Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 04 Juni 2024

AYO PERSIAPKAN DIRI UNTUK HIDUP TENANG MATI SENANG BERUMUR PANJANG (PART 4 of 5)

 

C.   TAHU TUJUAN AKHIR.

 

Keberadaan diri kita, baik selaku abd’ (hamba) dan juga selaku khalifah, terikat dengan ketentuan “dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT” yang mengharuskan diri kita yang sesungguhnya (ruh) datang fitrah kembali fitrah sehingga kita wajib memiliki ilmu tentang Allah SWT secara baik dan benar dan kita juga wajib memiliki ilmu tentang tahu diri karena kita hidup di langit dan di bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT sehingga mengharuskan kita melaksanakan segala aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah.

 

Dan dengan adanya ketentuan di atas maka sangat jelas tujuan perjalanan hidup ini adalah harus kembali kepada-Nya dan hal ini juga berarti bahwa diri kita pulang kampungnya ke syurga karena hanya orang orang yang mampu pulang kampung ke syurgalah yang bisa melaksanakan ketentuan di atas serta Allah SWT sendirilah yang akan menemui para penghuni syurga, sebagaimana termaktub dalam surat Al Qiyaamah (75) ayat 22, 23 berikut ini: “Wajah wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya.” Dan semoga inilah tujuan akhir kita.

 

Tahu tujuan akhir merupakan salah satu bagian dari mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dengan tahu diri dan juga dengan tahu aturan main yang berlaku di alam semesta ini. Dan adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal sehat, jika kita berniat untuk sampai ke tujuan akhir, jika kita sendiri tidak paham tidak mengerti dengan tahu diri, dan tahu aturan main untuk pulang kampung halaman yang hakiki, yaitu syurga. Dan setiap manusia, siapapun dia, apapun kedudukannya, dapat dipastikan ia pasti akan bercita cita untuk masuk syurga. Karena tidak ada satupun yang ingin masuk neraka.

 

Dan untuk bisa masuk syurga tidak serta merta begitu saja dapat kita raih. Kita akan diuji dengan cobaan (kesulitan) terlebih dahulu. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat. (surat Al Baqarah (2) ayat 214)”.   Dan adalah sesuatu yang mustahil diakal jika kita ingin masuk syurga namun kita sendiri yang menentukan aturan mainnya, padahal kita hanyalah pemain (obyek) semata yang tidak memiliki apapun saat hadir ke muka bumi ini.Dan agar diri kita mampu pulang kampung ke syurga, jadikan hadits berikut ini sebagai pedomannya: “Penghuni syurga itu ada tiga. Pertama, penguasa yang berlaku adil, dapat dipercaya dan berhasil dalam kepemimpinannya. Kedua, orang yang penyayang dan ringan hati kepada setiap kerabatnya. Ketiga, orang Islam yang menjaga dirinya dari melakukan perbuatan haram dan juga menjaga keluarganya. (Hadits Riwayat Muslim)”.  

 

Selanjutnya untuk mempertegas bahwa hidup yang kita jalani saat ini memenuhi konsep perjalanan dari Allah SWT untuk kembali kepada Allah SWT selaku asal muasal dari diri kita. Maka hidup yang kita laksanakan haruslah hidup yang bermakna sebagai berikut:

 

1.    Hidup adalah perjalanan untuk menemukan jati diri kita yang sesungguhnya, yaitu ruh;

2.   Hidup adalah  perjalanan untuk menemukan Tuhan selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini;

3.     Hidup adalah  perjalanan untuk menemukan tujuan hidupmu;

4.  Hidup adakah perjalanan untuk memenuhi hidup ini dengan karya karya nyata untuk sesama manusia;

5.     Hidup adalah sebuah perjalanan untuk meninggalkan jejak jejak kebaikan; dan

6.  Hidup adalah sebuah perjalanan untuk mengumpulkan bekal bagi kepentingan akhiratmu nanti.”

 

Itulah 6 (enam) buah makna hidup yang kami hubungkan dengan konsep tahu tujuan akhir. Namun, apa yang terjadi dengan hidup ini? Kita sering lupa diri, lupa Allah dan juga lupa kepada tujuan akhir kehidupan ini karena tergoda kehidupan dan gemerlap kehidupan dunia akibat pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga pengaruh syaitan serta juga karena pengaruh lingkungan sekitar yang mengakibatkan kesucian jasmani dan kefitrahan ruh menjadi rusak.

 

Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama firman Allah dalam hadits qudsi berikut ini: “Hudzaifah ra, berkata: Nabi SAW  bersabda: Allah ta’ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepadaku: "Wahai saudara para Rasul dan saudara para pemberi peringatan! Berilah berita peringatan kepada kaummu untuk tidak memasuki rumah-Ku (masjid) kecuali dengan hati yang bersih, lidah yang jujur, tangan yang suci, dan kemaluan yang bersih. Dan janganlah mereka memasuki rumah-Ku (masjid) padahal mereka masih tersangkut barang aniayaan hak hak orang lain. Sesungguhnya Aku mengutuknya selama ia berdiri mengerjakan shalat di hadapan-Ku sehingga ia mengembalikan barang aniayaan itu kepada pemiliknya yang berhak. Apabila ia telah mengembalikannya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat dan ia akan menjadi salah seorang kekasih-Ku, orang pilihan-Ku dan bersanding bersama-Ku bersama para Nabi, para shiddiqin dan para syuhada di dalam syurga. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nua'im, Hakim, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir; 272:240).

 

Berdasarkan ketentuan hadits ini, Allah SWT telah memberitahukan kepada kita tentang beberapa syarat yang harus kita penuhi sebelum diri untuk bertemu dengan-Nya saat di muka bumi ini. Lalu jika saat hidup di muka bumi ini saja kita tidak bisa bertemu dengan Allah SWT karena adanya perbedaan kesucian, atau belum memenuhi syarat dan ketentuan Allah SWT. Lalu bagaimana kita bisa bertemu dengan Allah SWT kelak di akhirat jika dunia saja tidak mampu kita lakukan!

 

Dilain sisi, saat manusia dilahirkan setiap manusia tidak akan tahu ia akan dilahirkan di mana; siapa yang akan melahirkannya, apa suku bangsanya serta apa agamanya. Akan tetapi, ada fitrah dalam diri setiap manusia yang telah ditetapkan Allah SWT, yaitu setiap manusia hidup untuk tujuan tertentu dan oleh karena itu hidup bermakna sebagai sebuah perjalanan merupakan sebuah sunnatullah yang harus kita laksanakan dengan sebaik baiknya, apalagi hidup ini memiliki keterbatasan waktu serta ada musuh yang harus kita hadapi, yaitu ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan.

 

Hidup sebagai sebuah perjalanan baru bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan yang hakiki jika ada titik awal perjalanan untuk menuju suatu tujuan akhir. Titik awal perjalanan adalah saat diri kita pertama hadir (lahir) di muka bumi ini baik sebagai abd’ (hamba)-Nya dan yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi maka pada saat itulah kita memulai sebuah perjalanan dari Allah SWT untuk menuju suatu tujuan tertentu, dalam hal ini adalah menuju kepada Allah SWT yang dibuktikan dengan mampunya diri kita melihat wajah Allah SWT di syurga secara langsung.

 

Hal ini sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, “Sungguh, pada suatu waktu para sahabat bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, apakah kita bisa melihat Allah pada hari Kiamat nanti?’ Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kalian terhalang melihat rembulan pada malam purnama?” Mereka menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah SAW bertanya: “Apakah kalian terhalang melihat matahari yang tidak tertutup awan?” Mereka menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.” Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Demikianlah sesungguhnya pada hari Kiamat nanti kalian akan melihat wajah Allah Ta’ala.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).

 

Namun, apa yang terjadi dengan hidup ini? Kita sering lupa diri dan juga lupa kepada tujuan akhir kehidupan ini karena tergoda kehidupan dan gemerlap kehidupan dunia akibat pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga pengaruh setan serta juga karena pengaruh lingkungan sekitar. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan kepada seluruh umat manusia melalui AlQuran yang diturunkannya sebagaimana termaktub dalam surat Az Zumar (39) ayat 54 berikut ini: "Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong."

 

Dan agar perjalanan hidup ini terarah dari waktu ke waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, sehingga kita bisa bertemu dan melihat wajah Allah SWT secara langsung, ada baiknya kami mengemukakan hal hal sebagai berikut:

 

1.     Untuk dapat bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, tempatnya tidak bisa disembarang tempat karena Allah SWT tidak akan mungkin mau dan bersedia menemui kita jika kita berada di dalam neraka.

2.        Untuk dapat bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, kita harus memenuhi syarat dan ketentuan tertentu, yaitu beriman dan beramal shaleh; mentaati Allah dan Rasul-Nya; serta menjadi orang yang bertaqwa karena inilah syarat utama untuk pulang kampung ke syurga.

3.    Untuk bisa bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak,  harus dipersiapkan dengan matang sejak diri kita masih hidup di muka bumi sehingga buang jauh jauhlah konsep simsalabim alakadabra untuk bisa bertemu Allah SWT kelak.

4.       Untuk dapat bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, kita harus bisa menja-dikan diri kita sendiri memang pantas untuk ditemui oleh Allah SWT di syurga kelak.

5.      Untuk dapat  bertemu  dengan  Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Terhormat maka kita harus terlebih dahulu menjadikan diri kita sesuai dengan kehormatan Allah SWT yaitu harus menjadi makhluk yang terhormat terlebih dahulu karena tempat bertemunya diri kita dengan Allah SWT adalah di tempat yang terhormat (syurga) dan dalam suasana yang saling hormat menghormati.

6.     Untuk dapat bertemu dengan Allah SWT kelak, bukanlah perkara mudah lagi instans (cepat), akan tetapi melalui suatu proses perjalanan yang sangat panjang lagi melelahkan, penuh perjuangan, penuh kesungguhan, penuh doa dan air mata.

7.      Untuk bertemu dengan Allah SWT kelak, kita sangat membutuhkan adanya pe-doman atau kompas yang menunjukkan peta perjalanan yang diiringi dengan pemenuhan bekal selama di dalam perjalanan. Agar diri kita tidak sesat di jalan, sampai tujuan dengan selamat serta memiliki pemahaman tentang peta perjalanan yang baik dan benar dan Allah SWT juga telah memberikan Nomor Personal ContactNya : 24434 yang berlaku 24 jam dimanapun manusia berada.

 

Agar hidup dan kehidupan yang kita jalani sesuai dengan konsep Allah SWT maka hidup yang kita jalani saat ini  harus memiliki tujuan. Lalu, bagaimana kita bisa menemukan tujuan hidup? Beruntunglah diri kita yang telah menyatakan diri sebagai seorang muslim, karena telah memiliki tujuan hidup, yang kesemuanya sudah ada di dalam kitab suci AlQuran dan Al Hadits. Berikut ini penjelasan dari tujuan hidup manusia menurut AlQuran dan Al Hadits yaitu:

 

Pertama. Jika kita diciptakan oleh pencipta, maka pastilah pencipta memiliki alasan, maksud dan tujuan, dalam menciptakan diri kita. Karena itu, penting bagi diri kita untuk mengetahui tujuan penciptaan manusia, termasuk keberadaan diri kita. Islam adalah respons terhadap pencarian manusia akan makna. Tujuan penciptaan bagi semua pria dan wanita selama ini adalah: untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Allah SWT melalui AlQuran telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap manusia dilahirkan sadar akan adanya Tuhan dan telah bertuhankan kepada Allah SWT. Sebagaimana firmanNya berikut ini: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan), atau agar kalian tidak mengatakan, 'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu'?” (surat Al A’raf (7) ayat 172-173).” Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 172, 173 di atas, Allah SWT berbicara langsung kepada jiwa (ruh) manusia, sehingga membuat jiwa (ruh) manusia bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan bagi jiwa (ruh) setiap manusia. Karena Allah SWT telah membuat semua jiwa (ruh) umat manusia bersumpah dengan menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan, sehingga setiap seorang anak yang dilahirkan ke muka bumi sudah memiliki keyakinan alamiah (fitrah) tentang Keesaan Allah SWT tanpa terkecuali.

 

Kedua. Tentang tujuan hidup manusia, AlQuran juga telah memaparkannya dengan sangat jelas. Allah SWT berfirman: “Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (surat Al-Bayyinah (98) ayat 5). Berdasarkan ketentuan ini manusia diciptakan Allah untuk suatu tujuan yang besar dan misi yang penting yaitu beribadah kepada Allah SWT semata.  Dan pengertian ibadah itu sendiri sangatlah luas dan tidak hanya terbatas pada ritual-ritual khusus semata. Semua aktivitas manusia yang dilakukan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT dan sejalan dengan ridha Allah maka ia termasuk ibadah. Ibadah juga dapat dijelaskan sebagai segala sesuatu dalam Islam yang dilakukan seseorang untuk cinta dan kesenangan Allah. Ini sama sekali tergantung pada tindakan yang benar atau tidak benar dari seseorang yang mencakup poin-poin kekuatan berikut: (a) Keyakinan agama; (b) Kegiatan sosial; (c) Kontribusi untuk kesejahteraan masyarakat dan sesama manusia.

 

Ketiga. Orang-orang Mukmin sangat percaya bahwa Allah SWT menurunkan AlQuran dan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan kita bagaimana menyenangkan dan menyembah Sang Pencipta yang sesuai dengan kehendak Allah SWT: "... sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menjelaskan, dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izinNya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (surat Al Maaidah (5) ayat 15-16).”  Allah SWT juga berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 31 sebagaimana berikut ini:  “Katakanlah (hai Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, dan Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”  Berdasarkan ketentuan ini dikemukakan bahwa jika kita benar-benar mencintai-Nya, maka ikutilah rasul-Nya. Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan saat diri kita hidup di dunia ini. Adanya suri tauladan akan memudahkan diri kita melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.

 

Keempat. Tujuan hidup manusia adalah melakukan perbuatan baik dan benar dalam kerangka ibadah ikhsan termasuk di dalamnya memberikan dan berbuat amal shaleh, membebaskan budak, berdoa, menepati janji, dan bersabar selama kesulitan. Allah SWT berfirman: “Bukanlah kebenaran bahwa kamu memalingkan wajahmu ke timur atau barat. Tetapi adalah kebenaran untuk percaya kepada Tuhan, dan Hari Terakhir, dan para Malaikat, dan Kitab, dan para Utusan; untuk menghabiskan harta Anda, karena cinta untuk-Nya, untuk sanak saudara Anda, untuk yatim piatu, untuk yang membutuhkan, untuk musafir, untuk mereka yang meminta, dan untuk tebusan budak; untuk tabah dalam doa, dan mempraktekkan kasih amal biasa, untuk memenuhi kontrak yang telah kamu buat; dan untuk menjadi tegas dan sabar, dalam kesakitan (atau penderitaan) dan kesulitan, dan di semua periode panik. Demikianlah orang-orang yang benar, yang takut akan Allah.” (surat Al Baqarah (2) ayat 177). Selain daripada itu, bekerja untuk menjaga perdamaian atau berusaha untuk mendamaikan diantara orang-orang adalah perbuatan besar yang lebih baik daripada amal, puasa, dan doa. Nabi Muhammad (saw) berkata: “Apakah Anda tahu apa yang lebih baik daripada amal dan puasa dan doa? Itu menjaga perdamaian dan hubungan yang baik antara orang-orang, karena pertengkaran dan perasaan buruk menghancurkan umat manusia.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim)

 

Kelima. Adanya peringatan untuk kemanusiaan, dimana AlQuran dan juga Hadits sudah memberikan peringatan bagi umat manusia bahwa mereka akan mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang mereka lakukan dalam kehidupan ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Katakan, 'Tuhanlah yang memberimu hidup, lalu membuatmu mati; dan pada akhirnya Dia akan mengumpulkanmu pada Hari Kebangkitan (kedatangan) yang tidak diragukan, tetapi kebanyakan orang tidak mengerti. Kepunyaan Tuhan adalah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari itu ketika kiamat datang, pada hari itu semua orang yang menolak untuk beriman adalah orang-orang yang merugi. Dan kamu akan melihat semua orang tertatih-tatih berlutut, karena semua orang akan dipanggil untuk (menghadapi) catatan mereka: 'Hari ini kamu akan mendapat balasan atas semua yang pernah kamu lakukan. Ini adalah catatan Kami, ini berbicara tentang Anda dalam semua kebenaran; karena Kami telah mencatat semua yang kamu lakukan. (surat Al Jasiyah (45) ayat 26,27, 28,29).” Dan Allah juga SWT berfirman: "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atom, ia akan melihatnya, dan barangsiapa berbuat jahat terhadap atom, akan melihat (balasannya)." (surat Az Zalzalah (99) ayat 7,8).” Adanya ketentuan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan kelak dihadapan Allah SWT, menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani tidak bisa dilaksanakan seenaknya saja tanpa melihat aturan main yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Berdasarkan uraian di atas ini berarti salah satu tujuan hidup yang harus kita laksanakan adalah bagaimana kita berupaya sebaik mungkin agar laporan pertanggungjawaban kita dapat diterima oleh Allah SWT dengan sebaik baiknya.

 

Keenam. Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita juga telah menggemakan dan juga mengingatkan kepada umatnya tentang pesan pertanggungjawaban, sebagaimana hadits berikut ini: “Seorang pria akan ditanya mengenai lima (hal) pada Hari Kebangkitan: tentang hidupnya dan bagaimana ia menghabiskannya, tentang masa mudanya dan bagaimana ia menjadi tua, tentang kekayaannya: di mana ia memperolehnya dan dengan cara apa ia menghabiskannya, dan apa yang dia lakukan dengan pengetahuan yang dia miliki. "(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Dan juga melalui sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini: “Tiga hal mengikuti almarhum: anggota keluarganya, kekayaannya dan tindakannya. Dua dari mereka kembali dan satu akan tetap bersamanya. Anggota keluarga dan kekayaannya kembali, dan tindakannya akan tetap bersamanya.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).” Dan berdasarkan ketentuan hadits ini, tujuan hidup seorang pria adalah bagaimana bersikap dan berbuat terhadap apa apa yang dimilikinya, seperti harta, ilmu serta waktu. Lalu bagaimana memperolehnya serta untuk apa harta, untuk apa ilmu dan untuk apa waktu yang dimilikinya, apakah untuk kepentingan duniawi semata ataukah untuk kepentingan akhirat?.Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah bahwa Allah SWT memiliki kriteria sendiri di dalam menilai seseorang sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW menyatakan, Allah Yang Mahakuasa menghakimi kamu bukan dari wajahmu atau kekayaan-mu, tetapi oleh kemurnian hatimu dan perbuatanmu." (Hadits Riwayat Muslim). Berdasarkan ketentuan ini, penampilan, kekayaan, keturunan, harta kekayaan, pangkat dan jabatan, pendidikan, warna kulit, suku bangsa yang kita miliki bukanlah kriteria yang akan dipergunakan oleh Allah SWT untuk menilai keberhasilan diri kita.

 

Adanya konsep 6 (enam) tujuan hidup di atas, akhirnya kita akan dihadapkan dengan konsep hidup adalah kesempatan dan juga pilihan serta hidup adalah perjalanan. Kesempatan untuk melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berlaku kepada diri kita  atau tidak mau melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan berlaku. Sehingga hidup yang kita jalani saat ini adalah pilihan, pilihan memilih apa yang baik atau apa yang buruk, mau masuk ke syurga atau mau masuk ke neraka, mau menjadikan hati yang hidup lagi sehat atau mau menjadikan hati yang mati lagi sakit, mau jalan kebaikan atau mau jalan keburukan, mau jiwa yang fitrah atau mau jiwa yang fujur. Pilihan dan konsekuensi dari pilihan yang kita ambil akan menentukan hasil akhir sehingga sebab bukanlah karena akibat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar