui ibadah umroh, melainkan dari
ibadah haji. Sehingga kewajiban ibadah haji bukan karena tua atau mudanya
seseorang, atau berpangkatnya seseorang, melainkan sejauh mana kita telah
memiliki keleluasaan rezeki dan kurnia badan sehat. Begitu berat resiko yang
ditanggung bagi orang orang yang tidak mau menunaikan ibadah haji. Dan semoga
ini tidak terjadi pada diri kita dan juga pada anak keturunan kita nantinya.
Sekarang bagaimana jika
ada jamaah umroh yang melaksanakan ibadah umrohnya di bulan Ramadhan?
Melaksanakan ibadah umroh di bulan Ramadhan memang memiliki keistime-waan
tersendiri dibandingkan dengan melaksanakan umroh di luar bulan Ramadhan. Hal
ini jika ditinjau dari sisi keutamaan dan dari sisi pahalanya, yang disama-kan
seperti berhaji bersama Nabi Muhammad SAW. Hal ini sebagaimana hadits berikut
ini: “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku”.
(Hadits Riwayat Bukhari nomor 1863)
Namun bagi jamaah
umroh Ramadhan yang belum pernah menunaikan ibadah haji, ketahuilah bahwa umroh
di bulan Ramadhan bukanlah ibadah pengganti yang bisa menggantikan kewajiban
seseorang untuk menunaikan ibadah haji. Akan tetapi bagi jamaah umroh yang
telah menuaikan ibadah haji saat menunaikan ibadah umroh Ramadhan akan
merasakan nuansa ibadah haji karena jumlah jamaahnya sangat banyak terutama
saat menuju malam ke 27 Ramadhan.
Berdasarkan uraian di atas tentang 4 (empat)
kriteria jamaah yang menunaikan umroh, memang sebaiknya kita harus tetap
mendahulukan mengikat janji kepada Allah SWT untuk menunaikan kewajiban ibadah
haji walaupun harus menunggu waktu tunggu yang cukup lama. Biarkan waktu itu
berjalan. Jika memang kita diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, maka
itu sudah menjadi ketetapan Allah SWT yang berlaku kepada diri kita. Dan jika
sampai usia kita tidak sampai berarti niat kita untuk menunaikan ibadah haji
telah sampai dan yang berarti kita mampu mempertanggungjawabkan atas apa yang
telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita terutama keleluasaan rezeki dan
karunia kesehatan.
Di dalam
pelaksanaan ibadah umroh ketahuilah bahwa Allah SWT adalah Tuan Rumah bagi
seluruh tamunya yang hadir. Sedangkan diri kita adalah tamu yang hadir
dihadapan Tuan Rumah. Jika kita merasa adalah tamu, maka tamu wajib
mempelajari, wajib memahami, wajib melaksanakan, wajib mentaati segala aturan
main Tuan Rumah pada saat melaksanakan ibadah haji (ibadah umroh) di Baitullah.
Adanya pemahaman aturan main yang diberlakukan oleh Tuan Rumah, maka kita akan
mengetahui apa-apa yang yang disukai dan disenangi oleh Tuan Rumah, apa yang
tidak disukai dan apa yang dibenci oleh Tuan Rumah. Jika kita mampu
melaksanakan hal ini saat menunaikan ibadah umroh terjadilah kesesuaian apa
yang dikehendaki oleh Tuan Rumah dengan apa yang kita laksanakan saat berhaji
atau umroh.
Hal yang
harus kita jadikan pedoman adalah Allah SWT tidak hanya menjadi Tuan Rumah di “Tanah Haram” semata, Allah SWT juga Tuan
Rumah di “Tanah Halal”. Dan jangan
sampai kita hanya mampu menjadi tamu yang menyenangkan bagi Tuan Rumah saat
berada di “Tanah Haram” saat
menunaikan ibadah umroh, lalu menjadi tamu yang menyebalkan lagi tidak tahu
diri saat di “Tanah Halal” setelah
pulang melaksanakan ibadah umroh dan saat menjadi hamba-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi. Allah SWT sampai dengan kapanpun tidak akan membutuhkan
ibadah umroh yang kita laksanakan karena Allah SWT sudah maha dan akan maha
selamanya. Hal ini penting kami kemukakan karena yang sangat membutuhkan segala
macam ibadah baik ibadah wajib ataupun ibadah sunnah adalah untuk diri kita
sendiri, bukan untuk orang lain dan bukan pula untuk Nabi Muhammad SAW. Dan
jika saat ini kita sudah berikrar serta sudah berniat untuk melaksanakan ibadah
umroh maka mulai saat ini kita harus segera memiliki ilmu dan pemahaman tentang
ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dengan belajar, belajar dan
belajar setiap waktu.
Sekarang mari kita bercermin kepada perintah
mandi yang telah diperintahkan oleh orang tua kita saat diri kita masih kanak
kanak. Setiap orang tua pasti akan memerintahkan anaknya untuk mandi. Orang tua
memerintahkan anaknya mandi bukan didasarkan rasa benci orang tua kepada
anaknya, melainkan didasarkan rasa sayang kepada anaknya. Orang tua
memerintahkan anak untuk mandi karena orang tua tahu bahwa tubuh manusia tidak
bisa terhindar dari aktivitas dan gerak tubuh serta pengaruh lingkungan yang
mengakibatkan timbulnya daki, keringat, bau badan dan lain sebagainya yang
kesemuanya mengundang penyakit. Dan jalan keluar untuk mengatasinya adalah
dengan melakukan aktivitas mandi yang baik lagi benar.
Adanya perintah orang tua maka anak melaksanakan perintah orang tuanya lalu ia
mandi, apakah hal ini sudah sesuai dengan kehendak dan harapan orang tuanya?
Aktifitas mandi yang dilakukan oleh anak pada dasarnya bukanlah tujuan utama
yang hakiki dari perintah orang tua. Namun aktifitas mandi hanyalah perantara,
alat bantu atau media bagi anak untuk
untuk memperoleh dan merasakan sehat, bersih, segar dan bersemangat
kembali. Aktifitas mandi yang dilakukan oleh anak belum dapat dikatakan telah
melaksanakan perintah yang hakiki sepanjang ia belum mencapai tujuan yang utama
dan yang hakiki dari mandi, yakni sehat, bersih, segar dan mampu semangat
kembali setelah mandi.
Adanya konsep mandi yang seperti ini maka
kesadaran anak di dalam melaksanakan perintah mandi merupakan faktor penentu
bagi anak untuk memperoleh tujuan yang hakiki dari mandi. Sepanjang anak mampu
menempatkan mandi bukan lagi sebagai perintah orang tua, melainkan sebagai
sebuah kebutuhan maka anak tersebut akan mampu menempatkan mandi sebagai sarana
dan alat bantu baginya untuk bisa menikmati apa yang dinamakan dengan sehat,
bersih, segar dan bersemangat.
Jika sudah demikian keadaannya maka anak akan
berusaha melaksanakan mandi dengan bersungguh-sungguh secara baik dan benar
karena ia sudah merasakan kebaikan dari melaksanakan perintah mandi sehingga ia
membutuhkan mandi oleh sebab tujuan hakiki dari mandi yang telah ia rasakan
manfaat dan kegunaannya dan juga telah merasakan betapa tidak enaknya jika
mandi secara apa adanya.
Sekarang apa jadinya jika anak yang telah
diperintahkan orang tuanya untuk mandi, lalu setelah mandi yang didapatkan
adalah masih menggaruk-garuk punggungnya karena kegatalan. Jika hal ini yang
terjadi maka dapat dipastikan anak tersebut masih memiliki masalah dengan
perintah mandi karena belum mampu melaksanakannya dengan baik dan benar.
Sedangkan kita tahu bahwa perintah mandi yang telah diperintahkan oleh orang
tua tidak pernah salah (perintahnya tidak pernah salah). Selain daripada itu, yang
memerintahkan mandi tidak memiliki kepentingan apapun dengan hasil dari mandi
yang dilakukan oleh anak, tetapi yang diperintahkan untuk mandilah yang
berkepentingan dengan hasil dari mandi yang baik dan benar.
Jika perintah mandi
mampu menampilkan keadaan yang seperti ini, lalu apakah menunaikan ibadah umroh
tidak bisa bermakna hakiki seperti halnya perintah mandi? Menunaikan ibadah umroh
dapat dipastikan memiliki makna yang hakiki sebagaimana perintah mandi. Allah
SWT memperkenankan diri kita melaksanakan ibadah umroh karena Allah SWT sayang
kepada umatnya dan bukan karena benci kepada umatnya serta Allah SWT tidak
berkepentingan dengan hasil akhir yang diperoleh dan dirasakan oleh umatnya
karena Allah SWT sudah maha dan tidak butuh dengan itu semua.
Adanya kondisi ini maka menunaikan ibadah
umroh dapat dikatakan sebagai sarana, alat bantu, yang disedikan oleh Allah SWT
bagi diri kita untuk menyelamatkan ruh yang tidak lain adalah jati diri manusia
yang sesungguhnya dari pengaruh buruk ahwa (hawa nafsu) dan juga setan yang
dapat menjadikan kualitas ruh menjadi tidak fitrah lagi (menjadi jiwa fujur)
sedangkan aslinya adalah jiwa muthmainnah. Kembali fitrahnya ruh akan
menghantarkan diri kita mampu menampilkan penampilan Allah SWT yang termaktub
dalam nama nama-Nya yang indah lagi baik, inilah yang dikatakan sebagai hakekat
dari keberadaan diri kita sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka
bumi.
Jangan sampai kita melaksanakan ibadah umroh sibuk
dengan mencari pahala, namun lupa pada hakikat dari melaksanakan ibadah umroh
yang sesungguhnya sehingga setelah pulang dari melaksanakan ibadah umroh kita tidak
bisa menjadikan diri sendiri menjadi manusia teladan seperti teladannya
keluarga Nabi Ibrahim as, atau kita tetap tidak mau membuka tabungan haji
sebagai bentuk komitmen melaksanakan ibadah haji walaupun keuangan yang
dimiliki cukup untuk melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama
dan kondisi inilah yang sangat dikehendaki oleh setan sang laknatullah.
Sekarang pilihan untuk melaksanakan ibadah=ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT ada pada diri kita sendiri.
Allah SWT tidak butuh dengan ibadah yang kita lakukan, akan tetapi kitalah yang
butuh melaksanakan ibadah, seperti halnya diri kita membutuhkan mandi. Semoga
kita termasuk orang-orang yang mampu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT yang
sudah menjadi kebutuhan bagi diri kita. Lalu kita mampu menjadi tamu yang
dikehendaki kedatangannya oleh Allah SWT lagi dibanggakan oleh Allah SWT oleh
sebab ibadah umroh yang kita laksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar