Sekarang apa sajakah kehendak Allah SWT yang berlaku di alam semesta
ini yang harus kita ketahui, lalu kita pahamai dan kita laksanakan? Berikut ini
akan kami kemukakan kehendak-kehendak Allah SWT yang dimaksud, yaitu:
A. ALLAH SWT BERKEHENDAK SESUKA-NYA.
Allah SWT di dalam berkehendak tidaklah sama
dengan kehendak yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Kehendak Allah SWT tidak
terbatas sedangkan kehendak makhluk-Nya terbatas. Allah SWT berkehendak
sesukanya, sebagaimana firman-Nya dalam surat Huud (11) ayat 108 yang
kami kemukakan berikut ini: “mereka kekal di
dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang
lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.
Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam syurga, mereka
kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” Namun demikian Allah SWT di dalam
melakukan suatu kehendak, tidak serta merta bertindak semaunya saja, akan
tetapi kehendak Allah SWT selalu di dalam koridor “Management System” yang sempurna yang sesuai dengan kemahaan yang
dimiliki-Nya yang mencer-minkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT itu sendiri. Sehingga sebelum ada
kesempur-naan yang tidak lain adalah cerminan dari Allah SWT itu sendiri maka
Allah SWT tidak akan melaksanakan kehendak-Nya.
Kondisi ini sangat berbeda dengan kehendak manusia, manusia akan
bertindak dan berbuat untuk mewujudkan kehendaknya walaupun kesempurnaan belum
terjadi. Selanjutnya jika sampai Allah SWT bertindak dan berbuat sekehendaknya
sendiri di luar dari cerminan kemahaan yang dimiliki-Nya yaitu Yang Maha
Sempurna, maka kehendak Allah SWT tidak akan pernah direalisasikannya karena
akan mencoreng kemahaan-Nya dan ini tidak akan pernah terjadi.
Sekarang Allah SWT sudah menciptakan manusia dengan adanya
diri kita, lalu apakah keberadaan manusia atau diri kita merupakan sebuah
kebetulan belaka, atau ada secara insidentil, atau sudah direncanakan dengan
matang oleh Allah SWT? Keberadaan manusia atau keberadaan diri kita di
bumi ini merupakan bagian dari kesempurnaan Allah SWT di dalam melaksanakan dan
menjalankan kehendak dan kemampuan serta ilmu Allah SWT itu sendiri sehingga
keberadaan manusia pasti sudah di dalam rencana Allah SWT yang sempurna atau
sudah dirancang sedemikian sempurna sesuai dengan kemahaan dan kebe-saran Allah
SWT yang maha sempurna. Sekarang bisakah kita memisahkan diri dengan kehendak
Allah SWT!
B. KEHENDAK ALLAH SWT TIDAK
PERNAH ANIAYA.
Kehendak Allah SWT
yang lainnya adalah Allah SWT tidak pernah aniaya kepada abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus juga khalifah-Nya, atau Allah SWT tidak menghendaki berbuat
kezhaliman kepada hamba-Nya dan khalifah-Nya. Hal ini sebagaimana dikemu-kakan
dalam surat Al Mu’min (40) ayat 31 berikut ini: “(yakni) seperti Keadaan kaum Nuh, 'Aad, Tsamud
dan orang-orang yang datang sesudah mereka. dan Allah tidak menghendaki berbuat
kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” Dan juga dikemukakan dalam firman-Nya yang terdapat dalam surat
Qaaf (50) ayat 29 yang kami kemukakan berikut ini: “keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku
sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Ku.” Berdasarkan ketentuan di atas ini, Allah SWT tidak pernah menghendaki
atau Allah SWT tidak berkehendak untuk menganiaya, atau menzhalimi para abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya.
Sebagai bahan
perbandingan, lihatlah kepolisian. Dimana kepolisian membuat rambu hati-hati kepada seluruh
pemakai jalan, maka jika pemakai jalan tidak mematuhi rambu-rambu tersebut maka
apakah polisi dapat begitu saja dipersalahkan karena telah menganiaya atau
mendzalimi pemakai jalan saat menempatkan rambu hati-hati? Polisi
tidak dapat dipersa-lahkan, jika pemakai jalan mengalami kecelakaan sepanjang
pemakai jalan tidak mau mematuhi rambu-rambu yang telah dibuat oleh pihak
kepolisian. Hal yang samapun berlaku pada Allah SWT, yaitu Allah SWT tidak akan
pernah mendzalimi manusia sepanjang manusia mau memenuhi segala apa yang telah
diperintahkan dan apa yang telah dilarang oleh Allah SWT.
Apa yang kami
kemukakan di atas, dipertegas oleh Allah SWT melalui firman-Nya yang terdapat
di dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 40 berikut ini: “Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada
kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan
dari sisiNya pahala yang besar.” dimana Allah SWT tidak akan pernah menganiaya
manusia walaupun hanya sebesar zarrah dan jika Malaikat mampu mencatat
merupakan hukum sebab dan akibat dari apa yang dilakukan oleh manusia itu
sendiri. Jika hamba tersebut melakukan amal kebaikan maka amal kebaikan beserta
pahalanya untuk si hamba tersebut demikian pula sebaliknya jika si hamba
tersebut melakukan kejahatan maka hasilnya pun untuk si hamba yang melakukan
kejahatan. Hal yang harus kita perhatikan adalah segala sesuatu yang asalnya
dari Allah SWT dapat dipastikan
mempunyai Nilai-Nilai Ilahiah dan dapat dipastikan tidak akan mencelakakan
manusia sehingga pasti menghasilkan kebaikan dan jika timbul kezhaliman tidak
akan mungkin berasal dari Allah SWT.
Sebagai abd’ (hamba)
yang juga khalifahNya di muka bumi yakinkan diri bahwa Allah SWT tidak akan
pernah menukar atau membohongi diri kita dengan menukar perbuatan baik dengan
perbuatan buruk. Yang baik pasti menghasilkan yang baik, yang buruk pasti
menghasilkan yang buruk pula sebab inilah Sunnatullah yang pasti berlaku di
langit dan di bumi ini sampai dengan kapanpun juga.
Sebagai bukti bahwa
Allah SWT tidak pernah aniaya kepada hamba-Nya mari kita perha-tikan dengan
seksama hal-hal yang akan kami kemukakan berikut ini.
1. Allah SWT Maha
Pengasih dan Pengampun. Allah SWT sudah menetapkan atas dirinya kasih sayang. Hal
ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al An’aam (6) ayat 12 yang kami
kemukakan berikut ini: “Katakanlah: “Kepunyaan
siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?”. Katakanlah: “Kepunyaan Allah”. Dia
telah menetapkan atas dirinya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun
kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang
merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman.” Jika ini kondisi
dasar dari Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana besar konsep
penghambaan dan juga konsep kekhalifahan di muka bumi serta selaku pembuat
ketentuan maka Allah SWT tidak akan mungkin menzhalimi abd’ (hamba) yang
sekaligus khalifahNya sendiri di muka bumi ini. Hal ini dikarenakan Allah SWT
harus memenuhi janji dan sikapnya tersebut diatas baik kepada manusia dan juga
kepada syaitan yang telah disetujui-Nya untuk menggoda dan mengganggu manusia.
Jika sekarang Allah SWT sudah mewajibkan atas
dirinya sendiri kasih sayang yang tidak lain bagian dari Ar Rahmaan dan Ar
Rahiiem yang dimiliki oleh Allah SWT, lalu untuk siapakah kasih sayang itu? Sebagai pencipta dan
pemilik dari konsep pengham-baan dan juga konsep kekhalifahan sudah pasti kasih
sayang Allah SWT bukanlah untuk Allah SWT itu sendiri karena Allah SWT sudah
maha dan akan maha selama-nya. Jika kasih sayang Allah SWT bukan untuk Allah
SWT maka kasih sayang Allah SWT pasti untuk makhluk yang diciptakannya
sepanjang makhluk itu mau meminta, mau menerima kasih sayang Allah SWT.
Sekarang apakah kasih
sayang Allah SWT yang tidak lain adalah cerminan dan Ar Rahmaan dan Ar Rahiiem
yang dimiliki Allah SWT itu hanya untuk segolongan umat saja atau untuk Nabi
dan Rasul saja?
Kasih sayang Allah SWT pada dasarnya ditujukan untuk seluruh umat manusia, akan
tetapi kasih sayang Allah SWT ini hanya akan diberikan sepanjang diri kita mau
menerima, mau meminta kasih sayang Allah SWT kepada Allah SWT. Adanya kondisi ini
menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT tidak akan pernah menganiaya diri
kita, Allah SWT tidak akan pernah menzhalimi diri kita, sepanjang diri kita mau
dikasih sayangi oleh Allah SWT.
Saat
ini Allah SWT sudah menetapkan dalam diri-Nya kasih sayang maka Allah SWT pasti
tidak akan pernah mendzalimi makhluknya. Selanjutnya jika saat ini banyak
terjadi kedzaliman darimanakah itu semua? Allah SWT menyatakan bahwa yang menganiaya
diri sendiri adalah makhluk itu sendiri (di dalam ayat ini yang dicontohkan
oleh Allah SWT adalah Nabi Musa a.s). sebagaimana dikemukakan Allah SWT
dalam surat
Al Qashash (28) ayat 16 berikut ini: “Musa mendo’a:
‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu
ampunilah aku”. Maka Allah mengampuni-nya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” Selanjutnya jika sekarang kita telah
menganiaya diri sendiri, apa yang harus kita lakukan? Untuk itu contohlah apa
yang telah Nabi Musa as, lakukan, yaitu mengakui segala kesalahan yang
dilanjutkan dengan memohon ampun langsung kepada Allah SWT tanpa harus
menungggu-nunggu, lakukan sesegera mungkin. Lalu
apakah contoh yang telah dilakukan oleh Nabi Musa as, hanya sekedar cerita yang
diceritakan kembali oleh Allah SWT? Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga
khalifah-Nya di muka bumi ketahui-lah bahwa cerita tentang Nabi Musa as, di
atas bukanlah cerita yang diceritakan kembali oleh Allah SWT tanpa maksud dan
tujuan yang jelas, melainkan kita harus bisa seperti Nabi Musa as, yaitu cepat
dan lekas meminta ampun kepada Allah SWT setelah melakukan kesalahan dan dosa.
Semakin cepat diri kita meminta ampun maka semakin cepat pula Allah SWT
mengampuni diri kita.
2. Allah SWT Tidak Pernah Memerintahkan Manusia Mengerjakan
Kejahatan. Allah
SWT tidak pernah memerintahkan manusia mengerjakan kejahatan. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al A’raaf (7) ayat 28 yang kami kemukakan di bawah ini,
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji,
mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian
itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah: “Sesungguhnya Allah
tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” Hal ini terlihat dengan tidak ada satupun kehendak
Allah SWT yang memerintahkan manusia
untuk mengerjakan kejahatan atau menyuruh manusia untuk berbuat kejahatan di
muka bumi ini.
Dan jika saat ini
manusia melakukan kejahatan atau jika saat ini banyak terjadi kejahatan, dapat
dipastikan bukan berasal dari perintah Allah SWT melainkan akibat ahwa (hawa
nafsu) dan juga pengaruh buruk dari syaitan sang laknatullah. Selanjutnya jika
sampai Allah SWT memerintahkan manusia berbuat kejahatan di muka bumi, hal ini
sangat bertentangan dengan isi surat An Nisaa (4) ayat 40 di atas yang
menyatakan bahwa Allah SWT tidak pernah sekalipun mendzalimi manusia walaupun
hanya sebesar jarrah. Adanya keja-hatan di muka bumi sangat dikehendaki oleh
syaitan sang laknatullah karena dengan adanya kejahatan pasti akan menjadikan
seseorang menjadi calon penghuni neraka dan inilah yang dinantikan oleh syaitan
karena ia memperoleh teman untuk hidup berdampingan di neraka.
3. Allah SWT Tidak Menghinakan Manusia. Allah
SWT tidak pernah menghi-nakan manusia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al
Fajr (89) ayat 16 berikut ini: “Adapun bila
Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku
menghinakanku"[1575]. (surat Al Fajr (89) ayat 16).” Allah SWT justru
sejak awal menciptakan manusia sudah menempatkan manusia sebagai makhluk yang
terhormat.
[1575]
Maksudnya: ialah Allah menyalahkan orang-orang yang mengatakan bahwa kekayaan
itu adalah suatu kemuliaan dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang
tersebut pada ayat 15 dan 16. tetapi sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah
ujian Tuhan bagi hamba-hamba-Nya.
Dan
ini berarti kehinaan bukanlah sesuatu yang berasal dari Allah SWT, akan tetapi
sesuatu yang berasal dari diri kita sendiri yang tidak bisa memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dan agar diri kita tidak dihinakan oleh
Allah SWT maka kita harus mematuhi segala ketentuan Allah SWT seperti tidak
berlebihan mencintai harta benda atau kekayaan yang kita miliki, tetapi karena
manusia tamak dan rakus tetap melakukan apa yang dilarang oleh Allah SWT
sehingga pada saat harta benda tersebut hilang lalu berburuk sangka kepada
Allah SWT dengan berkata Allah SWT telah menghinakanku, sebagaimana dikemukakan
dalam surat
Al Fajr (89) ayat 20 yang kami kemukakan berikut ini: “dan kamu mencintai
harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (surat Al Fajr (89) ayat
20).
Di lain sisi, hal yang harus kita
perhatikan adalah kedudukan dan kebesaran Allah SWT menurut persangkaan
hamba-Nya kepada-Nya dan jika sangka hamba-Nya baik maka baiklah Allah SWT
demikian pula sebaliknya. Jika hamba-Nya bersangka buruk kepada Allah maka Allah SWT akan bersangka
pula kepada hamba-Nya. Sekarang jika sampai Allah SWT disangka menghinakan
hamba-Nya maka itulah yang akan diterima oleh hamba tersebut. Untuk itu berhati-hatilah
dengan prasangka karena dengan prasangka mampu menjadikan diri kita sukses dan
juga bisa menghinakan diri kita dihadapan Allah SWT.
C. ALLAH SWT BERKEHENDAK AGAR
MANUSIA UNTUK BERMUSUHAN DENGAN SYAITAN.
Allah SWT berkehendak
kepada manusia untuk bermusuhan dengan syaitan, sebagaimana dikemukakan dalam
surat Thaahaa (20) ayat 117 berikut ini, “Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya
ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah
sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi
celaka.” Allah
SWT berkehendak seperti ini bukanlah untuk menyusahkan manusia. Allah SWT
berkehendak agar manusia sukses dan selamat sampai ke syurga
untuk bertemu dengan Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW. Ingat! Syaitan
adalah musuh utama manusia sehingga syaitan bukanlah panutan, bukan pula
sahabat apalagi atasan bagi manusia. Dan ingat kehendak Allah SWT tentang syaitan ini tidak
boleh di bantah oleh manusia yang ada di muka bumi ini sebagaimana pabrikan
memberikan larangan kepada konsumen.
Selanjutnya adakah kehendak syaitan kepada diri kita selaku abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi? Berikut ini akan kami
kemukakan beberapa kehendak syaitan kepada manusia, termasuk di dalamnya kepada
diri kita, yaitu:
1. Syaitan berkehendak dan bermaksud untuk selalu mengadu domba manusia
se-hingga lahirlah kebencian dan permusuhan di antara umat manusia. Selain itu
syaitan juga berkeinginan agar manusia lalai dari mengingat Allah SWT serta
shalat, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu). (surat Al Maaidah
(5) ayat 91)
2. Syaitan berkehendak untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus atau
dari petunjuk Allah SWT dimanapun, kapanpun, kepada siapapun juga tanpa pernah
pandang bulu, semuanya akan diganggu, sebagaimana firman-Nya: “Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak
berhakim kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah mengingkari
Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk)
kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya
kamu Lihat orang-orang munafik meng-halangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya
dari (mendekati) kamu. Maka Bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang
munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri,
kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, Kami
sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang
sempurna". (surat An Nisaa' (4) ayat
60-61-62)
[312]
Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang
tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga: 1. orang yang menetapkan
hukum secara curang menurut hawa nafsu. 2. berhala-berhala.
3. Syaitan akan menjegal atau menghalang-halangi setiap usaha manusia yang
baik menjadi kesalahan atau keluar dari jalan yang lurus dan juga memandang
baik perbuatan yang buruk, sebagaimana firman-Nya: “iblis menjawab: "Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari
jalan Engkau yang lurus,kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (surat Al A'raaf (7) ayat 16-17)
4. Syaitan selalu berupaya dengan sekuat tenaga untuk
mencari kesempatan di dalam mempengaruhi manusia melalui pintu ahwa (hawa
nafsu) atau dengan kata lain ahwa (hawa nafsu) adalah pintu masuk syaitan untuk
mengganggu dan menggoda manusia, sebagaimana firman-Nya: “dan Kami tidak
mengutus sebelum kamu seorang Rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan
apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan
terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dima-sukkan oleh syaitan
itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana, (surat Al Hajj (22) ayat 52). Sebagai orang yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
untuk bermusuhan kepada syaitan, ketahuilah bahwa syaitan tidak hanya
berkepentingan agar manusia berbuat keburukan, kemaksiatan ataupun kedurhakaan
serta melanggar perintah dan larangan Allah SWT. Syaitan juga akan mempengaruhi
diri kita saat berbuat kebaikan melalui jalan sebagai berikut:
a. Mempengaruhi niat berbuat baik dari ikhlas menjadi
riya;
b. Mempengaruhi manusia melalui jumlah yang akan
disedekahkan (diinfaqkan) dari senilai tertentu menjadi lebih kecil dari yang
diniatkan semula;
c. Mempengaruhi manusia agar menunda berbuat sesuatu
yang pada akhirnya manusia lupa atau gagal untuk melaksanakannya.
Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi berarti pada saat ini ada dua
buah kondisi yang kita hadapi, yaitu adanya kehendak Allah SWT kepada diri kita
untuk bermu-suhan dengan syaitan dan adanya kehendak syaitan kepada diri kita.
Lalu kehendak yang manakah yang harus kita pilih? Sebagai orang yang telah tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan
akhir maka kehendak Allah SWT lah yang
harus kita jadikan pedoman karena segala kehendak syaitan kepada diri kita
semuanya untuk mencelakakan diri kita. Sekarang tergantung kepada diri kita
sendiri mau menjadikan syaitan sebagai musuh ataukah tidak, kitalah yang
menentukannya.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di
muka bumi ketahuilah bahwa di balik adanya permusuhan manusia dengan syaitan
itu disinilah letak dari inti sebuah permainan (ingat hidup di dunia adalah
permainan) sehingga untuk meraih kemenangan kita diharus-kan untuk dapat
mengalahkan musuh dan jika tidak maka kekalahan menjadi hasil akhir-nya. Menang berarti pulang kampung ke syurga, sedangkan kalah berarti pulang
ke neraka Jahannam. Selain itu ketahuilah dengan adanya syaitan selaku
musuh abadi manusia merupakan sarana atau alat bantu untuk menseleksi siapa
yang berhak mengisi syurga dan siapa yang berhak menempati neraka, secara adil
dan bermartabat. Sadarkah kita dengan kondisi dan keadaan ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar