Jauh sebelum adanya alam semesta ini, tidak
ada waktu sedetikpun yang dilewatkan oleh para malaikat untuk bertasbih,
tahlil, tahmid kepada Allah SWT karena makanan dan minuman mereka adalah dzikir
kepada-Nya. Ketika Allah menciptakan langit dan bumi beserta semua isinya,
merekapun tidak pernah berhenti berstasbih kepada-Nya. Hal ini sebagaimana
firman-Nya dalam surat Al Isra’ (17) ayat 44 berikut ini: “Langit yang tujuh, bumi dan
semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan
bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh,
Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun”.
Alam semesta ini berdzikir dengan caranya
masing masing, yang akal kitapun tidak pernah dapat mengetahuinya. Hanya orang
orang berimanlah yang dapat memahami dan juga menghayati bagaimana alam ini
bertasbih. Bagi orang awam tentu akan melihat proses yang terjadi di alam ini
sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Bahkan mereka juga akan memandang
pergantian malam dan siang, lalu bertemunya matahari dan bulan dalam satu titik
tertentu sebagai hukum alam. Lain bagi, orang yang beriman akan mampu melihat
kejadian itu sebagai bertasbihnya alam kepada Dzat Yang Menciptakan mereka.
Mereka patuh dan taat dalam melakukan tugas
suci yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Tak pernah sedetikpun bumi merasa
bosan atau jenuh berputar, kecuali atas kehendak dan perintah Allah. Oleh
karena itulah gunung gunung dan gurun gurun merasa bangga dan senang terhadap
orang yang berdzikir. Ibnu Mas’ud ra, berkata,
“Sesungguhnya gunung akan memanggil gunung yang lain dengan namanya dan
bertanya, ‘Apakah pada hari ini telah lewat orang yang berdzikir kepada Allah?’
Ketika dijawab, Ya, ada. Maka gunung tadipun bergembira.
Ibnu Taimiyah juga tak pernah melewatkan
subuh hingga paginya untuk berdzikir, dia bahkan berkata dzikir merupakan menu
sarapan bagi ruhaninya. Rabi’ah Al
Adawiyah pernah berlama lama memperhatikan kicauan burung ketika bertafakur.
Suaranya begitu indah dan menyentuh perasaan. Apa yang sedang dikatakan burung
itu? Adakah ia sedang mengucapkan sesuatu tentang keagungan Allah? Adakah ia
sedang bertasbih dengan bermunajat kepadaNya? Jika burung saja bisa seperti itu
kepada Allah, lalu bagaimana dengan diri kita yang telah diangkat oleh Allah
sebagai khalifahNya?
Dalam suatu riwayat telah diriwayatkan bahwa
ketika Nabi Dawud as, duduk di pertapaannya sambil membaca kitab Zabur, tiba
tiba melihat seekor cacing berwarna merah di atas tanah. Diapun bertanya di
dalam hatinya, ‘Apa yang Allah kehendaki dengan cacing ini?’ Lantas, Allah SWT
memperkenankan cacing itu untuk bisa berbicara. Cacing itu berkata, “Wahai Nabi
Allah, Tuhanku telah mengilhamkan kepadaku agar pada setiap siang hari aku
mengucapkan, “Subhanallah walhamdu lillah wa la ilaha illahlah wallahu Akbar,’
seribu kali. Allah pun mengilhamkan kepadaku agar pada setiap malam aku
mengucapkan, “Allahumma shalli ala Muhammad an nabiy al ummi wa ala alihi wa shahbihi
wa sallam,’ seribu kali. Lalu, apa yang Anda ucapkan hingga aku dapat
mengambil faedah dari Anda?” Nabi Dawud as, pun menyesal telah meremehkan
cacing. Nabi Dawud takut, lantas bertaubat, dan bertawakal kepada Allah SWT.
Sekarang sudahkah hari ini sebagai hari yang kita miliki, sudah diisi dengan
sebanyak banyaknya tasbih, tahmid, dzikir dengan memujiNya dan berselawat
memuliakan Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan yang telah dilakukan oleh
seekor cacing? Semoga kita masih memiliki rasa malu kepada cacing sehingga
mampu mempergunakan waktu yang kita miliki dengan sebaik mungkin.
Lalu Apa
Itu Dzikir?. Kata
"dzikir" menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut
pengertian syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan
diri kepadaNya sebanyak banyaknya dengan tanpa menghitung hitung berapa jumlah
yang akan dan telah kita dzikirkan dikarenakan dalam dzikir tidak mengenal
istilah “jarak, ruang dan waktu”. Sebagaimana dikemukakan di dalam surat Al
Ahzab (33) ayat berikut ini: "Hai orang-orang yang beriman,
berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya."
(surat Al-Ahzab (33) ayat 41).” Sedangkan berdasarkan ketentuan di
dalam surat Ali Imran (3) ayat 191 berikut ini: "(yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka." kita dapat melakukan
dzikir sambil berdiri, sambil duduk, sambil berbaring, atau dalam segala
keadaan seperti di tengah kemacetan, di tengah menghadapi antrian, di tengah
tengah keramaian, dimanapunn kita berada dan lain sebagainya. Atau dengan kata
lain, berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dalam keadaan
bagaimanapun, kecuali di tempat yang tidak sesuai dengan kesucian Allah SWT,
seperti bertasbih dan bertahmid di dalam kamar mandi.
Dan masih berdasarkan ketentuan surat Ali
Imran (3) ayat 191 di atas, dzikir bukan hanya aktivitas mengingat Allah SWT
semata. Akan tetapi kegiatan memikirkan, merenungkan serta mempelajari tentang
penciptaan langit dan bumi juga termasuk dalam kategori berdzikir kepada Allah
SWT. Kita diperintahkan untuk berdzikir
kepada Allah SWT agar kita selalu
mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari
penyakit sombong, angkuh dan takabbur.
Ingat, Allah SWT tidak butuh dengan dzikir
yang kita lakukan, melainkan kitalah yang sangat membutuhkan dzikir kepada
Allah SWT. Jika kita mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT,
akan mampu menghantarkan diri kita mengenal siapa diri kita dan siapa Allah SWT
yang sesungguhnya lalu mampu menghantarkan diri kita hanyalah sebagai hamba
semata (Abdullah) sedangkan Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta
(Rabb).
Agar diri kita mampu berdzikir yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT, berikut ini akan kami kemukakan beberapa pengertian,
atau pemaknaan dari berdzikir yang paling mendasar berdasarkan ketentuan yang
berlaku, yaitu:
1. Dzikir itu adalah
Warisan Rasulullah SAW. Seorang sufi bernama Sulaiman Ad Da-rani berkata, “Di
syurga ada lembah lembah tempat para malaikat menanam pohon pohon ketika
seseorang mulai berdzikir kepada Allah SWT. Terkadang salah satu malaikat itu
berhenti bekerja dan teman temannya bertanya kepadanya, ‘Mengapa engkau
berhenti? Malaikat itu menjawab, “sahabatku telah malas/kendur dzikirnya.”
Sebagai orang yang beriman tentu tidak akan menjadikan kata kata di atas ini
sebagai hiasan dalam buku harian atau menjadikannya kata kata mutiara untuk
disampaikan atau dihadiahkan kepada teman. Akan tetapi kita harus bisa
menjadikan kisah di atas untuk meyakini bahwa dengan berdzikir, diri kita akan
mendapatkan manisnya keimanan yang akan membawa kita pada kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Dzikir merupakan
warisan yang dibagi bagikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya, dalam sebuah
riwayat, Abu Hurairah ra, berkata bahwa ketika masuk pasar, dia berkata, “Aku
melihat kalian disini sementara warisan Rasulullah di bagian dalam masjid.”
Orang orang lalu pergi ke masjid dan meninggalkan pasar. Setibanya di masjid
mereka tak melihat warisan itu, lalu mereka berkata, “Wahai Abu Hurairah, kami
tidak melihat warisan dibagikan di dalam masjid. Abu Hurairah balik bertanya,
“Apa yang kalian lihat? “ Mereka menjawab, “Kami melihat sekelompok orang
sedang berdzikir kepada Allah SWT dan membaca Al Qur’an!” Abu Hurairah berkata,
“ Itulah warisan Rasulullah SAW!”.
Sebagai umat yang
telah diberikan warisan oleh Nabi Muhammad SAW tentunya kita harus bisa
memanfaatkan warisan ini dengan sebaik baiknya, apalagi warisan ini adalah
warisan yang tidak akan habis habisnya dimakan oleh waktu. Sepanjang kita mau
menerima warisan ini maka sepanjang itu pula warisan akan diberikan. Untuk itu
jadikan warisan ini sebagai modal dasar bagi kita untuk merasakan nikmatnya
bertuhankan Allah SWT atau meraih kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat
kelak. Amien.
2. Dzikir itu adalah
makanan bagi orang orang yang mencari Tuhan. Dzikir dapat di-katakan sebagai makanan
bagi orang yang mencari Tuhan, hal ini dikarenakan pedzikir itu sadar bahwa
penyesalan akan tiba jika mereka lalai sedetikpun jika tidak berdzikir. Air
mata tumpah di kesendirian tatkala tahajud merupakan saksi akan munajatnya
pedzikir kepada Sang Khaliq. Muadz bin Jabal ra, pernah berkata: “Tidak ada yang disesali penghuni syurga
selain ketika sesaat saja mereka tidak berdzikir kepada Allah SWT”.
Menyesal adalah sebuah perasaan kecewa yang timbul dari hubungan sebab akibat.
Rasa sesal pasti dimiliki oleh setiap anak manusia karena rasa sesal termasuk
salah satu sifat dari jasmani manusia. Hal yang berbeda adalah bagaimana setiap
manusia mengekspresikan bentuk penyesalannya. Adanya kondisi ini maka dapat
dipastikan antara orang mukmin dibandingkan dengan orang kafir tentu akan
berbeda cara melampiaskan penyesalannya.
Bagi orang kafir atau
yang tidak beriman selalu mengkaitkan penyesalannya dengan sesuatu yang
berhubungan dengan kebutuhan dan kepentingan duniawi. Misalnya, dia menyesal
karena telah salah dalam membuat perhitungan sehingga dia mengalami kerugian.
Penyesalan itu biasanya dibarengi dengan berbagai tindakan yang menyesatkan
seperti, pergi ke bar untuk menghilangkan pikiran dengan meminum alkohol atau
mengkonsumsi narkoba, bahkan ada yang terjun bebas dari bangunan tinggi untuk
menghabisi dirinya.
Menyesali diri atas
setiap perbuatan dosa yang telah dilakukan di dunia merupakan anugerah dari
Allah SWT karena kita sesungguhnya masih diberi kesempatan oleh-Nya untuk
memperbaiki diri.
Untuk itu, kehidupan dunia harus lah dipandang sebagai ladang akhirat, makin
banyak kita menanam amal di dunia, insya Allah kita akan menuai hasilnya di
akhirat kelak. Dan penyesalan yang amat dahsyat sesungguhnya terjadi ketika kita belum
sempurna bertaubat saat malaikat maut datang menjemput. Tidak ada
penyesalan yang melebihi dari semua penyesalan yang ada di dunia ini ketika
kita wafat dalam keadaan suul khatimah.
3. Dzikir itu adalah
sarana bagi kita untuk mendapatkan syurga. Agar dzikir yang dila-kukan oleh
pedzikir mampu menjadi sarana untuk mendapatkan syurga, renungkanlah dengan
hati yang bersih lagi fitrah, hal yang kami kemukakan ini. Ketahuilah bahwa
sementara kita berdzikir di muka bumi, pada saat yang bersamaan dengan itu para
malaikat menanam pohon untuk para pedzikir pedzikir di syurga untuk kepentingan
para pedzikir. Para pedzikir-pedzikir
sesungguhnya juga tengah menikmati indahnya taman taman syurga melalui majelis-majelis
dzikir saat mereka di dunia minimal ia memperoleh ketenangan dan ketenteraman
bathin (sesuatu yang sangat mahal hari ini) sehingga ia mampu hidup sesuai
dengan kehendak Allah . Di samping itu, dzikir akan menjaga diri kita dari
setiap ancaman dan menjadi pedang untuk membantai setiap musuh yang akan
menggoda diri kita di dunia.
Imam Al Qusyairy
berkata: “Apabila dzikir kepadaNya telah
menguasai hati manusia, maka ketika syaitan datang mendekat, ia akan menggeliat
geliat di tanah seperti halnya manusia menggeliat geliat manakala syaitan
syaitan datang mendekatinya. Apabila ini terjadi, maka semua setan akan
berkumpul dan mendatanginya seraya bertanya, ‘Apa yang terjadi padanya? Setan
yang lain berkata, ‘Seorang manusia telah
menghantam (dengan dzikir)nya!”.
Ketika Rasulullah SAW
dimikrajkan oleh Allah SWT, Nabi Ibrahim as, berpesan kepadanya, “Sampaikan salam untuk umatmu,
beritahukanlah kepada mereka bahwa syurga tanahnya subur dan airnya sangat
jernih, tetapi tanahnya kosong. Tanamannya ialah dengan membaca ‘Subhanallah walhamdulillah wala ilaha
illallah wallahu akbar’ karena dengan demikian dia telah menanam pohon di
syurga.”
Pada kesempatan yang
lain, ketika Rasulullah SAW sedang berjalan, beliau melihat Abu Hurairah ra,
sedang menanam pohon. Ketika ditanya, dia menjawab: “Saya sedang menanam
pohon.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Aku beritahukan kepadamu sebaik baik pohon,
yaitu bacaan ‘La haula wala Quwwata illa billah’ karena akan menyebabkan
tumbuhnya pohon di syurga. Jika ini kondisinya, ayo sekarang kita
berlomba lomba menanam sebanyak banyaknya pohon di syurga mulai saat ini juga.
Jangan biarkan pohon itu layu dan tidak berkembang karena ulah perbuatan dosa
dan maksiat yang kita lakukan. Lalu sudah berapa banyak pohon yang telah kita
investasikan di syurga kelak?
4. Dzikir itu adalah
salah satu terapi bagi kalbu karena dzikir akan menyehatkan ru-hani. Orang yang dzikirnya
sedikit pertanda bahwa hatinya sedang sakit, dan orang yang tidak pernah
berdzikir hatinya telah mati. Zikir adalah milik jiwa, yang menjai sulit diraih
apabila kita berpaling kepada ego. Mengingat Allah bukanlah milik ego atau
pikiran. Ego tidak memiliki keabadian. Sedangkan pikiran tidak dapat meraih
dimensi cahaya di atas cahaya. Jadi, dzikir itu sesungguhnya adalah obat ruhani
yang sekaligus inti jalan ruhani.
Dzikir sebagai jalan
ruhani atau jalan spiritual sebenarnya adalah jalan yang sangat sederhana.
Intinya adalah, “Kalbu mencari Allah dan Allah mencari kalbu yang diperkuat
dengan menjadikan diri kita sebagai hamba Allah SWT semata dan Allah SWT adalah
satu satunya Rabb bagi diri kita. Ironisnya, mengapa masih banyak orang yang
berdzikir, menangis, bertaubat dalam dzikir dan doanya, tetapi perilaku
maksiatnya tak kunjung reda? Air mata dzikir dan air mata taubat pun menjadi
sia sia. Air mata itu akhirnya menjadi bahan gunjingan bagi orang orang yang
melihatnya.
Hal yang harus kita jadikan pedoman saat berdzikir adalah
: Air mata bukanlah ukuran pertobatan dan lisan bukanlah jaminan pengakuan.
Banyak orang yang berdzikir dengan lisannya, tetapi belum dengan hatinya.
Untaian tasbih di tangan bukanlah jaminan bahwa hatinya juga bertasbih. Surban
dan jubah putih ataupun gamis panjang
yang membungkus tubuh tidak menunjukkan bening dan putihnya hati si pemakai. Dzikir yang belum
disertai dengan kehadiran hati telah membuka peluang pada pikiran, ego, dan
hawa nafsu untuk melalaikan hati kita. Kita melupakan misi dari dzikir kita,
tugas dan kewajiban personal kita. Kita tidak menghargai apa yang telah
dikaruniakan kepada kita dan kita tidak mengenal nilai sejatinya.
Dzikir kita kepada
Allah SWT seharusnya tidak bergantung kepada kondisi internal atau eksternal
diri kita. Dunia ini akan selalu berupaya mencampakkan diri kita ke dalam
jurang kealpaan. Dalam jurang ini kita diuji. Mereka yang ingat akan
diingatkanNya, dan mereka yang lalai akan dilalaikanNya. Saat ini masih banyak manusia
yang menjalani kehidupannya dalam kealpaan dan kelalaian. Mereka berdzikir
tetapi tidak mampu mengenali sifat sifat ilahiah mereka secara sadar.
Tak heran jika kalbunya sudah terjaga dan dalam dirinya telah tertanam benih
dzikir, mereka sering berpaling dari jalan ruhani dan melupakanNya. Karenanya,
tidak setiap pejalan ruhani dapat menemukan jalan pulang, begitu banyak
pedzikir yang berpaling dari untaian dzikirnya.
Untuk itu jangan
pernah belenggu hati kita dengan kealpaan dan kelalaian yang berkepanjangan. Berdzikirlah
dengan lisan dan hati sehingga akal kita akan menterjemahkan nya ke dalam
perilaku yang berdzikir atau pribadi yang berdzikir. Berdzikir yang demikian
akan membentuk ketaqwaan kita kepadaNya sehingga tidak ada lagi celah bagi
syaitan untuk menghembushembuskan bisikannya di hati kita.
Mengingat Allah
adalah satu satunya senjata kita untuk melawan kekuatan syaitan. Kita tahu
bahwa syaitan tidak pernah tidur, mereka kuat, tetapi Allah SWT jauh lebih
kuat. Dan dengan diri kita terus menerus
mengingat Allah, hati kita akan terus terjaga sepanjang waktu. Dengan demikian
tak ada ruang bagi syaitan untuk mencelakakan kita. Untuk itu jangan
biarkan lidah dan hati ini lelah apalagi berhenti berdzikir. Jangan biarkan
tangan ini malas bersedekah setiap pagi karena sedekah merupakan penolak bala.
Jangan biarkan mata ini malas bangun malam untuk shalat tahajjud, jangan
biarkan anak istri kita memakan makanan yang syubhat dan haram. Jangan biarkan
syaitan menerobos pintu pintu hati yang telah bercahaya dengan dzikir.
5. Dzikir adalah
pembentuk akhlak yang mulia. Bukankah kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah
dzikir? Bukankah kehidupan para sahabat, tabiin, tabiutabiin juga adalah
dzikir? Tidak ada waktu yang tersisa dalam kehidupan mereka tanpa mengingat
Allah SWT. Mulai dari bangun malam, berdiri mendirikan shalat, bermunajat di
keheningan malam, mencari nafkah, hidup bermasyarakat, berkeluarga, mendidik
anak, belajar, sampai dengan hal hal yang berhubungan dengan tata cara atau
adab keseharian, semuanya penuh dan dimulai dengan kalimat kalimat dzikir.
Ingat, tak ada satupun ajaran agama di dunia ini yang mengatur secara paripurna
kehidupan manusia mulai dari lahirnya jabang bayi sampai wafat dengan dzikir
dan doa, kecuali Islam. Tak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan
akhlak yang begitu sempurna, kecuali hanya agama Islam. Bukankah Rasulullah SAW
diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Sungguh banyak orang yang keliru. Mereka mengira bahwa
hal terpenting dalam agama adalah mempelajari fiqih, menghafal Al Qur’an, wirid
tiada henti, dan seterusnya. Mereka lupa bahwa tujuan utama dari semua ibadah
(shalat, puasa, doa, dzikir, zakat, haji dan seterusnya) adalah untuk membenahi
akhlak manusia. Kalau tidak, ibadah yang dilakukannya akan menjadi semacam
latihan olah raga atau kebisaan semata atau penghapus kewajiban.
Saat ini, sangat
ramai orang yang berdzikir secara berjemaah, tetapi sangat disayangkan masih
belum diikuti dengan peningkatan kualitas akhlak mereka. Masih banyak di antara
jamaah yang terjebak ke dalam jargon jargon bahwa majelis dzikir merupakan
ajang pembersihan dosa. Akibatnya, banyak jamaah majelis dzikir merasa dirinya
bebas dari segala dosa usai berdzikir. Benar mereka menangis saat berdzikir,
tetapi keberagaman tak mutlak diisi dengan tangisan. Karena kalau ukurannya
menangis, bukankah orang Yahudi lebih hebat tangisannya daripada kita, apalagi
di hadapan Tembok Ratapan di Jerusalem.
Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan manusia pada hari Kiamat
daripada akhlak yang baik.” (hadits riwayat Abu Dawud dan Ath Thirmidzi)
Rasulullah SAW
bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya,” (hadits riwayat Abu Dawud dan Imam Ahmad).
Benar Rasulullah SAW
berkata bahwa air mata adalah wujud kasih sayang yang Allah tanamkan di hati
para hambaNya. Tetapi tangisan dari Rasulullah tidak diikuti dengan perilaku
buruk! Beliau adalah seorang yang lembut hatinya, baik saat beribadah maupun di
luar beribadah karena hidupnya adalah ibadah. Sedangkan tangisan kita baru
sampai tahap menyadari dosa dosa yang kita lakukan, atau baru sampai tahap
mensyukuri nikmat yang Allah berikan, atau ada yang menangis karena jamaah
kanan dan kirinya menangis, akhirnya ia ikut menangis. Agar ibadah
dzikir mampu sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT, maka ibadah dzikir yang kita lakukan setiap saat,
haruslah dipahami sebagai salah satu sarana untuk mencapai akhlak yang mulia
atau mampu menjadikan diri kita menampilkan penampilan Allah SWT saat hidup di
muka bumi ini (dalam hal ini Asmaul Husna).
6. Dzikir itu adalah
kunci pembuka pintu hati. Dzikir adalah kunci pembuka pintu ha-ti. Apabila pintu hati terbuka maka muncullah di
dalamnya pemikiran yang brilian dan juga kata kata hikmah untuk membuka mata
hati. Bila mana mata hati telah terbuka maka tampaklah sifat sifat Allah serta
kemahaan dan kebesaran Allah SWT di hadapan mata hati kita. Dzikir yang
seperti ini sesungguhnya adalah dzikir kepada Allah berarti mengingat dan
mengikatkan diri kepada sifat sifat Allah dan juga dengan kemahaan dan
kebesaran Allah WT sebagai Tuhan yang berhak disembah dengan sebaik baiknya.
Sekarang katakanlah, Allah SWT adalah Dzat Pemberi Rezeki
dan jika Allah SWT kita ingat sebagai Dzat Yang Memberi Rezeki berarti kita
juga harus mengikatkan diri kepada sifat pemberi ini. Sehingga kita wajib
meminta rezeki hanya kepadaNya dan setelah memperoleh rezeki maka kita wajib
pula membantu sesama melalui infaq dan sedekah. Jika kita mampu melakukan
berarti kita telah mampu membuka hati kita melalui dzikir, terutama melalui
nilai kebaikan dari memiliki rezeki bukanlah pada saat saldo keuangan bertambah
banyak melainkan saat mau berbagi rezeki kepada orang orang yang membutuhkan
dari rezeki yang telah kita terima dari Allah SWT.
Adanya kondisi yang
kami kemukakan di atas, dzikir juga dapat kita katakan sebagai cara yang paling
efektif untuk berdialog langsung dengan Allah sehingga membuat pedzikir atau
hamba hambaNya mampu secara aktif berpartisipasi dalam komunikasi langsung
dengan Allah SWT. Apalagi pedzikir yang
sudah mampu menampilkan penampilan Allah SWT setelah mereka berdzikir berarti
ia mampu membuat Allah SWT tersenyum kepadanya. Adanya kondisi dzikir yang
seperti ini tentu saja tidak bisa serta merta terlaksan karena kondisi
spiritual dari pikiran atau hati dari setiap orang yang berbeda beda dalam
menerimanya. Kesemuanya sangat tergantung dari ketinggian atau kefitrahan
spiritual yang dialami pedzikir pada saat berdzikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar