C.
HABBLUMMINALLAH
TERCERMIN DALAM HABBLUMMINANNASS.
Salah
satu bentuk lainnya dari penampilan diri dari seorang abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang telah tahu diri, yang telah tahu
aturan main dan yang telah tahu tujuan akhir adalah mampu menampilkan “konsep habblumminallah” yang tercermin dalam “konsep habblumminannass”. Lalu bagaimana caranya?
Untuk
itu mari kita renungkan sebuah pelajaran dari Nabi Musa, as,, yaitu: Pada suatu
saat Nabi Musa as berkomunikasi dengan Allah SWT. Nabi Musa
as.: "Wahai Allah aku sudah melaksanakan ibadah. Lalu manakah
ibadahku yang membuat engkau senang?".Allah SWT: “Syahadat mu itu untuk dirimu sendiri,
karena dengan engkau bersyahadat maka terbukalah pintu bagimu untuk bertuhankan
kepada Ku. Allah SWT: "Shalat mu bukan untuk Ku tetapi untukmu
sendiri, karena dengan kau mendirikan shalat, engkau terpelihara dari perbuatan
keji dan munkar. Dzikir? Dzikirmu itu membuat hatimu menjadi tenang. Puasa?
Puasamu itu melatih dirimu untuk memerangi hawa nafsumu". Zakat itu untuk
membersihkan apa apa yang telah engkau miliki. Menunaikan Haji untuk menjadikan
kamu menjadi lebih dekat kepada Ku setelah berkunjung kerumah Ku.” Nabi
Musa as,: "lalu apa ibadahku yang membuatmu senang ya Allah?" Allah
SWT: "Sedekah, Infaq, Wakaf serta Akhlaqulkarimah-mu yang menceriminkan
nilai nilai Asmaul Husna. Itulah yang membuat aku senang, Karena tatkala
engkau membahagiakan orang yang sedang susah, aku hadir disampingnya. Dan Aku
akan mengganti dengan ganjaran kepadamu”.
Berdasarkan
pelajaran dari Nabi Musa as, di atas terlihat dengan jelas bahwa ibadah yang
kita lakukan hanyalah sarana untuk kepentingan kebutuhan dasar dari diri kita
sendiri. Contohnya, syahadat bukanlah sebatas kita bersaksi bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi
Muhammad adalah utusan Allah” melainkan sebuah pernyataan sikap diri kita
terhadap keimanan yang telah kita nyatakan dalam rukun iman sebagai bentuk
pelaksanaan Diinul Islam sehingga terikatlah diri kita sebagai abd’ (hamba)-Nya
dan Allah SWT selaku Rabb. Demikian pula dengan mendirikan shalat, dimana
shalat bukanlah sekedar pelaksanaan dari rukun Islam melainkan sebagai bentuk
komunikasi aktif diri kita kepada Allah SWT yang mana hasil akhir dari
komunikasi aktif ini untuk kepentingan diri kita yang salah satunya untuk
memenangkan konsep hidup adalah sebuah permainan.
Bagaimana
dengan puasa, puasa bukanlah sekedar menahan lapar, haus dan syahwat semata
dalam kurun waktu tertentu, melainkan sebuah proses yang dikehendaki oleh Allah
SWT agar diri kita selalu berada di dalam kefitrahan dan pada saat yang
bersamaan diri kita juga diwajiban untuk membersihkan harta dan kekayaan yang
kita miliki melalui ibadah menunaikan zakat. Sehingga setelah puasa Ramadhan
ruh tetap dalam kefitrahan, jasmani menjadi lebih sehat sedangkan harta
kekayaan telah menjadi bersih setelah berzakat. Sedangkan ibadah haji bukan
sekedar melaksanakan rukum Islam yang kelima semata, namun bagaimana merasakan
rasa menjadi tamu Allah SWT di Baitullah sebagai bentuk dari hasil dari
pendidikan (pengajaran) saat diri kita menjadi tuan rumah bagi tamu agung yaitu
bulan Ramadhan yang setiap tahun datang kepada diri kita.
Selanjutnya
apabila kita hanya sibuk dengan ibadah ritual (syariat) semata dan bangga akan
itu (maksudnya sibuk dengan ibadah Habblumminannallah) tanpa pernah merasakan
hakekat ibadah yang tidak melanggar syariat sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT maka
itu tandanya kamu hanya mencintai dirimu sendiri (egois), bukan cinta kepada
Allah SWT. Hal ini dikarenakan cerminan dari orang yang mampu merasakan
hakekat ibadah tanpa melanggar syariat akan tercermin dari mampunya orang
tersebut menunjukkan hasil ibadahnya (ibadah habblumminallah) yang tercermin langsung
di dalam ibadah habblum-minannassnya. Akhirnya jika kita telah mampu berbuat
dan berkorban untuk orang lain serta melunakkan hati untuk kepentingan orang
lain maka itu tandanya kita mencintai Allah SWT dan tentu Allah SWT senang
karenanya.
Buatlah
Allah SWT senang dan bangga kepada diri kita maka Allah SWT akan limpahkan
rahmat-Nya dengan membuat hidupmu lapang dan bahagia. Jangan lupa jadikan perintah yang
telah diperintahkan oleh Allah SWT kepada diri kita sebagai sebuah kebutuhan
karena ini adalah kunci kesuksesan hidup di dunia dan akhirat kelak.
Dan ingat bahwa dibalik diri kita melaksanakan setiap perintah Allah SWT yang
telah diperintahkan kepada diri kita disana ada ketertundukan dan kepatuhan diri
kita kepada Allah SWT. Adanya ketertundukan dan kepatuhan diri kepada Allah SWT
akan melahirkan ikhlas berbuat bagi kepentingan umum tanpa memandang kepada
siapa ia berbuat lalu setelah berbuat ia lupakan perbuatan itu karena siap
untuk berbuat kebaikan yang lain lagi. Sehingga diri kita akan mampu menjadi
panutan, atau menjadi pelopor yang mampu menggerakkan masyarakat untuk ber-buat
kebaikan.
D. SESEORANG YANG SELALU
MAMPU MELAKUKAN PERUBAHAN DAN PERBAIKAN DIRI.
Hidup yang kita
lakukan saat ini ini bak roda pedati, kadang di atas kadang di bawah, kadang
senang kadang susah, kadang bahagai kadang sengsara, semuanya silih berganti
dan semua orang pasti akan mengalami kondisi ini sehingga tidak akan ada jalan
yang mulus dari waktu ke waktu. Namun sebagai orang yang beriman lagi bertaqwa
tentu kita harus mengetahui dengan baik dan benar tentang ketentuan yang
terdapat di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 186 berikut ini: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “ Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir." (surat Al Baqarah (2) ayat 286)
Ayat di atas ini,
menunjukkan kepada diri kita bahwa segala yang kita alami saat hidup di muka
bumi ini bukanlah sesuatu yang melebihi kesanggupan kita. Akan tetapi apa yang
kita alami atau jalani adalah sesuatu yang pasti dapat kita lalui dan jalani.
Lalu apakah yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 286
di atas tidak kita percayai? Adanya jaminan dari Allah SWT bahwa kita pasti
bisa menghadapi segala ujian, cobaan, rintangan, tantangan berarti kita pasti
bisa menjadi pemenang, ingat bukan pecundang.
Setelah diri kita
meyakini bahwa kita pasti bisa sanggup menghadapi segala rintangan, tantangan,
ujian dan cobaan hidup, kondisi ini tidak terlepas dari mampunya diri kita
melaksanakan ketentuan yang termaktub dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 11 berikut
ini: “Baginya
(manusia) ada malaikat malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan
dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka taka
da pelindung bagi mereka selain Dia. (surat Ar Ra’d (13) ayat 11).”
Ayat di atas ini
menegaskan bahwa jika kita mau mengadakan perubahan (merubah) apa apa yang ada
di dalam diri kita, seperti malas kita rubah menjadi rajin, pelit kita rubah
menjadi dermawan, berpikiran (berwawasan) jangka pendek kita rubah menjadi
berwawasan luas dan jangka panjang, bangun siang menjadi bangun pagi, sikap ego
menjadi bersyukur, dompet (saku) selalu dikunci menjadi sering berderma, berat
tangan dirubah menjadi ringan tangan maka Allah SWT akan merubah kondisi dan
keadaan diri menjadi lebih baik.
Jika kita tetap tidak
mau merubah atas apa apa yang ada di dalam diri kita sendiri, maka bersiap
siaplah untuk dirubah oleh perubahan baik yang berasal dari internal diri (hawa
nafsu dan setan) ataupun yang berasal dari eksternal diri. Selain daripada
ketahuilah, saat diri kita melakukan perubahan menuju kebaikan, maka pada saat
itu pula setan melaksanakan aksinya kepada diri kita agar jangan sampai terjadi
perubahan.
Namun pada saat yang
bersamaan Allah SWT telah menempatkan malaikat di depan dan di belakang diri
kita untuk menjaga diri kita secara bergiliran agar upaya diri kita untuk
merubah keadaan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT menjadi lebih mudah.
Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa Allah SWT sangat mendukung usaha manusia
untuk menjadi orang orang yang sesuai dengan kehendak-Nya. Ayo segera manfaatkan
peluang dan kesempatan ini sebelum semuanya terlambat yang hanya ada pada sisa
usia yang kita miliki.
E. SESEORANG YANG MAMPU
MELINDUNGI DIRI DAN KELUARGANYA DARI API NERAKA.
Salah satu bentuk
lainnya dari penampilan seseorang yang telah mampu tahu diri, tahu aturan main
dan tahu tujuan akhir adalah mampu melindungi dirinya sendiri, keluarganya,
kerabatnya dari api neraka sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Wahai
orang orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat malaikat yang
kasar, dank eras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang
diperintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(surat At Tahrim (66) ayat 6).” Inilah kondisi yang paling dikehendaki
dan dicita-citakan oleh seluruh umat manusia, yaitu bisa berkumpul dengan
keluarga besar di syurga. Namun kondisi ini tidak akan bisa terlaksana jika
kita yang telah menjadi orang tua, apakah menjadi seorang suami ataukah menjadi
seorang istri, tidak mampu memelihara diri, keluarga, anak keturunan dari api
neraka, atau hanya mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan keluarga.
Salah satu bukti
bahwa diri kita mampu memelihara diri dan keluarga dari api neraka, yaitu mampu
memberikan nafkah kepada keluarga berupa makanan yang halal lagi baik (thayyib)
yang dibiayai dari penghasilan dan/atau pekerjaan yang juga halal, sebagaimana
ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: ““Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 168).”
Namun apabila yang
terjadi adalah kita mencampur penghasilan yang kita peroleh dengan sesuatu yang
haram, atau melakukan pekerjaan yang haram yang mengakibatkan penghasilan atau
nafkah kepada keluarga terkontaminasi dengan yang haram berarti kita sendirilah
yang secara sadar yang menjerumuskan anak, keluarga dan diri kita sendiri ke
dalam api neraka, sebagaimana yang dikehendaki oleh setan sang laknatullah.
Selain daripada itu, sebagai
bukti diri kita mampu memelihara diri dan keluarga dari api neraka, sudahkah
diri kita memberikan pendidikan atau mendidik anak keturunan diri kita dengan
mendahulukan pendidikan agama (akhlaq dan akidah) dibandingkan pendidikan umum
yang dimulai sejak anak masih di dalam kandungan sampai mereka siap menjadi
generasi penerus keluarga. Jika belum berarti ada yang salah dalam pola
pendidikan yang kita lakukan kepada anak keturunan kita.
Lalu apakah hanya
sampai disini saja kita memelihara diri dan keluarga dari api neraka? Ada satu
hal yang sering terlupakan yaitu saat kita berdoa untuk kepentingan keluarga,
kita sering membatasi doa yang kita panjatkan untuk kepentingan anak dan cucu
semata. Jika ini yang terjadi maka jangan
salahkan anak keturunan setelah cucu menjadi tidak sesuai dengan cita cita dan
harapan orang tua karena ulah kita sendiri yang tidak mau mendoakan mereka.
Untuk itu jika kita berdoa jangan batasi hanya sampai anak cucu semata,
melainkan untuk anak dan keturunanku seterusnya.
Sehingga dengan doa
yang kita panjatkan terbukalah jalan untuk anak keturunan kita sampai dengan
hari kiamat kelak serta kesempatan untuk didoakan oleh anak dan keturunan kita
juga terbuka lebar kepada diri kita. Hal ini menjadi penting kita ketahui
karena keberadaan anak dan keturunan tidak bisa dilepaskan dengan kehormatan
yang dimiliki oleh orang tuanya serta kakek neneknya. Sehingga mereka terikat
pula dengan doa, harapan dan cita cita diri kita selaku orang tua sehingga
antara diri kita dengan anak keturunan kita berada di dalam kesamaan Diinul
Islam.
Untuk itu jika kita telah tahu diri, maka sudah
sepatutnya kita berperilaku yang tidak mencoreng kehormatan orang tua &
mertua kita saat kita hidup di muka bumi ini. Dan jika sampai kita memalukan
kedua orang tua & mertua kita maka tercoreng pula harkat dan martabat dari
keturunan mereka oleh ulah diri kita sendiri dan akhirnya betapa kecewa dan
malunya mereka akibat ulah diri kita. Namun alangkah bahagia dan bangganya mereka
jika kita mampu menghantarkan anak keturunan kita sesuai dengan harapan dan
cita cita mereka. Semoga diri kita, keluarga kita, anak dan keturunan kita
dapat berkumpul di syurga kelak. Amiin.
F. SESEORANG YANG TIDAK
MENINGGALKAN GENERASI PENERUS YANG LEMAH.
Salah satu bentuk
penampilan dari orang yang telah tahu diri, tahu aturan main dan telah tahu
pula tujuan akhir ialah ia tidak meninggalkan generasi penerus yang lemah. Hal
ini sebagaimana telah diingatkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini: “Dan
hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan
hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (surat An Nisaa’ (4) ayat
9).” Adanya peringatan dari Allah SWT yang tertuang di dalam surat An
Nisaa’ (4) ayat 9 di atas menunjukkan bahwa anak kita atau generasi penerus
dari diri kita seharusnya menjadi anak
dan juga generasi penerus yang kuat, sehat, bertauhid, berilmu, berpendidikan
dan juga memiliki tingkat ekonomi yang mapan serta tahu diri, tahu aturan main
dan tahu tujuan akhir. Dan jangan sampai
kita hanya mampu menjadikan anak keturunan kita semata-mata anak biologis tanpa
mampu menjadikan anak kita menjadi anak didik untuk menjadi penerus keluarga,
bangsa dan negara.
Untuk menjadikan
generasi penerus yang kuat, sehat, bertauhid, berilmu, berpendidikan dan mampu
secara ekonomi, apalagi yang tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir bukanlah
perkara mudah. Kondisi ini harus kita mulai dari diri sendiri yang berakidah
(beriman) serta memiliki penghasilan (kekayaan) yang halal lagi baik (thayyib).
Kemudian kita harus mendahulukan pendidikan ketauhidan (akidah) kepada anak
sehingga kita tidak meninggalkan anak (generasi) yang lemah akidah (iman)nya.
Hal ini dikarenakan akidah (keimanan dan ketaqwaan) merupakan sumber kekuatan,
sumber kenyamanan, pangkal kebahagiaan dalam hidup.
Orang yang lemah
akidah (iman)nya akan mudah terpengaruh perbuatan syirik, musyrik dan juga
munafik sehingga hidupnya tanpa memiliki pegangan (pendirian) yang teguh dan
bahkan mudah menjual (menggadaikan) imannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan
oleh Allah SWT dalam surat Luqman (31) ayat 13 berikut ini: “Dan
ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran
kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.”
Hal berikutnya yang
harus kita lakukan selaku orang-orang yang telah mampu tahu diri, tahu aturan
main dan tahu tujuan akhir kepada anak keturunan kita adalah kita harus bisa
menjadikan anak keturunan kita menjadi generasi yang istiqamah dalam beribadah
sehingga ia mampu memiliki pegangan hidup dan tidak mudah untuk diintervensi
(dipengaruhi) oleh orang lain. Sebaliknya orang yang lemah (malas-malasan)
dalam ibadahnya, maka hidupnya tidak akan bahagia, terombang-ambing tanpa ada
kejelasan.
Setelah anak memiliki
akidah (keimanan) yang dilanjutkan dengan mampunya anak istiqamah dalam
beribadah langkah berikut adalah jangan sampai kita meninggalkan anak yang
lemah ilmunya (rendah pendidikannya). Adanya kemampuan ilmu yang mumpuni dari
anak maka kesempatan anak untuk berbagi ilmu melalui program belajar tanpa
melupakan mengajar menjadi terlaksana. Sehingga ketersinambungan antar generasi
shaleh dan shalehah dapat terlaksana di tengah masyarakat melalui ilmu yang
dimiliki oleh anak keturunan kita. Dan yang terakhir adalah jangan sampai kita
meninggalkan anak (generasi) yang lemah tingkat ekonominya (sehingga menjadi
mustahik), dan hidupnya menjadi beban
bagi orang lain. Dan semoga kita mampu memberikan pendidikan yang tinggi kepada
anak keturunan kita sendiri ataupun kepada orang lain sehingga ia memiliki ilmu
dan pengetahuan lalu ia menjadi muzakki-muzakki generasi baru yang bermanfaat
bagi khalayak ramai. Semoga Allah SWT memudahkan hal ini. Aamiin.
Pembaca dan jamaah
yang kami hormati, hanya inilah yang mampu kami tulis, hanya inilah yang mampu
kami ungkapkan, hanya inilah yang mampu kami berikan sebagai sumbangsih kami
kepada diri, keluarga, anak dan keturunan, masyarakat, bangsa dan juga Negara
dan juga untuk generasi yang datang di kemudian hari. Semoga buku ini
bermanfaat sesuai dengan peruntukannya yaitu mampu menjadikan diri kita tetap
sebagai “Makhluk yang Terhormat, yang
mampu berperilaku Terhormat, untuk bisa pulang kampung ke tempat yang Terhormat
dengan cara yang Terhormat sehingga kita bisa bertemu dengan Yang Maha
Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati.”
Dan tak lupa kami
ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada siapapun juga yang turut
membantu kami di dalam menulis buku ini hingga sampai ke tangan pembaca dan
semoga Allah SWT menjadikan hal ini sebagai ibadah yang pahalanya terus dan
terus mengalir sepanjang buku ini ada, dipelajari oleh banyak jamaah dan
diajarkan kembali oleh jamaah kepada yang lainnya. Mohon maaf jika ada
kata-kata yang tidak berkenan di hati. Semoga Allah SWT menambah Ilmu kita,
semoga Allah SWT memberikan pemahaman yang sesuai dengan kehendak Allah SWT itu
sendiri, semoga kita mampu melaksanakan apa apa yang telah kita pelajari serta semoga
Allah SWT mengabulkan harapan dan doa yang kita panjatkan kepada-Nya dan kita
semua selalu di dalam lindungan-Nya. Sebagai penutup dari buku, tidak ada kata
kata penutup yang paling indah selain kata, “Alhamdulillahi Rabbil Alamin” Inilah kata yang berisi ungkapan
syukur yang sangat luar biasa kepada Allah SWT. Rasa bersyukurlah sebagai cara
pamungkas agar segala nikmat yang kita peroleh dan selalu ditambah oleh Allah
SWT dari waktu ke waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar