Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 19 Juni 2024

JALAN MENUJU KEHADIRAT ALLAH SWT (PART 3 of 4)

 

 

F.     RUPA MALAIKAT IZRAIL DAN PROSES MENUJU LIANG KUBUR.

 

Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahwa Malaikat Maut Izrail jika akan mencabut nyawa seseorang menampakkan rupa sebagaimana amal perbuatan orang yang akan mati itu. Terhadap orang yang durhaka kepada Allah SWT atau kepada orang orang yang banyak dosanya, ia menampakkan wajah yang menyeramkan. Sebaliknya kepada orang shaleh ia datang dengan rupa yang menyenangkan. Ia mengawali kehadirannya dengan salam dan memberikan hormat. Hal itu juga diterangkan oleh Imam Al Ghazali dalam kita Ihya Ulumudin, riwayat Ibnu Abbas ra,.

 

Dikisahkan suatu waktu Nabi Ibrahim as, yang baru datang dari sebuah perjalanan terkejut mendapatkan seorang lelaki berada di kamarnya. “Siapakah yang menyuruhmu memasuki rumahku?” tanya nabi Ibrahim as,. “Pemilik alam semesta, “jawab lelaki itu. Nabi Ibrahim as, terperanjat, “Kalau begitu, siapakah engkau?” “Aku Malaikat Maut.” Nabi Ibrahim as, terdiam sejenak, “Maukah engkau perlihatkan rupamu saat akan mencabut nyawa seorang yang shaleh?’. Malaikat Maut itu mengangguk, “Berpalinglah ke arah sana.” pintanya. Nabi Ibrahim as, segera berpaling ke arah yang dikehendaki Malaikat Maut itu. Lantas beliau dapati seorang lelaki tampan mengenakan busana yang indah dengan aroma semerbak mewangi. “Jika engkau datang ke seorang yang shaleh dalam keadaan demikian, sungguh menyenangkan,” komentar Nabi Ibrahim as. 

 

Disebutkan dalam sebuah hadits, jika yang meninggal dunia itu orang shaleh, turunlah beberapa malaikat dari langit membawa cahaya. Mereka juga membawa kain kafan dari syurga dan cendana cendana syurga mendampingi orang tersebut sewaktu menghadapi malaikat Izrail. Selanjutnya Nabi juga bersabda: “Jika yang meninggal dunia termasuk orang yang celaka, durhaka kepada Allah SWT, para Malaikat yang turun dari langit membawa pakaian azab dan mereka duduk menjauhinya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini:  “(alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang orang dzalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu”. Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat ayatNya. (surat Al An’am (6) ayat 93)”.

 

Dan Malaikat Izrail pun mencabut nyawanya secara kasar. Wahai nafsu yang jahat, keluarlah menuju murka Allah SWT” ucap Malaikat Izrail. Dan ketika ruh itu sudah berpisah dengan jasad, segala sesuatu yang ada di dunia mengutuknya. Dan peristiwa-peristiwa ini akan terjadi pada sang mayit, yaitu:

 

1.     Sewaktu ruh berpisah dengan jasad, terdengarlah olehnya tiga pertanyaan: Wahai anak Adam. Kamukah yang meninggalkan dunia ataukah dunia yang meninggalkan kamu? Wahai anak Adam. Kamukah yang mengumpulkan dunia, ataukah dunia yang mengumpulkan kamu? Wahai anak Adam. Kamukah yang mematikan dunia, ataukah dunia yang mematikan kamu?

 

2.     Ketika mayat diletakkan di tempat untuk memandikannya, terdengar olehnya tiga pertanyaan: Wahai anak Adam. Di manakah tubuhmu yang kuat? Mengapa kamu tidak berdaya. Wahai anak Adam. Di manakah lisanmu yang dahulu lantang? Mengapa kini kamu terdiam? Wahai anak Adam. Di manakah kekasihmu? Mengapa kini mereka membiarkanmu sendirian?

 

3.     Sewaktu mayat diletakkan di atas kain kafan, siap membungkus, terdengarlah olehnya tiga perintah: Wahai anak Adam. Bersiaplah kamu pergi jauh, tanpa membawa bekal. Wahai anak Adam. Pergilah dari rumahmu, dan jangan kembali. Wahai anak Adam. Naikilah tandu yang tidak akan pernah kamu nikmati lagi setelah itu, karena kamu akan berdiam di rumah yang penuh kesedihan.

 

4.     Tatkala mayat dipikul di atas keranda, terdengar olehnya tiga seruan: Wahai anak Adam. Bahagialah apabila kamu termasuk orang orang yang bertaubat. Wahai anak Adam. Bahagialah apabila kamu selam di dunia beramal baik. Wahai anak Adam. Bahagialah  apabila teman karibmu ridha Allah, sebaliknya celakalah kamu jika karibmu murka Allah.

 

5.     Saat Mayat diletakkan untuk dishalati, terdengarlah tiga pemberitahuan: Wahai anak Adam. Semua amal yang telah kamu perbuat, akan kamu lihat. Wahai anak Adam. Apabila amal itu baik, kamu akan mendapatkan kebahagiaan. Wahai anak Adam. Apabila amal itu jelek, kamu akan mendapatkan penderitaan.

 

6.     Sewaktu mayat sudah berada di tepi kubur, siap untuk diturunkan ke liang lahat, terdengarlah olehnya tiga pertanyaan: Wahai anak Adam. Kedamaian apakah yang kamu bawa untuk menempati rumah sempit ini? Wahai anak Adam. Kekayaan apakah yang kamu bawa untuk menempati rumah miskin ini? Wahai adam Adam. Cahaya apakah yang kamu bawa untuk menempati rumah gelap ini?

 

7. Tatkala mayat sudah diletakkan di liang kubur, terdengar olehnya pemberi-tahuan: Wahai anak Adam. Ketika berada di punggungku kamu bergelak tawa, kini setelah di perutku kamu menangis. Wahai anak Adam. Ketika berada di punggungku kamu bergembira ria, kini setelah di perutku kamu berduka cita. Wahai anak Adam. Ketika berada di punggungku kamu bersilat lidah, kini setelah di perutku kamu membisu seribu bahasa.

 

8. Setelah mayat terbujur sendirian dalam kuburan dan sanak keluarga/teman karibnya pulang, Allah SWT berfirman: “Wahai hamba-Ku, sekarang engkau terasingkan sendirian. Mereka telah pergi meninggalkan engkau dalam kesempitan dan kegelapan. Padahal engkau telah berbuat maksiat kepadaku semata untuk kepentingan mereka. Akan tetapi, kepadamu Aku mengasihani. Untuk itu, hari ini kamu Kuberi rahmatKu dengan sesuatu yang mengagumkan semua makhluk. Dan pengasihKu kepadamu, melebihi dari kasih seorang ibu kepada anaknya.”

 

Lalu bagaimanakah ciri manusia yang meninggal dunia dalam keadaan Islam itu? Sesungguhnya sangat mudah apabila ingin mengetahui apakah seseorang itu meninggal dalam keadaan mukmin. Tanda bahwa seorang itu meninggal dalam keadaan mukmin ada pada hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Perhatikanlah tiga hal ketika seseorang tutup usia. Jika keningnya berkeringat, air matanya bercucuran, dan lubang hidungnya menghembuskan, maka semua itu merupakan pertanda rahmat Allah telah turun kepadanya. Jika terdengar mendengkur seperti seperti unta kecil yang dicekik, rona mukanya berubah dan dari sudut mulutnya keluar busa, maka hal itu merupakan pertanda bahwa azab Allah telah turun padanya.” (Abdul Azis Asy Syinnawi, Mereka bertanya kepada Nabi, Amzah, Jakarta, 2010).

 

Berdasarkan hadits di atas ini, tanda tanda orang yang husnul khatimah adalah keningnya berkeringat, air matanya bercucuran dan lubang hidungnya menghembuskan. Sedangkan tanda tanda dari suul khatimah adalah terdengar mendengkur, rona mukanya berubah dan dari sudut mulutnya keluar busa. Sedangkan menurut hadits berikut: “Rasulullah  SAW bersabda: “Orang mukmin meninggal dengan dahi berkeringat”. (Hadits Riwayat Ibnu Hibban dari Buraidah ra,) dikemukakan ciri orang mukmin yang meninggal husnul khatiman adalah dahinya berkeringat.

 

Dan apabila si mayat itu meninggal dalam keadaan Islam yang shaleh, mayatnya sangat berkeinginan untuk segera dimakamkan. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila jenazah telah disiapkan dan orang orang telah membawanya (ke kubur) secara bersama sama, jika jenazah itu shaleh maka ia berkata, ‘ segerakanlah aku’. Dan jika jenazah itu tidak shaleh, ia berkata kepada keluarganya, ‘Wah, celaka ini, kemanakah mereka akan membawaku.’ Suara itu akan didengar oleh setiap makhluk selain manusia. Dan seandainya manusia itu mendengarnya, niscaya ia akan pingsan. (Hadits Riwayat Bukhari)”.

 

Sebaliknya apabila ia meninggal dalam keadaan kafir, ia ketakutan untuk dimakamkan, sebagaimana dikemukakan di dalam hadits di atas ini. Akhirnya terlihat dengan jelas, kualitas diri adalah cerminan saat kematian itu tiba.

 

G.      HAL-HAL YANG DILARANG MELAKUKANNYA TERHADAP MAYAT.

 

Siapapun orangnya, akan merasa sedih kehilangan orang orang yang dicintainya. Akan tetapi, betapapun sedih, haruslah diingat bahwa kematian, cepat atau lambat, pasti akan datang. Kematian adalah kepastian yang tidak dapat ditolak. Dan kita sebagai orang yang beriman, haruslah menerimanya dengan ikhlas, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Ummu Salamah ra, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Apabila seseorang di antara kalian ditimpa musibah, maka hendaklah ia membaca Innaa lil laahi wa innaa ilahi raaji’uun. Allahumma indaka ahtasibu mushiibatii fa ajir nii fiihaa wa abdilni bihaa khairan minha (Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Ya Allah aku mengharapkan balasan musibahku ini, maka berilah ganjaran pahala kepadaku dan berilah aku gantinya yang lebih baik). (Hadits Riwayat Abu Dawud)”. Dan karena itu dalam menghadapi kematian, Islam mengajarkan kepada kita agar menghadapinya dengan ucapan istirja: “Innaa lil laahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepadanya).

 

Berikut ini akan kami kemukakan dua buah larangan yang tidak boleh dilakukan kepada almarhum atau almarhumah setelah kematiannya, yaitu:

 

1.       Larangan Meratapi Mayat. Orang yang beriman dilarang melampiaskan kesedi-han secara berlebihan, karena kematian seseorang yang dicintainya. Menangis tidak dilarang, asalkan tidak berlebihan sampai meratapi si mayat dengan tangisan yang keras.Sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Umar ra, mengungkapkan bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Mayit disiksa dalam kuburnya oleh sebab diratapi.” (Mutafaq’alaih).

 

Rasulullah SAW juga mengutuk orang orang yang meratapi mayat dan orang orang yang mendengarkannya. Dituturkan oleh Abu Said Al Khudzri: “Rasulullah SAW mengutuk wanita wanita yang meratapi mayat dan wanita yang mendengarkannya.” (Hadits Riwayat Abu Dawud). Meratapi si mayat dilarang keras oleh Rasulullah SAW sebab selain menandakan ketidaktabahan kita dalam menghadapi musibah juga akan mendatangkan siksa bagi si mayat itu sendiri.

 

Adapun sifat terpuji di dalam menghadapi musibah adalah bersabar, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 155, 156 berikut ini: Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutanm kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang yang sabar. (yaitu) orang orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali).(surat Al Baqarah (2) ayat 155, 156)”. Sabar yang dikehendaki adalah sabar pada saat musibah itu terjadi, bukan beberapa waktu setelah musibah itu berlalu.

 

2.       Larangan Memuji-muji Mayat. Di dalam menghadapi kematian orang yang kita cintai, selain dihinggapi perasaan kehilangan seringkali kita teringat akan jasa jasa baik si mayat. Apalagi jika jasa jasa baik itu belum sempat kita balas. Sehingga tidak jarang, tanpa disadari, kita memuji mujinya dengan mengemukakan segala jasa baiknya yang pernah kita terima. Bahkan, tanpa kita sadari kita memujinya secara berlebihan. Sepintas hal ini terasa baik, karena kita tidak melupakan jasa jasanya. Akan tetapi, hal ini sesungguhnya bisa menjadi beban yang memberatkan bagi si mayat itu sendiri.

 

Ath Thabrani meriwayatkan sebuah kisah tentang peristiwa yang dialami oleh seorang sahabat. Berceritalah sahabat itu: “Ya Rasulullah, ketika aku tidak sadarkan diri, para wanita memuji-mujiku: ‘duh bagusnya, duh mulianya’. Pada saat itu berdirilah malaikat yang membawa pemukul seraya menanyakan kepadaku: ‘benarkah engkau seperti yang mereka katakana? Aku menjawab: tidak. Seandainya aku menjawabnya ‘ya’ mungkin malaikat itu memukulku.”

 

Bukhari dari An Nu’man bin Basyir mengisahkan bahwa ketika Abdullah bin Rawah tidak sadarkan diri, menangislah saudara perempuannya. “Aduh bagusnya dia. Dia itu begini dan begini.” Ungkap saudara perempuannya sambil menyebutkan segala kebaikan Abdullah. Ketika Abdulla siuman, ia katakana kepada adiknya. “Engkau tidaklah mengatakan sesuatu, kecuali telah ditanyakan kepadaku (oleh malaikat): Betulkah engkau seperti itu?” Setelah mendapat penjelasan tersebut, maka ketika Abdullah bin Rawah meninggal dunia, adik perempuannya itu tidak lagi memuji mujinya. (Syamsul Rijal Hamid, Jalan ke hadirat Allah, Penebar Salam, Jakarta, 2000, hal 44, 45)

 

Untuk menambah wawasan kita tentang kematian seseorang, ketahuilah bahwa selain adanya dua larangan di atas, masih ada kewajiban yang paling mendesak yang harus segera dilakukan oleh keluarga almarhum atau almarhumah yang wajib dilakukan yaitu segera melunasi hutang hutang yang dimiliki oleh almarhum atau almarhumah dengan segera memberitahukan kepada khalayak atau kepada seluruh debitur bahwa segala urusan hutang almarhum sudah diambil alih keluarga sehingga almarhum terhindar dan terbebaskan dari urusan hutang lagi.

 

Lunasnya hutang almarhum atau almarhumah dari terbebasnya hutang akan memudahkan jalan bagi almarhum di kehidupan akhirat kelak. Jangan sampai ahli waris almarhum atau almarhumah lebih mementingkan mengurus warisan yang ditinggalkan almarhum atau almarhumah atau bahkan yang juga sering terjadi adalah jenazah almarhum atau almarhumah belum dikuburkan, tetapi ahli waris sudah memperebutkan warisan yang ditinggalkan almarhum atau almarhumah. Jangan sampai kita melakukan hal ini.

 

H.     WASIAT TERAKHIR ANDA APA?

 

Sudahkah kita berwasiat untuk anak anak kita, untuk keluarga dan saudara saudara kita? Pesan apa yang bisa kita sampaikan pada keluarga kita, atau pada umat manusia? Jangan sampai kita meninggal tidak ada pesan atau kesan yang bisa dipelajari dari kita oleh orang orang yang akan datang di kemudian hari. Adapun kewajiban manusia sebelum mati yang berhubungan dengan yang orang-orang yang akan ditinggalkan, dalam hal ini keluarga, anak dan keturunan, yaitu:

 

1.       Wasiatkan kepada anak dan keturunan kita. Wasiatkan ketauhidan kepada anak keturunan kita dengan mengingatkan mereka untuk mengajarkan selalu ajaran Islam kepada seluruh keluarga, anak dan keturunan, mulai saat ini agar diri kita dan anak keturunan kita berada dalam satu naungan Diinul Islam selama lamanya. Allah SWT berfirman: Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.(surat Al Baqarah (2) ayat 133)”.

 

Adanya kesamaan ketauhidan antara yang meninggal dengan yang ditinggalkan, dalam hal ini keluarga, anak dan keturunan yang sama-sama di dalam bendera Diinul Islam, maka kemudahan dan fasilitas untuk memperoleh tambahan bonus pahala yang akan diberikan oleh Allah SWT yang tertuang di dalam hadits berikut ini dapat kita peroleh.”Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan”. (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim).

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sudah tahu diri, tahu aturan dan tahu tujuan akhir, tentu kita tidak akan menyianyiakan kemudahan yang telah diberikan oleh Allah SWT ini, yang pada akhirnya mampu menerangi kubur dan menambah saldo kebaikan bagi kepentingan almarhum dan almarhumah.  

 

2.       Wasiat tentang harta peninggalan. Wasiatkan harta yang ditinggalkan dan cari saksi waktu berwasiat sehingga dengan adanya hal ini keluarga, anak dan keturunan yang ditinggalkan tidak terpecah belah akibat saling berebut atau karena saling memperebutkan harta warisan. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun Dia karib kerabat, dan tidak (pula) Kami Menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk orang-orang yang berdosa". (surat Al Maaidah (5) ayat 106)

 

Untuk itu perhatikanlah wasiat dari Nabi Muhammad SAW dimana beliau mempunyai pesan yang sangat menggugah orang  banyak, yakni: “Aku tinggalkan dua perkara, jika kamu pegang erat erat, engkau tidak akan sesat selamanya. Dua perkara itu adalah Al Qur’an dan   juga Al Hadits”. Jika Nabi Muhammad SAW sudah mewasiatkan kepada umatnya dan juga Nabi Yaqub as, sudah mewasiatkan pula kepada anak dan keturunannya masing masing sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Adakah kamu hadir ketika Yaqub kedatangan (tanda tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kamu akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya. (surat Al Baqarah (2) ayat 133)”.

 

Lalu bagaimana dengan diri kita, sudahkah kita memikirkannya, merancangnya dan menuliskan wasiat kita untuk kepentingan keluarga, anak dan keturunan kita masing masing? Semoga hal ini sudah kita pikirkan dan siap dituangkan dalam bentuk tulisan.

 

Untuk menambah wawasan kita tentang wasiat, berikut ini akan kami kemukakan beberapa contoh wasiat yang berasal dari beberapa sahabat Nabi SAW, yang dikemukakan oleh “Zuhair Mahmud Al Hamawi, Wasiat Menjelang Ajal, penerbit cendekia, Jakarta, 2005,” sebagai berikut:

 

1.       Wasiat Abu Bakar Ash Shiddiq ra, “Disaat sakitnya, Abu Bakar ram memanggil Utsman bin Affan dan memintanya untuk menulis wasiat sebagai sebagai berikut: Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah wasiat Abu Bakar bin Abu Quhafah pada saat terakhir dari kehidupannya di dunia yang akan ditinggalkannya, dan menjelang awal masa kehidupannya di akhirat yang akan dimasukinya. Aku mengangkat Umar bin Khattab menjadi khalifah setelahku, maka dengar dan turutilah dia! Sesungguhnya aku tidak pernah mengabaikan kebaikan; baik itu berupa ketaatan kepada Allah SWT, RasulNya dan agamaNya. Jika Umar berlaku adil, berarti betul dugaanku. Bila ternyata ia berubah, tentunya setiap orang akan dikenakan siksa dari kejahatan yang dilakukannya. Hanya kebaikanlah yang aku harapkan, dan akut tidak mengetahui perkara yang gaib. Orang orang yang berbuat dzalim nanti akan mengetahui ke mana mereka akan kembali. Wasalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

 

2.       Wasiat Umar bin Khaththab ra,.Menjelang ajalnya, Umar berkata kepada anaknya, “Wahai anakku! Manakala kamu melihat maut telah datang menjemputku, miringkanlah tubuhku! Tempatkan kedua lututmu tepat di bawah tulang punggungku, serta letakkan tangan kananmu di sisi atas badanku dan tangan kirimu di daguku. Setelah nyawaku dicabut, pejamkan kedua mataku. Kafanilah aku, karena jika aku mempunyai kebaikan di sisi Allah, maka Dia pasti akan menukarkannya dengan yang lebih baik. Tapi bila sebaliknya, maka sungguh Dia akan mencabutnya dari diriku dan Dia akan sangat cepat mencabutnya dariku.

 

Galilah liang kubur untukku, karena sekiranya aku mempunyai kebaikan di sisi Allah, niscaya Dia kana melapangkannya sejauh jarak pandanganku. Namun bila tidak demikian, Dia pasti akan menyempitkannya hingga tulang tulang rusukku bersilangan. Jangan ada seorang wanita pun yang menghantarkan jenazahku, jangan memuji mujiku dengan sesuatu yang tidak ada pada diriku, karena Allah lebih mengetahui tentang diriku. Jika kalian nanti keluar mengantarkanku ke pemakaman, hendaklah kalian mempercepat langkah kalian, karena jika aku mempunyai kebaikan di sisi Allah, maka kalian akan mengantarkanku kepada apa yang lebih baik bagi diriku; dan jika sebaliknya, maka aku adalah suatu keburukan yang kalian letakkan di atas pundak kalian.”

 

3.       Wasiat Utsman bin Affan ra,.Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Utsman bin Affan bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Ia juga bersaksi bahwa surga dan neraka adalah benar adanya, dan sesungguhnya Allah pasti akan membangkitkan semua penghuni kubur pada hari yang tidak ada keraguan padanya. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji Utsman, atas keyakinannya itulah ia hidup dan mati serta dibangkitkan kelak.”

 

4.       Wasiat Ali bin Abi Thalib ra, kepada putranya: Ketika ayahnya terluka di pembaringan, Hasan menemuinya sambil menangis tersedu sedu. Ali kemudian berkata kepada anaknya itu, “Anakku, pesanku jagalah empat perkara dan empat perkara yang lain.” Apakah perkara perkara itu, wahai Ayahku?” Tanya Hasan kepada ayahnya. Ali menjawab, “Kekayaan yang paling besar adalah akal, kemiskinan yang paling jelek adalah kebodohan, kebiadaban yang paling buruk adalah ujub, dan kemurahan yang paling mulia adalah budi pekerti.” “Apa empat perkara yang lain, wahai Ayahku?” Tanya Hasan kemudian.

 

Pertama, jangan sekali kali berteman dengan orang bodoh, karena ia akan mengambil manfaat darimu dan merugikanmu.

Kedua, jangan berteman dengan pembohong, karena orang yang jauh akan menjadi dekat dan orang yang dekat akan menjadi jauh.

Ketiga, jangan berteman dengan orang yang bakhil, karena ia akan lebih membutuhkanmu daripada kamu yang membutuhkan nya.

Keempat, jangan berteman dengan orang yang suka berbuat dosa, karena ia akan menjualmu dengan sesuatu yang tidak berharga, “ jawab Ali.

 

5.       Wasiat Abdullah bin Mas’ud ra, kepada anaknya (Abdurrahman): Asy Sya’bi menceritakan bahwa saat akan meninggal, Abdullah bin Mas’ud memanggil putranya dan berkata, “Wahai Abdurrahman! Aku wasiatkan kepadamu agar bersikap dengan lima perangai dan jangan pernah meninggalkannya.

 

Pertama, perlihatkan kemandirianmu kepada orang lain, karena mandiri merupakan suatu kekayaan.

Kedua, jangan menggantunkan kebutuhanmu kepada orang lain, karena hal itu merupakan kemiskinan yang sedang menjelma.

Ketiga, jangan mengurusi hal hal yang tidak mampu kamu tangani, dan jangan mengerjakannya.

Keempat, jika kamu mampu, usahakan agar tidak ada yang yang kamu lewatkan melainkan hari itu kamu lebih baik dari hari kemarin.

Kelima, bila kamu hendak mendirikan shalat, shalatlah dalam keadaan seperti orang yang akan meninggal dunia, seakan akan setelah itu kamu tidak dapat lagi mengerjakannya.”

 

Ismail bin Abu Khalid menceritakan bahwa ada tiga hal yang diwasiatkan Ibnu Mas’ud kepada anaknya, Abu Ubaidah, yaitu: “Wahai Anakku! Aku wasiatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah dan gendaknya kamu bisa diterima di rumahmu, dan tangisilah dosa dosamu.

 

6.       Wasiat Mu’adz bin Jabal ra, kepada orang yang meminta wasiat. Syahr bin Husyab menceritakan bahwa ketika Mu’adz akan menemui ajalnya, ada seseorang yang datang menjenguk dan berkata, “Wasiatkanlah kepadaku sesuatu yang bermanfaat bagiku sebelum kamu meninggalkanku. Lagi pula, siapa tahu nanti aku butuh bertanya kepada seseorang, sementara saat itu tidak ada seorangpun yang sepertimu.” Mendengar hal itu, Mu’adz dengan penuh kerendahan hati berkata, “Puji syukur kepada Allah, karena sesungguhnya orang orang shaleh itu sangat banyak dan Allah pasti tidak akan menelantarkan pemeluk agama ini.”

 

Ia melanjutkan, “Camkanlah apa yang aku anjurkan dan aku wasiatkan kepadamu ini. Pertama, hendaklah kamu termasuk di antara orang orang yang banyak diam di waktu siang, banyak beristighfar diwaktu sahur, dan termasuk orang yang berdzikir mengingat Allah pada setiap keadaan. Jangan meminum khamer, jangan durhaka kepada ibu bapak, jangan makan harta anak yatim, jangan lari dari pasukan yang pergi menyerang musuh Allah, dan jangan tinggalkan shalat fardhu! Sambunglah tali silaturrahim, dan berilah nasehat kepada jamaah kaum muslimin! Bila kamu turuti wasiat ini, aku yakin kamu akan meraih syurga.

 

7.       Wasiat Salman Al Farisi ra, kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ra,. Suatu ketika sa’ad bin Abi Waqqash datang menjenguk Salman yang sedan sakit. Pada waktu itu Sa’ad menyaksikan Salman sedang menangis, maka ia bertanya, “Apa yang membuatmu menangis? Bukankah saat Rasulullah SAW wafat, beliau telah ridha kepadamu dan kamu telah menghadiahkan kepada beliau anyaman daun kurma?” “Aku menangis bukan karena takut mati; juga bukan karena tamak terhadap dunia, aku menangis karena Rasulullah SAW pernah mengamanahkan kepada kita agar, ‘Hendaklah kehidupan sederhana kalian seperti perbekalan si pengembara.’ Sementara itu, di sekelilingku banyak terdapat harta benda, sedangkan di sisi beliau hanya ada bejana tempat mencuci pakaian, mangkuk besar dan tempat untuk beliau bersuci.”

 

Wasiatkanlah sesuatu kepadaku! Kata Sa’ad. Salman menjawab, “Apabila kamu merasa susah, ingatlah Tuhanmu di saat susah. Apabila kamu sedang mengadili, ingatlah Tuhanmu pada waktu memutuskan hukuman. Apabila kamu bersumpah, ingatlah Tuhanmu di saat tanganmu bergerak.

 

Jika saat ini, usia kita sudah berada di antara waktu Magrib dan waktu Isya, atau sudah berada di persimpangan jalan, alangkah baiknya jika kita sudah mulai memikirkan dan mempersiapkan surat wasiat dalam bentuk akta (dalam bentuk tertulis, bukan lisan) terutama untuk anak, istri/suami dan keluarga besar kita sendiri. Wasiat ini sangat penting bagi keberlangsungan diri kita sendiri di alam barzakh serta anak dan keturunan kita kelak dikemudian hari.

 

Isi wasiat tidak hanya berhubungan dengan harta kekayaan, namun kita juga bisa menyampaikan sesuatu hal yang sangat berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara seperti jangan pernah memutuskan tali kekerabatan, lunasi hutang hutang pemberi wasiat, mendirikan masjid/musholla, tetap memberikan mushaf, tetap menyalurkan air, tetap menyantuni fakir miskin sebulan sekali, tetap memberikan bantuan biaya sekolah kepada orang yang tidak mampu sampai selesai sarjana, dan lain sebagainya, yang intinya yang bersifat jangka panjang. 

 

Sebagai tambahan, jika seseorang meninggal namun belum sempat membuat surat wasiat secara tertulis tentang harta kekayaannya, maka secara otomatis berlakulah ketentuan waris kepada harta yang ia tinggalkan. Namun apabila yang bersangkutan sempat membuat surat wasiat ada baiknya di dalam surat wasiat itu, yang bersangkutan tidak hanya jujur terhadap harta harta kekayaan yang dimilikinya. Ada baiknya ia juga harus jujur pula tentang hutang dan piutang yang dimilikinya, sehingga ahli waris tahu kewajiban mana yang harus didahulukan pelunasannya terlebih dahulu sebelum warisan yang ditinggalkan dibagikan sesuai dengan hukum waris Islam yang berlaku.

 

Hindari membuat wasiat secara lisan atau secara omongan dikarenakan resiko kekisruhan diantara para ahli waris sangat terbuka lebar, atau kemungkinan terjadinya perebutan harta warisan diantara para ahli waris terbuka lebar serta ada resiko hutang hutang tidak terbayarkan karena konsentrasi para ahli bukan lagi kepada hutang yang ditinggalkan melainkan bagaiman ia memperoleh harta warisan sebesar besarnya.

 

Untuk itu wasiat harus dibuat secara tertulis, sebagaimana ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 180 berikut ini: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang orang yang bertaqwa. (surat Al Baqarah (2) ayat 180)”.

 

Sehingga surat wasiat yang ditinggalkan memiliki kepastian dan kekuatan hukum. Yang pada akhirnya sangat membantu para ahli waris mendudukkan urut urutan pelaksanaan warisan dikarenakan warisan tidak bisa serta merta dilaksanakan para ahli waris tanpa memperdulikan isi surat wasiat. Warisan baru bisa dilaksanakan setelah terlebih dahulu melaksanakan isi dari wasiat yang pernah dituliskan oleh orang yang meninggal tersebut. Setelah itu barulah warisan bisa dibagikan sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang berlaku.

 

Sebagai orang yang dititipi wasiat, jangan sampai kita tidak mau melaksanakan wasiat yang telah ditulis hanya karena akan mengurangi bahagian waris yang kita terima. Jangan sampai ini terjadi karena keberkahan dari warisan yang kita miliki akan hilang dan akan membuka kesempatan diperebutkan oleh anak keturunan kita yang datang dikemudian hari karena awal atau sumber harta kekayaan yang kita miliki tidak berkah dihadapan Allah SWT, namun sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar