Melaksanakan ibadah umroh yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT mengharuskan kita melaksanakannya dengan baik dan benar
sesuai dengan syariat yang berlaku. Namun tidak sampai disitu saja kita harus pula
bisa mencapai dan merasakan hakekat dari ibadah umroh tanpa harus melanggar
syariat. Untuk itu kita harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan
benar pula. Selanjutnya mari kita perhatikan surat Al Baqarah (2) ayat 150 yang
kami kemukakan berikut ini:“dan dari
mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan
dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar
tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara
mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja).
dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.”
Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam surat Al
Baqarah (2) ayat 150, melaksanakan ibadah umroh ke Baitullah dapat dikatakan
sebagai sebuah perjalanan lahir dan bathin. Dikatakan perjalanan lahir dan
bathin karena ibadah umroh adalah ibadah yang multi dimensi antara ibadah
ruhiyah dengan ibadah jasmaniah. Ibadah
umroh selain memiliki dimensi ibadah ruhiyah dan juga ibadah jasmaniah. Ibadah
umroh juga memiliki beberapa dimensi lainnya yang terdiri dari:
1.
Adanya dimensi keuangan halal;
2. Adanya dimensi ilmu dan pemahaman baik
dari sisi syariat dan juga hakekat secara komprehensip;
3. Adanya dimensi niat yang ikhlas;
4. Adanya dimensi bekal iman dan taqwa
yang berkualitas tinggi
5. Adanya dimensi kefitrahan ruh;
6. Adanya dimensi kesabaran;
7. Adanya dimensi Tamu dan Tuan Rumah;
8. Adanya dimensi regulasi antar negara
yaitu antara Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi.
Adanya berbagai dimensi yang menyertai ibadah
umroh, menunjukkan kepada diri kita bahwa ibadah umroh mengharuskan diri kita
untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan benar.
Untuk
maksud tersebut di atas, mari kita perhatikan sunnatullah yang terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari. Dimana kita mengenal apa yang diistilahkan dengan
Output (hasil akhir) yang tidak akan mungkin bisa dipisahkan dengan Input
(masukan awal) dan Proses sehingga ketiga hal ini harus dalam satu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Selain daripada itu ketahuilah bahwa sebab bukanlah
karena akibat, sehingga yang ada adalah akibat itu asalnya dari sebab. Sehingga
untuk memperoleh Output yang berkualitas tinggi maka dibutuhkan Input dan
Proses yang berkualitas tinggi pula, sehingga untuk memperoleh hasil yang
maksimal dibutuhkan masukan awal yang maksimal yang diproses secara maksimal
sehingga dapat dikatakan bahwa Input dan proses adalah faktor yang sangat utama
untuk menentukan hasil akhir (Output).
Konsep
di atas ini juga dapat diaplikasikan di dalam pelaksanaan ibadah umroh yang
akan kita laksanakan. Hasil maksimal dari ibadah umroh yang kita laksanakan
tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan persiapan-persiapan ibadah umroh yang
kita lakukan sebelum diri kita berangkat. Setelah kita berangkat maka ibadah
umroh sangat berhubungan proses pelaksanaan ibadah yang kita lakukan di Baitullah.
Apakah sebatas syariat belaka ataukah sampai kepada hakekat yang tidak
melanggar syariat. Akhirnya hasil dari ibadah umroh akan bisa kita diketahui
setelah kembali lagi ke tanah air. Apakah hanya sebatas jangka pendek yang
hanya bisa dinikmati oleh diri sendiri, ataukah bisa menjadi keshalehan pribadi
yang tercermin dalam keshalehan sosial sehingga bisa dinikmati oleh banyak
orang serta melintasi jaman dan seterusnya sampai hayat masih di kandung badan
selalu berbuat dan berbuat kebaikan.
Berikut
ini akan kami kemukakan beberapa persiapan yang harus kita ketahui dan yang juga
harus kita laksanakan sebelum diri kita berangkat menunaikan ibadah umroh,
yaitu:
A.
MEMPERSIAPKAN KEUANGAN YANG
HALAL.
Sekarang mari kita renungkan apa yang
pernah Rasulullah SAW sabdakan, yaitu: “ketika orang berhaji dari nafkah yang
berasal dari yang haram, lalu ia berseru ‘Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya
Allah”. Maka datanglah jawaban dari langit. ‘Tidak, engkau tidak memenuhi
panggilan. Perbekalanmu haram, nafkahmu haram, hajimu penuh dosa, tidak
berpahala”.
“Dari Ibnu Umar ra, katanya, “Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak diterima shalat seseorang tanpa suci, dan tidak
diterima sedekah yang berasal dari kejahatan (seperti mencuri, menipu,
menggelapkan atau korupsi, rampok, judi dan sebagainya). (Hadits
Riwayat Bukhari No.175)
Hudzaifah
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepadaku: "Wahai saudara para
Rasul dan saudara para pemberi peringatan! Berilah berita peringatan kepada
kaummu untuk tidak memasuki rumahKu (masjid) kecuali dengan hati yang bersih,
lidah yang jujur, tangan yang suci, dan kemaluan yang bersih. Dan janganlah
mereka memasuki rumahKu (masjid) padahal mereka masih tersangkut barang aniayaan
hak hak orang lain. Sesungguhnya Aku mengutuknya selama ia berdiri mengerjakan
shalat di hadapanKu sehingga ia mengembalikan barang aniayaan itu kepada
pemiliknya yang berhak. Apabila ia telah mengembalikannya, maka Aku menjadi
pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang
dengannya ia melihat dan ia akan menjadi salah seorang kekasihKu, orang
pilihanKu dan bersanding bersamaKu bersama para Nabi, para shiddiqin dan para
syuhada di dalam syurga. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nua'im, Hakim,
Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir; 272:240).”
Berdasarkan 3 (tiga) buah ketentuan di
atas ini syarat utama untuk melunasi biaya perjalanan ibadah umroh adalah
uangnya harus berasal dari uang halal, dari penghasilan yang halal, dari harta
kekayaan yang halal yang tidak terkontaminasi dengan yang haram serta tidak
tersangkut dengan barang aniayaan hak-hak milik orang lain. Ingat, uang yang
halal merupakan tonggak awal dari
kesuksesan diri kita menunaikan ibadah umroh, walaupun bukan satu-satunya
faktor yang menjadikan diri kita menjadi umroh yang mabrur.
Hal
yang kami kemukakan di atas penting kami kemukakan karena kita tidak akan bisa
menjadi tamu yang dikehendaki kedatangannnya oleh Tuan Rumah, atau tamu yang
pantas dibanggakan oleh Tuan Rumah, atau tamu yang memang patut ditemui oleh
Tuan Rumah, atau tamu yang patut diberikan oleh oleh berupa makna yang hakiki
dari ibadah umroh yang dilaksanakannya, jika ketentuan yang ada pada ke 3
(tiga) ketentuan di atas tidak bisa kita penuhi. Ingat, uang halal dan uang haram adalah dua hal yang
sangat berbeda seperti perbedaan antara hitam dengan putih. Uang haram akan
mendorong pemiliknya atau yang menguasainya untuk berbuat yang haram pula,
sedangkan Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Suci maka Allah SWT tidak akan mungkin
bisa dijangkau dan bisa ditemui dengan sesuatu yang haram yang berasal dari
jamaah umroh dan juga dari setiap manusia yang ingin beribadah kepadanya.
Sekarang
saatnya kita bertanya kepada diri sendiri yang sebentar lagi akan menunaikan
ibadah umroh, sudahkah kita membiayai perjalanan ibadah umroh dilunasi dari
harta atau dari uang yang halal yang tidak tersangkut dan juga tidak
terkontaminasi dari sesuatu yang haram milik orang lain? Jangan sampai apa yang
dikemukakan di dalam hadits di atas menimpa diri kita sehingga kita dikutuk
oleh Allah SWT saat mendirikan shalat, saat menunaikan ibadah umroh di
Baitullah dan juga saat Wukuf di Padang Arafah bagi yang menunaikan ibadah haji.
Jika sampai uang haram
tercampur di dalam harta kita, tercampur di dalam pekerjaan kita, tercampur
pula di dalam penghasilan kita berarti kita sendiri telah memberikan kesempatan
kepada setan memiliki tempat tinggal di dalam harta kita, di dalam pekerjaan
kita, di dalam penghasilan kita, yang pada akhirnya setan memiliki kekuatan
untuk mengganggu dan menggoda diri kita akibat dari ulah kita sendiri, yang
pada akhirnya akan menggangu dan menggagalkan ibadah umroh kita karena Allah
SWT yang maha suci tidak akan mungkin bisa ditemui oleh tamu yang kotor karena
biaya untuk menjadi tamu dari yang haram atau terkontaminasi dengan yang haram.
Dengan
kata lain uang yang dipergunakan untuk membiayai ibadah haji atau umroh
haruslah uang yang halal yang tidak terkontaminasi sedikitpun dengan hasil dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Adanya ketentuan ini kita tidak
bisa serta merta begitu saja melaksanakan ibadah umroh, serta kitapun tidak
bisa seenaknya memasuki Masjidil Haram dan Masjid Nabawi ataupun masjid lainnya
begitu saja. Ketahuilah semuanya ada syarat dan ketentuan yang harus kita
penuhi terlebih dahulu sebelum diri kita melaksanakan apa yang kami kemukakan
di atas.
B. MEMPERSIAPKAN ILMU SYARIAT DAN HAKEKAT YANG KOMPREHENSIF DALAM SATU KESATUAN.
Belajar, belajar dan belajar adalah
kunci untuk memiliki ilmu syariat dan hakekat yang konprehensif tentang ibadah
umroh karena hanya inilah jalan keluar yang tersedia agar diri kita memilki ilmu
dan pemahaman dalam kerangka menjadikan ibadah umroh yang kita laksanakan
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk memiliki ilmu syariat dan hakekat yang
konprehensif tidak cukup dengan mengikuti manasik umroh semata, apalagi
belajarnya dikesempatan terakhir menjelang keberangkatan ibadah umroh. Untuk
memiliki ilmu syariat lebih mudah dibandingkan dengan memiliki ilmu tentang hakekat
ibadah umroh. Ilmu hakekat yang tidak melanggar syariat hanya bisa didapat
melalui proses jangka panjang yang konsisten dan penuh komitmen, bukan dalam
jangka pendek, bukan pula asal sudah belajar langsung bisa kita peroleh
keduanya.
Ilmu syariat adalah sesuatu yang wajib
kita ketahui karena hanya dengan ilmu syariat ini kita tahu dan mengerti serta
paham bagaimana segala aktivitas ibadah umroh dapat kita laksanakan sesuai
dengan tuntunan syariat yang berlaku. Jika tidak bisa maka tidak sah ibadah umroh
yang kita laksanakan. Alangkah ruginya kita yang sudah mengeluarkan biaya yang
mahal hasilnya tidak sah karena kebodohan diri kita yang tidak mau belajar
tentang syariat ibadah umroh.
Selanjutnya jika sampai diri kita melaksanakan ibadah umroh sebatas memiliki
ilmu syariat semata maka hasilnya hanya sebatas itulah yang kita dapatkan.
Ilmu hakekat sangat penting kita
ketahui karena dibalik perintah yang telah diperintahkan Allah SWT pasti ada
maksud dan tujuan yang hakiki yang terdapat dibalik rangkaian peribadatan
ibadah umroh. Namun demikian antara ketentuan syariat dan ketentuan hakekat keduanya
tidak bisa dipisahkan. Untuk memperoleh sesuatu yang bersifat hakekat tidak
akan bisa tercapai jika syariat ibadah umrohnya terlanggar atau tidak kita
laksanakan, demikian pula sebaliknya.
Dan alangkah indahnya jika kita bisa
melaksanakan ibadah umroh sesuai dengan syariat yang berlaku serta mampu
merasakan hakekatnya secara bersamaan yang pada akhirnya mampu menghantarkan
diri kita memperoleh umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT lalu kita
memperoleh ampunan dosa yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita
memperoleh kefitrahan diri.
Untuk mempertegas apa apa yang harus
kita persiapkan sebelum menunaikan ibadah umroh, ketahuilah suatu manfaat dan
hikmah yang hakiki tidak datang dengan tiba-tiba, tidak turun dari langit
begitu saja kepada diri kita. Hal ini dikarenakan manfaat dan hikmah merupakan
hasil dari suatu proses, yang diproses secara konsisten dan penuh komitmen dari
waktu ke waktu. Untuk itu jika kita ingin memperoleh dan merasakan langsung
manfaat dan hikmah melaksanakan ibadah umroh, atau merasakan rasa diterima saat
menjadi Tamu Allah SWT, maka kita harus terlebih dahulu memiliki ilmu dan
pemahaman baik yang bersifat syariat maupun hakekat dalam satu kesatuan.
Sekali lagi, ayo belajar, belajar dan
belajar, selagi masih ada waktu untuk belajar. Jangan pernah menunda-nunda
belajar tentang ibadah umroh karena tidak ada yang instan dalam proses belajar
mengajar ini. Semakin baik dan berkualitas ilmu dan juga pemahaman tentang ibadah
umroh yang kita miliki semakin terbuka lebar kesempatan untuk merasakan kesan
yang mendalam dari pelaksanaan ibadah umroh
dan semakin nikmat bertuhankan hanya kepada Allah SWT baik di “Tanah Haram” dan
juga di “Tanah Halal”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar