Tingkatan mengajar bukanlah istilah dari kami
selaku sukarelawan yang mengajar di Elcipi, melainkan sebuah istilah atau
pernyataan yang kami dapatkan dari salah seorang staff yang bekerja di Elcipi
yang diungkapkannya kepada kami sewaktu pertama kali yang bersangkutan memberikan
tantangan untuk mengajar ilmu ketauhidan di kelas khusus dan di tempat khusus.
Lalu apa yang dimaksud dengan tingkatan di
dalam mengajar itu? Dan inilah yang dimaksud dengan tingkatan mengajar itu dimana
mengajar pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu:
A.
MENGAJAR TINGKAT
PERTAMA.
Mengajar
tingkat pertama adalah mengajar di lembaga pendidikan formal dan juga mengajar di
lembaga pendidikan non formal. Adapun yang dimaksud pendidikan formal yang
sesuai dengan ketentuan sistem pendidikan nasional adalah Sekolah Dasar
(Madrasah Ibtidaiyah), Sekolah Menengah Pertama (Madrasah Tsanawiyah), Sekolah
Menengah Atas (Madrasah Aliyah) dan juga di Perguruan Tinggi. Sedangkan untuk pendidikan
non formal contohnya adalah kursus menyetir, kursus bahasa, kursus komputer dan
lain sebagainya.
Mengajar
di pendidikan formal ataupun di pendidikan non formal akan lebih mudah
dilaksanakan karena adanya kesamaan jenjang pendidikan peserta didik ataupun
kesamaan kemampuan dasar peserta didik, atau kesamaan tujuan dari peserta didik
sehingga penyampaian materi bisa menjadi lebih mudah untuk disampaikan.
Dan
khusus bagi pendidikan formal yang diatur di dalam sistem pendidikan nasional terdapat
kurikulum dasar yang berjenjang sehingga penyampaian materi pembelajaran kepada
peserta didik menjadi terarah dan
terukur dari waktu ke waktu yang pada akhirnya baik pengajar dan juga
peserta didik dapat mengetahui hasil pencapaian akhir pembelajaran yang
dilakukannya.
B.
MENGAJAR TINGKAT DUA.
Mengajar
tingkat dua adalah mengajar di tempat khusus dan dengan tujuan khusus yang mana
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kategori, yakni:
1. Yang bersifat formal
seperti sekolah bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus da-lam hal ini mengajar
di SLB (sekolah luar biasa).
2. Yang bersifat non
formal seperti mengajar di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) atau di rumah
tahanan (rutan) serta mengajar di dalam panti-panti sosial atau panti
rehabilitasi narkoba dan lain sebagainya.
Khusus untuk mengajar
di tempat khusus terutama di dalam lembaga pemasyarakatan ataupun di dalam
rumah tahanan (rutan) kondisinya tidaklah sama dengan mengajar di lembaga
formal yang mana siswanya memiliki kemampuan dasar yang hampir dapat dikatakan sama.
Mengajar di lembaga
pemasyarakata (lapas) dan/atau di rumah tahanan (rutan) memiliki tantangan
tersendiri karena wargabinaan yang akan mengikuti kegiatan belajar dan mengajar
memiliki beberapa kondisi awal yang
cukup mendasar sebagaimana berikut ini:
1. Adanya perbedaan jenjang
pendidikan dari para wargabinaan yang tidak sama sehingga kualitas pemahaman
yang dimiliki wargabinaan tidaklah sama mutunya yang pada akhirnya menunjukkan
bahwa pengetahuan dasar dari wargabinaan sangat beragam kondisinya.
2. Adanya semangat
belajar yang tidak sama hal ini dikarenakan tingkat kesadaran diri (tingkat
taubat) yang dimiliki dari para wargabinaan tidaklah sama. Semakin tinggi
tingkat kesadaran diri dari wargabinaan maka semakin bersemangat pula untuk
belajar sehingga duduknya berada dibarisan depan.
3. Adanya kondisi psikologis
para wargabinaan yang sangat berbeda-beda ditambah beban kehidupan yang
dihadapi oleh wargabinaan juga berbeda-beda pula serta kasus dan masa tahanan
yang dihadapi juga berbeda-beda pula. Kondisi ini sangat mempengaruhi kondisi
psikologis dari wargabinaan untuk belajar dan juga untuk kembali sadar.
Selanjutnya dengan adanya
perbedaan-perbedaan kondisi awal yang mendasar dari para wargabinaan yang
berbeda-beda akan berdampak pula kepada tingkat kesadaran untuk memperbaiki
diri saat masih di Elcipi. Disinilah salah satu letak tantangan terbesar saat
mengajar di Elcipi.
C.
MENGAJAR TINGKAT TIGA.
Mengajar
tingkat tiga adalah mengajar orang-orang yang hilang ingatan atau mengajar di
tempat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang mengharuskan pengajarnya memiliki
kualifikasi tertentu, seperti: (1) memiliki kemampuan meergunakan bahasa khusus
tertentu untuk menghadapi orang dengan gangguan jiwa; (2) memiliki pendidikan
tertentu; (3) memiliki kemampuan untuk menerapi (memberikan terapi) tertentu
agar orang dengan gangguan jiwa (orang yang hilang ingatan) yang diajar mampu
kembali hidup normal sebagaimana sediakala.
Mengajar
tingkat tiga dapat dikatakan mengajar yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi serta
memiliki tantangan yang luar biasa dan hanya orang-orang tertentu saja yang
mampu melakukannya..
Akhirnya kami memutuskan untuk menerima
tantangan untuk mengajar di tingkat yang ke dua, yaitu mengajar ilmu ketauhidan
di tempat khusus yaitu di dalam lembaga pemasyarakatan kelas Cipinang, Jakarta
Timur pada tahun 2016.
Wahai pembelajar, jika kami saja mampu
menerima tantangan untuk mengajar ketauhidan di Elcipi lalu beranikah yang
lainnya untuk mengajar dalam kerangka mewakafkan waktu untuk sesama karena
masih banyak kesempatan mengajar baik di tingkat yang pertama, di tingkat yang
kedua, apalagi di tingkat yang ke tiga. Dan jika bukan sekarang, kapan lagi
kita bisa berbuat kebaikan melalui ilmu dan pengetahuan yang kita miliki. Semoga
Allah SWT memudahkan diri kita untuk berbuat kebaikan kepada sesama. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar