Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 10 Juni 2024

SETELAH KEMBALI DARI IBADAH UMROH, LALU ........................ (PART 3 of 3)

 

 

D.     TERUS INGAT ALLAH SWT dan BINA RASA DITERIMA ALLAH SWT.

 

Allah SWT telah memberikan petunjuk-Nya yaitu setelah kita mampu melaksanakan ibadah  umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, hendaklah kita selalu mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun juga dengan selalu berperilaku sesuai dengan yang kita ingat, dalam hal ini adalah Asmaul Husna. Hal ini sebagaimana termaktub di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 200-201 berikut ini: “apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia", dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka.”  

 

Katakan kita mengingat Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, maka dalam berperilaku kita harus melaksanakan keduanya yaitu kita harus bisa mendengar dan juga melihat apa terjadi. Sehingga kita tidak jangan hanya mengandalkan fungsi mendengar atau pendengaran saja dengan mengabaikan fakta dan bukti yang dapat kita lihat secara nyata. Laksanakan keduanya dalam satu kesatuan. Lalu jika kita mengingat Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Penyantun maka perilaku kita harus bisa mencerminkan apa yang kita ingat tersebut dengan menjadikan diri kita kaya lagi penyantun bagi sesama, atau kekayaan yang kita miliki mampu menjadikan diri kita penyantun kepada sesama.

 

Hal lain yang harus kita laksanakan di tanah air adalah untuk selalu terus merasakan dan membina rasa diterima oleh Allah SWT saat diri kita menjadi tamu kehormatan Allah SWT  di dalam setiap kegiatan yang kita lakukan serta jangan pernah menyembunyikan rahasia memperoleh rasa diterima oleh Allah SWT kepada orang lain sehingga orang lain mampu pula melebihi apa yang kita peroleh dan rasakan dari pelaksanaan ibadah umroh. Jangan pernah ajarkan sesuatu yang tidak ada tuntunannya, sampaikan yang benar itu benar, yang salah itu salah, yang haram itu haram tanpa ditutup-tutupi serta sampaikan dengan santun tanpa menyakiti perasaan orang lain.

 

Adanya pembuktian hasil dari pelaksanaan ibadah umroh menjadikan masyarakat menjadi tertolong, masyarakat terbantu serta masyarakat mampu pula merasakan apa yang kita rasakan oleh sebab adanya umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang kita peroleh, atau oleh sebab kemampuan diri kita yang telah mampu meneladani teladannya keluarga Nabi Ibrahim as, yang perjalanannya telah kita napak tilasi dengan membuat karya- karya besar yang bisa dinikmati oleh generasi yang datang kemudian hari.

 

Hal lain yang harus kita jadikan pedoman sebagai bentuk perwujudan diri kita telah diterima oleh Yang Maha Terhormat di Baitullah, maka perilaku diri kita harus sesuai dengan kehormatan dari Yang Maha Terhormat sehingga segala perilaku diri kita selalu berkesesuaian dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Akan tetapi jika setelah pulang melaksanakan ibadah umroh kita masih korupsi, masih suka kolusi dan nepotisme, masih suka berjudi, masih suka melakukan kampanye hitam, masih suka bergunjing, masih pelit, tidak suka berbagi dan seterusnya berarti kita belum bertemu dengan Yang Maha Terhormat dikarenakan perilaku kita sangat bertentangan dengan kehendak Yang Maha Terhormat. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita yang telah kembali dari menunaikan ibadah umroh.

 

E.      BUKTIKAN HASIL NAPAK TILAS KELUARGA NABI IBRAHIM as,.

 

Hasil dari ibadah  Sa’i yang tidak lain adalah “Napak Tilas” dari keluarga Nabi Ibrahim as, yang telah kita lakukan saat melaksanakan ibadah umroh, harus bisa menjadikan umur kita panjang. Hal ini tercermin dari banyaknya perbuatan baik yang telah kita lakukan yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas yang tidak hanya untuk generasi saat ini namun dapat pula dinikmati oleh generasi yang datang di kemudian hari.

 

Semakin panjang dan semakin lama perbuatan yang dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang dikemudian hari maka semakin panjang pula umur kita walaupun usia kita telah tiada. Selain daripada itu, semakin banyak pula perbekalan kita untuk kepentingan di akhirat kelak.

 

Untuk itu kita harus bisa bercermin dengan apa yang telah dilakukan oleh ibunda Siti Hajar, dimana hasil hasil dari upaya ibunda Siti Hajar yang begitu luar biasa yaitu memperoleh air zam-zam yang tidak akan habis sampai dengan hari kiamat kelak. Adanya contoh dari ibunda Siti Hajar berarti orang yang telah melakukan “Napak Tilas” dari keluarga Nabi Ibrahim as, harus bisa menghasilkan karya yang tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, akan tetapi harus bisa dinikmati oleh banyak orang serta generasi yang datang dikemudian hari.

 

Jika kita termasuk orang yang telah sukses melaksanakan “Napak Tilas” dari keluarga Nabi Ibrahim as, berarti setelah memperoleh umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka kita harus pula berbuat seperti apa yang dilakukan oleh ibunda Siti Hajar yaitu karya besar berupa karya nyata sebagai bentuk dari perbuatan baik kita yang dapat dinikmati oleh generasi yang datang dikemudian hari. Dan jika saat ini kita tidak bisa membuktikan hasil dari “Napak Tilas” keluarga Nabi Ibrahim as, berarti ada yang salah di dalam pelaksanaan ibadah haji dan ibadah umroh yang kita lakukan dan berarti pula haji atau umroh mabrur masih jauh panggang dari api. 

 

Selain contoh tentang “Napak Tilas” perjuangan keluarga Nabi Ibrahim as, berikut ini akan kami kemukakan contoh lain yang bisa kita jadikan pelajaran tentang kebaikan yang bisa dinikmati oleh generasi yang datang di kemudian hari.  Diriwayatkan di masa Nabi SAW, kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Makkah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, “Sumur Raumah” namanya. Rasa airnya pun mirip dengan sumur zamzam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.

 

Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah SAW kemudian bersabda : “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (Hadits Riwayat Muslim). Adalah Utsman bin Affan ra, yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan “sumur Raumah” itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli “sumur Raumah” dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjual-nya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.

 

Utsman bin Affan ra, yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa syurga Allah SWT, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini. “Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu” Utsman, melancarkan jurus negosiasinya. “Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan. “Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman. Yahudi itupun berfikir cepat, “… saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”.

 

Akhirnya si Yahudi setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini “sumur Raumah” adalah milik Utsman bin Affan ra,. Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di “sumur Raumah”, silahkan mengambil air untuk kebutuhan mereka secara gratis karena hari ini “sumur Raumah” adalah miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 (dua) hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.

 

Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh. Kemudian Utsman bin Affan ra, mewakafkan “sumur Raumah”. Sejak itu “sumur Raumah” dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya. Setelah sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin… dan setelah beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah. Lalu Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, lalu disusul juga dipelihara oleh Pemerintah Saudi, hingga berjumlah 1550 pohon.

 

Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar pasar. Setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin. Sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama ‘Utsman bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian. Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yang cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi.

 

Bangunan hotel itu sudah pada tahap penyelesaian dan akan disewakan sebagai hotel bintang 5. Diperkirakan omsetnya sekitar 50 Juta Riyal Saudi per tahun. Setengahnya untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama ‘Utsman bin ‘Affan ra,. Subhanallah,… Ternyata berdagang dengan Allah selalu menguntungkan dan tidak akan merugi.. Ini adalah salah satu bentuk sadakah jariyah, yang pahalanya selalu mengalir, walaupun orangnya sudah lama meninggal..

 

Sekarang sudah berapa banyak rakyat Indonesia yang sudah melaksanakan ibadah haji dan juga ibadah umroh, lalu sudahkah hasil dari “Napak Tilas” keluarga Nabi Ibrahim as, membumi dan membekas di Indonesia yang kita cintai ini? Jika setiap rakyat Indonesia yang telah melaksanakan ibadah haji dan juga ibadah umroh lalu berbuat seperti apa yang dilakukan oleh Siti Hajar di setiap pelosok tanah air, alangkah hebatnya negeri ini karena sekian banyak pula karya besar ada setiap pelosok tanah air yang bisa dinikmati oleh generasi yang datang di kemudian hari.

 

Jika saat ini hasil dari pelaksanaan ibadah umroh tidak dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat berarti banyak orang yang pergi haji atau yang pergi umroh tetapi hanya sedikit yang berhaji dan yang berumroh. Inilah ironi yang terjadi di dalam masyarakat kita dan kondisi ini sangat dikehendaki oleh setan sang laknatullah, namun tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pemberi perintah melaksanakan kewajiban ibadah haji atau  umroh.Semoga kita yang sudah melaksanakan ibadah haji atau umroh mampu menjadikan diri kita menjadi manusia teladan seperti teladannya keluarga Nabi Ibrahim as, yang kita napak tilasi.

 

Sekarang mari kita perhatikan ketentuan 2 (dua) buah hadits yang akan kami kemukakan berikut ini, yaitu:

 

1.   “dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya”. (Hadits Riwayat Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i);  dan hadits kedua adalah

 

2.    “dari Abu Hurairah ra, berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mushhaf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia”. (Hadits Riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi).”

 

Kedua hadits di atas ini dapat kita jadikan acuan atau patokan dasar yang dapat kita lakukan setelah kita pulang menunaikan ibadah umroh sebagai bukti kita telah mampu “Napak Tilas” perjuangan Nabi Ibrahim as, beserta keluarganya dengan melakukan hal-hal sebagaimana berikut  ini:

 

1.     Mengajarkan dan menyebarkan ilmu yang kita miliki kepada orang lain;

2.   Meninggalkan anak yang shaleh atau anak didik yang shaleh, atau anak yang shaleh;

3.      Mushaf yang kita wariskan kepada masyarakat banyak;

4.      Masjid yang kita bangun; rumah untuk ibnu syabil;

5.      Sungai atau air yang dialirkan untuk umum;

6.      Shadaqah yang ditunaikan saat sehatnya dan lain sebagainya.

 

Jika kita mampu menunaikan ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT tentu kita mampu pula menunjukkan hasilnya kepada keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk itu pilihlah ketentuan di atas ini yang sesuai dengan kemampuan dan latar belakang kita serta jangan menunda-nunda jika sudah berniat di dalam hati. Mulailah dari yang bernilai kecil tetapi laksanakan dengan konsisten dari waktu ke waktu.

 

F.     TETAP KOMITMEN DAN KONSISTEN DALAM KEFITRAHAN.

 

Nabi Muhammad SAW menyatakan “banyak orang yang berpuasa, tetapi yang didapatkan hanyalah haus dan lapar serta menahan syahwat semata”. Ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi perintah melaksanakan  puasa saja, akan tetapi juga berlaku pula untuk perintah Allah SWT yang lainnya seperti perintah mendirikan shalat, perintah menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji atau umroh dan lain sebagainya. Untuk itu, kita harus bisa melaksanakan seluruh apa yang diperintahkan oleh Allah SWT tidak hanya berkualitas saat melaksanakan ibadah umroh saja, melainkan juga setelah pulang dari melaksanakan ibadah umroh kita harus tetap melaksanakan itu semua dengan cara yang berkualitas, yang tentunya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT selama hayat masih di kandung badan.

 

Ibadah umroh berlalu bukan berarti setelah memperoleh pahala shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, memperoleh pahala dari Thawaf sunnah, lalu kita melalaikan ibadah sunnah dan ibadah wajib serta melakukan kembali perbuatan-perbuatan yang paling dikehendaki oleh setan sang laknatullah? Ruh yang sudah difitrahkan kembali  atau sudah dimenangkan oleh Allah SWT harus tetap kita jaga kemenangannya dengan tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang paling dikehendaki oleh Allah SWT.

 

Sebaliknya jika kita masih pelit, masih mementingkan diri sendiri, masih selalu tergesa, masih menyakiti orang lain, masih korupsi, masih kolusi, masih nepotisme, masih suka KDRT, masih suka narkoba, masih suka menjadi teroris, masih suka menipu, berarti kita harus segera introspeksi diri karena kita masih memiliki masalah dengan perintah melaksanakan  ibadah umroh atau dengan Diinul Islam yang harus dilaksanakan secara kaffah.

 

Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini, berarti saat ini kita harus bisa melaksanakan ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan kita pun harus pula  mampu mendapatkan dan merasakan makna hakiki yang terdapat dibalik perintah melaksanakan ibadah  umroh seperti yang telah kami kemukakan di atas. Akan tetapi jika apa-apa yang kami kemukakan di atas tidak mampu kita peroleh dan rasakan berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita atau ada yang salah di dalam pelaksanaan ibadah umroh yang kita lakukan karena perintah melaksanakan ibadah umroh tidak akan pernah salah sampai kapanpun juga. Ingat perintahnya tidak akan pernah salah, akan tetapi kitalah yang salah karena tidak mampu melaksanakan perintah yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah.

 

Sekali lagi kami tegaskan kembali bahwa kesempatan untuk meraih dan merasakan nikmatnya bertuhankan Allah SWT melalui ibadah umroh hanya ada pada sisa usia kita, atau sebelum Malaikat Maut datang melaksanakan tugasnya memisahkan ruh dengan jasmani kita. Ingat, kesempatan hanya ada sekali, tidak ada peribahasa yang menyatakan penyesalan ada di muka serta waktu bisa diputar ulang dan juga sebab bukanlah karena akibat.


Dan jangan lupa bagi jamaah umroh yang belum menunaikan ibadah haji, segera mengambil langkah-langkah nyata untuk mewujudkan cita-cita menunaikan haji sehingga ibadah umroh yang kita lakukan tidak sia-sia belaka. Semoga kita yang telah mampu menunaikan ibadah umroh yang sesuai dengan kehendak Allah SWT mampu membuat Allah SWT selalu tersenyum bangga kepada diri kita karena kita berani membayar mahal untuk membuat karya karya nyata yang bisa dikenang oleh generasi yang datang di kemudian hari. Semoga Allah STW membantu diri kita untuk mewujudkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar