Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 05 Juni 2024

KEHENDAK ALLAH SWT MERUPAKAN KETENTUAN DASAR YANG MENGIKAT BAGI UMAT MANUSIA (PART 2 of 5)

 


Sekarang apa sajakah kehendak Allah SWT yang berlaku di alam semesta ini yang harus kita ketahui, lalu kita pahamai dan kita laksanakan? Berikut ini akan kami kemukakan kehendak-kehendak Allah SWT yang dimaksud, yaitu:

 

A.     ALLAH SWT BERKEHENDAK SESUKA-NYA.

 

Allah SWT di dalam berkehendak tidaklah sama dengan kehendak yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Kehendak Allah SWT tidak terbatas sedangkan kehendak makhluk-Nya terbatas. Allah SWT berkehendak sesukanya, sebagaimana firman-Nya dalam surat Huud (11) ayat 108 yang kami kemukakan berikut ini: mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.”  Namun demikian Allah SWT di dalam melakukan suatu kehendak, tidak serta merta bertindak semaunya saja, akan tetapi kehendak Allah SWT selalu di dalam koridor “Management System” yang sempurna yang sesuai dengan kemahaan yang dimiliki-Nya yang mencer-minkan kebesaran dan kemahaan  Allah SWT itu sendiri. Sehingga sebelum ada kesempur-naan yang tidak lain adalah cerminan dari Allah SWT itu sendiri maka Allah SWT tidak akan melaksanakan kehendak-Nya.

 

Kondisi ini sangat berbeda dengan kehendak manusia, manusia akan bertindak dan berbuat untuk mewujudkan kehendaknya walaupun kesempurnaan belum terjadi. Selanjutnya jika sampai Allah SWT bertindak dan berbuat sekehendaknya sendiri di luar dari cerminan kemahaan yang dimiliki-Nya yaitu Yang Maha Sempurna, maka kehendak Allah SWT tidak akan pernah direalisasikannya karena akan mencoreng kemahaan-Nya dan ini tidak akan pernah terjadi.

 

Sekarang Allah SWT sudah menciptakan manusia dengan adanya diri kita, lalu apakah keberadaan manusia atau diri kita merupakan sebuah kebetulan belaka, atau ada secara insidentil, atau sudah direncanakan dengan matang oleh Allah SWT? Keberadaan manusia atau keberadaan diri kita di bumi ini merupakan bagian dari kesempurnaan Allah SWT di dalam melaksanakan dan menjalankan kehendak dan kemampuan serta ilmu Allah SWT itu sendiri sehingga keberadaan manusia pasti sudah di dalam rencana Allah SWT yang sempurna atau sudah dirancang sedemikian sempurna sesuai dengan kemahaan dan kebe-saran Allah SWT yang maha sempurna. Sekarang bisakah kita memisahkan diri dengan kehendak Allah SWT!

 

B.      KEHENDAK ALLAH SWT TIDAK PERNAH ANIAYA.

 

Kehendak Allah SWT yang lainnya adalah Allah SWT tidak pernah aniaya kepada abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga khalifah-Nya, atau Allah SWT tidak menghendaki berbuat kezhaliman kepada hamba-Nya dan khalifah-Nya. Hal ini sebagaimana dikemu-kakan dalam surat Al Mu’min (40) ayat 31 berikut ini: “(yakni) seperti Keadaan kaum Nuh, 'Aad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.”  Dan juga dikemukakan dalam firman-Nya yang terdapat dalam surat Qaaf (50) ayat 29 yang kami kemukakan berikut ini: “keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Ku.” Berdasarkan ketentuan di atas ini, Allah SWT tidak pernah menghendaki atau Allah SWT tidak berkehendak untuk menganiaya, atau menzhalimi para abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya.

 

Sebagai bahan perbandingan, lihatlah kepolisian. Dimana kepolisian membuat rambu hati-hati kepada seluruh pemakai jalan, maka jika pemakai jalan tidak mematuhi rambu-rambu tersebut maka apakah polisi dapat begitu saja dipersalahkan karena telah menganiaya atau mendzalimi pemakai jalan saat menempatkan rambu hati-hati? Polisi tidak dapat dipersa-lahkan, jika pemakai jalan mengalami kecelakaan sepanjang pemakai jalan tidak mau mematuhi rambu-rambu yang telah dibuat oleh pihak kepolisian. Hal yang samapun berlaku pada Allah SWT, yaitu Allah SWT tidak akan pernah mendzalimi manusia sepanjang manusia mau memenuhi segala apa yang telah diperintahkan dan apa yang telah dilarang oleh Allah SWT.

 

Apa yang kami kemukakan di atas, dipertegas oleh Allah SWT melalui firman-Nya yang terdapat di dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 40 berikut ini: “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisiNya pahala yang besar.” dimana Allah SWT tidak akan pernah menganiaya manusia walaupun hanya sebesar zarrah dan jika Malaikat mampu mencatat merupakan hukum sebab dan akibat dari apa yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Jika hamba tersebut melakukan amal kebaikan maka amal kebaikan beserta pahalanya untuk si hamba tersebut demikian pula sebaliknya jika si hamba tersebut melakukan kejahatan maka hasilnya pun untuk si hamba yang melakukan kejahatan. Hal yang harus kita perhatikan adalah segala sesuatu yang asalnya dari  Allah SWT dapat dipastikan mempunyai Nilai-Nilai Ilahiah dan dapat dipastikan tidak akan mencelakakan manusia sehingga pasti menghasilkan kebaikan dan jika timbul kezhaliman tidak akan mungkin berasal dari Allah SWT.

 

Sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifahNya di muka bumi yakinkan diri bahwa Allah SWT tidak akan pernah menukar atau membohongi diri kita dengan menukar perbuatan baik dengan perbuatan buruk. Yang baik pasti menghasilkan yang baik, yang buruk pasti menghasilkan yang buruk pula sebab inilah Sunnatullah yang pasti berlaku di langit dan di bumi ini sampai dengan kapanpun juga.

 

Sebagai bukti bahwa Allah SWT tidak pernah aniaya kepada hamba-Nya mari kita perha-tikan dengan seksama hal-hal yang akan kami kemukakan berikut ini.

 

1.    Allah SWT Maha Pengasih dan Pengampun. Allah SWT sudah menetapkan atas dirinya kasih sayang. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al An’aam (6) ayat 12 yang kami kemukakan berikut ini: “Katakanlah: “Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?”. Katakanlah: “Kepunyaan Allah”. Dia telah menetapkan atas dirinya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman.” Jika ini kondisi dasar dari Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana besar konsep penghambaan dan juga konsep kekhalifahan di muka bumi serta selaku pembuat ketentuan maka Allah SWT tidak akan mungkin menzhalimi abd’ (hamba) yang sekaligus khalifahNya sendiri di muka bumi ini. Hal ini dikarenakan Allah SWT harus memenuhi janji dan sikapnya tersebut diatas baik kepada manusia dan juga kepada syaitan yang telah disetujui-Nya untuk menggoda dan mengganggu manusia.

 

Jika sekarang Allah SWT sudah mewajibkan atas dirinya sendiri kasih sayang yang tidak lain bagian dari Ar Rahmaan dan Ar Rahiiem yang dimiliki oleh Allah SWT, lalu untuk siapakah  kasih sayang itu? Sebagai pencipta dan pemilik dari konsep pengham-baan dan juga konsep kekhalifahan sudah pasti kasih sayang Allah SWT bukanlah untuk Allah SWT itu sendiri karena Allah SWT sudah maha dan akan maha selama-nya. Jika kasih sayang Allah SWT bukan untuk Allah SWT maka kasih sayang Allah SWT pasti untuk makhluk yang diciptakannya sepanjang makhluk itu mau meminta, mau menerima kasih sayang Allah SWT.

 

Sekarang apakah kasih sayang Allah SWT yang tidak lain adalah cerminan dan Ar Rahmaan dan Ar Rahiiem yang dimiliki Allah SWT itu hanya untuk segolongan umat saja atau untuk Nabi dan Rasul saja? Kasih sayang Allah SWT pada dasarnya ditujukan untuk seluruh umat manusia, akan tetapi kasih sayang Allah SWT ini hanya akan diberikan sepanjang diri kita mau menerima, mau meminta kasih sayang Allah SWT kepada Allah SWT. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT tidak akan pernah menganiaya diri kita, Allah SWT tidak akan pernah menzhalimi diri kita, sepanjang diri kita mau dikasih sayangi oleh Allah SWT. 

 

Saat ini Allah SWT sudah menetapkan dalam diri-Nya kasih sayang maka Allah SWT pasti tidak akan pernah mendzalimi makhluknya. Selanjutnya jika saat ini banyak terjadi kedzaliman darimanakah itu semua? Allah SWT menyatakan bahwa yang menganiaya diri sendiri adalah makhluk itu sendiri (di dalam ayat ini yang dicontohkan oleh Allah SWT adalah Nabi Musa a.s). sebagaimana dikemukakan Allah SWT dalam surat Al Qashash (28) ayat 16 berikut ini: “Musa mendo’a: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuni-nya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Selanjutnya jika sekarang kita telah menganiaya diri sendiri, apa yang harus kita lakukan? Untuk itu contohlah apa yang telah Nabi Musa as, lakukan, yaitu mengakui segala kesalahan yang dilanjutkan dengan memohon ampun langsung kepada Allah SWT tanpa harus menungggu-nunggu, lakukan sesegera mungkin. Lalu apakah contoh yang telah dilakukan oleh Nabi Musa as, hanya sekedar cerita yang diceritakan kembali oleh Allah SWT? Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi ketahui-lah bahwa cerita tentang Nabi Musa as, di atas bukanlah cerita yang diceritakan kembali oleh Allah SWT tanpa maksud dan tujuan yang jelas, melainkan kita harus bisa seperti Nabi Musa as, yaitu cepat dan lekas meminta ampun kepada Allah SWT setelah melakukan kesalahan dan dosa. Semakin cepat diri kita meminta ampun maka semakin cepat pula Allah SWT mengampuni diri kita.

 

2.   Allah SWT Tidak Pernah Memerintahkan Manusia Mengerjakan Kejahatan. Allah SWT tidak pernah memerintahkan manusia mengerjakan kejahatan. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A’raaf (7) ayat 28 yang kami kemukakan di bawah ini, “Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”  Hal ini terlihat dengan tidak ada satupun kehendak Allah SWT yang  memerintahkan manusia untuk mengerjakan kejahatan atau menyuruh manusia untuk berbuat kejahatan di muka bumi ini.

 

Dan jika saat ini manusia melakukan kejahatan atau jika saat ini banyak terjadi kejahatan, dapat dipastikan bukan berasal dari perintah Allah SWT melainkan akibat ahwa (hawa nafsu) dan juga pengaruh buruk dari syaitan sang laknatullah. Selanjutnya jika sampai Allah SWT memerintahkan manusia berbuat kejahatan di muka bumi, hal ini sangat bertentangan dengan isi surat An Nisaa (4) ayat 40 di atas yang menyatakan bahwa Allah SWT tidak pernah sekalipun mendzalimi manusia walaupun hanya sebesar jarrah. Adanya keja-hatan di muka bumi sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah karena dengan adanya kejahatan pasti akan menjadikan seseorang menjadi calon penghuni neraka dan inilah yang dinantikan oleh syaitan karena ia memperoleh teman untuk hidup berdampingan di neraka.

 

3.    Allah SWT Tidak  Menghinakan  Manusia. Allah SWT  tidak  pernah  menghi-nakan manusia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fajr (89) ayat 16 berikut ini: “Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"[1575]. (surat Al Fajr (89) ayat 16).” Allah SWT justru sejak awal menciptakan manusia sudah menempatkan manusia sebagai makhluk yang terhormat.

 

[1575] Maksudnya: ialah Allah menyalahkan orang-orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang tersebut pada ayat 15 dan 16. tetapi sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Tuhan bagi hamba-hamba-Nya.

 

Dan ini berarti kehinaan bukanlah sesuatu yang berasal dari Allah SWT, akan tetapi sesuatu yang berasal dari diri kita sendiri yang tidak bisa memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dan agar diri kita tidak dihinakan oleh Allah SWT maka kita harus mematuhi segala ketentuan Allah SWT seperti tidak berlebihan mencintai harta benda atau kekayaan yang kita miliki, tetapi karena manusia tamak dan rakus tetap melakukan apa yang dilarang oleh Allah SWT sehingga pada saat harta benda tersebut hilang lalu berburuk sangka kepada Allah SWT dengan berkata Allah SWT telah menghinakanku, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fajr (89) ayat 20 yang kami kemukakan berikut ini: “dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (surat Al Fajr (89) ayat 20). 

 

Di lain sisi, hal yang harus kita perhatikan adalah kedudukan dan kebesaran Allah SWT menurut persangkaan hamba-Nya kepada-Nya dan jika sangka hamba-Nya baik maka baiklah Allah SWT demikian pula sebaliknya. Jika hamba-Nya bersangka buruk  kepada Allah maka Allah SWT akan bersangka pula kepada hamba-Nya. Sekarang jika sampai Allah SWT disangka menghinakan hamba-Nya maka itulah yang akan diterima oleh hamba tersebut. Untuk itu berhati-hatilah dengan prasangka karena dengan prasangka mampu menjadikan diri kita sukses dan juga bisa menghinakan diri kita dihadapan Allah SWT.

 

C. ALLAH SWT BERKEHENDAK AGAR MANUSIA UNTUK BERMUSUHAN DENGAN SYAITAN.

 

Allah SWT berkehendak kepada manusia untuk bermusuhan dengan syaitan, sebagaimana dikemukakan dalam surat Thaahaa (20) ayat 117 berikut ini, “Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.” Allah SWT berkehendak seperti ini bukanlah untuk menyusahkan manusia. Allah SWT berkehendak agar  manusia sukses dan selamat sampai ke syurga untuk bertemu dengan Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW. Ingat! Syaitan adalah musuh utama manusia sehingga syaitan bukanlah panutan, bukan pula sahabat apalagi atasan bagi manusia. Dan ingat kehendak Allah SWT tentang syaitan ini tidak boleh di bantah oleh manusia yang ada di muka bumi ini sebagaimana pabrikan memberikan larangan kepada konsumen.

 

Selanjutnya adakah kehendak syaitan kepada diri kita selaku abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa kehendak syaitan kepada manusia, termasuk di dalamnya kepada diri kita, yaitu:

 

1.  Syaitan berkehendak dan bermaksud untuk selalu mengadu domba manusia se-hingga lahirlah kebencian dan permusuhan di antara umat manusia. Selain itu syaitan juga berkeinginan agar manusia lalai dari mengingat Allah SWT serta shalat, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (surat Al Maaidah (5) ayat 91)

 

2.   Syaitan berkehendak untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus atau dari petunjuk Allah SWT dimanapun, kapanpun, kepada siapapun juga tanpa pernah pandang bulu, semuanya akan diganggu, sebagaimana firman-Nya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu Lihat orang-orang munafik meng-halangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka Bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, Kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". (surat An Nisaa' (4) ayat 60-61-62)

 

[312] Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga: 1. orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu. 2. berhala-berhala.

 

3.   Syaitan akan menjegal atau menghalang-halangi setiap usaha manusia yang baik menjadi kesalahan atau keluar dari jalan yang lurus dan juga memandang baik perbuatan yang buruk, sebagaimana firman-Nya: “iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (surat Al A'raaf (7) ayat 16-17)

 

4.     Syaitan selalu berupaya dengan sekuat tenaga untuk mencari kesempatan di dalam mempengaruhi manusia melalui pintu ahwa (hawa nafsu) atau dengan kata lain ahwa (hawa nafsu) adalah pintu masuk syaitan untuk mengganggu dan menggoda manusia, sebagaimana firman-Nya: “dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dima-sukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana, (surat Al Hajj (22) ayat 52). Sebagai orang yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk bermusuhan kepada syaitan, ketahuilah bahwa syaitan tidak hanya berkepentingan agar manusia berbuat keburukan, kemaksiatan ataupun kedurhakaan serta melanggar perintah dan larangan Allah SWT. Syaitan juga akan mempengaruhi diri kita saat berbuat kebaikan melalui jalan sebagai berikut:

 

a.       Mempengaruhi niat berbuat baik dari ikhlas menjadi riya;

b.     Mempengaruhi manusia melalui jumlah yang akan disedekahkan (diinfaqkan) dari senilai tertentu menjadi lebih kecil dari yang diniatkan semula;

c.   Mempengaruhi manusia agar menunda berbuat sesuatu yang pada akhirnya manusia lupa atau gagal untuk melaksanakannya.

 

Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi berarti pada saat ini ada dua buah kondisi yang kita hadapi, yaitu adanya kehendak Allah SWT kepada diri kita untuk bermu-suhan dengan syaitan dan adanya kehendak syaitan kepada diri kita. Lalu kehendak yang manakah yang harus kita pilih? Sebagai orang yang telah tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir  maka kehendak Allah SWT lah yang harus kita jadikan pedoman karena segala kehendak syaitan kepada diri kita semuanya untuk mencelakakan diri kita. Sekarang tergantung kepada diri kita sendiri mau menjadikan syaitan sebagai musuh ataukah tidak, kitalah yang menentukannya. 

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa di balik adanya permusuhan manusia dengan syaitan itu disinilah letak dari inti sebuah permainan (ingat hidup di dunia adalah permainan) sehingga untuk meraih kemenangan kita diharus-kan untuk dapat mengalahkan musuh dan jika tidak maka kekalahan menjadi hasil akhir-nya. Menang berarti pulang kampung ke syurga, sedangkan kalah berarti pulang ke neraka Jahannam. Selain itu ketahuilah dengan adanya syaitan selaku musuh abadi manusia merupakan sarana atau alat bantu untuk menseleksi siapa yang berhak mengisi syurga dan siapa yang berhak menempati neraka, secara adil dan bermartabat. Sadarkah kita dengan kondisi dan keadaan ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar