B. KETAUHIDAN
DALAM DIRI AKAN MAMPU MENGHANTARKAN DIRI KITA KEPADA MA’RIFATULLAH.
Adanya ketauhidan dalam diri yang baik dan
benar akan menghantarkan orang yang bertauhid kepada ma’rifatullah sehingga
kita akan mampu mengetahui, memahami segala sesuatu tentang Allah SWT yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Lalu apa itu ma’rifatullah? Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa ma’rifatullah
merupakan ilmu yang tertinggi yang harus dipahami manusia. Hakikat ilmu adalah
memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma’rifatullah adalah ilmu yang
tertinggi sebab jika dipahami dengan baik dan benar akan memberikan keyakinan
mendalam.
Memahami akan
pentingnya ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan
kebodohan kepada cahaya hidayah yang terang, hal ini sebagaimana dikemukakan
dalam firmanNya berikut ini: “Dan Apakah orang yang sudah mati[502]
kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang
dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu
memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. (surat Al An’am (6) ayat 122)
[502] Maksudnya ialah orang yang telah mati hatinya Yakni
orang-orang kafir dan sebagainya.
Sehingga dengan nemiliki
ilmu tentang ma’rifatullah serta mampu untuk berma’rifatullah adalah sesuatu
yang sangat penting karena berhubungan dengan Allah Sang Pencipta dan Pemiliki
serta berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan, yang dengannya akan diperoleh keberuntungan dan kemenangan.
Sebagai contoh saat seseorang belajar ilmu alam. Ia
mempelajari ciptaan Allah yang begitu mempesona dan menakjubkan. Ia mencoba
mengenal gunung sebagai pasak bumi, ia mencoba mengenal lautan dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dan ia menggali pengetahuan tentang alam
semesta ini secara keseluruhan. Akan tetapi ia tidak mencoba merenungkan
ciptaan Allah itu sebagai sarana dan media yang efektif dalam mengenal Allah,
dzat yang maha agung lagi maha perkasa.
Maka yang ia pelajari tidak menjadikan bertambahnya
keimanan pada jiwanya, ia sekedar mengenal ciptaan Allah, yang demikian
sempurna tetapi ia tidak tergerak untuk merenungkan kekuasaan dan ilmu dari
Dzat yang menciptakan dan membentuk segala macam apa yang ada di dunia ini
adalah Dzat yang paling layak dan berhak diibadahi dan disembah oleh semua umat
manusia. Fenomena
ini terjadi pada masyarakat barat dan para pengekornya. Mereka memiliki
kepandaian yang luar biasa dalam segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan
tetapi mereka bertambah kufur dan membangkang kepada Allah SWT. Lalu apakah
hanya itu saja pentingnya kita memiliki ilmu tentang ma’rifatulllah? Berikut
ini akan kami kemukakan beberapa alasan tentang betapa pentingnya diri kita
mengenal Allah (ma’rifatullah) dikarenakan kita sangat membutuhkannya,
sebagaimana akan kami kemukakan berikut ini:
1. Ma’rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan
menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya dikarenakan ma’rifatullah akan
menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Dari Ma’rifatullah inilah
manusia akan mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan
ini yang menuju kepada kehidupan alam barzakh (alam kubur) dan
kehidupan akherat, dalam hal ini syurga. Ketiadaan ma’rifatullah dalam diri membuat
banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya
sebagaimana makhluk hidup lain seperti binatang ternak. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang
mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka
Makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.
(surat Muhammad (47) ayat 12).”
2. Ma’rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah
(spiritual/jiwa) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenal Allah
(ma’rifatullah) akan merasakan kehidupan yang lapang lagi tentram. Orang yang
ma’rifatullah hidup dalam rentang yang panjang antara bersyukur dan bersabar.
Sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Sabda Nabi : Amat
mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada siapapun selain
mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur”
(Hadits Riwayat Muslim). Adanya ketentuan hadits ini menunjukkan bahwa
orang yang mampu mengenal Allah SWT dengan baik dan benar akan selalu berusaha
dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah (ikhlas) sehingga ia kehidupannya
tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya. Selain itu, adanya
Ma’rifatullah dalam diri (maksudnya dalam hati) manusia terdorong untuk
mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri
kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat
mengenal dan dekat dengan Allah. Selain daripada itu dari ma’rifatullah ini
manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti adanya malaikat,
adanya jin (syaitan) dan juga ruh serta syurga dan neraka.
3. Allah SWT mengemukakan salah satu ciri dari orang yang
beriman yaitu gemetar hati mereka saat disebut nama Allah SWT kepadanya serta
apabila dibacakan ayat-ayat Allah SWT bertambahlah keimanan mereka, sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 2 berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (surat Al Anfaal (8)
ayat 2)
[594] Maksudnya: orang yang sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan
disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan
memuliakannya
Timbul pertanyaan atas dasar apa ini terjadi? Seseorang
baru akan gemetar hatinya atau bertambah keimanannya setelah dibacakan ayat
ayatNya adalah orang orang yang telah mampu mengenal, mengetahui, memahami,
mampu meletakkan dan menempatkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT itu sendiri. Disinilah letak betapa pentingnya kita
memiliki ilmu tentang Allah SWT, semakin berkualitas ilmu kita tentang Allah
SWT maka makin berkualitas pula kenik-matan bertuhankan kepada Allah SWT.
Ingat, seperti apa
kita mengenal Allah SWT, seperti itu pula Allah SWT akan hadir kepada kita. Hal
ini sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Aku selalu menurutkan persangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku,
jika ia bersangka baik, maka ia dapat balasannya, demikian pula bila ia
berprasangka jahat (buruk), maka ia dapat balasannya. (Hadits Qudsi Riwayat
Ahmad, Muslim, Ath Thabrani, Ibnu Najjar, 272:73).” Jika saat disebut Asma Allah SWT terhem-bus
dalam hatimu cinta dan kerinduan kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa Allah SWT
adalah sebagaimana yang disangka oleh hamba-Nya. Oleh karena itu jika saja yang
terpikir dalam akalmu adalah ketakutan, azab, api penyiksaan, maka ketahuilah
bahwa saat itu pun engkau sudah berada dalam ketakutan dan kobaran api.
4. Seseorang yang mengenal Allah SWT dengan baik dan benar
maka pasti ia akan tahu tujuan hidupnya dan sehingga ia tidak tertipu oleh
dunia, sebagaimana dikemukakan dalam surat Adz Dzariyaat (51) ayat 56 berikut
ini: “.dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” Bayangkan jika sampai kita tidak mampu ma’rifatullah saat
hidup di dunia, bagaimana kita bisa mengabdi, beriba-dah, berbuat sesuatu untuk
memperoleh ridhaNya, jika kita tidak paham dan mengerti tentang Allah SWT. Kita
tidak tahu apa apa saja hak Allah SWT sehingga yang kita pahami hanyalah hak
hak kita saja kepada Allah SWT. Alangkah ruginya jika ini sampai terjadi pada
diri kita.
Saat diri kita hidup
di muka bumi ini, ketahuilah bahwa semua yang ada di alam ini mutlak ada dalam
kekuasaan Allah. Ketika melihat fenomena alam, idealnya kita bisa ingat kepada
Allah selaku pencipta dan pemilik sehingga dapat kita katakana puncak ilmu
adalah mengenal Allah (ma'rifatullah). Kita baru dapat dikatakan sukses dalam
belajar bila dengan belajar itu kita semakin mengenal Allah (semakin ma’rifatullah).
Jadi percuma saja sekolah tinggi, luas pengetahuan, gelar prestisius, bila
semua itu tidak menjadikan kita makin mengenal Allah.
Mengenal Allah (ma’rifatullah)
adalah aset terbesar. Mengenal Allah akan membuahkan akhlak mulia. Betapa
tidak, dengan mengenal Allah kita akan merasa ditatap, didengar, dan
diperhatikan selalu oleh Allah SWT. Inilah kenikmatan hidup sebenarnya. Bila
demikian, hidup pun jadi akan terarah, tenang, ringan, dan bahagia. Sebaliknya,
saat kita tidak menge-nal Allah, apalagi tidak mau beriman kepada Allah SWT
maka hidup kita akan sengsara, terjerumus pada maksiat, tidak tenang dalam
hidup, dan sebagainya, yang pada akhirnya membuat syaitan bahagia kepada diri
kita karena mudah untuk di ajak pulang kampung ke neraka.
C. KETAUHIDAN DALAM DIRI
MENJADIKAN PRIBADI-PRIBADI YANG IKHLAS DALAM MENERIMA SETIAP KETENTUAN ALLAH
SWT.
Adanya ketauhidan
dalam diri dengan baik dan benar maka orang yang bertauhid akan merasakan rasa
menjadi pribadi-pribadi yang ikhlas di dalam menerima setiap ketentuan Allah
SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Katakanlah, ‘Tuhanku menyuruh-ku
untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap shalat,
dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya.
Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.”
(surat Al-A’raf (7) ayat 29)
Ayat di atas sejalan
dengan firman-Nya berikut ini: “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan
membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua
agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (surat Al Fath (48) ayat
28).” Orang yang ikhlas akan menjadi pribadi-pribadi yang mampu
menjadikan cukuplah Allah SWT sebagai saksi bagi setiap amal ibadah yang kita
laksanakan. Cukuplah Allah sebagai penjamin rezeki kita. Selamat menikmati
kebahagiaan karena hati yang penuh keikhlasan. Bahkan, dengan adanya ketauhidan
dalam diri mampu pula memberikan jiwa yang tenang, lapang dan tentram.
Selain itu, dalam
sebuah hadits dikatakan bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal perbuatan
kecuali yang dilakukan dengan ikhlas. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya
Allah tidak menerima amal perbuatan, kecuali dilakukan dengan ikhlas dan
mengharap ridha-Nya." (Hadits Riwayat Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Dan apabila kita
mampu menjadi pribadi-pribadi ikhlas maka kita akan merasakan manfaat dari
ikhlasnya diri kita terhadap keputusan Allah SWT sebagaimana dikemukakan dalam
laman “news.detik.com” berikut ini:
1. Mendapat kebaikan
berupa pahala dari Allah SWT;
2. Hati menjadi lebih tenang
dan ibadah menjadi khusyu’ dan lancar;
3. Menjadi manusia yang mudah
memberi maaf (pemaaf);
4. Tidak mudah marah sehingga
tidak diperdaya oleh amarah;
5. Selalu disayangi dan
disenangi oleh banyak orang sehingga banyak pula orang yang mendoakannya;
6. Dijauhkan dari
sifat-sifat kotor seperti ujub, takabur, dan iri sehingga yang ada adalah
ikhlas berbuat hanya untuk Allah SWT semata;
7. Hati selalu lapang dan terasa ringan dalam menjalani hidup karena sabar dan syukur menjadi
patokannya.
8. Selalu bersyukur atas
nikmat yang diberikan oleh Allah SWT;
9. Menjadi sosok yang
hebat dan kuat serta tangguh di dalam menghadapi hidup dan kehidupa, serta; mendapat
kemuliaan di sisi Allah SWT.
Sebagai orang yang
telah memiliki ketauhidan dalam diri, bersiaplah untuk merasakan ke sembilan hal
yang kami kemukakan di atas ini saat hidup di dunia. Lalu nikmatilah betapa
luar biasanya bertuhankan kepada Allah SWT.
D. KETAUHIDAN
DALAM DIRI AKAN MENJADIKAN DIRI KITA MEMPE-ROLEH KEBERKAHAN ILMU DAN KEBAIKAN
ALLAH SWT.
Adanya ketauhidan dalam diri yang baik dan
benar maka diri kita diberi kemampuan
untuk memahami rahasia-rahasia (hikmah) yang luar biasa dari ilmu Allah SWT
sehingga kita mampu merasakan secara langsung keberkahan ilmu dan kebaikan Allah
SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan firman-Nya berikut ini: “Dia memberikan hikmah kepada siapa yang
Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi
kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang
yang mempunyai akal sehat. (surat Al Baqarah (2) ayat 269).”
Adanya tambahan ilmu yang berasal dari ilmu
yang ada pada Allah SWT secara langsung maka akan timbullah ide-ide segar lagi
baru serta cemerlang dalam diri sehingga akan memudahkan seseorang untuk
berbuat, untuk berkarya nyata, untuk berbagi ilmu saat mengajar, mampu
menginspirasi banyak orang untuk berbuat kebaikan serta mampu menyampaikan ilmu
yang berat menjadi ringan dan mudah dimengerti oleh khalayak ramai sehingga
kita mampu menjadi seorang dengan kemampuan kepemimpinan yang luar biasa
melalui ilmu yang kita dapatkan dari Allah SWT. Dan inilah salah satu perilaku
positif dari orang yang mendapatkan keberkahan ilmu.
Selanjutnya dengan adanya
keberkahan ilmu yang diperoleh dari ketauhidan yang ada dalam diri maka akan
tercermin dari adanya peningkatan amal shaleh (perbuatan baik) pada diri
seorang muslim. Jika diri kita sudah mendapat keberkahan ilmu tapi tidak
berbekas pada diri kita, bisa jadi, kondisi ini bukanlah sesuatu yang dikehendaki
oleh Allah SWT. Misalnya, bertahun-tahun kita belajar dengan mendatangi secara
rutin majelis ilmu (majelis ta'lim), akan tetapi yang tampil dalam diri adalah keburukan,
tidak suka (pelit) berbagi ilmu dan inilah yang disebut dengan tidak ada keberkahan
dari ilmu yang kita pelajari.
Lalu, bagaimanakah
cara untuk mengetahui bahwa ilmu yang kita peroleh itu sudah diberkahi oleh
Allah SWT dan bermanfaat bagi diri sendiri dan umat? Menurut “Najmi
Umar Bakkar” sebagaimana dikemukakan dalam laman “Sindonews.com” mengenai beberapa
ciri-ciri orang yang telah mendapat keberkahan ilmu, antara lain :
1. Seseorang akan terlihat
semakin tulus ikhlas dalam beribadah kepada Allah, dan semakin sesuai dengan
syariat & sunnah Nabi SAW dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu,
mendakwahkan dan mempertahankan ilmu. Imam al-Barbahari Rahimahullah berkata: "Dan
ketahuilah semoga Allah merahmatimu, bahwasanya (keberkahan) ilmu itu bukanlah
dengan banyaknya (hafalan) riwayat serta kitab2. Hanyalah (dikatakan) seorang
yang 'alim itu adalah siapa yang telah mengikuti (mengamalkan) ilmu dan
sunnah2, sekalipun sedikit ilmu dan kitab2nya. Dan barangsiapa menyelisihi
al-Quran dan as-Sunnah, maka dia adalah pelaku bid'ah, sekalipun banyak ilmu
dan kitab2nya" (Kitab Syarhus Sunnah).
2. Bertambahnya ilmu
seseorang semakin menumbuhkan rasa takutnya seseorang ke-pada Allah Ta'ala. Sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “........Sesungguhnya yang takut kepada Allah
di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (ahli ilmu). Sungguh, Allah Mahaperkasa,
Maha Pengampun. (surat Fathir (35) ayat 28).” Barangsiapa yang takut
kepada Allah, maka dialah ‘alim, yaitu seorang
yang berilmu. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah, maka dialah jahil
(orang yang jauh dari ilmu). Adanya ilmu dalam diri mendorong seseorang untuk
semakin semangat dalam melakukan ketaatan dan semakin semangat menjauhi
berbagai kemaksiatan.
3. Ilmu itu akan
mengantarkan seseorang pada sifat qana’ah (selalu merasa cukup) dan zuhud pada
dunia. Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata : "Zuhud itu terbagi tiga : (1).
meninggalkan yang haram, maka itu ialah zuhudnya orang yg awam. (2). tidak
berlebihan dari sesuatu yang halal, & itu zuhudnya dari orang yang khusus.
(3). meninggalkan setiap hal yang menyibukkan serta menjauhkan dari Allah, maka
itu zuhudnya al-arifin (yaitu orang yang berma'rifat kepada Allah)"
(kitab Mawaa'izh Imam Ahmad).
4. Ilmu tersebut akan menjadikan pada diri seseorang semakin tawadhu’ (rendah hati). Menjadikan hati
tunduk dan khusyuk kepada Allah Ta'ala, merasa hina di hadapan-Nya dan semakin
mudah untuk menerima kebenaran dari siapa pun. Malik bin Dinar berkata : "Sesungguhnya
jika engkau menuntut ilmu dengan tujuan untuk diamalkan, maka ilmu itu akan
membuatmu tawadhu. Jika engkau menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, maka ilmu
itu hanyalah akan membuatmu semakin berbangga diri (sombong)"
(Kitab Az-Zuhd oleh Imam Ahmad). Sedangkan Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah pernah
berkata: "Dan di antara tanda bahwa amal
ibadah kita diterima adalah kita akan merendahkan, mengkerdilkan dan
menganggapnya kecil di hati kita" (Buku Madarijus Saalikiin).
5. Ilmu tersebut akan menjadikan pada diri seseorang benci kepada pujian dan ia juga enggan
menyucikan diri sendiri serta tidak suka ketenaran. Untuk itu perhatikanlah apa
yang dikemukakan oleh Imam Ibnu Rajab berkata : "Dan di antara tanda ilmu yang
bermanfaat adalah membimbing pemiliknya untuk lari meninggalkan dunia, dan yang
terbesar adalah kepemimpinan, ketenaran, serta pujian. Dan sesungguhnya orang
yang memiliki ilmu yang bermanfaat itu tidak akan mengaku memiliki ilmu, dia
pun tidak akan membanggakannya kepada siapapun, dan juga tidak akan menganggap
orang lain bodoh, kecuali terhadap orang-orang yang menyelisihi Sunnah Nabi
Shallalahu 'alaihi wa sallam serta yang berpegang teguh dengannya"
(Kitab Majmu’ur Rasail).
6. Ilmu tersebut akan menjadikan semakin bersih hatinya, semakin bersabar, mudah meredam amarah, mudah untuk memaafkan kesalahan orang lain, tidak ada hasad serta dendam, dan semakin mulia dan luhur akhlaknya.
Adanya 6 (enam) hal yang kami kemukakan di atas ini, semoga diri kita bisa merasakan keberkahan ilmu yang telah kita dapatkan dan kami berharap setelah memiliki ilmu berkah jangan lupa kita mengajarkan ilmu itu kepada sesama umat manusia sebagai bukti kita bermanfaat bagi sesama melalui ilmu yang kita miliki atau kita harus segera mempersiapkan diri untuk membuat program wakaf waktu untuk mengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar