D. JADIKAN SYURGA SEBAGAI VISI HIDUP.
Visi hidup adalah arah tujuan utama dari
kehidupan kita. Sebaik baik visi hidup adalah yang mengikutkan Allah SWT dan
mempersangkutkan akhirat di dalamnya. Visi akhirat akan tercapai kala visi
dunia terpenuhi. Sehingga visi akhirat hanya bisa dicapai dengan raihan
prestasi luar biasa di dunia. Prestasi di dunia inilah yang akan membuat sosok
diri kita begitu dibanggakan, kehadiran akan begitu dirindukan karena banyak
manusia merasakan manfaat kebaikan dari kehadiran dan karya karya nyata diri
kita, bukan sebaliknya.
Lalu apa yang sudah kita hasilkan sebagai
bentuk karya nyata diri kita saat hidup di muka bumi ini? Jika belum ada lalu
bagaimana kita akan berhasil mencapai visi akhirat? Lalu bagaimana fasilitas
berikut ini bisa kita dapatkan: “(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan
baik oleh Para Malaikat dengan mengatakan (kepada mereka):
"Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam syurga itu disebabkan apa yang
telah kamu kerjakan". (surat An Nahl (16) ayat 32)”.
Bayangkan malaikat memberikan salam
penghormatan kepada diri kita. Untuk itu tancapkan tekad yang kuat di dalam
hati dan realisasikan dalam amal bahwa visi atau tujuan hidup kita hanya satu,
yaitu meraih syurga tanpa hisab dan tanpa azab sedikitpun, semoga Allah
memudahkan kita untuk meraihnya. Amiin.
Mulai saat ini, mari jadikan kehidupan di dunia
ini sebagai ladang untuk beramal shaleh sebanyak banyaknya dengan memaksimalkan
jiwa, raga, dan harta kita hanya untuk mengabdi dan mentaati Allah SWT semata.
Sebagaimana dikemukakan hadits berikut ini: “Ya Allah, Perbaikilah agamaku
sebagai benteng urusanku. Perbaikilah duniaku yang menjadi tempat kehidupanku,
Perbaikilah akhiratku yang menjadi tempat kembaliku, Dan jadikanlah kehidupan
ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan, Dan jadikanlah
kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan” (Hadits Riwayat Muslim)”.
Buatlah visi hidup yang akan selalu membuat kita dirindukan, karena
setelah kematian tiba bukan hanya penduduk bumi yang merasa ditinggalkan,
bahkan para penduduk langit pun menangis sedih karena merasa kehilangan kita.
Untuk itu milikilah visi akhirat yang unik dan
mencerminkan diri kita sendiri. Apa contohnya? Contohnya ingin memeluk Nabi
Muhammad SAW beserta sahabat sahabatnya di syurga, ingin berkumpul di syurga
bersama keluarga besar serta anak dan keturunan, ingin menggendong orang tua
melewati jembatan sirathal mustakim, dan lain sebagainya.
Jika kita sudah mampu membuat prestasi dunia
yang membanggakan bagi penduduk dunia dan juga penduduk langit serta memiliki
visi akhirat yang jelas berarti kesempatan untuk merasakan mati senang sudah
kita persiapkan. Hidup senang di dunia tidak akan menjamin kita mati tenang, apalagi
mati senang. Betapa banyak manusia yang dikelilingi rasa senang berlimpah harta
ataupun popularitas tapi mati dalam kondisi was was atau ketakutan seperti
fir’aun, hamman ataupun qarun. Mati senang bukan berarti mati dalam
keadaan tersenyum atau ketika sakratulmaut manusia tersebut tertawa. Mati senang
karena para malaikat mengatakan kepada diri kita “salaamun alaikum” masuklah
kamu ke dalam syurga seperti yang tertuang dalam surat An Nahl (16) ayat 32 di
atas.
Selain daripada itu, mati dalam keadaan senang
adalah kala mendapat kabar dari Malaikat bahwa diri kita akan masuk syurga
seperti yang tertuang dalam surat Al Fajr (89) ayat 27 sampai 30 berikut ini: “Hai
jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,masuklah ke dalam
syurga-Ku. (surat Al Fajr (89) ayat 27, 28,29,30)”.
Mati senang bisa diraih dengan berbagai sukses
tetapi tidak dapat diukur dari garis bibir yang melengkung ke atas saat mata
terpejam. Mati senang adalah suatu kondisi saat di hari berhisab kita menerima
buku laporan terakhir dari sisi sebelah kanan sehingga kita termasuk di dalam
golongan kanan. Ya, Allah perkenankan kami memperolehnya. Amien.
Jika ada mati senang tentu ada pula mati
sengsara atau mati susah, jika hal ini yang terjadi maka kita akan
dikelompokkan menjadi golongan kiri yang pulang kampungnya ke Neraka seperti
yang tertuang dalam surat Al Waaqiah (56) ayat 8, 9, 10, 11 berikut ini: “Yaitu
golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. dan golongan kiri.
Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. dan orang-orang yang beriman paling
dahulu,mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah.berada dalam jannah
kenikmatan. (surat Al Waaqiah (56) ayat 8, 9, 10, 11, 12)”.
Sedangkan melalui surat Al Israa’ (17) ayat 17
berikut ini Allah SWT mengemukakan bahwa: (ingatlah) suatu hari (yang di hari itu)
Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan
mereka tidak dianiaya sedikitpun. (surat Al Israa’ (17) ayat 71). Semoga
diri kita, keluarga, istri/suami, anak keturunan semuanya mampu menjadi
golongan kanan sebagaimana yang kami kemukakan di atas ini.
E.
SINGKATNYA USIA KITA DI DUNIA.
Usia sebagai salah satu modal utama kita dalam mengarungi
hidup di dunia ini, namun kondisinya sangatlah terbatas (dibatasi oleh usia),
sementara perjalanan yang akan kita tempuh menuju kehidupan akhirat sangatlah
panjang. Saat kita di alam Barzakh, kita bisa ribuan tahun disana untuk menunggu hari kiamat tiba, lalu kita
tidak tahu berapa lama lagi kita akan menunggu setelah dibangkitkan sampai
selesai berhisab, yang kesemuanya membutuhkan bekal dan sebaik baik bekal
adalah takwa.
Di lain sisi, usia itu ada empat kriteria atau
tingkatan atau kelompok, yakni masa kecil, masa muda, masa separuh baya, dan
masa tua. Masa tua adalah akhir dari usia seseorang. Adanya kategori usia
menjadi empat kelompok sejalan dengan waktu waktu shalat yang lima waktu,
dimana Subuh merupakan saat kelahiran, sedangkan Isya adalah saat kematian.
Titik krusial dari persoalan ini adalah di posisi manakah diri kita saat ini?
Tidak ada yang pernah tahu dimana posisi kita
yang sesungguhnya, namun yang pasti adalah semuanya menuju ke waktu Isya
(menuju kepada kematian) dan yang kita miliki saat ini adalah sisa waktu dari
waktu yang telah ditetapkan Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut
ini: “Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (surat Luqman (31) ayat
34)”.
Enam puluh tahun hingga tujuh puluh tahun
menjadi batas usia umat ini, menurut hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: Usia
umatku berkisar antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sedikit yang
berhasil melewatinya. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi dan Ibnu Majah)”. Di
usia inilah usia manusia paling dekat dengan pertarungan maut, atau bisa
dikatakan sebagai usia kepasrahan dan kekhusyu’an, atau usia menanti kematian.
Itulah usia yang telah Allah SWT tentukan yang
tidak ada seorangpun yang tahu kapan dan dalam keadaan seperti apa akhir dari
kehidupan seseorang saat usianya berakhir.
Dan berdasarkan hadits yang kami kemukakan di
atas, sekarang mari kita hitung berapa lama kita hidup di dunia ini
dibandingkan dengan waktu di akhrat?
a.
1 hari di akhirat = 1.000 tahun kita hidup di dunia.
b.
24 jam di akhirat = 1.000 tahun kita hidup di dunia.
c.
1 jam di akhirat =
41,66 tahun kita hidup di dunia.
d.
1,5 jam di akhirat = 62,49 tahun kita hidup di dunia.
Berdasarkan ketentuan hadits di atas, umat Nabi
Muhammad SAW hanya berusia 1,44 jam hidup di dunia sampai dengan 1,680 jam
hidup di dunia dengan memakai ketentuan waktu akhirat. Jika ini kondisi manusia
hidup di muka bumi ini, maka pantaslah jika kita selalu diingatkan dengan
masalah waktu oleh Allah SWT.
Untuk itu pelajari kembali serta renungi
surat surat Adh Dhuhaa (93) ayat 1
sampai 11 yang kami kemukakan berikut ini: “demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan
demi malam apabila telah sunyi (gelap), Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan
tiada (pula) benci kepadamu. dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik
bagimu daripada yang sekarang (permulaan). dan kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu
sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu
Berlaku sewenang-wenang. dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu
menghardiknya. dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan. (surat
Adh Dhuhaa (93) ayat 1 sampai 11)
Sekarang mari kitaperhatikan lagi dengan
seksama surat Al Muddatstir (74) ayat 7 berikut ini: “dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu, bersabarlah. (surat Al Muddatstsir (74) ayat 7)”. Lalu hubungkan
dengan rumus hidup di diatas, berarti hanya 1,44 jam sampai dengan 1,680 jam
saja kita wajib memenuhi/melaksanakan perintah Allah SWT dan sudah sepantasnya
kita bersabar untuk melaksanakannya. Hal yang samapun berlaku saat diri kita
berbuat kebaikan di muka bumi, yaitu hanya selama 1,44 jam sampai dengan 1,68
jam, apakah kita tidak mau bersabar untuk melaksanakannya padahal hasil dari
perbuatan ini akan dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Allah SWT berfirman: “Katakanlah: "Hai
hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka
tanpa batas. (surat Az Zumar (39) ayat 10)”. Demikian juga dengan
memerangi/perang melawan ahwa (hawa nafsu) yang menyuruh kepada kejahatan
masanya juga sangat singkat. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “dan
aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (surat Yusuf
(12) ayat 53)”. Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?
Untuk itu jadikan apa yang dikemukakan oleh
Allah SWT dalam surat At Taubah (9) ayat 72 berikut ini: “Allah menjanjikan kepada
orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat
yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah
keberuntungan yang besar. (surat At Taubah (9) ayat 72)”. Sebagai
motivasi yang diikat dengan komitmen betapa perjuangan yang sangat singkat itu
akan diganjar oleh Allah SWT berupa syurga. Jadi apalagi yang menghalangi diri
kita untuk berbuat dan berbuat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT di saat
diri kita sudah berada di persimpangan jalan.
Saat manusia mencapai usia 60 tahun hingga 70
tahun, maka pada saat itulah muncul kecenderungan melemahnya kekuatan dan
penurunan daya tahan tubuh. Maka seyogyanya, ia berkonsentrasi pada urusan
akhirat, karena mustahil ia akan kembali bersemangat seperti sebelumnya yaitu
saat masa mudanya. Hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Jadilah kamu di
dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan” (Hadits
Riwayat Bukhari)”. Hidup di dunia ini hanya mampir sebentar saja, sebab
rumah kita yang sesungguhnya adalah akhirat. Selain mampir sebenar, kita ini hanyalah
sebagai musafir atau orang asing dengan waktu yang terbatas sekali yaitu hanya
sepanjang usia kita di dunia (2 jam saja berdasarkan ukuran waktu di akhirat).
Selanjutnya agar diri kita bisa memanfaatkan
waktu yang terbatas ini, ada baiknya kita memperhatikan nasehat yang
dikemukakan oleh Umar bin Abdul Azis berikut ini: “Sesungguhnya dunia ini bukanlah
tempat tinggal yang sejati dan abadi bagi kalian. Dunia adalah tempat yang
telah ditentukan Allah untuk hancur dan mengharuskan kepada penghuninya untuk
pergi. Berapa banyak orang yang tadinya kuat dan menguasai, namun hancur dalam
waktu sekejab. Berapa banyak orang yang bermukim, namun sebentar lagi harus
segera pergi. Oleh karena itu persiapkanlah perbekalan dan kendaraan kalian
dengan sebaik baiknya untuk perjalanan pulang, Perbanyaklah bekal kalian dan
sesungguhnya sebaik baik bekal adalah bertaqwa kepada Allah SWT.”.
Di
dunia ini, kita sedang memperjuangkan nasib kita untuk hari yang kekal
selamanya, yaitu kehidupan akhirat, itulah kampung halaman kita yang
sesungguhnya. Dalam memperjuangkan nasib
tersebut, ada di antara kita yang memerdekakan diri sendiri, yaitu hanya
menghamba kepada Allah SWT semata dengan cara menjalan perintah perintah Allah SWT
dan menjauhkan larangan laranganNya sehingga merdeka dan bahagia di syurga dan
ada pula yang menghamba kepada ahwa dan juga syaitan dengan berani meninggalkan
perintah perintah Allah SWT dan mengerjakan larangan laranganNya sehingga
sengsara di neraka dengan siksaan yang sangat pedih.
F. JANGAN TERPESONA DENGAN DUNIA.
Jangan jadikan hatimu terpesona dengan dunia
ini. Jangan sampai dunia masuk ke dalam hatimu. Jadikanlah dunia hanya dalam
genggaman tangan kita, bukan di dalam hati sanubari, dahulukan yang kekal
daripada yang akan musnah, sebagaimana hadits berikut ini: “Rasulullah
SAW bersabda: “Barangsiapa mencintai dunianya, ia merugikan akhiratnya dan
barangsiapa yang mencintai akhiratnya, ia merugikan dunianya. Maka dahulukanlah
alam yang kekal daripada alam yang pasti musnah. (Hadits Riwayat Ahmad)”. Jadikan dunia sebagai ladang untuk
beramal shaleh sebagai bekal yang bermanfaat di akhirat, sehingga akhirat
adalah tempat memanen atas apa apa yang kita tanam saat hidup di dunia.
Teladanilah generasi terbaik umat ini, yaitu
para sahabat Nabi dalam menyikapi kehidupan di dunia ini. Salah satunya adalah
melalui nasehat dari Hasan Al Bashri berikut ini:“Berhati hatilah kalian dari
menyibukkan diri dengan perkara perkara dunia karena ia dipenuhi kesibukan.
Siapa yang berani membuka salah satu pintu kesibukan itu, niscaya akan terbuka
untuknya sepuluh pintu kesibukan lainnya, tidak seberapa lama kemudian”. Sekali
lagi kami tegaskan, berhati hatilah saat hidup di dunia ini.
Dunia adalah tempat ujian dengan waktu yang
sangat terbatas, dengan tipe soal yang berbeda beda untuk setiap orang tetapi
dengan satu persamaan tujuan, yaitu untuk menseleksi siapa di antara kita yang
paling baik amalnya, siapa yang pantas masuk syurga dan siapa yang pantas
menempati neraka, secara adil dan beradab sebagaimana termaktub dalam surat Al
Mulk (67) ayat 2 berikut ini: “yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun, (surat Al Mulk (67) ayat 2)”. Setiap
manusia memiliki ujian yang berbeda beda dalam kehidupannya, tetapi sama dalam
tujuannya. Dan untuk bisa mendapatkan manusia manusia yang terbaik sesuai
dengan konsep surat Al Mulk (67) ayat 2 di atas, maka manusia akan diuji dengan
berbagai jenis ujian.
Dan inilah bentuk-bentuk ujian yang akan
diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia, yaitu:
1. Ujian Harta Kekayaan. Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa harta dan seluruh apa yang ada di langit dan bumi adalah milik Allah. Manusia hanya dititipkan harta sampai waktu yang ditentukan dan akan dimintakan pertanggungjawaban atas harta tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah (ujian) dan fitnah bagi umatku adalah harta. (hadits riwayat Ath Thirmidzi).
Ujian harta dapat berupa
kelebihan harta atau bisa juga melalui kekurangan harta. Jika Allah menitipkan
kelebihan harta, harus disadari itu adalah ujian dari Allah SWT. Kita
diperintahkan oleh Allah SWT untuk bersyukur. Jika Allah memberikan ujian
kekurangan harta, itu adalah ujian untuk bersabar.
2. Ujian Kesehatan dan Waktu Luang. Banyak di antara kita yang tidak menyadari
bahwa kesehatan dan waktu luang adalah nikmat sekaligus ujian. Lalu apakah
kedua nikmat tersebut membuat kita mengisinya dengan hal hal yang bermanfaat
untuk akhirat ataukah malah sebaliknya untuk kepentingan duniawi. Sebagaimana
hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: Ada dua kenikmatan yang
banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (hadits riwayat
Bukhari)
3. Ujian Dalam Menjalankan Perintah dan Larangan
Allah. Banyak di antara kita yang
tidak menyadari bahwa ujian tidak mentaati Allah sangat besar pengaruhnya
terhadap keselematan seseorang di akhirat kelak. Oleh karena itu, segeralah
bertaubat agar tidak menyesal di kemudian hari.Sebagaiman hadist berikut ini: “Rasulullah
SAW bersabda: “Apa saja yang aku larang terhadap kalian, jauhilah. Dan apa saja
yang aku perintahkan kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian..” (Hadits Riwayat
Bukhari, Muslim).
Semakin tinggi tingkat
keimanan seseorang, semakin tinggi ujian yang diberikan Allah kepadanya.
Semakin tinggi soal ujian atau cobaan yang diberikan Allah, semakin besar nilai
yang akan diperoleh. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh, besarnya
nilai/pahala itu sesuai dengan besarnya cobaan.” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi
dan Ibnu Majah)
Ingat, ujian yang menimpa orang orang sebelum
kita tentu jauh lebih berat daripada kita. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan serta digoncangkan dengan berbagai macam cobaan sehingga
berkatalah Rasul dan orang orang yang beriman bersamanya sebagaimana Allah SWT
berfirman: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya
pertolongan Allah itu Amat dekat. (surat Al Baqarah (2) ayat 214)”.
Hal yang harus kita jadikan acuan atau pedoman
adalah saat ujian dan cobaan menerpa diri kita ketahuilah bahwa Allah SWT telah
memberikan petunjuknya kepada kita bahwa kita pasti bisa menghadapi seluruh
ujian dan cobaan karena Allah SWT memberikan ujian dan cobaan sesuai dengan
kesanggupan diri kita. Sekarang semuanya tergantung kepada diri kita, maukah
mempercayai apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat
286 berikut ini:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami
lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami
memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." (surat Al
Baqarah (2) ayat 286)”. Dalam
hal ini kita pasti mampu menghadapi segala tantangan, rintangan, ujian dan
cobaan hidup dan kehidupan yang kita jalani saat ini. Percayalah.
Di lain sisi, sekaya apapun seorang mukmin di
dunia ini, hidup di dunia ini adalah penjara baginya, segala perintah, segala
larangan yang telah diberlakukan oleh Allah harus dilaksanakan. Semiskin apapun
seorang yang kafir (yang tidak mau bertaubat sebelum meninggal dunia), hidup di
dunia ini adalah syurga baginya karena di akhirat kelak akan menjadi penghuni
neraka.
Nabi SAW bersabda:“Sungguh Allah telah menentukan
batasan batasan. Janganlah kalian melampauinya. Ditetapkan pula perkara perkara
wajib dan janganlah kalian menyianyiakannya. Selain itu juga mengharamkan
beberapa hal, jangan pula kalian melanggarnya. Dan mendiamkan beberapa macam
perkara, bukan karena lupa, melainkan sebagai bentuk kasih sayang kepada
kalian, terimalah dan janganlah kalian mencari carinya.” (Hadits Riwayat Al
Hakim)”. Ayo berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak, jangan dirubah
aturan ini.
Bersabarlah sebentar dalam menjalani ujian dan cobaan
hidup di dunia ini. Bersabarlah sebentar dalam menjalankan perintah dan
larangan serta ridha atas semua ketatapan dari Allah yang belum sesuai dengan
harapan kita. Sebab, seorang mukmin itu selalu berpikir positif dalam segala
keadaan. Seorang mukmin itu selalu meyakini bahwa semua ketetapan Allah adalah
baik baginya.Untuk itu, jagalah hati, lisan, dan anggota tubuh dari berkeluh
kesah dan ridhalah dengan semua takdir Allah SWT.
Sebagaimana nasehat dari Ibnul Qayyum Al
Jauziah berikut ini: “Segala persoalan dalam hidup ini sungguh
untuk tidak menguji seberapa besar kekuatan dirimu. Tetapi menguji seberapa
besar kesungguhanmu dalam meminta pertolongan Allah SWT”. Bisakah kita
membayangkannya bahwa melaksanakan ujian itu bukan sesuatu yang menjadi tolak
ukur, namun kesungguhan meminta pertolonganlah yang akan dinilai oleh Allah
SWT. Maha Suci Allah SWT dari apa yang kita sangka selama ini.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah akan adanya ketentuan ini yaitu: “Usia
umat ini relatif singkat dibandingkan usia umat sebelumnya” Adanya
ketentuan yang mengikat kepada setiap manusia maka untuk itu :
a. Kita harus cerdas dan
produktif di dalam mengisi waktu dalam semua segi ke-hidupan kita;
b. Kita harus bersyukur dengan cara mendayagunakan
seluruh potensi yang telah Allah berikan kepada kita untuk ketaatan (beribadah)
kepada Allah;
c. Kita harus sabar dalam
menjalankan perintah dan larangan-Nya serta ridha atas ketentuan-Nya.”
Dan jika usia yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT habis maka kematian pasti tiba. Jika ajal telah tiba, tidak ada yang dapat
menghindar darinya dan tidak ada yang dapat memajukannya atau memundurkannya
walau sedetikpun. Maut atau Kematian adalah saat dipisahkannya ruhani seseorang
dari jasmaninya. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga,
Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan. (surat Ali Imran (3) ayat 185)”.
Kematian merupakan perpindahan dari tahapan
kehidupan di dunia kepada kehidupan di akhirat. Jika telah sampai ajal kepada
manusia, pintu taubat pun telah tertutup. Sebagaimana hadits berikut ini: “Rasulullah
SAW bersabda: “Sungguh, Allah menerima taubat seorang hamba-Nya selama nyawanya
belum sampai di tenggorokan.” (Hadits Riwayat Ahmad)”. Dan sebagai
makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT ketahuilah kita semua pasti akan
mengalami kematian dan kematian yang kita alami bukanlah akhir dari segalanya.
Namun perjalananan panjang untuk menuju syurga ataukah neraka yang panjang masih menunggu kita. Jangan sampai
kita mau diajak ke neraka oleh syaitan karena kampung halaman kita yang asli
bukanlah neraka, melainkan syurga. Jadi jika syaitan pulang ke neraka bukanlah
sesuatu yang istimewa karena kampung halamannya memanglah di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar