F.
RUPA MALAIKAT IZRAIL
DAN PROSES MENUJU LIANG KUBUR.
Dalam sebuah hadits
diriwayatkan, bahwa Malaikat Maut Izrail jika akan mencabut nyawa seseorang
menampakkan rupa sebagaimana amal perbuatan orang yang akan mati itu. Terhadap
orang yang durhaka kepada Allah SWT atau kepada orang orang yang banyak
dosanya, ia menampakkan wajah yang menyeramkan. Sebaliknya kepada orang shaleh
ia datang dengan rupa yang menyenangkan. Ia mengawali kehadirannya
dengan salam dan memberikan hormat. Hal itu juga diterangkan oleh Imam Al
Ghazali dalam kita Ihya Ulumudin, riwayat Ibnu Abbas ra,.
Dikisahkan suatu
waktu Nabi Ibrahim as, yang baru datang dari sebuah perjalanan terkejut
mendapatkan seorang lelaki berada di kamarnya. “Siapakah yang menyuruhmu
memasuki rumahku?” tanya nabi Ibrahim as,. “Pemilik alam semesta, “jawab lelaki
itu. Nabi Ibrahim as, terperanjat, “Kalau begitu, siapakah engkau?” “Aku
Malaikat Maut.” Nabi Ibrahim as, terdiam sejenak, “Maukah engkau perlihatkan
rupamu saat akan mencabut nyawa seorang yang shaleh?’. Malaikat Maut itu
mengangguk, “Berpalinglah ke arah sana.” pintanya. Nabi Ibrahim as, segera
berpaling ke arah yang dikehendaki Malaikat Maut itu. Lantas beliau dapati
seorang lelaki tampan mengenakan busana yang indah dengan aroma semerbak
mewangi. “Jika engkau datang ke seorang yang shaleh dalam keadaan demikian,
sungguh menyenangkan,” komentar Nabi Ibrahim as.
Disebutkan dalam
sebuah hadits, jika yang meninggal dunia itu orang shaleh, turunlah beberapa malaikat
dari langit membawa cahaya. Mereka juga membawa kain kafan dari syurga dan
cendana cendana syurga mendampingi orang tersebut sewaktu menghadapi malaikat
Izrail. Selanjutnya Nabi juga bersabda: “Jika yang meninggal dunia termasuk
orang yang celaka, durhaka kepada Allah SWT, para Malaikat yang turun dari
langit membawa pakaian azab dan mereka duduk menjauhinya. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini: “(alangkah ngerinya) sekiranya engkau
melihat pada waktu orang orang dzalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut,
sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah
nyawamu”. Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan,
karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena)
kamu menyombongkan diri terhadap ayat ayatNya. (surat Al An’am (6) ayat 93)”.
Dan Malaikat Izrail
pun mencabut nyawanya secara kasar. Wahai nafsu yang jahat, keluarlah menuju
murka Allah SWT” ucap Malaikat Izrail. Dan ketika ruh itu sudah berpisah dengan
jasad, segala sesuatu yang ada di dunia mengutuknya. Dan peristiwa-peristiwa
ini akan terjadi pada sang mayit, yaitu:
1.
Sewaktu ruh berpisah
dengan jasad, terdengarlah olehnya tiga pertanyaan: Wahai anak Adam.
Kamukah yang meninggalkan dunia ataukah dunia yang meninggalkan kamu? Wahai
anak Adam. Kamukah yang mengumpulkan dunia, ataukah dunia yang mengumpulkan
kamu? Wahai anak Adam. Kamukah yang mematikan dunia, ataukah dunia yang
mematikan kamu?
2.
Ketika mayat
diletakkan di tempat untuk memandikannya, terdengar olehnya tiga pertanyaan: Wahai anak Adam. Di
manakah tubuhmu yang kuat? Mengapa kamu tidak berdaya. Wahai anak Adam. Di
manakah lisanmu yang dahulu lantang? Mengapa kini kamu terdiam? Wahai anak
Adam. Di manakah kekasihmu? Mengapa kini mereka membiarkanmu sendirian?
3.
Sewaktu mayat
diletakkan di atas kain kafan, siap membungkus, terdengarlah olehnya tiga
perintah:
Wahai anak Adam. Bersiaplah kamu pergi jauh, tanpa membawa bekal. Wahai anak
Adam. Pergilah dari rumahmu, dan jangan kembali. Wahai anak Adam. Naikilah
tandu yang tidak akan pernah kamu nikmati lagi setelah itu, karena kamu akan
berdiam di rumah yang penuh kesedihan.
4.
Tatkala mayat dipikul
di atas keranda, terdengar olehnya tiga seruan: Wahai anak Adam.
Bahagialah apabila kamu termasuk orang orang yang bertaubat. Wahai anak Adam.
Bahagialah apabila kamu selam di dunia beramal baik. Wahai anak Adam.
Bahagialah apabila teman karibmu ridha
Allah, sebaliknya celakalah kamu jika karibmu murka Allah.
5.
Saat Mayat diletakkan
untuk dishalati, terdengarlah tiga pemberitahuan: Wahai anak Adam.
Semua amal yang telah kamu perbuat, akan kamu lihat. Wahai anak Adam. Apabila
amal itu baik, kamu akan mendapatkan kebahagiaan. Wahai anak Adam. Apabila amal
itu jelek, kamu akan mendapatkan penderitaan.
6.
Sewaktu mayat sudah
berada di tepi kubur, siap untuk diturunkan ke liang lahat, terdengarlah
olehnya tiga pertanyaan: Wahai anak Adam. Kedamaian apakah yang kamu bawa untuk
menempati rumah sempit ini? Wahai anak Adam. Kekayaan apakah yang kamu bawa
untuk menempati rumah miskin ini? Wahai adam Adam. Cahaya apakah yang kamu bawa
untuk menempati rumah gelap ini?
7. Tatkala mayat sudah
diletakkan di liang kubur, terdengar olehnya pemberi-tahuan: Wahai anak Adam.
Ketika berada di punggungku kamu bergelak tawa, kini setelah di perutku kamu
menangis. Wahai anak Adam. Ketika berada di punggungku kamu bergembira ria,
kini setelah di perutku kamu berduka cita. Wahai anak Adam. Ketika berada di
punggungku kamu bersilat lidah, kini setelah di perutku kamu membisu seribu
bahasa.
8. Setelah mayat
terbujur sendirian dalam kuburan dan sanak keluarga/teman karibnya pulang,
Allah SWT berfirman: “Wahai
hamba-Ku, sekarang engkau terasingkan sendirian. Mereka telah pergi
meninggalkan engkau dalam kesempitan dan kegelapan. Padahal engkau telah
berbuat maksiat kepadaku semata untuk kepentingan mereka. Akan tetapi, kepadamu
Aku mengasihani. Untuk itu, hari ini kamu Kuberi rahmatKu dengan sesuatu yang
mengagumkan semua makhluk. Dan pengasihKu kepadamu, melebihi dari kasih seorang
ibu kepada anaknya.”
Lalu bagaimanakah
ciri manusia yang meninggal dunia dalam keadaan Islam itu? Sesungguhnya sangat
mudah apabila ingin mengetahui apakah seseorang itu meninggal dalam keadaan
mukmin. Tanda bahwa seorang itu meninggal dalam keadaan mukmin ada pada hadits
yang kami kemukakan berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Perhatikanlah tiga
hal ketika seseorang tutup usia. Jika keningnya berkeringat, air matanya
bercucuran, dan lubang hidungnya menghembuskan, maka semua itu merupakan
pertanda rahmat Allah telah turun kepadanya. Jika terdengar mendengkur seperti
seperti unta kecil yang dicekik, rona mukanya berubah dan dari sudut mulutnya
keluar busa, maka hal itu merupakan pertanda bahwa azab Allah telah turun
padanya.” (Abdul Azis Asy
Syinnawi, Mereka bertanya kepada Nabi, Amzah, Jakarta, 2010).
Berdasarkan hadits di
atas ini, tanda tanda orang yang husnul khatimah adalah keningnya berkeringat,
air matanya bercucuran dan lubang hidungnya menghembuskan. Sedangkan tanda
tanda dari suul khatimah adalah terdengar mendengkur, rona mukanya berubah dan
dari sudut mulutnya keluar busa. Sedangkan menurut hadits berikut: “Rasulullah
SAW bersabda: “Orang mukmin meninggal
dengan dahi berkeringat”. (Hadits Riwayat Ibnu Hibban dari Buraidah ra,) dikemukakan
ciri orang mukmin yang meninggal husnul khatiman adalah dahinya berkeringat.
Dan apabila si mayat
itu meninggal dalam keadaan Islam yang shaleh, mayatnya sangat berkeinginan
untuk segera dimakamkan. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila jenazah
telah disiapkan dan orang orang telah membawanya (ke kubur) secara bersama
sama, jika jenazah itu shaleh maka ia berkata, ‘ segerakanlah aku’. Dan jika
jenazah itu tidak shaleh, ia berkata kepada keluarganya, ‘Wah, celaka ini,
kemanakah mereka akan membawaku.’ Suara itu akan didengar oleh setiap makhluk
selain manusia. Dan seandainya manusia itu mendengarnya, niscaya ia akan
pingsan. (Hadits Riwayat Bukhari)”.
Sebaliknya apabila ia
meninggal dalam keadaan kafir, ia ketakutan untuk dimakamkan, sebagaimana
dikemukakan di dalam hadits di atas ini. Akhirnya terlihat dengan jelas,
kualitas diri adalah cerminan saat kematian itu tiba.
G.
HAL-HAL YANG DILARANG
MELAKUKANNYA TERHADAP MAYAT.
Siapapun
orangnya, akan merasa sedih kehilangan orang orang yang dicintainya. Akan
tetapi, betapapun sedih, haruslah diingat bahwa kematian, cepat atau lambat,
pasti akan datang. Kematian adalah kepastian yang tidak dapat ditolak. Dan kita
sebagai orang yang beriman, haruslah menerimanya dengan ikhlas, sebagaimana
hadits berikut ini: “Dari Ummu Salamah ra, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Apabila
seseorang di antara kalian ditimpa musibah, maka hendaklah ia membaca Innaa lil
laahi wa innaa ilahi raaji’uun. Allahumma indaka ahtasibu mushiibatii fa ajir
nii fiihaa wa abdilni bihaa khairan minha (Sesungguhnya kita ini milik Allah
dan akan kembali kepadaNya. Ya Allah aku mengharapkan balasan musibahku ini,
maka berilah ganjaran pahala kepadaku dan berilah aku gantinya yang lebih
baik). (Hadits Riwayat Abu Dawud)”. Dan karena itu dalam menghadapi
kematian, Islam mengajarkan kepada kita agar menghadapinya dengan ucapan
istirja: “Innaa lil laahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan
kembali kepadanya).
Berikut
ini akan kami kemukakan dua buah larangan yang tidak boleh dilakukan kepada
almarhum atau almarhumah setelah kematiannya, yaitu:
1. Larangan Meratapi Mayat. Orang yang beriman
dilarang melampiaskan kesedi-han secara berlebihan, karena kematian seseorang
yang dicintainya. Menangis tidak dilarang, asalkan tidak berlebihan sampai
meratapi si mayat dengan tangisan yang keras.Sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu
Umar ra, mengungkapkan bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Mayit disiksa dalam
kuburnya oleh sebab diratapi.” (Mutafaq’alaih).
Rasulullah
SAW juga mengutuk orang orang yang meratapi mayat dan orang orang yang
mendengarkannya. Dituturkan oleh Abu Said Al Khudzri: “Rasulullah SAW mengutuk wanita
wanita yang meratapi mayat dan wanita yang mendengarkannya.” (Hadits Riwayat
Abu Dawud). Meratapi si mayat dilarang keras oleh Rasulullah SAW sebab
selain menandakan ketidaktabahan kita dalam menghadapi musibah juga akan
mendatangkan siksa bagi si mayat itu sendiri.
Adapun
sifat terpuji di dalam menghadapi musibah adalah bersabar, sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 155, 156 berikut ini: “Dan
kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutanm kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang
yang sabar. (yaitu) orang orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata,
“Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun” (sesungguhnya kami milik Allah dan
kepadaNyalah kami kembali).(surat Al Baqarah (2) ayat 155, 156)”. Sabar
yang dikehendaki adalah sabar pada saat musibah itu terjadi, bukan beberapa
waktu setelah musibah itu berlalu.
2. Larangan Memuji-muji Mayat. Di dalam menghadapi
kematian orang yang kita cintai, selain dihinggapi perasaan kehilangan
seringkali kita teringat akan jasa jasa baik si mayat. Apalagi jika jasa jasa
baik itu belum sempat kita balas. Sehingga tidak jarang, tanpa disadari, kita
memuji mujinya dengan mengemukakan segala jasa baiknya yang pernah kita terima.
Bahkan, tanpa kita sadari kita memujinya secara berlebihan. Sepintas hal ini
terasa baik, karena kita tidak melupakan jasa jasanya. Akan tetapi, hal ini
sesungguhnya bisa menjadi beban yang memberatkan bagi si mayat itu sendiri.
Ath
Thabrani meriwayatkan sebuah kisah tentang peristiwa yang dialami oleh seorang
sahabat. Berceritalah sahabat itu: “Ya Rasulullah, ketika aku tidak sadarkan
diri, para wanita memuji-mujiku: ‘duh bagusnya, duh mulianya’. Pada saat itu
berdirilah malaikat yang membawa pemukul seraya menanyakan kepadaku: ‘benarkah
engkau seperti yang mereka katakana? Aku menjawab: tidak. Seandainya aku
menjawabnya ‘ya’ mungkin malaikat itu memukulku.”
Bukhari
dari An Nu’man bin Basyir mengisahkan bahwa ketika Abdullah bin Rawah tidak
sadarkan diri, menangislah saudara perempuannya. “Aduh bagusnya dia. Dia itu
begini dan begini.” Ungkap saudara perempuannya sambil menyebutkan segala
kebaikan Abdullah. Ketika Abdulla siuman, ia katakana kepada adiknya. “Engkau
tidaklah mengatakan sesuatu, kecuali telah ditanyakan kepadaku (oleh malaikat):
Betulkah engkau seperti itu?” Setelah mendapat penjelasan tersebut, maka ketika
Abdullah bin Rawah meninggal dunia, adik perempuannya itu tidak lagi memuji
mujinya. (Syamsul Rijal Hamid, Jalan ke
hadirat Allah, Penebar Salam, Jakarta, 2000, hal 44, 45)
Untuk
menambah wawasan kita tentang kematian seseorang, ketahuilah bahwa selain adanya
dua larangan di atas, masih ada kewajiban yang paling mendesak yang harus segera
dilakukan oleh keluarga almarhum atau almarhumah yang wajib dilakukan yaitu
segera melunasi hutang hutang yang dimiliki oleh almarhum atau almarhumah
dengan segera memberitahukan kepada khalayak atau kepada seluruh debitur bahwa
segala urusan hutang almarhum sudah diambil alih keluarga sehingga almarhum
terhindar dan terbebaskan dari urusan hutang lagi.
Lunasnya
hutang almarhum atau almarhumah dari terbebasnya hutang akan memudahkan jalan
bagi almarhum di kehidupan akhirat kelak. Jangan sampai ahli waris almarhum
atau almarhumah lebih mementingkan mengurus warisan yang ditinggalkan almarhum
atau almarhumah atau bahkan yang juga sering terjadi adalah jenazah almarhum
atau almarhumah belum dikuburkan, tetapi ahli waris sudah memperebutkan warisan
yang ditinggalkan almarhum atau almarhumah. Jangan sampai kita melakukan hal
ini.
H.
WASIAT TERAKHIR ANDA
APA?
Sudahkah kita
berwasiat untuk anak anak kita, untuk keluarga dan saudara saudara kita? Pesan
apa yang bisa kita sampaikan pada keluarga kita, atau pada umat manusia? Jangan
sampai kita meninggal tidak ada pesan atau kesan yang bisa dipelajari dari kita
oleh orang orang yang akan datang di kemudian hari. Adapun
kewajiban manusia sebelum mati yang berhubungan dengan yang orang-orang yang
akan ditinggalkan, dalam hal ini keluarga, anak dan keturunan, yaitu:
1. Wasiatkan kepada anak dan keturunan kita. Wasiatkan ketauhidan
kepada anak keturunan kita dengan mengingatkan mereka untuk mengajarkan selalu
ajaran Islam kepada seluruh keluarga, anak dan keturunan, mulai saat ini agar
diri kita dan anak keturunan kita berada dalam satu naungan Diinul Islam selama
lamanya. Allah SWT berfirman: “Adakah
kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata
kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka
menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim,
Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya.(surat
Al Baqarah (2) ayat 133)”.
Adanya
kesamaan ketauhidan antara yang meninggal dengan yang ditinggalkan, dalam hal
ini keluarga, anak dan keturunan yang sama-sama di dalam bendera Diinul Islam,
maka kemudahan dan fasilitas untuk memperoleh tambahan bonus pahala yang akan
diberikan oleh Allah SWT yang tertuang di dalam hadits berikut ini dapat kita
peroleh.”Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus
untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah,
Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan”. (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim).
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sudah tahu diri, tahu
aturan dan tahu tujuan akhir, tentu kita tidak akan menyianyiakan kemudahan
yang telah diberikan oleh Allah SWT ini, yang pada akhirnya mampu menerangi
kubur dan menambah saldo kebaikan bagi kepentingan almarhum dan almarhumah.
2. Wasiat tentang harta peninggalan. Wasiatkan harta yang
ditinggalkan dan cari saksi waktu berwasiat sehingga dengan adanya hal ini
keluarga, anak dan keturunan yang ditinggalkan tidak terpecah belah akibat saling
berebut atau karena saling memperebutkan harta warisan. Allah SWT berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua
orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan
kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.
kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka
keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah)
Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan
seseorang), walaupun Dia karib kerabat, dan tidak (pula) Kami Menyembunyikan
persaksian Allah; Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk
orang-orang yang berdosa". (surat Al Maaidah (5) ayat 106)
Untuk
itu perhatikanlah wasiat dari Nabi Muhammad SAW dimana beliau mempunyai pesan
yang sangat menggugah orang banyak,
yakni: “Aku tinggalkan dua perkara, jika kamu pegang erat erat, engkau tidak
akan sesat selamanya. Dua perkara itu adalah Al Qur’an dan juga Al Hadits”. Jika Nabi Muhammad
SAW sudah mewasiatkan kepada umatnya dan juga Nabi Yaqub as, sudah mewasiatkan
pula kepada anak dan keturunannya masing masing sebagaimana firman Allah SWT
berikut ini: “Adakah kamu hadir ketika Yaqub kedatangan (tanda tanda) maut, ketika
ia berkata kepada anak anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka
menjawab: “Kamu akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim,
Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepadaNya. (surat Al Baqarah (2) ayat 133)”.
Lalu
bagaimana dengan diri kita, sudahkah kita memikirkannya, merancangnya dan
menuliskan wasiat kita untuk kepentingan keluarga, anak dan keturunan kita
masing masing? Semoga hal ini sudah kita pikirkan dan siap dituangkan dalam
bentuk tulisan.
Untuk menambah
wawasan kita tentang wasiat, berikut ini akan kami kemukakan beberapa contoh
wasiat yang berasal dari beberapa sahabat Nabi SAW, yang dikemukakan oleh “Zuhair Mahmud Al Hamawi, Wasiat Menjelang
Ajal, penerbit cendekia, Jakarta, 2005,” sebagai berikut:
1.
Wasiat Abu Bakar Ash
Shiddiq ra, “Disaat
sakitnya, Abu Bakar ram memanggil Utsman bin Affan dan memintanya untuk menulis
wasiat sebagai sebagai berikut: Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Inilah wasiat Abu Bakar bin Abu Quhafah pada saat terakhir dari
kehidupannya di dunia yang akan ditinggalkannya, dan menjelang awal masa
kehidupannya di akhirat yang akan dimasukinya. Aku mengangkat Umar bin Khattab
menjadi khalifah setelahku, maka dengar dan turutilah dia! Sesungguhnya aku
tidak pernah mengabaikan kebaikan; baik itu berupa ketaatan kepada Allah SWT,
RasulNya dan agamaNya. Jika Umar berlaku adil, berarti betul dugaanku. Bila
ternyata ia berubah, tentunya setiap orang akan dikenakan siksa dari kejahatan
yang dilakukannya. Hanya kebaikanlah yang aku harapkan, dan akut tidak
mengetahui perkara yang gaib. Orang orang yang berbuat dzalim nanti akan
mengetahui ke mana mereka akan kembali. Wasalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.”
2.
Wasiat Umar bin
Khaththab ra,.Menjelang
ajalnya, Umar berkata kepada anaknya, “Wahai anakku! Manakala kamu melihat maut
telah datang menjemputku, miringkanlah tubuhku! Tempatkan kedua lututmu tepat
di bawah tulang punggungku, serta letakkan tangan kananmu di sisi atas badanku
dan tangan kirimu di daguku. Setelah nyawaku dicabut, pejamkan kedua
mataku. Kafanilah aku, karena jika aku mempunyai kebaikan di sisi Allah, maka
Dia pasti akan menukarkannya dengan yang lebih baik. Tapi bila sebaliknya, maka
sungguh Dia akan mencabutnya dari diriku dan Dia akan sangat cepat mencabutnya
dariku.
Galilah
liang kubur untukku, karena sekiranya aku mempunyai kebaikan di sisi Allah,
niscaya Dia kana melapangkannya sejauh jarak pandanganku. Namun bila tidak
demikian, Dia pasti akan menyempitkannya hingga tulang tulang rusukku
bersilangan. Jangan ada seorang wanita pun yang menghantarkan jenazahku, jangan
memuji mujiku dengan sesuatu yang tidak ada pada diriku, karena Allah lebih
mengetahui tentang diriku. Jika kalian nanti keluar mengantarkanku ke
pemakaman, hendaklah kalian mempercepat langkah kalian, karena jika aku
mempunyai kebaikan di sisi Allah, maka kalian akan mengantarkanku kepada apa
yang lebih baik bagi diriku; dan jika sebaliknya, maka aku adalah suatu
keburukan yang kalian letakkan di atas pundak kalian.”
3.
Wasiat Utsman bin
Affan ra,.Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Utsman bin Affan
bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan
bahwasanya Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Ia juga bersaksi bahwa surga dan
neraka adalah benar adanya, dan sesungguhnya Allah pasti akan membangkitkan
semua penghuni kubur pada hari yang tidak ada keraguan padanya. Sesungguhnya
Allah tidak menyalahi janji Utsman, atas keyakinannya itulah ia hidup dan mati
serta dibangkitkan kelak.”
4.
Wasiat Ali bin Abi
Thalib ra, kepada putranya: Ketika ayahnya terluka di pembaringan, Hasan
menemuinya sambil menangis tersedu sedu. Ali kemudian berkata kepada anaknya
itu, “Anakku, pesanku jagalah empat perkara dan empat perkara yang lain.”
Apakah perkara perkara itu, wahai Ayahku?” Tanya Hasan kepada ayahnya. Ali
menjawab, “Kekayaan yang paling besar adalah akal, kemiskinan yang paling jelek
adalah kebodohan, kebiadaban yang paling buruk adalah ujub, dan kemurahan yang
paling mulia adalah budi pekerti.” “Apa empat perkara yang lain, wahai Ayahku?”
Tanya Hasan kemudian.
Pertama, jangan sekali kali
berteman dengan orang bodoh, karena ia akan mengambil manfaat darimu dan
merugikanmu.
Kedua, jangan berteman
dengan pembohong, karena orang yang jauh akan menjadi dekat dan orang yang
dekat akan menjadi jauh.
Ketiga, jangan berteman
dengan orang yang bakhil, karena ia akan lebih membutuhkanmu daripada kamu yang
membutuhkan nya.
Keempat, jangan berteman
dengan orang yang suka berbuat dosa, karena ia akan menjualmu dengan sesuatu
yang tidak berharga, “ jawab Ali.
5.
Wasiat Abdullah bin
Mas’ud ra, kepada anaknya (Abdurrahman): Asy Sya’bi menceritakan bahwa saat
akan meninggal, Abdullah bin Mas’ud memanggil putranya dan berkata, “Wahai
Abdurrahman! Aku wasiatkan kepadamu agar bersikap dengan lima perangai dan
jangan pernah meninggalkannya.
Pertama, perlihatkan
kemandirianmu kepada orang lain, karena mandiri merupakan suatu kekayaan.
Kedua, jangan
menggantunkan kebutuhanmu kepada orang lain, karena hal itu merupakan
kemiskinan yang sedang menjelma.
Ketiga, jangan mengurusi
hal hal yang tidak mampu kamu tangani, dan jangan mengerjakannya.
Keempat, jika kamu mampu,
usahakan agar tidak ada yang yang kamu lewatkan melainkan hari itu kamu lebih
baik dari hari kemarin.
Kelima, bila kamu hendak
mendirikan shalat, shalatlah dalam keadaan seperti orang yang akan meninggal
dunia, seakan akan setelah itu kamu tidak dapat lagi mengerjakannya.”
Ismail bin Abu Khalid menceritakan bahwa ada tiga hal
yang diwasiatkan Ibnu Mas’ud kepada anaknya, Abu Ubaidah, yaitu: “Wahai
Anakku! Aku wasiatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah dan gendaknya kamu
bisa diterima di rumahmu, dan tangisilah dosa dosamu.”
6.
Wasiat Mu’adz bin
Jabal ra, kepada orang yang meminta wasiat. Syahr bin Husyab menceritakan bahwa
ketika Mu’adz akan menemui ajalnya, ada seseorang yang datang menjenguk dan
berkata, “Wasiatkanlah kepadaku sesuatu yang bermanfaat bagiku sebelum kamu
meninggalkanku. Lagi pula, siapa tahu nanti aku butuh bertanya kepada seseorang,
sementara saat itu tidak ada seorangpun yang sepertimu.” Mendengar hal itu,
Mu’adz dengan penuh kerendahan hati berkata, “Puji syukur kepada Allah, karena
sesungguhnya orang orang shaleh itu sangat banyak dan Allah pasti tidak akan
menelantarkan pemeluk agama ini.”
Ia
melanjutkan, “Camkanlah apa yang aku anjurkan dan aku wasiatkan kepadamu ini.
Pertama, hendaklah kamu termasuk di antara orang orang yang banyak diam di
waktu siang, banyak beristighfar diwaktu sahur, dan termasuk orang yang
berdzikir mengingat Allah pada setiap keadaan. Jangan meminum khamer, jangan
durhaka kepada ibu bapak, jangan makan harta anak yatim, jangan lari dari
pasukan yang pergi menyerang musuh Allah, dan jangan tinggalkan shalat fardhu!
Sambunglah tali silaturrahim, dan berilah nasehat kepada jamaah kaum muslimin!
Bila kamu turuti wasiat ini, aku yakin kamu akan meraih syurga.”
7.
Wasiat Salman Al
Farisi ra, kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ra,. Suatu ketika sa’ad bin Abi Waqqash
datang menjenguk Salman yang sedan sakit. Pada waktu itu Sa’ad menyaksikan
Salman sedang menangis, maka ia bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?
Bukankah saat Rasulullah SAW wafat, beliau telah ridha kepadamu dan kamu telah
menghadiahkan kepada beliau anyaman daun kurma?” “Aku menangis bukan karena
takut mati; juga bukan karena tamak terhadap dunia, aku menangis karena
Rasulullah SAW pernah mengamanahkan kepada kita agar, ‘Hendaklah kehidupan
sederhana kalian seperti perbekalan si pengembara.’ Sementara itu, di
sekelilingku banyak terdapat harta benda, sedangkan di sisi beliau hanya ada
bejana tempat mencuci pakaian, mangkuk besar dan tempat untuk beliau bersuci.”
Wasiatkanlah
sesuatu kepadaku! Kata Sa’ad. Salman menjawab, “Apabila kamu merasa susah,
ingatlah Tuhanmu di saat susah. Apabila kamu sedang mengadili, ingatlah Tuhanmu
pada waktu memutuskan hukuman. Apabila kamu bersumpah, ingatlah Tuhanmu di saat
tanganmu bergerak.”
Jika
saat ini, usia kita sudah berada di antara waktu Magrib dan waktu Isya, atau
sudah berada di persimpangan jalan, alangkah baiknya jika kita sudah mulai
memikirkan dan mempersiapkan surat wasiat dalam bentuk akta (dalam bentuk
tertulis, bukan lisan) terutama untuk anak, istri/suami dan keluarga besar kita
sendiri. Wasiat ini sangat penting bagi keberlangsungan diri kita sendiri di
alam barzakh serta anak dan keturunan kita kelak dikemudian hari.
Isi
wasiat tidak hanya berhubungan dengan harta kekayaan, namun kita juga bisa
menyampaikan sesuatu hal yang sangat berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara seperti jangan pernah memutuskan tali kekerabatan, lunasi hutang
hutang pemberi wasiat, mendirikan masjid/musholla, tetap memberikan mushaf,
tetap menyalurkan air, tetap menyantuni fakir miskin sebulan sekali, tetap
memberikan bantuan biaya sekolah kepada orang yang tidak mampu sampai selesai
sarjana, dan lain sebagainya, yang intinya yang bersifat jangka panjang.
Sebagai tambahan, jika
seseorang meninggal namun belum sempat membuat surat wasiat secara tertulis
tentang harta kekayaannya, maka secara otomatis berlakulah ketentuan waris
kepada harta yang ia tinggalkan. Namun apabila yang bersangkutan sempat membuat
surat wasiat ada baiknya di dalam surat wasiat itu, yang bersangkutan tidak
hanya jujur terhadap harta harta kekayaan yang dimilikinya. Ada baiknya ia juga
harus jujur pula tentang hutang dan piutang yang dimilikinya, sehingga
ahli waris tahu kewajiban mana yang harus didahulukan pelunasannya terlebih
dahulu sebelum warisan yang ditinggalkan dibagikan sesuai dengan hukum waris
Islam yang berlaku.
Hindari membuat
wasiat secara lisan atau secara omongan dikarenakan resiko kekisruhan diantara
para ahli waris sangat terbuka lebar, atau kemungkinan terjadinya perebutan harta
warisan diantara para ahli waris terbuka lebar serta ada resiko hutang hutang tidak
terbayarkan karena konsentrasi para ahli bukan lagi kepada hutang yang
ditinggalkan melainkan bagaiman ia memperoleh harta warisan sebesar besarnya.
Untuk itu wasiat harus
dibuat secara tertulis, sebagaimana ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 180 berikut
ini: “Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib
kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang orang yang
bertaqwa. (surat Al Baqarah (2) ayat 180)”.
Sehingga surat wasiat
yang ditinggalkan memiliki kepastian dan kekuatan hukum. Yang pada akhirnya sangat
membantu para ahli waris mendudukkan urut urutan pelaksanaan warisan
dikarenakan warisan tidak bisa serta merta dilaksanakan para ahli waris tanpa
memperdulikan isi surat wasiat. Warisan baru bisa dilaksanakan setelah
terlebih dahulu melaksanakan isi dari wasiat yang pernah dituliskan oleh orang
yang meninggal tersebut. Setelah itu barulah warisan bisa dibagikan
sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang berlaku.
Sebagai orang yang
dititipi wasiat, jangan sampai kita tidak mau melaksanakan wasiat yang telah
ditulis hanya karena akan mengurangi bahagian waris yang kita terima. Jangan
sampai ini terjadi karena keberkahan dari warisan yang kita miliki akan hilang
dan akan membuka kesempatan diperebutkan oleh anak keturunan kita yang datang
dikemudian hari karena awal atau sumber harta kekayaan yang kita miliki tidak
berkah dihadapan Allah SWT, namun sesuai dengan kehendak syaitan sang
laknatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar