D.
TERUS INGAT ALLAH SWT
dan BINA RASA DITERIMA ALLAH SWT.
Allah SWT telah memberikan petunjuk-Nya yaitu
setelah
kita mampu melaksanakan ibadah umroh
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, hendaklah kita selalu mengingat Allah
SWT sebanyak-banyaknya, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun juga
dengan selalu berperilaku sesuai dengan yang kita ingat, dalam hal ini adalah
Asmaul Husna. Hal ini sebagaimana termaktub di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 200-201 berikut ini: “apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah
dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan)
nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di
antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami
(kebaikan) di dunia", dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di
akhirat. dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami,
berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami
dari siksa neraka.”
Katakan kita
mengingat Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, maka
dalam berperilaku kita harus melaksanakan keduanya yaitu kita harus bisa
mendengar dan juga melihat apa terjadi. Sehingga kita tidak jangan hanya
mengandalkan fungsi mendengar atau pendengaran saja dengan mengabaikan fakta
dan bukti yang dapat kita lihat secara nyata. Laksanakan keduanya dalam satu
kesatuan. Lalu jika kita mengingat Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kaya lagi
Maha Penyantun maka perilaku kita harus bisa mencerminkan apa yang kita ingat
tersebut dengan menjadikan diri kita kaya lagi penyantun bagi sesama, atau
kekayaan yang kita miliki mampu menjadikan diri kita penyantun kepada sesama.
Hal lain yang harus
kita laksanakan di tanah air adalah untuk selalu terus merasakan dan membina
rasa diterima oleh Allah SWT saat diri kita menjadi tamu kehormatan Allah
SWT di dalam setiap kegiatan yang kita
lakukan serta jangan pernah menyembunyikan rahasia memperoleh rasa diterima
oleh Allah SWT kepada orang lain sehingga orang lain mampu pula melebihi apa
yang kita peroleh dan rasakan dari pelaksanaan ibadah umroh. Jangan pernah
ajarkan sesuatu yang tidak ada tuntunannya, sampaikan yang benar itu benar,
yang salah itu salah, yang haram itu haram tanpa ditutup-tutupi serta sampaikan
dengan santun tanpa menyakiti perasaan orang lain.
Adanya
pembuktian hasil dari pelaksanaan ibadah umroh menjadikan masyarakat menjadi
tertolong, masyarakat terbantu serta masyarakat mampu pula merasakan apa yang
kita rasakan oleh sebab adanya umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang
kita peroleh, atau oleh sebab kemampuan diri kita yang telah mampu meneladani
teladannya keluarga Nabi Ibrahim as, yang perjalanannya telah kita napak tilasi
dengan membuat karya- karya besar yang bisa dinikmati oleh generasi yang datang
kemudian hari.
Hal
lain yang harus kita jadikan pedoman sebagai bentuk perwujudan diri kita telah
diterima oleh Yang Maha Terhormat di Baitullah, maka perilaku diri kita harus
sesuai dengan kehormatan dari Yang Maha Terhormat sehingga segala perilaku diri
kita selalu berkesesuaian dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Akan tetapi jika setelah pulang melaksanakan ibadah umroh
kita masih korupsi, masih suka kolusi dan nepotisme, masih suka berjudi, masih
suka melakukan kampanye hitam, masih suka bergunjing, masih pelit, tidak suka
berbagi dan seterusnya berarti kita belum bertemu dengan Yang Maha Terhormat
dikarenakan perilaku kita sangat bertentangan dengan kehendak Yang Maha
Terhormat. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita yang telah kembali dari
menunaikan ibadah umroh.
E.
BUKTIKAN HASIL NAPAK
TILAS KELUARGA NABI IBRAHIM as,.
Hasil dari ibadah
Sa’i yang tidak lain adalah “Napak Tilas” dari keluarga Nabi Ibrahim as,
yang telah kita lakukan saat melaksanakan ibadah umroh, harus bisa menjadikan
umur kita panjang. Hal ini tercermin dari banyaknya perbuatan baik yang telah
kita lakukan yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas yang tidak hanya untuk
generasi saat ini namun dapat pula dinikmati oleh generasi yang datang di
kemudian hari.
Semakin panjang dan semakin lama perbuatan yang dapat
dinikmati oleh generasi yang akan datang dikemudian hari maka semakin panjang
pula umur kita walaupun usia kita telah tiada. Selain daripada itu, semakin
banyak pula perbekalan kita untuk kepentingan di akhirat kelak.
Untuk itu kita harus bisa bercermin dengan apa yang telah
dilakukan oleh ibunda Siti Hajar, dimana hasil hasil dari upaya ibunda Siti
Hajar yang begitu luar biasa yaitu memperoleh air zam-zam yang tidak akan habis
sampai dengan hari kiamat kelak. Adanya contoh dari ibunda Siti Hajar berarti
orang yang telah melakukan “Napak Tilas” dari keluarga Nabi Ibrahim as, harus
bisa menghasilkan karya yang tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, akan
tetapi harus bisa dinikmati oleh banyak orang serta generasi yang datang
dikemudian hari.
Jika kita termasuk orang yang telah sukses melaksanakan
“Napak Tilas” dari keluarga Nabi Ibrahim as, berarti setelah memperoleh umroh
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka kita harus pula berbuat seperti apa
yang dilakukan oleh ibunda Siti Hajar yaitu karya besar berupa karya nyata
sebagai bentuk dari perbuatan baik kita yang dapat dinikmati oleh generasi yang
datang dikemudian hari. Dan jika saat ini kita tidak bisa membuktikan hasil
dari “Napak Tilas” keluarga Nabi Ibrahim as, berarti ada yang salah di dalam
pelaksanaan ibadah haji dan ibadah umroh yang kita lakukan dan berarti pula
haji atau umroh mabrur masih jauh panggang dari api.
Selain contoh tentang
“Napak Tilas” perjuangan keluarga Nabi Ibrahim as, berikut ini akan kami
kemukakan contoh lain yang bisa kita jadikan pelajaran tentang kebaikan yang
bisa dinikmati oleh generasi yang datang di kemudian hari. Diriwayatkan di masa Nabi SAW,
kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka
(kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Makkah. Satu-satunya
sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, “Sumur
Raumah” namanya.
Rasa airnya pun mirip dengan sumur zamzam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah
terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.
Prihatin atas kondisi
umatnya, Rasulullah SAW kemudian bersabda : “Wahai Sahabatku, siapa saja
diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu,
lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah
Ta’ala” (Hadits Riwayat Muslim). Adalah Utsman bin Affan ra,
yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan “sumur Raumah” itu. Utsman
segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli “sumur Raumah”
dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun
Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjual-nya, “Seandainya sumur ini saya
jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku
peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan
penolakannya.
Utsman bin
Affan ra, yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa syurga Allah
SWT, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini. “Bagaimana kalau aku
beli setengahnya saja dari sumurmu” Utsman, melancarkan jurus
negosiasinya. “Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan. “Begini, jika engkau
setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini
milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi
demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.
Yahudi itupun berfikir cepat, “… saya mendapatkan uang besar dari Utsman
tanpa harus kehilangan sumur milikku”.
Akhirnya si Yahudi
setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini “sumur Raumah”
adalah milik Utsman bin Affan ra,. Utsman pun segera mengumumkan kepada
penduduk Madinah yang mau mengambil air di “sumur Raumah”, silahkan mengambil
air untuk kebutuhan mereka secara gratis karena hari ini “sumur Raumah” adalah
miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam
jumlah yang cukup untuk 2 (dua) hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi
milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi
mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki
persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata “Wahai
Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau
membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000
dirham, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh. Kemudian Utsman
bin Affan ra, mewakafkan “sumur Raumah”. Sejak itu “sumur Raumah” dapat
dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya. Setelah sumur
itu diwakafkan untuk kaum muslimin… dan setelah beberapa waktu kemudian,
tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah. Lalu
Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, lalu disusul juga
dipelihara oleh Pemerintah Saudi, hingga berjumlah 1550 pohon.
Selanjutnya
pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma
ini ke pasar pasar. Setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak
yatim dan fakir miskin. Sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk
rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama ‘Utsman bin Affan, di
bawah pengawasan Departeman Pertanian. Begitulah seterusnya, hingga uang yang
ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yang
cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi.
Bangunan hotel itu
sudah pada tahap penyelesaian dan akan disewakan sebagai hotel bintang 5.
Diperkirakan omsetnya sekitar 50 Juta Riyal Saudi per tahun. Setengahnya untuk
anak-anak yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan
ditabung di bank atas nama ‘Utsman bin ‘Affan ra,. Subhanallah,… Ternyata
berdagang dengan Allah selalu menguntungkan dan tidak akan merugi.. Ini adalah
salah satu bentuk sadakah jariyah, yang pahalanya selalu mengalir, walaupun
orangnya sudah lama meninggal..
Sekarang sudah berapa
banyak rakyat Indonesia yang sudah melaksanakan ibadah haji dan juga ibadah
umroh, lalu sudahkah hasil dari “Napak Tilas” keluarga Nabi Ibrahim as, membumi
dan membekas di Indonesia yang kita cintai ini? Jika setiap rakyat Indonesia
yang telah melaksanakan ibadah haji dan juga ibadah umroh lalu berbuat seperti
apa yang dilakukan oleh Siti Hajar di setiap pelosok tanah air, alangkah
hebatnya negeri ini karena sekian banyak pula karya besar ada setiap pelosok tanah
air yang bisa dinikmati oleh generasi yang datang di kemudian hari.
Jika saat ini hasil
dari pelaksanaan ibadah umroh tidak dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat
berarti banyak orang yang pergi haji atau yang pergi umroh tetapi hanya sedikit
yang berhaji dan yang berumroh. Inilah ironi yang terjadi di dalam masyarakat
kita dan kondisi ini sangat dikehendaki oleh setan sang laknatullah, namun
tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pemberi perintah melaksanakan
kewajiban ibadah haji atau umroh.Semoga
kita yang sudah melaksanakan ibadah haji atau umroh mampu menjadikan diri kita
menjadi manusia teladan seperti teladannya keluarga Nabi Ibrahim as, yang kita
napak tilasi.
Sekarang mari kita perhatikan ketentuan 2 (dua) buah hadits yang akan
kami kemukakan berikut ini, yaitu:
1. “dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi SAW bersabda:
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari
tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang
mendoakannya”. (Hadits Riwayat Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i); dan hadits kedua
adalah
2. “dari Abu Hurairah ra,
berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya di antara amalan dan
kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu
yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mushhaf
yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang
dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang
dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan
menemuinya setelah dia meninggal dunia”. (Hadits Riwayat Ibnu Majah dan
Baihaqi).”
Kedua hadits di atas
ini dapat kita jadikan acuan atau patokan dasar yang dapat kita lakukan setelah
kita pulang menunaikan ibadah umroh sebagai bukti kita telah mampu “Napak
Tilas” perjuangan Nabi Ibrahim as, beserta keluarganya dengan melakukan hal-hal
sebagaimana berikut ini:
1. Mengajarkan dan
menyebarkan ilmu yang kita miliki kepada orang lain;
2. Meninggalkan anak
yang shaleh atau anak didik yang shaleh, atau anak yang shaleh;
3. Mushaf yang kita
wariskan kepada masyarakat banyak;
4. Masjid yang kita
bangun; rumah untuk ibnu syabil;
5. Sungai atau air yang
dialirkan untuk umum;
6. Shadaqah yang
ditunaikan saat sehatnya dan lain sebagainya.
Jika kita mampu
menunaikan ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT tentu kita mampu
pula menunjukkan hasilnya kepada keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk
itu pilihlah ketentuan di atas ini yang sesuai dengan kemampuan dan latar
belakang kita serta jangan menunda-nunda jika sudah berniat di dalam hati.
Mulailah dari yang bernilai kecil tetapi laksanakan dengan konsisten dari waktu
ke waktu.
F.
TETAP KOMITMEN DAN
KONSISTEN DALAM KEFITRAHAN.
Nabi Muhammad SAW menyatakan “banyak orang yang berpuasa,
tetapi yang didapatkan hanyalah haus dan lapar serta menahan syahwat semata”.
Ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi perintah melaksanakan puasa saja, akan tetapi juga berlaku pula
untuk perintah Allah SWT yang lainnya seperti perintah mendirikan shalat,
perintah menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji atau umroh dan lain
sebagainya. Untuk itu, kita harus bisa melaksanakan seluruh apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT tidak hanya berkualitas saat melaksanakan ibadah
umroh saja, melainkan juga setelah pulang dari melaksanakan ibadah umroh kita
harus tetap melaksanakan itu semua dengan cara yang berkualitas, yang tentunya
harus sesuai dengan kehendak Allah SWT selama hayat masih di kandung badan.
Ibadah umroh berlalu bukan berarti setelah memperoleh
pahala shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, memperoleh pahala dari
Thawaf sunnah, lalu kita melalaikan ibadah sunnah dan ibadah wajib serta
melakukan kembali perbuatan-perbuatan yang paling dikehendaki oleh setan sang
laknatullah? Ruh yang sudah difitrahkan kembali
atau sudah dimenangkan oleh Allah SWT harus tetap kita jaga
kemenangannya dengan tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang paling
dikehendaki oleh Allah SWT.
Sebaliknya jika kita masih pelit, masih mementingkan diri
sendiri, masih selalu tergesa, masih menyakiti orang lain, masih korupsi, masih
kolusi, masih nepotisme, masih suka KDRT, masih suka narkoba, masih suka
menjadi teroris, masih suka menipu, berarti kita harus segera introspeksi diri
karena kita masih memiliki masalah dengan perintah melaksanakan ibadah umroh atau dengan Diinul Islam yang
harus dilaksanakan secara kaffah.
Jika saat ini kita
masih hidup di muka bumi ini, berarti saat ini kita harus bisa melaksanakan
ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan kita pun harus
pula mampu mendapatkan dan merasakan
makna hakiki yang terdapat dibalik perintah melaksanakan ibadah umroh seperti yang telah kami kemukakan di
atas. Akan tetapi jika apa-apa yang kami kemukakan di atas tidak mampu kita
peroleh dan rasakan berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita atau ada
yang salah di dalam pelaksanaan ibadah umroh yang kita lakukan karena perintah
melaksanakan ibadah umroh tidak akan pernah salah sampai kapanpun juga. Ingat
perintahnya tidak akan pernah salah, akan tetapi kitalah yang salah karena
tidak mampu melaksanakan perintah yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah.
Sekali lagi kami tegaskan kembali bahwa kesempatan untuk meraih dan merasakan nikmatnya bertuhankan Allah SWT melalui ibadah umroh hanya ada pada sisa usia kita, atau sebelum Malaikat Maut datang melaksanakan tugasnya memisahkan ruh dengan jasmani kita. Ingat, kesempatan hanya ada sekali, tidak ada peribahasa yang menyatakan penyesalan ada di muka serta waktu bisa diputar ulang dan juga sebab bukanlah karena akibat.
Dan jangan lupa bagi jamaah umroh yang belum menunaikan ibadah haji, segera mengambil langkah-langkah nyata untuk mewujudkan cita-cita menunaikan haji sehingga ibadah umroh yang kita lakukan tidak sia-sia belaka. Semoga kita yang telah mampu menunaikan ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT mampu membuat Allah SWT selalu tersenyum bangga kepada diri kita karena kita berani membayar mahal untuk membuat karya karya nyata yang bisa dikenang oleh generasi yang datang di kemudian hari. Semoga Allah STW membantu diri kita untuk mewujudkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar