F. SA’I.
Sa’i artinya lari-lari kecil antara bukit Shafaa menuju bukit Marwah yang
dilakukan setelah jamaah umroh yang pelaksanaannya tidak bersamaan dengan
ibadah haji, telah selesai mendirikan shalat sunnah Thawaf sebanyak dua rakaat
yang dilanjutkan dengan berdoa kepada Allah SWT dan diteruskan dengan meminum
air zam-zam dengan tata cara berdoa meminum air zam-zam, sebagaimana telah kami
kemukakan di atas. Setelah prosesi ini selesai kita lakukan, maka jamaah umroh
mulai bergerak menuju bukit Shafaa untuk segera memulai prosesi ibadah Sa’i.
Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi'ar Allah.
Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak
ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang
mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui. (surat Al Baqarah (2) ayat 158).” Setiap jamaah haji atau umroh yang akan melaksanakan prosesi ibadah Sa’i masih
mempergunakan dan memakai Ihram sehingga saat Sa’i dilaksanakan seluruh jamaah
tanpa terkecuali baik jamaah haji atau umroh masih terikat dengan ketentuan
Ihram.
DO’A
MENUJU BUKIT SHAFA & MARWA :
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Abda-u bimaa bada’ Allaahu bihi. Innas shofa wal marwata min sya’aa-irillah.
Artinya:
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Aku mulai dengan apa yang Engkau mulai. Sesungguhnya Shafa dan Marwah
termasuk syi’ar Allah.
DO’A
SAAT DI BUKIT SHAFA & MARWA :
Allahu Akbar 3x. Laa
ilaaha illallaah wahdahu laa syarikalah Lahul mulku walahul hamdu yuhyii
wayumiitu biyadihil khoir, wahuwa ’ala kulli syai’in Qadiir.
Artinya:
Allah Maha Besar.. Allah Maha Besar.. Allah Maha
Besar.. Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa. Tiada sekutu bagi-Nya kerajaan
dan pujian. Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu.
(dibaca setiap berada
di Bukit Shafa dan Marwa)
BACAAN
SA’I :
Allahu Akbar 3x
walillahil hamd. Allahu Akbar kabiiro, walhamdu lillaahi katsiiro
Wasubhaanallahi bukrotan wa ashiilla. Laa ilaahaillallahu wallahu Akbar Allahu
Akbar walillahil hamd,
(dibaca
berulang-ulang hingga pilar/lampu hijau dan setelah melewatinya)
Artinya:
Allah Maha Besar.. Allah Maha Besar.. Allah Maha
Besar.. segala puji bagi Allah. Allah Maha Besar.. dengan segala pujian yang
tak terhingga. Maha suci Allah di waktu pagi dan petang. Tiada Tuhan selain
Allah. Allah Maha Besar.. Allah Maha Besar dan hanya bagi Allah segala pujian
diberikan.
BACAAN
SA’I KETIKA BERLARI KECIL :
Robbighfir warham
wa’fu watakarrom watajaawaz amma ta’lam innaka ta’lam maa laa na’lam Innaka
antallahu a’azul akrom
Artinya:
Wahai Tuhanku, ampuni dosaku, sayangi aku, maafkan
kesalahanku, beri kemuliaan untukku dan berikan aku hikmah dari ilmu-Mu.
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui atas segala yang tidak kami ketahui.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mulia.
Ibadah Sa’i sebagai bagian dari Rukun Umroh bagi yang melaksanakan umroh
yang tidak bersamaan dengan ibadah haji, merupakan ibadah yang tidak bisa
digantikan dengan ibadah lainnya, atau ibadah yang tidak bisa digantikan oleh
orang lain. Ibadah Sa’i adalah ibadah yang bersifat individual sehingga harus
dilakukan sendiri sendiri oleh jamaah umroh tanpa terkecuali, jika tidak
dilakukan maka batallah atau tidak sah ibadah umroh yang dilakukannya.
1. Syarat Sahnya Sa’i
Umroh.
a. Sa’i harus
dilaksanakan setelah jamaah melaksanakan Shalat Sunnah Thawaf sebanyak 2 (dua) rakaat bagi jamaah yang
menunaikan Umroh yang tidak bersamaan dengan ibadah haji dan dalam kondisi
berihram.
b.
Sa’i adalah ibadah lanjutan yang harus dilaksanakan
oleh setiap jamaah umroh setelah menyelesaikan thawaf dan apabila sa’i tidak
dilaksanakan tidak sah umrohnya.
c. Sa’i tidak mengenal adanya sa’i sunnah baik yang
dilaksanakan dengan ber-ihram ataupun dengan baju bebas. Sa’i terikat dengan
thawaf umroh bagi yang menunaikan ibadah umroh yang tidak bersamaan dengan
ibadah haji.
d. Ukuran terpenuhinya sa’i adalah 7 (tujuh) putaran
atau perjalanan yang di-mulai dari buki Shafa dan diakhiri di bukit Marwah
(jarah antara keduanya adalah 420m)
2. Kewajiban Dalam Sa’i
Umroh.
a.
Berjalan sendiri apabila mampu.
b.
Menyempurnakan 7 (tujuh) putarn.
3. Sunnah Dalam Sa’i
Umroh.
a. Kesinambungan antara thawaf dan sa’i.
b.
Mendaki bukit shafa dan bukit marwah pada setiap
kali sa’i.
c. Menghadap kiblat, mengucap takbir dan tahlil, berdoa
dan membaca shalawat saat mendaki shafa dan marwah.
d. Berjalan dengan cepat antara 2 (dua) tiang hijau
yang didirikan di dinding tem-pat sa’i dalam setiap 7 (tujuh) putaran.
4. Catatan khusus
tentang Sa’i.
a. Tidak disyaratkan dalam keadaan suci/wudhu
b.
Berjalan 7(tujuh) kali antara Shafa dan Marwah,
berakhir di Marwah.
c. Setiap melintas diantara 2(dua) pilar hijau,
laki-laki disunnahkan berlari-lari kecil.
d.
Disunahkan berdoa di setiap bukit.
e.
Sa’i tidak mengenal istilah adanya Sa’i sunnah
seperti halnya Thawaf Sunnah.
Sa’i yang dilaksanakan setelah Thawaf, melambangkan perjuangan seorang manusia
yang bernama ibunda Siti Hajar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sekaligus
tawakkal menyerah-kan nasib Nabi Ismail as, ke tangan Allah SWT, yakni
penyerahan total setelah usaha keras kepada kemurahan Allah SWT.
Sa’i juga melambangkan perbaikan motif
tindakan manusia atau niat yang hendaknya hanya dimulai dari kesucian (shafa)
menuju kebajikan (marwah), kemudian dari kebajikan menuju kepada kesucian
(shafa).
Seperti di dalam melaksanakan Thawaf, ulangilah Sa’i ini sampai 7 (tujuh) kali.
Tujuh adalah sebuah angka ganjil, bukan genap. Tujuh adalah angka simbolis yang
disepanjang hidup kita melambangkan Marwah. Mulailah dari Shafa yang berarti
cinta murni kepada orang-orang lain. Tujuanmu adalah Marwah yang berarti
kembali ke fitrah manusia, sikap menghargai, bermurah hati dan memaafkan orang
lain serta berguna bagi masyarakat luas.
Melakukan Sa’i dari bukit Shafa (bukit kesucian) menuju bukit Marwah
(bukit kebajikan) dan terus berulang sebanyak 7 (tujuh) kali, diharapkan orang
yang melakukan Sa’i tersebut setelah kembali ke tanah air akan dapat
memperbaiki niat dan motif tindakannya, dan tidaklah melakukan sesuatu kecuali
dari kesucian menuju kepada kebajikan, atau sebaliknya dari kebajikan menuju
kesucian. Dengan demikian maka Sa’i bisa menjadi sarana pendidikan moral
melalui perbaikan motif tindakan dan sekaligus pensucian jiwa manusia daripada
menuruti ahwa (hawa nafsu).
Ibadah Sa’i bermakna sebuah pencarian. Ibadah Sa’i juga bermakna
perjuangan phisik yang berarti mengerahkan tenaga dan upaya di dalam pencarian
air. Ibadah Sa’i adalah gerakan yang memiliki tujuan dan digambarkan dengan
gerak berlari-lari serta bergegas-gegas. Disinilah terlihat persatuan yang
sesungguhnya karena di dalam melaksanakan ibadah Sa’i segala bentuk pola,
warna, derajat, kepribadian, batas, perbedaan dan jarak dihancurkan atau bahkan
dihilangkan. Yang kita saksikan adalah manusia-manusia yang polos, kecuali
keyakinan, kepercayaan dan aksi sehingga tidak ada sesuatu pun yang menonjol
yaitu ikhlas karena Allah SWT semata.
Tidak ada tokoh-tokoh yang dikemukakan dalam ibadah Sa’i, apakah Nabi
Ibrahim as, Nabi Ismail as, dan Siti Hajar mereka hanyalah sekedar nama-nama,
kata-kata dan simbol-simbol. Apapun yang ada bergerak secara terus menerus baik
sebagai humanitas ataupun spritualitas dan diantara keduanya yang ada hanyalah
disiplin. Pencarian air melambangkan pencarian kehidupan materiil di atas dunia,
sedangkan kehidupan materiil ini adalah kebutuhan nyata manusia yang
menunjukkan hubungan di antara manusia dengan alam. Demikianlah cara
mendapatkan surga di atas dunia dan menikmatinya di dalam kehidupan ini.
Saat ini sampai dengan hari kiamat kelak, kita akan selalu dipertontonkan
oleh Allah SWT sebuah karya nyata yang besar dari perjuangan ibunda Siti Hajar,
yaitu Air Zam-Zam. Dimana air ini tidak akan pernah habis sampai kapanpun juga.
Dan jika saat ini kita telah pula menikmati Air Zam-Zam dan telah pula menapak
tilasi perjuangan Siti Hajar, lalu apa yang sudah kita lakukan untuk kebaikan,
untuk kemashalahatan generasi akan datang di kemudian hari dari hasil napak
tilas perjuangan Siti Hajar sehingga kitapun mampu dikenang oleh generasi yang
datang dikemudian hari?
Jika sampai kehancuran, kemerosotan moral, gontok-gontokan, caci memaki, merusak
alam, korupsi dan lain sebagainya yang sesuai dengan kehendak setan masih kita
lakukan setelah “Napak Tilas” perjuangan ibunda Siti Hajar, kondisi ini
bukanlah yang dikehendaki oleh Allah SWT dan juga berarti ada yang salah di
dalam pelaksanaan ibadah umroh yang kita lakukan dan juga berarti kita berada
di dalam kehendak setan.
Dan jika kita termasuk orang yang telah sukses melakukan napak tilas dari
perjuangan ibunda Siti Hajar berarti setelah pulang melaksanakan ibadah umroh maka
kita harus bisa melakukan karya nyata
yang besar seperti apa yang dilakukan oleh ibunda Siti Hajar dalam bentuk yang
lain sepanjang untuk kepentingan masyarakat banyak yang tidak hanya bersifat
lokal tetapi juga bersifat nasional ataupun international serta sedapat mungkin
bisa pula dinikmati oleh generasi yang datang dikemudian hari. Dan jika kita
tidak mampu melakukan itu semua berarti apa yang telah kita lakukan belum
sesuai dengan makna yang hakiki dari napak tilas yang kita laksanakan.
Jika saat ini ruh diri kita belum dipisahkan dengan jasmani berarti kita
masih memiliki kesempatan untuk melakukan karya nyata yang besar sebagai bukti
keberhasilan diri kita melakukan napak tilas perjuangan keluarga Nabi Ibrahim
as. Sekarang semuanya tergantung kepada diri kita masing-masing, mau berkarya nyata
yang besar ataukah tidak dan yang pasti Allah SWT tidak butuh dengan karya nyata
yang kita buat tetapi kitalah yang membutuhkan karya nyata dimaksud sebagai jejak jejak peninggalan yang
menunjukkan bahwa kita pernah ada dan pernah hidup di muka bumi dan karya nyata
dalam bentuk kebaikan yang kita tinggalkan adalah bukti bahwa kita pernah ada
di muka bumi ini.
Tinggal sekarang bukti apa yang akan kita tinggalkan itu, apakah bukti
dan jejak-jejak kebaikan ataukah bukti dan jejak-jejak keburukan yang menjadi
peninggalan bahwa kita pernah hidup di dunia ini? Disinilah letak berani
membayar mahal atas karya-karya nyata yang siap kita tinggalkan sebagai jejak
peninggalan diri kita yang telah mampu menjadi manusia teladan berdasarkan
napak tilas perjuangan Nabi Ibrahim as, beserta keluarganya. Subhanallah,
begitu luar biasa ibadah Sa’i ini jika semua yang orang yang pernah haji atau
umroh membuktikan hasil napak tilas ini dalam perbuatan nyata melalui
karya-karya nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar